Salah satu agenda Tim Pengembangan Kapasitas Pemeriksaan Kinerja (TPKPK) 2011
adalah melakukan pembahasan kegiatan pilot project pemeriksaan kinerja dengan tema
Pemeriksaan Kinerja atas Pengendalian korupsi pada Entitas Pemerintah dengan
melibatkan perwakilan dari tiap AKN dan pemangku kepentingan kegiatan pemberantasan
korupsi seperti BPKP; KPK; Kejaksaan; Kepolisian; dan PPATK; serta entitas pemerintah yang
telah menerapkan program pengendalian korupsi (Dirjen Bea dan Cukai dan Dirjen
Perbendaharaan).
Kegiatan yang telah dilaksanakan pada sejak Februari sampai Juli adalah sebagai
berikut:
1) Pengumpulan data dan informasi tentang fraud control tools yang bersumber dari:
a. Hasil
wawancara
dengan
entitas
pemerintah
yang
berperan
dalam
ii
3) Kegiatan pembahasan dengan Subject Matter Expert (SME) yaitu Mr. Paul Nicoll dan
Tim PKPK terkait isu-isu strategis dan permasalahan yang telah diidentifikas oleh
satker pemeriksa, kesiapan (identifikasi kebutuhan) satker pemeriksa, serta
penentuan langkah rencana strategis selanjutnya;
4) Kegiatan perumusan dan mengembangan model Fraud Control Plan versi BPK yang
saat ini masih dikembangkan oleh Sub Direktorat Litbang PK2 dengan nama Sistem
Kendali Korupsi (SKK); dan
5) Laporan hasil kajian awal tentang fraud control Plan dan rencana selanjutnya.
Kegiatan kajian awal tentang fraud control tools telah menghasilkan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Tim Litbang BPK telah memperoleh gambaran dan format yang jelas tentang
fraud control plan setelah melakukan kajian literatur dan diskusi dengan tenaga
ahli BPK;
b. BPK memperoleh kesimpulan awal bahwa kesadaran entitas mengenai
pentingnya keberadaan suatu alat pencegah dan pengendali fraud/ korupsi
masih rendah. Disamping itu, pemahaman mengenai fraud dikalangan entitas
juga masih sangat beragam;
c. BPK telah berhasil menjalin komunikasi awal dengan beberapa entitas dan
Aparat penegak Hukum (APH) dan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemahaman dan kesadaran entitas mengenai peran dan rencana BPK untuk
menilai keberadaan dan kualitas Sistem Kendali Korupsi (SKK) pada entitas.
Hal ini menunjukkan bahwa entitas dapat memahami peran BPK dan
menyambut positif rencana BPK tersebut;
2) Kesadaran awal mengenai pentingnya Sistem Kendali Korupsi (SKK) di
lingkungan organisasi telah terbangun melalui diskusi dengan entitas.
d. Tim Litbang BPK telah memperoleh bahan awal yang memadai bagi usaha
perumusan dan penyusunan SKK dan bahan perumusan persiapan pilot project
pemeriksaan kinerja atas Sistem Kendali Korupsi.
iii
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF
DAFTAR ISI
BAB. 1
PENDAHULUAN
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
Latar Belakang
Periode kegiatan
Dasar Hukum Pelaksanaan
Tujuan Kegiatan
Lingkup Kegiatan
Metode Kegiatan
1)Tahap Perencanaan
2)Tahap pelaksanaan
3)Tahap Pelaporan
VII. Sistematika penyusunan laporan
BAB. 2
Bab. 3
ii
v-vi
1.
1.
5.
5.
5.
5.
6.
6.
7.
8.
8.
10.
10.
12.
14.
16.
18.
19.
22.
26.
33.
34.
34.
36.
39.
39.
43.
44.
v
Bab. 4
Bab. 5
PENUTUP
I. Peran Penting BPK dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi
II. Rencana dan persiapan BPK untuk melaksanakan Pemeriksaan
kinerja atas Sistem Kendali Korupsi (SKK)
45.
48.
50.
53.
55.
57.
58.
61.
66.
69.
69.
70.
77.
87.
89.
89.
89.
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Tindak Pidana Korupsi menurut UU Tipikor
Lampiran 2. Definisi Fraud
Lampiran 3. Risalah diskusi dengan BAKN
Lampiran 4. Risalah diskusi dengan BPKP
Lampiran 5. Risalah diskusi dengan KPK
Lampiran 6. Risalah diskusi dengan Kejaksaan
Lampiran 7. Risalah diskusi dengan POLRI
Lampiran 8. Risalah diskusi dengan PPATK
Lampiran 9. Risalah diskusi dengan Ditjen Perbendaharaan
Lampiran 10. Risalah diskusi dengan Ditjen Bea Cukai
Lampiran 11. Risalah diskusi dengan Garuda Indonesia
Lampiran 12. Matriks Fraud Control
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
pemerintah
atau
memberikan
alternatif
solusi
kepada
hal. 1
Tabel 1.1
Opini BPK
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Kementerian/Lembaga
2007
2008
2009
Opini
Jml
Jml
Jml
WTP
19
21.59%
39
43.82%
47
56.63%
WDP
31
35.23%
31
34.83%
27
32.53%
TW
1.14%
0.00%
0.00%
TMP
37
42.05%
19
21.35%
10.84%
Tabel 1.2
Opini BPK
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
2007
2008
2009
Opini
Jml
Jml
Jml
WTP
0.10%
11
0.27%
15
0.36%
WDP
283
6.89%
324
7.87%
329
7.99%
TW
59
1.44%
31
0.75%
48
1.17%
TMP
120
2.92%
115
2.79%
101
2.45%
demikian,
temuan
pemeriksaan
keuangan
yang
hal. 2
Gambar 1.1
Hasil survei LSI tentang tindak pidana korupsi dan penanganannya
Beberapa
kondisi
diatas
mendorong
BPK
untuk
berupaya
hal. 3
upaya
untuk
meningkatkan
pengembangan
kapasitas
hal. 4
Periode
Kegiatan
Dasar Hukum
Pelaksanaan
Tujuan
Kegiatan
pada
Lingkup
Kegiatan
hal. 5
Metodologi
Kegiatan
Kajian
hal. 6
hal. 7
Sistematika
Penyusunan
Laporan
hal. 8
hal. 9
BAB 2
FRAUD/KORUPSI TEORI DAN PERMASALAHANNYA
Fraud merupakan suatu istilah yang secara umum diartikan sebagai kecurangan atau penipuan
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara material maupun non-material. Collins
English Dictionary menyebutkan bahwa fraud adalah suatu kecurangan, tipu daya, pelanggaran
kerahasiaan, dan memperoleh keuntungan secara tidak jujur. Meskipun demikian, beberapa
lembaga maupun individu mencoba untuk mendefinisikan fraud sesuai dengan sudut pandang
masing-masing. Berikut adalah beberapa definisi fraud menurut beberapa sumber.
Definisi dan
Interpretasi
Fraud Secara
Umum
hal. 10
perhitungan
kebenarannya
dapat
dan
berakibat
tidak
dapat
diyakini
memengaruhi
atau
material,
perhitungan
yang
atau
penyajian
dilakukan
oleh
yang
ceroboh/tanpa
seseorang
sehingga
menimbulkan kerugian.
c. Collins Dictionary: kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain.
Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran
yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk
merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau
jasa ataupun keuntungan dengan cara yang tidak adil/curang.
Kecurangan dilakukan melalui pemalsuan terhadap barang atau benda.
Hukum pidana secara umum menyebutkan bahwa perbuatan tersebut
merupakan pencurian dengan penipuan, pencurian dengan tipu
daya/muslihat, pencurian dengan penggelapan dan penipuan atau
hal serupa lainnya.
d. Australian Standard 2008 (AS 80012008): kegiatan atau perbuatan
yang tidak jujur sehingga menyebabkan kerugian finansial baik secara
aktual maupun potensial pada seseorang atau entitas. Kegiatan
hal. 11
tersebut antara lain adalah pencurian uang atau properti yang dilakukan
oleh pegawai atau pihak luar entitas, baik dengan tindak penipuan atau
tidak, sebelum atau setelah terjadinya suatu kegiatan. Praktik fraud juga
meliputi tindakan pemalsuan, penyembunyian, perusakan atau
penggunaan dokumen palsu dengan tujuan untuk digunakan dalam
kegiatan bisnis entitas atau sebagai informasi palsu dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi.
Definisi Fraud
Menurut
Association of
Certified
Fraud
Examiners
(ACFE)
hal. 12
1) Korupsi (Corruption)
Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
1. Konflik kepentingan (conflict of interest);
2. Suap (bribery);
3. Pemberian illegal (illegal gratuity); dan
4. Pemerasan (economic extortion).
Tanggungjawab untuk mendeteksi adanya korupsi terletak pada pemeriksa
eksternal dan internal. Korupsi dapat dilakukan oleh pihak yang berada dalam
organisasi dan/atau dengan pihak di luar organisasi.
Praktek kecurangan ini umumnya terjadi pada saat pengadaan barang/jasa
(procurement), yakni terjadinya kolusi antara bagian pengadaan/panitia
pengadaan dengan penyedia barang/jasa.
hal. 13
Gambar 2.1
Sistem Klasifikasi Fraud menurut ACFE
Definisi Fraud
Menurut UU
Tipikor
hal. 14
hal. 15
Perbandingan
antara Fraud
Menurut ACFE
dengan ElemenElemen Korupsi
Menurut UU
Tipikor
hal. 16
Tabel 2.1
Kesamaan Fraud Menurut ACFE dengan Unsur-Unsur Korupsi
Menurut Tipikor
No
1.
a. Conflict of Interest
2.
3.
b. Bribery
c. Illegal gratuities
d. Economic Extortion
Asset Misappropriation
a. Cash
x Skimming
x Fraudulent
Disbursement
x Larceny
b. Inventory and other asset
x Misuse
x Larceny
Fraudulent Statement
a. Financial
x Overstatement /
understatement
b. Non Financial
x Employment credential
Kerugian Negara
Perbuatan Curang
Penggelapan dalam jabatan
hal. 17
Pembandingan
antara Fraud
dengan Korupsi
Menurut
ASOSAI
No
ASOSAI melalui salah satu kajiannya dalam Dealing with Fraud and
Corruption in Auditing mencoba membandingkan antara fraud dengan
korupsi sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perbandingan antara Fraud dengan Korupsi
Modus
Fraud
Korupsi
Penyalahgunaan kewenangan di
kantor atau posisi untuk
keuntungan pribadi.
hal. 18
Pemahaman
Mengenai Fraud/
Korupsi Menurut
BPK
Lingkup dari pemahaman tentang korupsi ini mengacu pada Undangundang No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
yang
hal. 19
kesalahan
Kesengajaan ini
atau
potensi
terjadinya
korupsi.
pokok
yang
spesifik,
dianggap
telah
memilki
hal. 20
dapat
merugikan
investor
dalam
pengambilan
hal. 21
Penyebab dan
Akibat dari
Korupsi serta
Aspek Lainnya
terkait
dengan
keserakahan
dan
kerakusan
merupakan
dorongan
seseorang
untuk
hal. 22
et.al
(2006)
dan
juga
Singleton
(2006:44)
motive
atau
financial
atau
pressure
dan
sehingga
menyebabkan
tagihan
yang
menumpuk;
b)gaya hidup mewah;
c) penggelapan;
d)ketergantungan narkoba;
e) tekanan hidup;
f) dll.
Pada umumnya, pemicu perilaku ini adalah karena
kebutuhan atau masalah finansial, meskipun dapat pula
disebabkan oleh keserakahan.
hal. 23
hal. 24
c. Akibat Korupsi
Beberapa akibat yang ditimbulkan dari tindakan korupsi antara
lain:
1) Birokrasi
Korupsi akan menyebabkan birokrasi menjadi tidak
efisien,
sistem
birokrasi
menjadi
berbelit-belit
dan
dalam
penunjukan
pelaksana
projek,
penggelapan dalam pelaksanaannya dan bentuk korupsi lainlain dalam projek), maka pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.
hal. 25
3) Politik
Korupsi yang dilakukan oleh penguasa/ politikus akan
menurunkan legitimasi pemerintahan dimata masyarakat,
yakni
hilangnya
kepercayaan
masyarakat
terhadap
Sistem Kendali
Korupsi (SKK)
Sebagai Alat
Pencegahan
Korupsi
Pencegahan
atau
strategi
untuk
mengendalikan
korupsi.
Dalam
hal. 26
Gambar 2.3
Model Sistem Kendali Korupsi
hal. 27
untuk
mendukung
keempat
kegiatan
dalam
bahwa
Sistem
Kendali
Korupsi
ini
hal. 28
terencana
dalam
waktu
dalam
rangka
hal. 29
organisasi
dan
menentukan
langka-langkah
hal. 30
harus
mendefinisikan
dengan
hal. 31
kegiatan
tersebut
(pencegahan,
hal. 32
KEPEMIMPINAN
Peru
n & un ndangdang
an
jaka
Kebi
sian
Strategi
Pengendalian
Fraud
etek
Pend
Mon
eva itorin
g,
lu
pela asi da
n
por
an
Pencegahan
Respons
Tatakelola
BUDAYA
Gambar: 2.4
Fraud Control Plan
Hubungan
antara SPI
dengan SKK
hal. 33
unsur-unsur
yang
menyangkut
fraud
control/
hal. 34
usaha
perlindungan
aset,
pengendalian
korupsi
dan
merumuskan
mekanisme
pengujian
prosedur
pengendalian
untuk
and
Communication
(Informasi
dan
komunikasi)
Pencegahan korupsi dalam elemen Information and
Communication adalah dengan menekankan efektifitas
komunikasi top-down dan bottom-up baik secara formal
maupun informal. Semakin baik komunikasi berjalan,
semakin efektif kegiatan komunikasi tersebut sebagai
pencegah terjadinya korupsi dalam organisasi.
hal. 35
4) Monitoring
Elemen
monitoring
mencakup
pencegahan
dan
Simpulan dari
Tim mengenai
Korupsi
tanggung
jawab
menginterpretasikan
definisi
keuangan
fraud
Negara,
sebagai
BPK
korupsi.
hal. 36
karena
tekanan,
dan
rasionalisasi
(pembenaran);
2)penilaian kualitas Sistem Kendali Korupsi dilakukan pada
keseluruhan tahap, dari pencegahan, pengidentifikasian,
investigasi, pemberantasan, serta monitoring. Atas dasar hal
tersebut, Litbang selanjutnya melakukan diskusi dengan
beberapa entitas pemerintah untuk mengetahui tingkat
keberadan dan kematangan sistem kendali korupsi entitas.
Hasil diskusi dengan entitas akan dibahas secara khusus
dalam bab 3;
3)kegiatan analisis atas dua model Sistem Kendali Korupsi
menghasilkan keputusan Litbang untuk mengadopsi model
fraud control yang dikembangkan oleh ANAO dengan tetap
mengakomodir elemen-elemen Sistem Kendali Korupsi yang
ditawarkan oleh tenaga ahli BPK;
4)elemen-elemen SKK tersebut merupakan unsur penentu
tinggi rendahnya kualitas alat pengendalian korupsi di suatu
entitas atau organisasi. Kegiatan pemeriksaan BPK yang
paling sesuai untuk menilai kinerja SKK entitas adalah
pemeriksaan kinerja. Terkait dengan dua hal tersebut,
Litbang menilai bahwa elemen-elemen SKK tersebut
merupakan salah satu unsur utama yang digunakan sebagai
kriteria pemeriksaan kinerja;
hal. 37
pengendalian
merupakan
komponen
yang
hal. 38
BAB 3
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN KORUPSI
Korupsi merupakan permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara di dunia. Bentuk dan
praktik kejahatan korupsi juga sangat beragam. Setiap negara berusaha menanggulangi dan
memberantas korupsi melalui berbagai tindakan dan kebijakan, demikian pula dengan organisasi
auditor internasional seperti INTOSAI beserta negara-negara anggotanya. Indonesia, khususnya
pasca era reformasi, juga telah melakukan beberapa upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Bab 3 akan membahas mengenai upaya pemerintah dalam memberantas korupsi dan
hasil diskusi antara Litbang BPK dengan beberapa entitas pemerintah khususnya aparat penegak
hukum (APH) mengenai usaha mereka dalam memberantas korupsi di lingkungan internal
organisasinya.
Upaya
Penanggulangan
Korupsi melalui
Penegakan
Hukum
peraturan
perundang-undangan
yang
telah
dibentuk
hal. 39
bentuk
keseriusan
pemerintah
dalam
pemberantasan korupsi, pemerintah juga menetapkan UndangUndang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Undang-undang
pembentukan
tersebut
komisi
diantaranya
pemeriksa
mengatur
yang
berfungsi
tentang
untuk
wujud
nyata
upaya
pemerintah
dalam
hal. 40
KPK
dalam
penyelenggaraan
pelaporan,
kehidupan
pribadi,
serta
penghematan
pada
dukungan
maksimal
terhadap
upaya
hal. 41
Pemberian
Penghargaan
dalam
Pencegahan
dan
hal. 42
Indeks Persepsi
Korupsi Indonesia
Tahun 2001-2010
Tahun
IPK
Urutan Dunia
2001
1,9
88
2002
1,9
96
2003
1,9
122
2004
2,0
133
2005
2,2
137
2006
2,4
130
2007
2,3
143
2008
2,6
126
2009
2,8
111
2010
2,8
110
hal. 43
entitas
yang
dinilai
telah
mengembangkan
SKK
di
lingkungannya.
Diskusi tentang SKK dengan entitas telah menghasilkan beberapa
hasil positif, diantaranya adalah:
1)keberhasilan Litbang BPK dalam penyampaian sosialisasi
kepada entitas terkait tentang rencana BPK untuk melakukan
pemeriksaan atas Sistem Kendali Korupsi melalui pemeriksaan
kinerja;
2)pemahaman bersama mengenai istilah fraud dan pemilihan
penggunaan istilah korupsi daripada fraud;
3)meningkatkan
kesadaran
entitas
mengenai
pentingnya
hal. 44
Pertemuan
ini
membahas
mengenai
rencana
salah
satu
peran
BPK
dalam
usaha
pemberantasan korupsi.
iii. Salah satu alasan mengapa BPK memberi perhatian
besar terhadap pemeriksaan kinerja atas pengendalian
korupsi dan korupsi adalah bahwa selama ini opini
pemeriksaan Laporan Keuangan BPK tidak berkaitan
langsung dengan keberadaan praktik korupsi di entitas
terkait.
iv. Kegiatan pemeriksaan kinerja merupakan metode yang
lebih efektif yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja entitas dalam mencegah dan menindaklanjuti
hal. 45
menarik
isu
tentang
siapa
sebenarnya
hal. 46
lebih
berhati-hati
dalam
menetapkan
opini
pemeriksaan.
ii.BPK dapat mempertimbangkan unsur korupsi dalam
menentukan opini.
iii.Pemeriksaan atas kualitas pengendalian korupsi pada
entitas merupakan tanggung jawab BPK.
iv.Kegiatan penegakan pemberantasan korupsi harus
dimulai dari pusat.
v.Pemeriksaan atas FCP dilakukan oleh pemeriksa BPK
dan bukan oleh KAP yang ditunjuk BPK, karena hal
tersebut menyangkut kerahasiaan Negara.
vi.BAKN
berpendapat
bahwa
FCP
dimulai
dari
hal. 47
BPKP
merupakan
pertama
yang
entitas
berdiskusi
dengan
pertimbangan
bahwa
BPKP
telah
hal. 48
sebagai berikut:
i. Sosialisasi,
ii. diagnostic assessment (terdiri dari sepuluh atribut),
iii. bimbingan teknis, dan
iv. evaluasi.
Sebagai penyusun dan pengembang SKK, BPKP akan
melaksanakan kegiatan tersebut pada entitas pemerintah
dan juga melakukan pendampingan, pemantauan, dan
pembimbingan
terhadap
entitas
dalam
kegiatan
belum
memiliki
payung
hukum
untuk
hal. 49
fungsi
pencegahan
dan
implementasi
pencegahan
korupsi
telah
dengan
pengendalian
korupsi,
hal. 50
jika
laporan
dan
pemeriksaan
gratifikasi,
upaya
pemberantasan
korupsi
di
hal. 51
pencegahan
korupsi
adalah
melalui
dunia
semacam
komitmen
dengan
pimpinan
hal. 52
sekedar
korupsi,
salah
satunya
masalah
konflik
Pertemuan
dengan
Kejaksaan
membahas
dan
mengimplementasikan
hal. 53
kejaksaan meliputi:
i. membangun kode etik bagi aparat kejaksaan,
ii. membentuk inspektorat untuk menjamin pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan bebas
dari korupsi dan penyimpangan. Kegiatan inspeksi yang
dilakukan di kejaksaan meliputi.
01. Inspeksi umum: kegiatan inspeksi terhadap
penggunaan anggaran.
02. Inspeksi khusus: kegiatan inspeksi yang dilakukan
berdasarkan
permintaan
khusus,
misalnya
pengaduan masyarakat.
03. Inspeksi kasus: inspeksi yang dilakukan terhadap
penyalahgunaan
keuangan
negara,
misalnya
TPTGR.
04. Inspeksi pimpinan: inspeksi yang dilakukan oleh
pimpinan suatu unit kerja.
05. Inspeksi pemantauan.
iii. melakukan pengawasan melekat, yaitu pemantauan
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh atasan terhadap
staf di lingkungan unit kerjanya,
iv. membuka media pengaduan masyarakat terhadap
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya,
v. mencantumkan kalimat-kalimat peringatan terhadap
aparat kejaksaan untuk selalu bekerja sesuai dengan
aturan , misalnya dalam bentuk neon box.
c) SKK kejaksaan
Sampai saat ini kejaksaan juga belum memiliki SKK.
Kejaksaan merasa dengan adanya kegiatan inspeksi dan
hal. 54
hal. 55
prosedur lainnya.
ii. Pendeteksian:
membuka
ruang
publik
untuk
dengan
aparat
penegak
hukum,
lembaga
beberapa
mekanisme
penanggulangan
hal. 56
Pusat
Pelaporan
dan
Analisis
Transaksi
Keuangan
(PPATK)
dibentuk
berdasarkan
amanat
hal. 57
Pertemuan
ini
membahas
mengenai
hal. 58
diskusi
a) Pembahasan
i. Definisi Fraud
Menurut Ditjen Perbendaharaan, definisi fraud
merupakan penyimpangan terhadap peraturan yang
ada dan mengandung unsur kesengajaan serta
berpotensi menimbulkan tindakan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Ditjen Perbendaharaan juga mengacu pada
aturan yang berlaku umum yaitu fraud menurut UU
Tipikor yang definisinya cenderung ke arah korupsi.
ii. Strategi untuk pencegahan korupsi
Sebagai pendukung program anti korupsi, Ditjen
Perbendaharaan telah melakukan:
Transparansi Penyelenggara Negara
Penyampaian LHKPN
Sosialisasi
Anti
Gratifikasi
dan
Pelaporan
Gratifikasi
Promosi Anti Korupsi dan Akses Publik dalam
Memperoleh Informasi
Media website, banner, flyer, running text, annual
report, talkshow di TV/Radio, dll.
Seruan/sosialisasi anti korupsi dalam setiap
kesempatan kepada seluruh pejabat/pegawai
Tindaklanjut
Pemeriksaan
Aparat
Pemeriksa/
hal. 59
yaitu
antara
lain
dalam
bidang
risiko
lingkup
Ditjen,
pemantauan
tindak
lanjut
pemeriksaan
aparat pengawasan
atas
melakukan
laporan
hasil
fungsional
dan
Penanganan
Disiplin
dan
Pemberhentian
pencegahan
pembentukan
KPPN.
korupsi
dan
Sedangkan
kendala
pada
hambatan
dari
hal. 60
b) Rencana Selanjutnya
Sebagai tindak lanjut kegiatan ini, Litbang BPK
memiliki peluang untuk menjalin kerjasama dan
komunikasi dengan Bagian Organisasi Tata Laksana
Ditjen Perbendaharaan yang saat ini sedang mengkaji
untuk pembentukan Unit Kepatuhan Internal (UKI)
sesuai dengan PMK-103/PMK.09/2010 tentang Tata
Cara
Pengelolaan
dan
Tindak
Lanjut
Pelaporan
Pertemuan
ini
membahas
mengenai
telah
mengembangkan
mekanisme
pengendalian
hal. 61
dengan
norma-norma
yang
sudah
penerapan
peraturan
perundang-undangan
dan
hal. 62
Unit
ini
mempunyai
fungsi
untuk
hal. 63
internal
seperti
peraturan
yang
terkait
dengan
hal. 64
hal. 65
Internal
audit
GCG
Implementation
dan
Audit
Internal.
korupsi
adalah
SPI,
corporate
legal,
Pada
tahun
2006
dibentuk
komite
hal. 66
conformity/
kepatutan,
yaitu
penyelenggaraan
pencatatan
gratifikasi.
Saat
pengendalian
serta
pelaporan
penerimaan
mengembangkan
gratifikasi,
Garuda
program
mendapakan
Whistle-blower
officer
bertanggung
hal. 67
dikelola oleh unit risk management. Namun masingmasing unit secara mandiri melakukan pemetaan dan
penilaian risiko.
b) Rencana Selanjutnya
Garuda bersedia untuk mendukung BPK dalam
pelaksanaan pilot project melalui diskusi lebih lanjut atas
hal-hal yang terkait dengan pengendalian korupsi. Detail
mengenai diskusi dengan Garuda Indonesia dapat dilihat
pada Lampiran 11.
Ringkasan mengenai fraud control atau pengendali terjadinya
korupsi di beberapa entitas diatas dapat dilihat dalam Lampiran 11.
hal. 68
BAB 4
PEMERIKSAAN ATAS KORUPSI
Peran
Kegiatan
Pemeriksaan
dalam
Pencegahan
Korupsi
melakukan
pemeriksaan
untuk
memastikan
kualitas
di tiap-tiap auditee;
b.memperoleh temuan pemeriksaan dan memberi simpulan
hal. 69
Kerangka Sistem
Korupsi
Kendali
(SKK)
pora
Pela
sian
etek
Strategi
Sistem
Pengendalian
Kendali
Fraud
Korupsi
Pend
Pencegahan
Respons
Tatakelola
BUDAYA
Gambar 4.1
Sistem Kendali Korupsi versi Litbang PK2
hal. 70
korupsi
membutuhkan
penerapan
membutuhkan
penyesuaian
di
dalam
meningkatkan
dan
memaksimalkan
kinerja
operasional.
b. Pendekatan Sistematis untuk Pengendalian Korupsi, terdiri
dari Empat Elemen Kunci:
1) Pencegahan
Pencegahan adalah metode yang paling efisien
dalam pengendalian korupsi. Beberapa hal yang perlu
disiapkan oleh BPK dalam mengaplikasikan SKK ini
antara lain adalah:
a) kode etik;
b) mekanisme konflik kepentingan;
c) training untuk meningkatkan kesadaran korupsi bagi
pegawai BPK;
hal. 71
yang
dikembangkan
BPK
harus
BPK
yang
dikembangkan
BPK
harus
korupsi,
untuk
mendeteksi
korupsi.
Kegiatan
hal. 72
manajemen, seperti:
i. aktivitas monitoring dan reviu yang dilakukan
secara kontinu oleh pimpinan satker BPK
maupun secara periodik oleh Itama;
ii. penggunaan tool dan teknik analisis (reviu
transaksi masa lalu) dalam aktivitas keuangan;
iii. membangun suatu sistem (early warning) yang
dapat mendeteksi korupsi;
3) Respons
Respons merupakan elemen kunci dari SKK. BPK
perlu mengembangkan strategi untuk melakukan respon
terhadap terjadinya korupsi di lingkungan BPK. Dengan
demikian dapat memberikan jaminan yang memadai
kepada stakeholder bahwa kejadian korupsi di BPK akan
ditangani sesuai dengan pedoman/peraturan yang
berlaku di BPK. Bentuk-bentuk respon BPK atas
terjadinya suatu kasus korupsi harus dinyatakan dalam
bentuk suatu peraturan legal misalnya:
a) prosedur operasional standar atas tindakan yang
harus dilakukan oleh pimpinan satker atau Itama
apabila terjadi kasus korupsi;
b) juklak/juknis pemeriksaan investigatif atas terjadinya
suatu kasus korupsi (misalnya: SOP Pemberkasan);
c) Tata kerja MKKE (majelis kehormatan kode etik).
4) Pelaporan
a) Pelaporan atas hasil pengendalian korupsi akan
menghasilkan efek pencegahan sehingga dapat
membantu entitas dalam mengurangi dampak
korupsi di dalam aktivitasnya.
hal. 73
dengan
peraturan
perundang-
hal. 74
d) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo. Undangundang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
e) UU pencucian uang
f) UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Keuangan Negara.
g) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK.
h) UU Pidana Pajak.
i) Peraturan BPK tentang FCS
2) Tata kelola
a) Itama sebagai internal audit BPK memiliki peran
untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara
berkelanjutan atas pelaksanaan SKK di seluruh satker
BPK.
b) Pada dasarnya tanggung jawab untuk mencegah
terjadinya kecurangan terletak pada pimpinan
seluruh satker BPK.
c) Tanggung jawab dari pimpinan satker BPK dalam
mencegah dan mendeteksi adanya kecurangan harus
terlihat pada:
i. Level Strategis, dituangkan dalam Renstra BPK,
peraturan, dan panduan yang memuat upayaupaya BPK untuk pengendalian korupsi.
ii. Level operasional, dituangkan dalam uraian tugas
dan tanggung jawab masing-masing pegawai
maupun prosedur operasional standar.
d) Masing-masing
pimpinan
satker
BPK
harus
hal. 75
secara
terus
menerus
untuk
mengantisipasi
melakukan
pemutakhiran
atas
upaya-upaya
hal. 76
Selanjutnya
diperlukan
strategi
untuk
Pelaksanaan
Pemeriksaan atas
Fraud Control di
ANAO serta
Rencana BPK
untuk Melakukan
Studi Banding
a. Latar Belakang
Pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan di
segala bidang untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik
(Good Corporate Governance). Hal ini tercermin dalam RPJMN
2010, dimana prioritas pertama yang menjadi target pemerintah
adalah prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintah.
Salah satu faktor kunci yang berpengaruh pada kesuksesan
reformasi birokrasi yang secara khusus dibahas dalam kajian ini
adalah tren penurunan fraud (korupsi) di lingkungan pemerintahan.
BPK telah melakukan diskusi dengan BAKN dan aparat penegak
hukum (APH) d.h.i Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan
Korupsi, PPATK, dan POLRI untuk memperoleh informasi penting
terkait dengan aktifitas pengendalian korupsi. Selanjutnya, BPK
menilai perlu untuk melakukan studi banding (benchmarking)
hal. 77
panduan
instansi/lembaga
melaksanakan
kewajiban
hal. 78
tentang
pengendalian
fraud
dalam
lingkup
korupsi.
AGD
juga
bertanggungjawab
untuk
fraud
control
di
Australia.
ANAO
melakukan
hal. 79
c. Kegiatan
1)Melakukan studi banding di AGD untuk mempelajari
pendekatan-pendekatan
yang
digunakan
untuk
atas
organisasi,
kebijakan,
standar
hal. 80
dan
risikonya
mengembangkan
masing-masing.
elemen-elemen
Kunci
tersebut
dalam
adalah
hal. 81
risiko
korupsi
merupakan
suatu
hal. 82
ii.
iii.
Aktivitas
monitoring
dan
reviu
yang
masa
lalu)
dalam
aktivitas
keuangan;
iii.
3) Respons
Respons merupakan elemen kunci dari SKK. BPK
perlu mengembangkan strategi untuk melakukan respon
terhadap terjadinya korupsi di lingkungan BPK. Dengan
demikian dapat memberikan jaminan yang memadai
kepada stakeholder bahwa kejadian korupsi di BPK akan
ditangani sesuai dengan pedoman/peraturan yang
berlaku di BPK. Bentuk-bentuk respon BPK atas
terjadinya suatu kasus korupsi harus dinyatakan dalam
bentuk suatu peraturan legal misalnya:
a. prosedur operasional standar atas tindakan yang
hal. 83
b. juklak/juknis
pemeriksaan
investigatif
atas
4) Pelaporan
Pelaporan atas hasil pengendalian korupsi akan
menghasilkan
efek
pencegahan
sehingga
dapat
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
yang
teridentifikasi
kemudian
dianalisis
untuk
mengetahui penyebabnya.
hal. 84
2) Tata kelola
Itama sebagai internal audit BPK memiliki peran untuk
melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkelanjutan atas
pelaksanaan SKK di seluruh satker BPK.
Pada dasarnya tanggung jawab untuk mencegah terjadinya
kecurangan terletak pada pimpinan seluruh satker BPK.
Tanggung jawab dari pimpinan satker BPK dalam
hal. 85
oleh
komitmen
pimpinan
BPK
terhadap
BPK.
Pimpinan
BPK
harus
terus
melakukan
hal. 86
Selanjutnya
diperlukan
strategi
untuk
Hal-hal yang
dapat Diadopsi
BPK terkait
Pemeriksaan
Kinerja atas Fraud
Control di ANAO
hal. 87
hal. 88
BAB 5
PENUTUP
Peran Penting
BPK dalam
Pencegahan dan
Pemberantasan
Korupsi
Rencana dan
Persiapan BPK
untuk
Melaksanakan
Pemeriksaan
Kinerja atas SKK
hal. 89
dasar
persiapan
dan perencanaan
hal. 90
REFERENSI
Commonwealth Fraud Control Guidelines 2002 Issued by The Minister for Justice and Customs as
Fraud Control Guidelines under Regulation 19 of the
hal. 91
LAMPIRAN
No.
Tindakan
0HODZDQKXNXP
XQWXNPHPSHUND\D
GLULVHQGLUL GDSDW
PHUXJLNDQQHJDUD
Klasifikasi
.HUXJLDQ
QHJDUD
Pasal
3V
0HQ\DODKJXQDNDQ
NHZHQDQJDQXQWXN
PHQJXQWXQJNDQGLUL
VHQGLUL GDSDW
PHUXJLNDQNHXDQJDQ
QHJDUD
3V
0HQ\XDSSHJDZDL
QHJHUL
3VD\DW
KXUXID
6XDSPHQ\XDS
Unsur
6HWLDSRUDQJ
0HPSHUND\DGLUL
VHQGLULRUDQJODLQ
DWDXVXDWX
NRUSRUDVL
'HQJDQFDUD
PHODZDQKXNXP
'DSDWPHUXJLNDQ
NHXDQJDQQHJDUD
GDQ
SHUHNRQRPLDQ
QHJDUD
6HWLDSRUDQJ
'HQJDQWXMXDQ
PHQJWXQJNDQGLUL
VHQGLULDWDXRUDQJ
ODLQDWDXVXDWX
NRUSRUDVL
0HQ\DODKJXQDNDQ
NHZHQDQJDQ
NHVHPSDWDQDWDX
VDUDQD
<DQJDGDSDGDQ\D
NDUHQDMDEDWDQ
DWDXNHGXGXNDQ
'DSDWPHUXJLNDQ
NHXDQJDQQHJDUD
DWDX
SHUHNRQRPLDQ
QHJDUD
6HWLDSRUDQJ
0HPEHULVHVXDWX
DWDXPHQMDQMLNDQ
VHVXDWX
.HSDGDSHJDZDL
QHJHUL
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
'HQJDQPDNVXG
VXSD\DEHUEXDW
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3VD\DW
KXUXIE
0HPEHULKDGLDK
NHSDGDSHJDZDL
QHJHULNDUHQD
MDEDWDQQ\D
3V
3HJDZDLQHJHUL
PHQHULPDVXDS
3VD\DW
Unsur
DWDXWLGDNEHUEXDW
VHVXDWXGDODP
MDEDWDQQ\D
VHKLQJJD
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQQ\D
6HWLDSRUDQJ
PHPEHULVHVXDWX
NHSDGDSHJDZDL
QHJHULDWDX
SHQ\HOHQJJDUD
NDUHQDDWDX
EHUKXEXQJDQ
GHQJDQVHVXDWX
\DQJEHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQ
GLODNXNDQDWDX
WLGDNGLODNXNDQ
GDODPMDEDWDQQ\D
6HWLDSRUDQJ
PHPEHULKDGLDK
DWDXMDQML
NHSDGDSHJDZDL
QHJHUL
GHQJDQPHQJLQJDW
NHNXDVDDQDWDX
ZHZHQDQJ\DQJ
PHOHNDWSDGD
MDEDWDQDWDX
NHGXGXNDQQ\D
DWDXROHKSHPEHUL
KDGLDKDWDXMDQML
GLDQJJDSPHOHNDW
SDGDMDEDWDQDWDX
NHGXGXNDQ
WHUVHEXW
SHJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3VKXUXI
D
3VKXUXI
Unsur
QHJDUD
0HQHULPD
SHPEHULDQDWDX
MDQML
6HEDJDLPDQD
GLPDNVXGGDODP
SVD\DWKXUXI
DGDQE
SHJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
PHQHULPDKDGLDK
DWDXMDQML
GLNHWDKXLGLGXJD
EDKZDKDGLDK
DWDXMDQMLWHUVHEXW
GLEHULNDQXQWXN
PHQJJHUDNNDQ
DJDUPHODNXNDQ
DWDXWLGDN
PHODNXNDQ
VHVXDWXGDODP
MDEDWDQQ\D\DQJ
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQQ\D
SDWXWGLGXJD
EDKZDKDGLDK
DWDXMDQMLWHUVHEXW
GLEHULNDQXQWXN
PHQJJHUDNNDQ
DJDUPHODNXNDQ
DWDXWLGDN
PHODNXNDQ
VHVXDWXGDODP
MDEDWDQQ\D\DQJ
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQQ\D
SHJDZDLQHJHUL
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
E
3HJDZDLQHJHUL\DQJ
PHQHULPDKDGLDK
\DQJEHUKXEXQJDQ
GHQJDQMDEDWDQQ\D
3V
Unsur
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
PHQHULPDKDGLDK
GLNHWDKXLGLGXJD
EDKZDKDGLDK
WHUVHEXWGLEHULNDQ
VHEDJDLDNLEDW
DWDXGLVHEDENDQ
NDUHQDWHODK
PHODNXNDQDWDX
WLGDNPHODNXNDQ
VHVXDWXGDODP
MDEDWDQQ\D\DQJ
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQQ\D
SDWXWGLGXJD
EDKZDKDGLDK
WHUVHEXWGLEHULNDQ
VHEDJDLDNLEDW
DWDXGLVHEDENDQ
NDUHQDWHODK
PHODNXNDQDWDX
WLGDNPHODNXNDQ
VHVXDWXGDODP
MDEDWDQQ\D\DQJ
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQ
NHZDMLEDQQ\D
SHJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
PHQHULPDKDGLDK
DWDXMDQML
GLNHWDKXLEDKZD
KDGLDKDWDXMDQML
WHUVHEXWGLEHULNDQ
NDUHQDNHNXDVDDQ
DWDXNHZHQDQJDQ
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
0HQ\XDSKDNLP
3VD\DW
KXUXID
0HQ\XDSDGYRNDW
3VD\DW
KXUXIE
Unsur
\DQJ
EHUKXEXQJDQ
GHQJDQ
MDEDWDQQ\DDWDX
\DQJPHPEHULNDQ
KDGLDKDWDXMDQML
WHUVHEXWDGD
KXEXQJDQGHQJDQ
MDEDWDQQ\D
SDWXWGLGXJD
EDKZDKDGLDK
DWDXMDQMLWHUVHEXW
GLEHULNDQNDUHQD
NHNXDVDDQDWDX
NHZHQDQJDQ\DQJ
EHUKXEXQJDQ
GHQJDQ
MDEDWDQQ\DDWDX
\DQJPHPEHULNDQ
KDGLDKDWDXMDQML
WHUVHEXWDGD
KXEXQJDQGHQJDQ
MDEDWDQQ\D
6HWLDSRUDQJ
PHPEHULDWDX
PHQMDQMLNDQ
VHVXDWX
NHSDGDKDNLP
GHQJDQPDNVXG
XQWXN
PHPSHQJDUXKL
SXWXVDQSHUNDUD
\DQJGLVHUDKNDQ
NHSDGDQ\DXQWXN
GLDGLOL
VHWLDSRUDQJ
PHPEHULDWDX
PHQMDQMLNDQVHVXDWX
NHSDGDDGYRNDW\DQJ
PHQJKDGLULVLGDQJ
SHQJDGLODQ
No.
Klasifikasi
Tindakan
+DNLP DGYRNDW
PHQHULPDVXDS
+DNLPPHQHULPD
VXDS
$GYRNDWPHQHULPD
VXDS
Pasal
Unsur
GHQJDQPDNVXGXQWXN
PHPSHQJDUXKL
QDVLKDWDWDXSHQGDSDW
\DQJDNDQGLEHULNDQ
EHUKXEXQJGHQJDQ
SHUNDUD\DQJ
GLVHUDKNDQNHSDGD
SHQJDGLODQXQWXN
GLDGLOL
3VD\DW
KDNLPDWDX
DGYRNDW
\DQJPHQHULPD
SHPEHULDQDWDX
MDQML
VHEDJDLPDQD
GLPDNVXGGDODP
SDVDOD\DW
KXUXIDDWDXKXUXI
E
3VKXUXI
KDNLP
F
PHQHULPDKDGLDK
DWDXMDQML
GLNHWDKXLDWDX
SDWXWGLGXJD
EDKZDKDGLDK
DWDXMDQMLWHUVHEXW
GLEHULNDQXQWXN
PHPSHQJDUXKL
SXWXVDQSHUNDUD
\DQJGLVHUDKNDQ
NHSDGDQ\DXQWXN
GLDGLOL
3VKXUXI
DGYRNDW\DQJ
PHQJKDGLUL
G
VLGDQJ
SHQJDGLODQ
PHQHULPDKDGLDK
DWDXMDQML
GLNHWDKXLDWDX
SDWXWGLGXJD
EDKZDKDGLDK
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3HQJJHODSDQ
GDODPMDEDWDQ
3HQJDZDLQHJHUL
PHQJJHODSNDQXDQJ
DWDXPHPELDUNDQ
SHQJJHODSDQ
3V
3HJDZDLQHJHUL
PHPDOVXNDQEXNX
XQWXNSHPHULNVDDQ
3V
Unsur
DWDXMDQMLWHUVHEXW
XQWXN
PHPSHQJDUXKL
QDVLKDWDWDX
SHQGDSDW\DQJ
DNDQGLEHULNDQ
EHUKXEXQJ
GHQJDQSHUNDUD
\DQJGLVHUDKNDQ
NHSDGD
SHQJDGLODQXQWXN
GLDGLOL
SHJDZDLQHJHUL
DWDXRUDQJVHODLQ
SHJDZDLQHJHUL
\DQJGLWXJDVNDQ
PHQMDODQNDQ
VXDWXMDEDWDQ
XPXPVHFDUD
WHUXVPHQHUXV
DWDXXQWXN
VHPHQWDUDZDNWX
'HQJDQVHQJDMD
0HQJJHODSNDQ
DWDXPHPELDUNDQ
RUDQJODLQ
PHQJDPELODWDX
PHPELDUNDQ
RUDQJODLQ
PHQJJHODSNDQ
DWDXPHPEDQWX
GDODPPHODNXNDQ
SHUEXDWDQLWX
XDQJDWDXVXUDW
EHUKDUJD
\DQJGLVLPSDQ
NDUHQD
MDEDWDQQ\D
SHJDZDLQHJHUL
DWDXRUDQJVHODLQ
SHJDZDLQHJHUL
No.
Klasifikasi
Tindakan
DGPLQLVWUDVL
Pasal
3HJDZDLQHJHUL
PHUXVDNNDQEXNWL
3V
Unsur
\DQJGLEHULWXJDV
PHQMDODQNDQ
VXDWXMDEDWDQ
XPXPVHFDUD
WHUXVPHQHUXV
DWDXXQWXN
VHPHQWDUDZDNWX
GHQJDQVHQJDMD
PHPDOVX
EXNXEXNXDWDX
GDIWDUGDIWDU
\DQJNKXVXV
XQWXN
SHPHULNVDDQ
DGPLQLVWUDVL
SHJDZDLQHJHUL
DWDXRUDQJVHODLQ
SHJDZDLQHJHUL
\DQJGLEHULWXJDV
PHQMDODQNDQ
VXDWXMDEDWDQ
XPXPVHFDUD
WHUXVPHQHUXV
DWDXXQWXN
VHPHQWDUDZDNWX
GHQJDQVHQJDMD
PHQJJHODSNDQ
PHQJKDQFXUNDQ
PHUXVDNNDQDWDX
PHPEXDWWLGDN
GDSDWGLSDNDL
EDUDQJDNWD
VXUDWDWDXGDIWDU
\DQJGLJXQDNDQ
XQWXN
PH\DNLQNDQDWDX
PHPEXNWLNDQGL
PXNDSHMDEDW
\DQJEHUZHQDQJ
\DQJGLNXDVDL
NDUHQD
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3HJDZDLQHJHUL
PHPELDUNDQRUDQJ
ODLQPHUXVDNNDQ
EXNWL
3VKXUXI
E
3HJDZDLQHJHUL
3VKXUXI
F
PHPEDQWXRUDQJODLQ
PHUXVDNNDQEXNWL
Unsur
MDEDWDQQ\D
SHJDZDLQHJHUL
DWDXRUDQJVHODLQ
SHJDZDLQHJHUL
\DQJGLEHULWXJDV
PHQMDODQNDQ
VXDWXMDEDWDQ
XPXPVHFDUD
WHUXVPHQHUXV
DWDXXQWXN
VHPHQWDUDZDNWX
GHQJDQVHQJDMD
PHPELDUNDQ
RUDQJODLQ
PHQJKLODQJNDQ
PHQJKDQFXUNDQ
PHUXVDNNDQDWDX
PHPEXDWWLGDN
GDSDWGLSDNDL
EDUDQJDNWD
VXUDWDWDXGDIWDU
WHUVHEXW
SHJDZDLQHJHUL
DWDXRUDQJVHODLQ
SHJDZDLQHJHUL
\DQJGLEHULWXJDV
PHQMDODQNDQ
VXDWXMDEDWDQ
XPXPVHFDUD
WHUXVPHQHUXV
DWDXXQWXN
VHPHQWDUDZDNWX
GHQJDQVHQJDMD
PHPEDQWXRUDQJ
ODLQ
PHQJKLODQJNDQ
PHQJKDQFXUNDQ
PHUXVDNNDQDWDX
PHPEXDWWLGDN
GDSDWGLSDNDL
EDUDQJDNWD
No.
Klasifikasi
Tindakan
3HPHUDVDQ
3HJDZDLQHJHUL
PHPHUDV
Pasal
Unsur
VXUDWDWDXGDIWDU
VHEDJDLPDQD
GLVHEXWGDODP
SDVDOKXUXID
3VKXUXI SHJDZDLQHJHUL
H
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD\DQJ
GHQJDQPDNVXG
PHQJXQWXQJNDQ
GLULVHQGLULDWDX
RUDQJODLQ
VHFDUDPHODZDQ
KXNXP
PHPDNVD
VHVHRUDQJ
PHPEHULNDQ
VHVXDWX
PHPED\DUDWDX
PHQHULPD
SHPED\DUDQ
GHQJDQSRWRQJDQ
DWDXXQWXN
PHQJHUMDNDQ
VHVXDWXEDJL
GLULQ\DVHQGLUL
PHQ\DODKJXQDNDQ
NHNXDVDDQ
3VKXUXI SHJDZDLQHJHUL
J
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
SDGDZDNWX
PHQMDODQNDQ
WXJDV
PHPLQWDDWDX
PHQHULPD
SHNHUMDDQDWDX
SHQ\HUDKDQ
EDUDQJ
VHRODKRODK
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3HJDZDLQHJHUL
PHPHUDVSHJDZDL
QHJHUL\DQJODLQ
3VKXUXI
I
3HUEXDWDQ
FXUDQJ
3HPERURQJEHUEXDW
FXUDQJ
3VD\DW
KXUXID
Unsur
PHUXSDNDQXWDQJ
NHSDGDGLULQ\D
GLNHWDKXLEDKZD
KDOWHUVHEXWEXNDQ
PHUXSDNDQXWDQJ
SHJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
SDGDZDNWX
PHQMDODQNDQ
WXJDV
PHPLQWD
PHQHULPDDWDX
PHPRWRQJ
SHPED\DUDQ
NHSDGDSHJDZDL
QHJHULDWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD\DQJODLQ
DWDXNHSDGDNDV
XPXP
VHRODKRODK
SHJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD\DQJODLQ
DWDXNDVXPXP
WHUVHEXW
PHPSXQ\DLXWDQJ
NHSDGDQ\D
GLNHWDKXLEDKZD
KDOWHUVHEXWEXNDQ
PHUXSDNDQXWDQJ
SHPERURQJDKOL
EDQJXQDQDWDX
SHQMXDOEDKDQ
EDQJXQDQ
PHODNXNDQ
SHUEXDWDQFXUDQJ
SDGDZDNWX
No.
Klasifikasi
Tindakan
Pasal
3HQJDZDVSUR\HN
PHPELDUNDQ
SHUEXDWDQFXUDQJ
3VD\DW
KXUXIE
5HNDQDQ71,
32/5,EHUEXDW
FXUDQJ
3VD\DW
KXUXIF
Unsur
PHPEXDW
EDQJXQDQDWDX
PHQ\HUDKNDQ
EDKDQEDQJXQDQ
\DQJGDSDW
PHPEDKD\DNDQ
NHDPDQDQRUDQJ
DWDXEDUDQJDWDX
NHVHODPDWDQ
QHJDUDGDODP
NHDGDDQSHUDQJ
1. SHQJDZDV
EDQJXQDQDWDX
SHQJDZDV
SHQ\HUDKDQEDKDQ
EDQJXQDQ
2. PHPELDUNDQ
GLODNXNDQQ\D
SHUEXDWDQFXUDQJ
SDGDZDNWX
PHPEXDW
EDQJXQDQDWDX
PHQ\HUDKNDQ
EDKDQEDQJXQDQ
3. GLODNXNDQGHQJDQ
VHQJDMD
4. VHEDJDLPDQD
GLPDNVXGSDGD
SDVDOD\DW
KXUXID
VHWLDSRUDQJ
PHODNXNDQ
SHUEXDWDQFXUDQJ
SDGDZDNWX
PHQ\HUDKNDQ
EDUDQJNHSHUOXDQ
71,GDQDWDX
.HSROLVLDQ
1HJDUD5HSXEOLN
,QGRQHVLD
GDSDW
No.
Klasifikasi
Unsur
PHPEDKD\DNDQ
NHVHODPDWDQ
QHJDUDGDODP
NHDGDDQSHUDQJ
3HQJDZDVUHNDQDQ
3VD\DW
RUDQJ\DQJ
EHUWXJDV
71,32/5,
KXUXIG
PHPELDUNDQ
PHQJDZDVL
SHUEXDWDQFXUDQJ
SHQ\HUDKDQ
EDUDQJNHSHUOXDQ
7HQWDUD1DVLRQDO
,QGRQHVLDGDQ
DWDX.HSROLVLDQ
1HJDUD5HSXEOLN
,QGRQHVLD
PHPELDUNDQ
SHUEXDWDQFXUDQJ
VHEDJDLPDQD
GLPDNVXGGDODP
KXUXIF
'LODNXNDQGHQJDQ
VHQJDMD
3HQHULPDEDUDQJ
3VD\DW
RUDQJ\DQJ
PHQHULPD
71,32/5,
SHQ\HUDKDQEDKDQ
PHPELDUNDQ
EDQJXQDQDWDX
SHUEXDWDQFXUDQJ
RUDQJ\DQJ
PHQHULPD
SHQ\HUDKDQ
EDUDQJNHSHUOXDQ
71,GDQDWDX
32/5,
PHPELDUNDQ
SHUEXDWDQFXUDQJ
VHEDJDLPDQD
GLPDNVXGGDODP
D\DWKXUXID
DWDXKXUXIF
3HJDZDLQHJHUL
3VKXUXI SHJDZDLQHJHUL
K
DWDX
PHQ\HURERWWDQDK
SHQ\HOHQJJDUD
SHPHULQWDKVHKLQJJD
QHJDUD
PHUXJLNDQRUDQJODLQ
Tindakan
Pasal
No.
Klasifikasi
%HQWXUDQ
NHSHQWLQJDQ
GDODP
SHQJDGDDQ
Unsur
SDGDZDNWX
PHQMDODQNDQ
WXJDVWHODK
PHQJJXQDNDQ
WDQDKQHJDUD\DQJ
GLDWDVQ\D
WHUGDSDWKDN
SDNDL
VHRODKRODKVHVXDL
GHQJDQSHUDWXUDQ
SHUXQGDQJXQGDQJ
DQ
WHODKPHUXJLNDQ
\DQJEHUKDN
GLNHWDKXLQ\D
EDKZDSHUEXDWDQ
WHUVHEXW
EHUWHQWDQJDQ
GHQJDQSHUDWXUDQ
SHUXQGDQJXQGDQJ
DQ
3HJDZDLQHJHULWXUXW 3VKXUXI SHJDZDLQHJHUL
VHUWDGDODP
L
DWDX
SHQJDGDDQ\DQJ
SHQ\HOHQJJDUD
GLXUXVQ\D
QHJDUDEDLN
'HQJDQVHQJDMD
ODQJVXQJPDXSXQ
WLGDNODQJVXQJ
GHQJDQVHQJDMD
WXUXWVHUWDGDODP
SHPERURQJDQ
SHQJDGDDQDWDX
SHUVHZDDQ
SDGDVDDW
GLODNXNDQ
SHUEXDWDQXQWXN
VHOXUXKDWDX
VHEDJLDQ
GLWXJDVNDQXQWXN
PHQJXUXVDWDX
PHQJDZDVLQ\D
Tindakan
Pasal
No.
Klasifikasi
*UDWLILNDVL
Tindakan
3HJDZDLPHQHULPD
JUDWLILNDVL
Pasal
3V%MR
3DVDO&
Unsur
3HJDZDLQHJHUL
DWDX
SHQ\HOHQJJDUD
QHJDUD
0HQHULPD
JUDWLILNDVL
<DQJ
EHUKXEXQJDQ
GHQJDQMDEDWDQ
GDQEHUODZDQDQ
GHQJDQNHZDMLEDQ
DWDXWXJDVQ\D
3HQHULPDDQ
JUDWLILNDVL
WHUVHEXWWLGDN
GLODSRUNDQNHSDGD
.3.GDODP
MDQJNDZDNWX
KDULVHMDN
GLWHULPDQ\D
JUDWLILNDVL
4.
Ketidakjujuran
Menyebabkan kerugian financial
Dapat berupa pencurian uang atau property oleh
3.
2.
Definisi
Dishonestly obtaining benefit by deception or other
means.
No.
1.
ANAO
Sumber
Commonwealth Fraud
Control Guidelines
hal. 1
10.
9.
8.
6.
5.
Ketidakjujuran
Dilakukan dengan cara licik
Niat melakukan tindakan kriminal
Memalsukan sesuatu
Untuk memperoleh keuntungan
Tidak terduga
Tipu daya
Licik
John Philip
hal. 2
deception (penipuan);
dishonestly (ketidakjujuran);
intent (niat); dan
concealment (penyembunyian).
1.
2.
3.
4.
12.
11.
dirugikan (cheated).
Curang
Ada pihak yang dirugikan
Tindakan criminal yang merugikan negara
Menguntungkan pihak lainnya
Dilakukan dengan cara yang sulit diperkirakan
Biasanya melibatkan orang yang memiliki
kepercayaan/ kewenangan
Penipuan
Ketidakjujuran
Niat
penyembunyian
hal. 3
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Kamis, 10 Maret 2011
Tempat
: Ruang Rapat BAKN, Gedung Nusantara 2-MPR-DPR RI
Waktu
: Pukul 0.00 16.30
B. Pimpinan dan Peserta Pertemuan
Pertemuan ini dihadiri oleh pihak BPK RI yang dipimpin oleh Anggota III BPK RI bersama
Kaditama Revbang Diklat, Kasubdit Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja; Kabag
Kerjasama Luar Negeri, Kasie Litbang Pemeriksaan Kinerja dan staf Litbang Pemeriksaan
Kinerja. Pihak BAKN dihadiri oleh ketua BAKN, wakil dan empat anggota.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai rencana pemeriksaan kinerja atas pengendalian
fraud dan meminta masukan dari BAKN, serta peran BAKN dalam usaha pemerintah
untuk memberantas fraud dan korupsi.
D. Pembahasan
Dalam diskusi tersebut, anggota III BPK bapak Hasan Bisri mengemukakan rencana
kedepan BPK RI untuk meningkatkan porsi pemeriksaan kinerja dari sekitar 9% menjadi
30% pada tahun 2015. Penentuan tema pemeriksaan kinerja dilakukan berdasarkan atas:
Isu strategis
Rencana strategis pemerintah (RPJMN)
Hasil pemeriksaan BPK lainnya
HB selanjutnya juga berpendapat bahwa indikator kinerja harus disusun oleh
pemerintah sesuai dengan program yang dimiliki pemerintah.
Terkait dengan pengembangan pemeriksaan kinerja tersebut, salah satu project utama
BPK adalah pemeriksaan kinerja atas pengendalian fraud di entitas pemerintahan,
sebagai wujud salah satu peran BPK dalam usaha pemberantasan fraud dan korupsi.
Salah satu alasan mengapa BPK memberi perhatian besar terhadap pemeriksaan kinerja
atas pengendalian fraud dan korupsi adalah bahwa selama ini opini pemeriksaan LK BPK
tidak berkaitan langsung dengan keberadaan praktik fraud dan korupsi di entitas terkait.
Sebagai contoh, beberapa entitas yang selama ini memiliki opini WTP seperti Bank
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
Century ternyata dikemudian hari terbukti sarat dengan praktik korupsi yang merugikan
keuangan negara dalam jumlah yang material.
Fauzi dari Partai Hanura membenarkan bahwa kondisi tersebut salah satunya karena
pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dengan metode sampling. Melihat kondisi
tersebut, BPK masih merumuskan bagaimana agar opini yang diberikan dalam
pemeriksan LK entitas dapat sejalan dengan usaha pemberantasan fraud.
Fauzi Achmad berpendapat bahwa meskipun opini auditor tidak berkaitan langsung
dengan keberadaan fraud di entitas, pemeriksa harus lebih berhati-hati dalam
menetapkan opini pemeriksaan. Opini merupakan indikator tingkat keberhasilan
pengelolaan keuangan. Meskipun demikian, opini bukan merupakan satu-satunya faktor
penentu standard kualitas pengelolaan keuangan entitas.
hal. 2
Anggota III BPK mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi tertentu yang tidak dapat
diidentifikasi secara lebih jauh dan mendetail dalam pemeriksaan keuangan dapat diuji
dan diperiksa melalui jenis pemeriksaan lain, salah satunya adalah pemeriksaan kinerja.
Oleh karena itu, BPK yakin bahwa kegiatan pemeriksaan kinerja merupakan metode
yang lebih efektif yang dapat digunakan untuk menilai kinerja entitas dalam mencegah
dan menindaklanjuti adanya fraud di lingkungannya. Rencana kegiatan pemeriksaan
kinerja atas pengendalian fraud akan ditekankan pada keberadaan dan kinerja fraud
control plan yang ada pada entitas, dan bukan memeriksa keberadaan fraud itu sendiri.
BAKN berpendapat bahwa pemeriksaan atas kualitas pengendalian fraud pada entitas
merupakan tanggung jawab BPK.
Selanjutnya Edwin Kawilarang menyatakan bahwa selama ini masih banyak KDH
incumbent yang mendapat opini disclaimer pada kepemimpinan periode sebelumnya.
Agar kualitas pengelolaan keuangan lebih baik dan mengurangi risiko terjadinya fraud,
KDH yang memperoleh opini disclaimer seharusnya tidak diperbolehkan untuk
mengajukan lagi pada pilkada selanjutnya.
Anggota III BPK juga menyatakan bahwa salah satu bukti bahwa pengendalian fraud
masih buruk di hampir semua entitas dapat dilihat dari kebijakan entitas yang
menempatkan pejabat atau staf yang kurang berprestasi kedalam satker Inspektorat,
termasuk bagi mereka yang bermasalah. Seharusnya Inspekotrat yang memiliki tugas
menilai dan mengawasi kinerja aparat harus terdiri dari pejabat dan staf yang
berprestasi dan memiliki kinerja yang baik, sehingga dapat menjalankan sebagai fungsi
penjamin keyakinan mutu entitas.
BPK menyadari bahwa dengan jumlah pemeriksa yang terbatas dibanding dengan jumlah
obyek pemeriksaan. Oleh karena itu, BPK telah menerapkan kebijakan menggunakan
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 3
jasa KAP terpilih untuk melakukan sebagian porsi kegiatan pemeriksaan keuangan BPK.
Disisi lain, BPK akan meningkatkan fokus dan porsi pemeriksaan kinerja dari tahun
ketahun.
Shahibbul Iman berpendapat bahwa disamping pemberian opini (WTP), beberapa hal
dapat menjadi indicator kualitas dan kinerja entitas, antara lain adalah kemampuan
entitas dalam optimalisasi pengelolaan PAD.
Kaditama Revbang Diklat menyatakan bahwa dari seluruh entitas pemerintah, hanya
beberapa yang telah mencoba menerapkan Fraud Control Plan (FCP), meskipun belum
mengakomodir semua unsur fraud elements. Diantara entitas yang memiliki FCP
tersebut, hanya beberapa yang benar-benar mencoba untuk menerapkan dan lebih jauh
lagi, belum ada entitas yang terbukti telah menerapkan FCP secara efektif. Kaditama
Revbang Diklat kemudian mengangkat permasalahan mengenai siapa sebenarnya yang
bertanggungjawab atas keberadaan dan kualitas FCP: BPK atau entitas?
Ismet berpendapat bahwa kegiatan penegakan pemberantasan fraud harus dimulai dari
pusat. Untuk BPK sendiri, rotasi pegawai khususnya pejabat harus jelas dan regular.
Pejabat BPK yang terlalu lama di posisi yang sama akan berdampak kurang baik,
khususnya pejabat di perwakilan atau teknis, karena akan berpengaruh pada kedekatan
antara pejabat BPK dengan entitas/auditee.
Terkait dengan referensi dari SAI negara lain dalam metode pemberantasan fraud dan
korupsi, Ismet dan beberapa anggota BAKN menyatakan bahwa sifat dan birokrasi di
setiap negara berbeda-beda, sehingga BPK jangan mengadopsi sistem SAI negara lain
tanpa menyesuaikan dengan aspek-aspe tersebut.
Menanggapi pernyataan tersebut, anggota III BPK RI menyatakan bahwa kebijakan rotasi
telah diterapkan di BPK. Lebih jauh lagi, BPK juga selalu melakukan pembenahan
terhadap satker inspektorat sebagai usaha peningkatan kualitas mutu/kinerja BPK.
hal. 4
Fauzi menyarankan agar pemeriksaan atas FCP dilakukan oleh pemeriksa BPK dan bukan
oleh KAP yang ditunjuk BPK, karena hal tersebut menyangkut kerahasiaan negara.
Shahibbul Iman memberi pendapat terkait rencana BPK untuk melakukan program
pemeriksaan dengan isu korupsi dan pengentasan kemiskinan. Pemberantasan korupsi
memang sejalan dengan rencana strategis pemerintah yang tertuang dalam RPJMN.
Meskipun demikian, Shahibbul Iman berpendapat bahwa pernyataan presiden bahwa
tugas KPK adalah melakukan pemberantasan dan pencegahhan adalah kurang tepat.
Seharusnya KPK tidak memiliki fungsi untuk mencegah.
Sebagai respon atas pertanyaan Shahibbul terkait rencana pilot project BPK tahun 2011,
Kaditama revbang diklat menyatakan bahwa saat ini BPK masih dalam proses mapping
rencana dan kegiatan yang akan dilakukan.
Fauzi dan Ismet berpendapat bahwa FCP dimulai dari stakeholders pemberantasan
korupsi, antara lain:
1. Pemerintah pusat;
2. Depdagri;
3. BPK; dan
4. DPR RI.
Anggota III BPK menyatakan bahwa temuan-temuan pemeriksaan yang selalu ada
namun terulang di tahun-tahun berikutnya menunjukkan bahwa ada kondisi yang salah
pada entitas. Kondisi tersebut adalah karena belum adanya mekanisme yang mengatur
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 5
agar kesalahan atau pelanggaran yang menjadi temuan BPK tersebut dapat
ditanggulangi dan dicegah sehingga tidak terluang lagi di tahun-tahun berikutnya.
Anggota III BPK selanjutnya menyampaikan pertanyaan: melihat kondisi terebut, adakah
kemauan dari semua pihak untuk menerapkan suatu FCP.
Paul Nicoll selaku SME BPK menyatakan bahwa ANAO memiliki staf khusus sebagai
mediator antara ANAO dengan PAC (BAKN Australia)
Ismet menambahkan usulan agar entitas yang terbukti melakukan fraud agar mendapat
sanksi dari pemerintah.
hal. 6
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Rabu, 23 Maret 2011
Tempat
: Ruang Rapat Deputi Investigasi BPKP
Waktu
: Pukul 09.30 12.00
B. Pimpinan dan Peserta Pertemuan
Pertemuan ini dipimpin oleh Kasubdit Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja dan
dihadiri oleh tiga Kasubdit Deputi Investigasi dan staf litbang pemeriksaan kinerja.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai pengembangan sistem pengendalian korupsi yang
dibuat oleh BPKP.
D. Pembahasan
1. Proses pengembangan SPK
Ide pengembangan SPK berawal dari banyaknya kasus korupsi yang ditemukan oleh
Investigasi BPKP yang penangannya hanya bersifat represif. Padahal sebenarnya
korupsi dapat dicegah, yakni melalui sistem pengendalian korupsi. Karena itu BPKP
menggagas untuk membuat sistem pengendalian korupsi yang dapat digunakan oleh
entitas sebagai upaya pencegahan korupsi.
SPK mulai dikembangkan sejak tahun 2005. Untuk mengembangkan SPK, referensi
yang digunakan oleh BPKP bersumber dari literatur dan browsing internet. Dalam
mengembangkan SPK, BPKP tidak melibatkan pihak lain seperti KPK atau aparat
penegak hukum lainnya.
2. Gambaran mengenai SPK BPKP
SPK merupakan alat untuk mencegah terjadinya korupsi pada suatu entitas. SPK
terdiri dari sepuluh atribut, yaitu:
D Kebijakan terintegrasi
Seluruh komponen prosedur yang ada pada setiap entitas sudah mengandung
unsur pengendalian terhadap korupsi.
E Struktur pertanggungjawaban
Setiap entitas harus memiliki prosedur standar operasi (SOP) dan adanya
mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
F Penilaian risiko korupsi
Setiap entitas harus memiliki mekanisme untuk penilaian risiko yang ada pada
setiap kegiatan yang dilakukan oleh entitas tersebut.
G Kepedulian karyawan
Setiap karyawan harus memiliki kepekaan dan kemauan untuk menginformasikan
jika mereka mengetahui terjadinya korupsi.
H Kepedulian pelanggan masyarakat
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
I
J
K
L
M
3. Siklus SPK
Siklus SPK terdiri dari:
D Sosialisasi
Sosialisasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperkenalkan konsep SPK
kepada entitas. Mekanisme sosialisasi yang dilakukan adalah dengan
memberikan penawaran kepada entitas untuk mendapatkan sosialisasi mengenai
SPK, kemudian jika entitas berminat, entitas tersebut akan melakukan
permintaan sosialisasi. Sampai saat ini sasaran sosialisasi SPK adalah pemerintah
daerah, dan sudah 104 entitas pemerintah daerah yang memperoleh sosialisasi.
E Diagnostic Assessment
Diagnostic assessment merupakan pemeriksaan kepada entitas untuk
mengidentifikasi keberadaan sepuluh atribut SPK pada entitas. Sampai saat ini
F Bimbingan teknis
Bimbingan teknis merupakan kegiatan untuk memberikan bimbingan kepada
entitas untuk membangun sepuluh atribut SPK berdasarkan hasil diagnostic
assessment.
G Evaluasi
Setelah SPK diimplemtasikan penuh pada entitas, BPKP akan melakukan evaluasi
untuk menilai efektivitas implementasi SPK.
Untuk mencegah terjadinya korupsi harus dilakukan pemantauan terus-menerus,
meskipun nantinya suatu entitas telah memiliki SPK yang memenuhi sepuluh atribut,
karena itu BPKP akan terus melakukan pengawalan pada entitas untuk terus
mengembangakan SPK.
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 2
hal. 3
hal. 4
A. Jadwal Diskusi
Hari/Tanggal
Tempat
Waktu
:
:
:
B. Peserta Diskusi
Peserta diskusi dari pihak KPK dihadiri oleh Kepala Direktorat Libang KPK, Kepala Bagian
Perencanaan, Kepla Satuan Tugas Gratifikasi, Kepala Satuan Tugas Penelitian, Staf
Litbang, Staf Gratifikasi. Sedangkan peserta diskusi dari pihak BPK dihadiri oleh Kepala
Direktorat Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Kepala Seksi Litbang Pemeriksaan
Kinerja, dan Staf Litbang Pemeriksaan Kinerja.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai upaya dan strategi KPK dalam pengendalian fraud di
Indonesia.
D. Pembahasan
1. Tugas Litbang KPK terkait pengendalian fraud
Tugas litbang KPK terkait pengendalian fraud antara lain:
1. Melakukan kajian atas sistem administrasi keuangan pada entitas pemerintah;
2. Memberi saran kepada entitas pemerintah terhadap sistem administrasi
keuangan;
3. Memberikan laporan kepada Presiden, DPR, dan BPK jika terdapat rekomendasi
yang tidak dilaksanakan oleh entitas pemerintah.
2. Peran KPK terkait pengendalian fraud
Sehubungan dengan pengendalian fraud, jika dikerucutkan, peran KPK dalam
pengendalian fraud adalah pencegahan dan penindakan. Pencegahan terkait
penerimaaan laporan dan pemeriksaan gratifikasi, penerimaan laporan dan
pemeriksaan LKHPN, pendidikan, sosialisasi, kampanye anti korupsi, kerja sama antar
lembaga serta tugas Monitor yaitu mengkaji dan memberikan saran kepada
pengelolaan administrasi keuangan instansi pemerintah.
3. Mekanisme monitoring terhadap sistem administrasi pada instansi pemerintah
KPK tidak melakukan reviu administrasi terhadap seluruh instansi pemerintah, hal ini
dikarenakan keterbatasan sumber daya yang dimiliki KPK. Langkah awal yang
dilakukan adalah dengan melihat area-area dan sistem yang potensial untuk
melakukan korupsi, hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi sistem-sistem yang
memiliki risiko korupsi, contohnya adalah sistem yang berhubungan dengan
pelayanan publik seperti sistem cukai, sistem penganggaran, sistem pengelolaan TKI.
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
hal. 2
Saat ini PIAK dilakukan pada instansi pemerintah dan sedang dilakukan pilot project
pada BUMN. Jika instansi pemerintah ataupun BUMN memiliki skor yang rendah,
maka KPK akan melakukan monitoring terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki.
Dikarenakan keterbatasan anggaran dan sumberdaya, PIAK hanya diukur
berdasarkan sampling yang dibuat KPK. Dasar pertimbangan PIAK adalah penilaian
terhadap risiko korupsi yang dihadapi oleh instansi pemerintah. Kuisioner PIAK ini
diisi sendiri oleh instansi pemerintah.
6. Dasar KPK dalam mengidentifikasi pemetaan instansi yang memiliki risiko korupsi
Beberapa hal yang mendasari KPK dalam menilai risiko korupsi suatu entitas antara
lain survei integritas, PIAK, survey persepsi masyarakat, data pengaduan masyarakat,
data kepatuhan LKHPN, laporan gratifikasi.
7. Pencegahan korupsi melalui dunia pendidikan
Selain PIAK, survey integritas, pengkajian terhadap sistem administrasi, upaya lain
yang dilakukan oleh KPK terkait pencegahan korupsi adalah melalui dunia
pendidikan, KPK telah bekerja sama dengan para guru untuk membangun modul
kurikulum anti korupsi. Kurikulum ini akan disisipkan pada mata pelajaran yang
disampaikan. Misalnya penyampaian contoh soal matematika yang berhubungan
dengan anti korupsi.
8. Upaya KPK dalam membangun fraud awareness di Indonesia
Terkait dengan gratifikasi, upaya yang dilakukan adalah membangun semacam
komitmen dengan pimpinan lembaga sebagai wujud tone from the top, yakni dengan
membangun unit pengelola gratifikasi secara internal, personil dalam unit tersebut
akan diseleksi dan di training oleh KPK. KPK melakukan FGD terkait untuk
meningkatkan pengetahuan personil dalam fungsi pengendalian gratifikasi pada
suatu instansi, melakukan evaluasi dan monitoring untuk mendayagunakan program
pengendalian gratifikasi bagi manajemen untuk mengetahui kondisi instansi nya
dalam hal penerimaan gratifikasi.
9. Program kajian terhadap sistem administrasi
Setelah KPK mengidentifikasi area-area yang rawan terhadap korupsi, tim pengkaji
litbang akan melakukan kajian terhadap area yang rawan, lalu tim pengembangan
akan melakukan pengembangan dengan memberikan rekomendasi perbaikan
terhadap sistem administrasi. Instansi akan menyusun action plan terhadap
rekomendasi tersebut dan KPK akan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
rekomendasi tersebut.
hal. 3
10. Reward and punishment dalam hal tindak lanjut rekomendasi KPK
Secara payung hukum rekomendasi akan disampakan kepada Menteri, Presiden dan
BPK. Selain itu entitas juga akan diundang ke KPK untuk melakukan diskusi. Jika cara
tersebut masih belum diindahkan, KPK akan melakukan penindakan, misalnya
dengan melakukan inspeksi mendadak. KPK juga melakukan koordinasi dengan
UKP4, dengan memasukkan penilaian KPK terhadap entitas sebagai kriteria penilaian
yang digunakan UKP4. Sedangkan bagi entitas yang dinilai baik oleh KPK, KPK akan
mengumumkan hasil penilaian tersebut kepada publik, selain itu dalam
melaksanakan FGD dengan entitas-entitas lainnya, KPK akan menjadikan entitas yang
baik tersebut sebagai narasumber dan contoh.
11. FCP yang sedang dibangun BPKP
Sampai saat ini, FCP yang sedang dibuat BPKP memang belum memiliki payung
hukum, Sebenarnya terdapat pemikiran untuk memasukkan FCP ini sebagai
keharusan bagi setiap lembaga dengan memasukkan kewajiban penyusunan FCP
tersebut pada revisi undang-undang keuangan negara. Agar FCP ini dapat dibangun
pada entitas pemerintah, BPKP, BPK dan KPK harus memiliki sinergi agar FCP dapat
memiliki payung hukum. Sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh BPK adalah
pilot project pemeriksaan kinerja tentang pengendalian fraud pada entitas
pemerintah.
12. Kendala yang dihadapi KPK dalam pengendalian korupsi
KPK memiliki kewenangan yang dipayungi undang-undang, sejauh ini KPK belum
memiliki kendala yang berarti, kendala yang dihadapi adalah terdapat segelintir
entitas (dua entitas) yang belum bisa menjalankan rekomendasi KPK, baik karena
disebabkan resistensi entitas maupun sumber daya yang dimiliki entitas.
13. Definsi Fraud menurut KPK
Persepektif KPK dalam memandang fraud adalah korupsi, namun sebenarnya fraud
seharusnya lebih luas dari korupsi, yang dilakukan KPK saat ini pun lebih luas dari
sekedar korupsi, salah satunya masalah konflik kepentingan. KPK sampai saat ini
belum mendefinisikan fraud secara khusus.
E. Rencana Selanjutnya
Berdasarkan diskusi dengan KPK, hal yang dapat dilakukan selanjutnya adalah Litbang
BPK dapat terus menjalin komunikasi dengan KPK dalam rangka pengumpulan data dan
informasi yang dibutuhkan untuk menyusun dan mengembangkan metodologi
pemeriksaan kinerja atas pengendalian fraud pada entitas pemerintah. KPK juga
bersedia untuk memberikan masukan kepada BPK dalam hal mengembangkan kriteria
pemeriksaan terhadap pengendalian fraud.
hal. 4
A. Jadwal Diskusi
Hari/Tanggal
Tempat
Waktu
:
:
:
B. Peserta Diskusi
Diskusi ini dihadiri oleh empat inspektur pengawasan, dan staf dilingkungan Jamwas
serta staf litbang pemeriksaan kinerja.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai upaya dan strategi Jamwas dalam pengendalian
fraud dilingkungan kejaksaan.
D. Pembahasan
a. Definisi fraud
Menurut Jamwas, sebaiknya definisi fraud lebih dipersempit saja, karena sampai saat
ini belum ada payung hukum yang mengatur tindakan fraud, yang ada hanyalah
korupsi. Jamwas juga mengatakan bahwa fraud merupakan tindakan yang lebih
sempit dari korupsi. Untuk itu sebaiknya istilah fraud diganti saja menjadi
perbuatan hukum yang merugikan keuangan negara.
b. Pengendalian fraud pada Kejaksaan
Pengendalian fraud yang dilakukan di lingkungan kejaksaan meliputi:
1. Membangun kode etik bagi aparat kejaksaan
2. Membentuk inspekstorat untuk menjamin pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh aparat kejaksaan bebas dari fraud dan penyimpangan. Kegiatan inspeksi
yang dilakukan di kejaksaan meliputi:
a. Inspeksi umum kegiatan inspeksi terhadap penggunaan anggaran.
b. Inspeksi khusus Kegiatan inspeksi yang dilakukan berdasarkan permintaan
khusus, misalnya pengaduan masyarakat.
c. Inspeksi kasus inspeksi yang dilakukan terhadap penyalahgunaan
keuangan negara, misalnya TPTGR.
d. Inspeksi pimpinan Inspeksi yang dilakukan oleh pimpinan suatu unit kerja.
e. Inspeksi pemantauan
3. Melakukan pengawasan melekat, yaitu pemantauan terhadap kegiatan yang
dilakukan oleh atasan terhadap staf di lingkungan unit kerjanya.
4. Membuka media pengaduan masyarakat terhadap tindakan penyimpangan yang
dilakukan oleh aparat kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya.
5. Mencantumkan kalimat-kalimat peringatan terhadap aparat kejaksaan untuk
selalu bekerja sesuai dengan aturan , misalnya dalam bentuk neon boks.
c. Pengendalian internal pada kejaksaan
hal. 1
hal. 2
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Rabu, 2011
Tempat
: Ruang Rapat Itwasum POLRI
Waktu
: Pukul 09.00 12.00
B. Pimpinan dan Peserta Pertemuan
Pertemuan ini dipimpin oleh Kasubdit Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja dan
dihadiri oleh Kepala Biro Rencana dan Administrasi Itwasum POLRI beserta
pejabat=pejabat Itwasum POLRI.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai pengembangan fraud control plan POLRI.
D. Pembahasan
1. Apakah definisi Fraud menurut POLRI?
Fraud merupakan kecurangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau
kelompoknya dengan cara melawan hukum sehingga merugikakn orang lain. Dalam
hukum pidana, fraud dapat berupa penggelapan, pencurian, korupsi atau hal serupa
lainnya.
2. Bagaimana POLRI memandang fraud dan korupsi?
Dalam aspek setiap kehidupan manusia, risiko terjadinya kecurangan selalu ada.
Oleh karena itu, diperlukan hukum yang mengatur an menjatuhkan sanksi bagi
pelakunya. Korupsi itu sendiri merupakan fraud/ kecurangan yang telah diatur secara
lex spesialis yang memiliki undang-undangnya sendiridalam UU tersebut telah
mengatur perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai korupsi dan memiliki
ancaman hukuma dari setiap perbuatan tersebut.
3. Apa saja risiko fraud yang dihadapi POLRI dalam menjalankan setiap tugas dan
fungsinya?
Risiko fraud yang dihadapi POLRI dan jajarannya adalah ketika terjadi pelanggaran
kode etik yang dapat berdampak pada sanksi disiplin, pidana/perdata. Secara
keorganisasian, masalah paling besar yang dihadapi POLRI adalah turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja POLRI.
4. Apa langkah-langkah untuk memitigasi fraud?
Melakukan tindakan preventif untuk meminimalisir dampak negatif dari fraud,
antara lain melalui:
a. Personel: memberikan reward dan punishment secara adil.
hal. 1
b. Pembentukan unit/bagian agar check and balance yang bertugas mengawasi dan
mengontrol sehingga tidak terjadi kecurangan. Unit tersebut juga berfungsi untuk
menerima aduan masyarakat. Penyelenggaraan pengawasan yang dilaksanakan di
tingkat Polres oleh Kanit P3D dan Kasie was. Di tingkat Polda oleh Irwasda dan
Kabid Propam serta di tingkat Mabes oleh Irwasum dan Kadiv Propam;
c. Membuat aturan-aturan sebagai pedoman dan pelaksanaan tugas di masingmasing unit/bagian/fungsi baik berupa standard operasi prosedur, prinsip-prinsip
penuntun tugas, peraturan kapolri dan petunjuk arahan lainnya.
5. Apakah SPI yang diterapkan di POLRI sudah cukup sebagai alat pengendalian
fraud?
SPI di lingkungan POLRI dibuat dalam bentuk peraturan yang engatur tugas anggota
POLRI baik aturan disiplin dank ode etik, pidana maupun ganti rugi dan selalu
dilakukan update peraturan.
6. Bagaimana mekanisme pengendalian fraud: pencegahan, pendeteksian dan
penanganan, di lingkungan POLRI?
a. Pencegahan: Membuat aturan-aturan, pedoman tentang pelaksanaan tugas,
pentetapan komitmen moral, pakta integritas, pemberian jukrah dan supervise
kepada satuan dibawahnya, serta waskat.
b. Pendeteksian: Membuka ruang publik untuk menampung aduan masyarakat dan
LSM, melakukan kerjasama dengan institusi terkait seperti Kompolnas,
Ombudsman, Satgas Mafia Hukum, BPK, BPKP, Kemeneg PAN dan RB, DPR RI,
KPK dan pers untuk meningkatkan kinerja POLRI dengan meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas. Disamping itu, POLRI juga melakukan
pengawasan secara terprogram melalui Itwasum maupun berdasarkan hasil
pemeriksaan BPK.
c. Penanganan: Melalui mekanisme peraturan disiplin anggota POLRI, kode etik
POLRI, serta kepastian hukum.
7. Peraturan apa saja yang telah dibuat POLRI terkait pengendalian Fraud?
Peraturan terkait disiplin dank ode etik anggota, terutama di masing-masing fungsi,
diantaranya:
a. Bidang Pengawasan anggota personil
b. Bidang pengawasan dan pemeriksaan
c. Bidang pengawasan penyidikan; Yaitu peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009
tentang Penyelenggaraan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan Polri.
8. Dalam organsasi POLRI, unit manakah yang bertanggungjawab terhadap
pengendalian fraud?
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 2
a. Atasan langsung, melalui pengawasan dan pengendalian, dan para pembina fungsi
yang bertugas memberikan petunjuk-petunjuk teknis pelaksanaan tugas dan
fungsi di bawahnya;
b. Secara khusus dilakukan oleh:
1) Propam untuk pelanggaran terhadap peraturan disiplin POLRI dan etika POLRI.
2) Itwasum untuk pelanggaran terhadap manajemen dan pengelolaan keuangan
negara; dan
3) Bareskrim untuk pelanggaran yang bersifat pidana.
9. Bagaimana struktur organisasi yang dibentuk dalam pelanggaran fraud di
lingkungan POLRI?
Struktur pengendalian fraud atau istilahnya pengawasan dilakukan oleh:
a. Pengawas Internal (Itwasum) yang bertugas melakukan wasrik terutama dibidang
manajemen dan pengelolaan keuangan; dan
b. Propam yang bertugas di bidang pengawasan disiplin dan kode etik;
10. Apakah kriteria yang digunakan oleh unit pengendalian fraud dalam menilai
pengendalian fraud di lingkungan POLRI?
Mekanisme disiplin, kode etik dan pidana
11. Apakah POLRI memiliki mekanisme Whistle-blower untuk menampung segala
aduan tentang adanya fraud di lingkungan POLRI?
Mekanisme Whistle-blower sudah ada, meskipun masih dalam bentuk rancangan
peraturan Kapolri.
12. Bagaimana strategi kedepan POLRI dalam mengendalikan fraud?
a. Melalui grand strategy POLRI 2005-2025 yang saat ini masuk dalam tahap kedua.
Tahap I adalah tahap Trust Building;
b. Tahap II adalah tahap Partnership Building; dan
c. Tahap III yaitu tahap Strive for Exelent dengan prinsip mengutamakan pencegahan
daripada penindakan.
13. Bentuk apa yang paling sering dilakukan dalam pengendalian fraud?
Bentuk yang paling sering dilakukan adalah Waskat, wasrik, wasfung, sidak,
supervise, sosialisasi peraturan-peraturan jukrah, pembuatan pedoman kerja,
command wish, pelaporan LHKPN, penerimaan complain masyarakat/dumas,
kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, proses sidang disiplin, sidang kode etik,
sidang pidana.
14. Bagaimana trend terjadinya fraud di lingkungan POLRI?
hal. 3
hal. 4
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Selasa, 19 April 2011
Tempat
: Ruang Rapat Wakil Kepala Bidang Administrasi Gedung Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Lantai 2
Waktu
: Pukul 10.00 12.30
B. Pimpinan dan Peserta Diskusi
Diskusi dipimpin oleh Wakil Direktur Audit Internal. Peserta diskusi dari pihak PPATK
dihadiri oleh auditor internal dan Staf Direktorat Sumber Daya Manusia. Sedangkan dari
pihak BPK dihadiri oleh Kasubdit Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Kasie
Litbang Pemeriksaan Kinerja dan enam orang staf Litbang Pemeriksaan Kinerja.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai strategi PPATK dalam pencegahan fraud.
D. Pembahasan
1. Gambaran Umum
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk berdasarkan
amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang. PPATK merupakan suatu lembaga intelejen keuangan independen yang
bertanggung jawab kepada Presiden, yang secara internasional dikenal sebagai
Financial Intelligence Unit (FIU). PPATK terdiri dari sembilan Direktorat, yaitu Riset
dan Analisis, Kerja Sama Antar Lembaga, Hukum dan Regulasi, Pengawasan dan
Kepatuhan, Pengembangan aplikasi Sistem, Keuangan, Sumber Daya Manusia, dan
Umum. Saat ini PPATK memiliki 250 orang pegawai dengan dengan tiga tipe status
pegawai, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai dipekerjakan, dan Pegawai
kontrak.
2. Definisi Fraud
PPATK belum secara baku mendefinisikan fraud, sehingga karyawan PPATK belum
mengetahui tindakan apa saja yang termasuk kategori fraud. Namun berdasarkan
hasil wawancara dengan pihak PPATK, fraud merupakan suatu bentuk
penyimpangan yang tidak hanya terhadap hal-hal yang bersifat finansial saja, namun
juga terhadap penyalahgunaan wewenang dan aset negara.
3. Risiko Fraud
Risiko fraud yang mungkin dihadapi oleh PPATK adalah kerahasiaan informasi. Saat
ini, PPATK sedang mengembangkan model manajemen risiko yang disesuaikan
dengan renja dengan titik berat kepada outcome, artinya PPATK mengidentifikasi
hal-hal apa yang akan menghambat ketercapaian outcome. Identifikasi terhadap
risiko ketidaktercapaian outcome tersebut dilakukan secara mandiri oleh unit kerja
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
hal. 2
E. Rencana Selanjutnya
PPATK bersedia untuk mendukung kebetuhan BPK dalam hal pilot project pengendalian
fraud. PPATK lebih menyarankan agar BPK jangan menggunakan istilah pengendalian
fraud, karena akan menimbulkan resistensi ketakutan bagi para auditee, untuk itu BPK
perlu mencari istilah yang tepat agar auditee dapat bekerja sama untuk mendukung
pemeriksaan tersebut.
hal. 3
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Jumat, 25 Maret 2011
Tempat
: Ruang Rapat Piet Harjono Gedung Perbendaharaan I Lantai 2
Waktu
: Pukul 09.00 11.30
B. Pimpinan dan Peserta Diskusi
Diskusi ini dihadiri oleh beberapa orang dari kedua belah, BPK RI dan Ditjen
Perbendaharaan. Dari BPK RI dihadiri oleh Kasubdit Litbang Pemeriksaan Keuangan dan
Kinerja, Kasie Litbang Pemeriksaan Kinerja dan enam orang staf Litbang Pemeriksaan
Kinerja, serta dari Ditjen Perbendaharaan dihadiri oleh Kabag Organisasi Tata Laksana
(OTL), Kabag Administrasi Kepegawaian, Kasubag Evaluasi Hasil Pemeriksaan dan
Kinerja, Kasubag Penyusunan Kinerja Pelaporan (PKP), satu orang staf dari Kepegawaian,
dan satu orang staf dari OTL. Diskusi dipimpin oleh Kasubag Evaluasi Kinerja dari Ditjen
Perbendaharaan.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai strategi Ditjen Perbendaharaan dalam pencegahan
fraud.
D. Pembahasan
1. Gambaran Umum
Ditjen Perbendaharaan memiliki struktur organisasi yang besar, yang terdiri dari
Kantor Pusat ( 1 Sekretariat, 7 Direktorat), 30 Kantor Wilayah (di ibukota propinsi),
37 KPPN Percontohan ( di Ibukota Propinsi), 140 KPPN Non Percontohan (di Ibukota
Kab/Kota), dan memiliki 9261 Pegawai (per Desember 2010) sehingga membutuhkan
rentang pengawasan dan pengendalian yang besar. Tugas Ditjen Perbendaharaan
adalah sebagai mengelola perbendaharaan negara, yang meliputi pelaksanaan
anggaran, pengelolaan kas negara, manajemen investasi, pembinaan PK-BLU,
akuntansi dan pelaporan keuangan yang membutuhkan kredibilitas dan integritas
tinggi; dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditjen Perbendaharaan berinteraksi
dengan pihak Kementerian Negara/Lembaga, Satuan Kerja dan Pihak Perbankan,
yang harus dijamin tidak terjadi konflik kepentingan, dan mengakibatkan kerugian
negara.
2. Definisi Fraud
Menurut Ditjen Perbendaharaan, definisi fraud merupakan penyimpangan terhadap
peraturan yang ada dan mengandung unsur kesengajaan serta berpotensi
menimbulkan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Ditjen Perbendaharaan juga
mengacu pada aturan yang berlaku umum yaitu fraud menurut UU Tipikor yang
definisinya cenderung ke arah korupsi.
hal. 1
hal. 2
hal. 3
Percontohan adalah pada sisi SDM yang belum paham terhadap pencegahan fraud,
teknologi yang mendukung belum dapat diterapkan sepenuhnya, sarana yang belum
memadai.
Sedangkan hambatan dari eksternal adalah pihak yang ada diluar Ditjen
Perbendaharaan (seperti Kementerian/Lembaga) yang tidak sejalan dengan Ditjen
Perbendaharaan dalam mencegah fraud, yaitu masih sering melakukan tindakan
fraud seperti penyuapan kepada pihak KPPN.
E. Rencana Selanjutnya
Dalam rangka pengumpulan data dan informasi untuk menyusun dan mengembangkan
metodologi pemeriksaan kinerja atas pengendalian fraud pada entitas pemerintah, hal
yang dapat dilakukan selanjutnya adalah Direktorat Litbang BPK dapat menjalin
kerjasama dan komunikasi dengan Bagian Organisasi Tata Laksana Ditjen
Perbendaharaan dimana bagian tersebut sedang mengkaji untuk pembentukan Unit
Kepatuhan Internal (UKI) sesuai dengan PMK-103/PMK.09/2010 tentang Tata Cara
Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran/Whistleblowing di Lingkungan
Kemenkeu.
Sedangkan langkah-langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan
adalah:
1) Kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka penerapan
Program Pengendalian Gratifikasi (PPG).
2) Pengimplementasian manajemen risiko secara efektif dalam rangka pemetaan dan
mitigasi risiko fraud pada unit lingkup Ditjen Perbendaharaan.
3) Kajian pembentukan Unit Kepatuhan Internal/UKI (sesuai PMK-103/PMK.09/2010
tentang
Tata
Cara
Pengelolaan
dan
Tindak
Lanjut
Pelaporan
Pelanggaran/Whistleblowing di Lingkungan Kemenkeu).
hal. 4
A. Jadwal Pertemuan
Hari/Tanggal
: Kamis, 24 Maret 2011
Tempat
: Ruang Rapat Menteri Keuangan, Gedung Pusat Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
Waktu
: Pukul 09.30 12.00
B. Pimpinan dan Peserta Diskusi
Diskusi ini dibuka oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Diskusi ini dipimpin oleh Kepala
Pusat Kepatuhan Internal Bea dan Cukai. Pihak Ditjen Bea dan Cukai dihadiri oleh Kepala
Bidang Analisis dan Tindak Lanjut, Kasubdit Cukai Hasil Tembakau, Kasubdit Nilai
Pabean, Kepala Bagian Keuangan, Kepala Seksi Evaluasi Kinerja, Kepala Seksi Evaluasi
Hasil Audit, Staf Bagian Keuangan, Staf Bagian Penerimaan, dan Staf Bagian Administrasi.
Sedangkan pihak BPK dihadiri oleh Kepala Direktorat Litbang, Kepala Sub Direktorat
Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Kepala Seksi Litbang Pemeriksaan Kinerja
dan Staf Seksi Litbang Pemeriksaan Kinerja.
C. Agenda Pertemuan
Pertemuan ini membahas mengenai pengendalian fraud pada Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
D. Pembahasan
1. Definisi Fraud
Definisi fraud menurut Dirjen Bea Cukai lebih luas daripada hanya sebatas
pengertian korupsi. Fraud menurut Dirjen Bea Cukai lebih diterjemahkan sebagai
pelanggaran. Fraud di Dirjen Bea Cukai terdiri dari fraud di bidang kepabean, di
bidang cukai, dan di bidang kepatuhan internal. Fraud di DJBC termasuk
pelanggaran administratif dan pidana. Fraud di kepatuhan internal adalah fraud
yang terjadi karena tindakan yang berlawanan dengan norma-norma yang sudah
didefinisikan yang menimbulkan potensi kerugian negara. Unit khusus yaitu unit
penindakan dan penyidikan (P2) dan audit menangani pelanggaran di bidang
kepabeanan oleh importir dan eksportir sedangkan fraud yang dilakukan oleh
personal pegawai menjadi bidang kepatuhan internal. Contoh: pegawai yang tidak
masuk selama sebulan merupakan fraud kepatuhan internal.
2. Reformasi Organisasi DJBC terkait pengendalian fraud
Pada tahun 2007, Ditjen Bea dan Cukai melakukan reformasi kepabeanan, reformasi
ini dimanifestasikan dengan membentuk kantor pelayanan utama dan kantor
pelayanan madya. Reformasi ini tidak hanya terkait dengan pengendalian fraud
saja, namun juga penerapan peraturan perundang-undangan dan peraturan
kepabeanan. Dalam reformasi ini, Ditjen Bea dan Cukai juga melakukan revitalisasi
atas organisasi, yakni dengan membentuk seksi kepatuhan internal pada eselon III.
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
hal. 2
hal. 3
E. Rencana Selanjutnya
Berdasarkan diskusi dengan Ditjen Bea dan Cukai, hal yang dapat dilakukan selanjutnya
adalah Litbang BPK dapat terus menjalin komunikasi dengan Bagian kepatuhan Internal
Ditjen Bea dan Cukai dalam rangka pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan
untuk menyusun dan mengembangkan metodologi pemeriksaan kinerja atas
pengendalian fraud pada entitas pemerintah.
hal. 4
Lampiran 11.
A. Jadwal Pertemuan
+DUL7DQJJDO 6HODVD-XQL
7HPSDW
5XDQJ5DSDW NDQWRU*DUXGD ,QGRQHVLDGL %DQGDUD8GDUD6RHNDUQR
+DWWD&HQJNDUHQJ
:DNWX
3XNXO
B. Pimpinan dan Peserta Diskusi
'LVNXVL GLSLPSLQ ROHK 9LFH 3UHVLGHQW ,QWHUQDO DXGLW *DUXGD 3HVHUWD GLVNXVL GDUL SLKDN
*DUXGD GLKDGLUL ROHK 6HQLRU 0DQDJHU *&* ,PSOHPHQWDWLRQ GDQ EHEHUDSD RUDQJ VWDI
VHNUHWDULDW *&* LPSOHPHQWDWLRQ GDQ DXGLW LQWHUQDO 6HGDQJNDQ GDUL SLKDN %3. GLKDGLUL
ROHK .DVXEGLW /LWEDQJ 3HPHULNVDDQ .HXDQJDQ GDQ .LQHUMD .DVLH /LWEDQJ 3HPHULNVDDQ
.LQHUMDGDQHQDPRUDQJVWDI/LWEDQJ3HPHULNVDDQ.LQHUMD
C. Agenda Pertemuan
3HUWHPXDQ LQL PHPEDKDV PHQJHQDL VWUDWHJL SHQJHQGDOLDQ NRUXSVL \DQJ GLODNXNDQ ROHK
*DUXGD,QGRQHVLD
D. Pembahasan
3HUNHPEDQJDQSHQJHQGDOLDQNRUXSVL
*DUXGDWHODKPHPEHQWXNSHQJHQGDOLDQWHUKDGDSNRUXSVLVHMDNWDKXQ8QLWXQLW
\DQJ WHUOLEDW GDODP SHQJHQGDOLDQ NRUXSVL DGDODK 63, FRUSRUDWH OHJDO SHUVRQDOLD
corporate comunication 3DGD WDKXQ EHUGDVDUNDQ VXUDW 0HQSDQ GDQ .HPHQHJ
%801 *DUXGD VXGDK PHPEXDW PHNDQLVPH SHQDQJDQDQ SHQJDGXDQ PDV\DUDNDW
3DGD WDKXQ GLEHQWXN NRPLWH SHQDQJDQDQ SHQJDGXDQ NRUXSVL NROXVL GDQ
QHSRWLVPH GHQJDQ PHGLD NRWDN SHQJDGXDQ LQWHUQHW GDQ WURPRO SRV 7HUDNKLU SDGD
WDKXQ GLEHQWXN whistle-blower system HWLND NHUMD GDQ HWLND ELVQLV GDQ
SHQJHQGDOLDQJUDWLILNDVL\DQJGLWDQJDQLROHKcorporate secretary
3HQJHQGDOLDQNRUXSVL
3HQJHQGDOLDQ NRUXSVL GL *DUXGD GLGDVDUNDQ SDGD NRQVHS Good Corporate
Gorvenance*&*GDQQLODLSHUXVDKDDQ*&*WHUGLULGDULWLJDSLODUXWDPD\DLWX
compliance NHSDWXKDQ \DLWX NHSDWXKDQ WHUKDGDS NHWHQWXDQ GDQ SHUXQGDQJDQ \DQJ
EHUODNX conformity NHSDWXWDQ \DLWXSHQ\HOHQJJDUDDQSHUXVDKDDQVHVXDL GHQJDQ
HWLND GDQ PRUDO performance NLQHUMD \DLWX NHWHUFDSDLDQ VDVDUDQ WDUJHW
SHUXVDKDDQ1LODLSHUXVDKDDQGLWHWDSNDQROHKJDUXGDGHQJDQLVWLODK)/<+,\DLWX)
(ILVLHQ GDQ HIHNWLI / Loyalty < Customer Satisfity + Honesty , Integrity
*DUXGDMXJDPHODNXNDQSHQJXNXUDQ \DQJWHUNDLWGHQJDQSHQJHQGDOLDQNRUXSVLVHMDN
WDKXQ\DNQLSHQJXNXUDQ\DQJGLODNXNDQROHK.3.EHNHUMDVDPDGHQJDQ08&
%3.3 GDQ ,,&*Indonesian Institute for Corporate Governance7UHQSHQJXNXUDQ
WHUVHEXW PDNLQ EDLN GDUL WDKXQ NH WDKXQ 3HUDQJNDW SHQJHQGDOLDQ NRUXSVL \DQJ
Litbang Pemeriksaan Kinerja
hal. 1
Lampiran 11.
hal. 2
Lampiran 11.
*DUXGDWHODKPHODNXNDQULVNPDQDJHPHQW \DQJGLNHORODROHKXQLWULVNPDQDJHPHQW
1DPXQPDVLQJPDVLQJXQLWVHFDUDPDQGLULPHODNXNDQSHPHWDDQGDQSHQLODLDQULVLNR
7HUNDLW GHQJDQ ULVLNR *DUXGD MXJD WHODK PHQHWDSNDQ Key Performance Indicator
.3,EDLNSDGDOHYHOXQLWVDPSDLSDGDOHYHOSHUVRQLO0DVLQJPDVLQJSHUVRQLOVHWLDS
WDKXQ PHPLOLNL WDUJHW SHQFDSDLDQ .3, MLND WDUJHW WHUVHEXW WHUFDSDL PDND SHUVRQLO
WHUVHEXWDNDQPHQGDSDWNDQrewardEHUXSDLQVHQWLIDWDXSXQERQXV
E. Rencana Selanjutnya
*DUXGDEHUVHGLDXQWXNPHQGXNXQJ%3.GDODPSHODNVDQDDQpilot projectPHODOXLGLVNXVL
OHELK ODQMXW DWDV KDOKDO \DQJ WHUNDLW GHQJDQ SHQJHQGDOLDQ NRUXSVL 'LVNXVL GDSDW
GLODNVDQDNDQEDLNVHFDUDUHVPLPDXSXQLQIRUPDOPHODOXLHPDLO
hal. 3
Akan segera
dibentuk unit
khusus . Saat ini
dilakukan oleh sie
Ortala.
x Membentuk
unit kepatuhan
internal
x Manajemen dan
pemetaan risiko
fraud
x Penyampaian
LHKPN
x Sosialisasi anti
gratifikasi dan
pelaporan
gratifikasi;
x Promosi anti
korupsi dan
akses publik
dalam
memeroleh
informasi
x Media website,
banner, flyer,
running text,
annual report,
talkshow di TV/
Radio, dll;
x Sosialisasi anti
Ada, unit
kepatuhan
internal (KI)
x Membentuk
unit
kepatuhan
internal;
x Membuat SPI
(membuat
perturanperaturan
internal,
melakukan
risk
manajemen
melalui
pemetaan
risiko);
x Pembinaan
SDM;
x Pengawasan
kepatuhan
pelaksanaan
tugas;
x Evaluasi
kinerja;
x Penanganan
pengaduan
4. Langkah-langkah
yang telah
dilakukan dalam
pengendalian
fraud
Internal
Internal
Perbendaharaan
Penyimpangan thd
peraturan dan
mengandung unsur
kesengajaan serta
berpotensi
menimbulkan KKN
2. Lingkup
pengembangan
FCS
3. Satker
penanggung
jawab FCS
Bea Cukai
Pelanggaran
terhadap
peraturan
Keterangan
1. Pemahaman ttg
fraud
Deputi
Pencegahan dan
Deputi Bidang
Pengawasan
Internal dan
Pengaduan
Masyarakat
x Pemeriksaan
LHKPN;
x Pendidikan;
x Sosialisasi;
x Kampanye
anti korupsi;
x Kerja sama
antar
lembaga;
x Mengkaji dan
memberikan
saran
pengelolaan
administrasi
keuangan
instansi
pemerintah
x Program
pengendalian
gratifikasi;
x Survey
integritas;
x Penilaian
inisiatif anti
korupsi
Internal dan
eksternal
Korupsi sesuai
dengan yg diatur
dalam UU Tipikor
KPK
x Mempunyai
model FCP
yang
ditawarkan
pada
eksternal
(entitas
pemerintah)
Deputi Bidang
Investigasi
Internal dan
eksternal
Korupsi sesuai
dengan yg
diatur dalam UU
Tipikor
BPKP
Membuat
peraturan yang
terkait dengan
disiplin dan
kode etik, pakta
integritas, serta
telah dibentuk
unit yang
bertugas untuk
mengawasi dan
mengontrol
untuk
mencegah
kecurangan, dan
menerima
komplain
masyarakat.
Direktorat
Pengawasan
dan
Penyelidikan di
bawah
Bareskrim
Kecurangan
untuk
menguntungkan
diri sendiri atau
kelompok
dengan jalan
melawan
hukum sehingga
merugikan
orang lain
Internal dan
eksternal
POLRI
Kejakgung
x Kode etik
x Melakukan
pengawasa
n
fungsional
x Melakukan
pengawasa
n melekat
x membuka
media
pengaduan
masyarakat
Internal dan
eksternal
Perbuatan
hukum yang
merugikan
keuangan
negara
PPATK
x peraturan kepala
PPATK tentang
good public
governance
x memiliki
pedoman whistle
blowing
x mengembangkan
tools
manajemen
risiko
x
Direktorat Audit
Internal
Penyimpangan (yg
tidak hanya terkait
dengan finansial saja
namun juga terkait
penyalahgunaan
wewenang dan aset
negara)
BAKN
N/A
hal. 1
Internal dan
sekternal
N/A
Perbendaharaan
korupsi pada
setiap
kesempatan
kepada seluruh
pejabat dan
pegawai;
x Tindak lanjut
pemeriksaan
aparat
pemeriksa/
pengawasan
fungsional
x Reformasi
birokrasi untuk
mencapai good
governance
melalui bidang
kelembagaan,
proses bisnis
dan SDM;
Bea Cukai
masyarakat;
x Pemanfaatan
teknologi
informasi
dengan
mengembangk
an dashboard
daily activity
monitoring
system
x Melakukan
assesment
terhadap
risiko;
KPK
x Survey
persepsi
masyarakat;
BPKP
POLRI
Kejakgung
PPATK
BAKN
hal. 2
Simpulan:
1. Pemahaman dan definisi fraud pada entitas masih sangat beragam, karena belum ada peraturan yang secara spesifik mengatur tentang fraud sehingga BPK
perlu merumuskan definisi fraud;
2. Entitas telah melakukan langkah-langkah pengendalian fraud secara internal. Entitas yang telah melakukan pengendalian fraud yang paling memadai adalah
Dirjen Perbendaharaan dan Dirjen Bea Cukai. Sedangkan entitas yang masih kurang pengendalian fraudnya adalah Kejaksaan.
3. Sebagian entitas telah memiliki komponen pengendalian fraud, namun masih belum terintegrasi dalam suatu sistem pengendalian fraud.
Keterangan