Berat (penyembuhan sudah tidak dapat diharapkan lagi; sudah tipis harapan sembuh)
Apakah
seorang muslim wajib berobat
ataukah hanya sekedar ikhtiyar?
berobat hukumnya mubah
Jumhur ulama (Hanafiyah & Malikiyah)
Dari Atha` bin Abi Rabah ra berkata,Ibnu Abbas ra berkata kepadaku,Maukah aku tunjukkan kamu seorang wanita ahli surga?. Aku bilang,Mau. Inilah wanita hitam yang datang kepada Nabi SAW meminta,Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan aku takut pakaianku tersingkap saat datang ayanku. Mintakan kepada Allah untuk kesembuhanku. Rasulullah SAW menjawab,Bila kamu mau, bersabarlah maka kamu akan masuk surga. Tapi kalau tidak mau bersabar, aku akan meminta kepada Allah agar kamu segera sembuh. Wanita itu menjawab,Aku memilih bersabar, tapi aku tetap takut pakaianku tersingkap saat ayan, mintalah kepada Allah agar saat ayan pakaianku tidak akan tersingkap. Maka Rasulullah SAW berdoa untuknya. (HR. Bukhari Muslim).
hukumnya mustahab (dianjurkan) Ulama
Syafi'iyah, Al-Qadhi, Ibnu Aqil dan
Ibnul Jauzi dari kalangan ulama Hambali Secara umum berobat dianjurkan syariat
Ada perintah berobat
"Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dg perkara yg haram."(H.R Abu Dawud No:3372) Hadits Usamah bin Syarik r.a, ia berkata: "Seorang Arab badui bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?" Rasulullah SAW bersabda: "Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!" Para sahabat bertanya: "Penyakit apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Pikun. (H.R At-Tirmidzi)
Hukum mustahab (dianjurkan)
Berbekam dan berobatnya Rasulullah SAW
merupakan dalil disyariatkannya berobat Menurut ulama Syafi'iyah hukum berobat menjadi mustahab bilamana dipastikan tidak begitu membawa faidah Namun bilamana dipastikan berfaidah maka hukumnya wajib, seperti membalut luka misalnya. Di antaranya adalah transfusi darah, untuk beberapa kondisi tertentu.
berobat hukumnya tidaklah wajib
menurut jumhur ulama kecuali
jika mesti (tidak bisa tidak) harus
dilakukan, menurut sebagian ulama Adapun kondisi tanpa berobat si sakit juga tidak terganggu, maka dalam kondisi begitu tidak ada masalah meninggalkan berobat Akan tetapi si sakit hendaknya tidak lupa bertawakkal kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya.
Adab berobat
1.Meluruskan niat Orang
yg sakit berniat untuk menjaga
kesehatannya agar ia tetap kuat melaksanakan ketaatan kpd Allah swt Orang yg mengobati berniat untuk membantu saudaranya sesama Muslim & menolong semampunya Bahwa obat & dokter hanya sebagai sarana penyembuhan, sedangkan yang benar-benar menyembuhkan adalah Allah
2. Tidak Menggunakan Obatobatan yang Diharamkan
Obat-obatan yang diharamkan misalnya
meruqyah dengan lafadz-lafadz yang mengandung kesyirikan Rasulullah saw melarang berobat dengan obatobatan yang kotor (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a, dan Shahiih Abi Dawud) Ketika seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw tentang hukum mengambil khamer sebagai obat, ia berkata:Khamer itu obat. Lantas, beliau menjawab:Khamer itu bukan obat, tetapi penyakit. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
3.Berkonsultasi dg Ahli Medis
Hendaknya seseorang berkonsultasi dg kalangan orangorang yg mengetahui ilmu pengobatan
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS AnNahl:43) Tidak semua orang mengetahui ilmu pengobatan Sesungguhnya Allah Taala tidak menurunkan penyakit kecuali Dia menurunkan obatnya, ada yang mengetahuinya dan ada juga yang tidak, kecuali penyakit as-saam, yaitu kematian. (HR. Al-Hakim ) Orang yg sedang menderita sakit hendaknya berkonsultasi dg dokter untuk mengetahui jenis penyakit dan mendapatkan obat yg cocok untuk penyakitnya
4. Meyakini bahwa Kesembuhan
Datangnya Hanya dari Allah SWT
Dokter & penderita sakit wajib meyakini bahwa
kesembuhan datangnya hanya dari Allah SWT Adapun obat dan terapi merupakan sebab dari kesembuhan. Jika Allah menginginkan, Dia akan menjadikan obat tersebut bermanfaat dan jika tidak, maka obat tersebut tidak akan memberikan pengaruh Jika aku sakit, maka Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. Asy-Syuaraa:80) Barangsiapa menyakini bahwa obat itulah yg menyebuhkan tanpa ada kaitannya dg kehendak Allah, berarti ia telah menyekutukan Allah SWT & tidak bertawakkal kepada-Nya Ketika seorang Muslim minum obatnya, ia wajib meyakini bahwa kesembuhan datangnya hanya dari Allah SWT
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan
aku. (Qs. Asy Syuaraa: 80) Jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Yunus: 107) Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiaptiap sesuatu. (Qs. Al Anaam: 17)
Berobat dg benda najis & haram
Misal:
berobat dg air kencing manusia
Ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama
HARAM Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
BOLEH ulama Hanafiyah BOLEH dlm keadaan darurat Yusuf AlQardhawi MAKRUH Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
Pendapat
yg rajih (kuat) adalah yg
memakruhkannya
Makruh
Terdapat 2 kelompok hadits yg nampak bertentangan
(taarudh) dlm masalah ini Ada hadits yg melarang berobat dg benda haram & najis Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diharamkankan Allah atasmu. (HR Bukhari dan Baihaqi) Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Hendaklah kalian berobat, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram. (HR Abu Dawud)
Makruh
Ada hadits yg membolehkan berobat dg benda najis &
haram Nabi SAW membolehkan suku Ukl dan Uraynah berobat dengan meminum air kencing unta (HR Muslim) Hadits ini membolehkan berobat dg najis, sebab air kencing unta itu najis Hadits lain dari Anas ra : Rasulullah SAW memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair bin Al-Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera karena menderita penyakit gatalgatal (HR Bukhari & Muslim) Hadits ini membolehkan berobat dg benda yg haram (dimanfaatkan), sebab sutera haram dipakai oleh lakilaki (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
Makruh
Mengkompromikan (men-jama) kedua kelompok hadits
di atas Sabda Nabi SAW untuk tidak berobat dg yg haram tidak otomatis menunjukkan keharaman, tapi sekedar menunjukkan tuntutan (thalab) untuk meninggalkan perbuatan Dua hadits yg membolehkan berobat dg benda najis & haram dijadikan qarinah (petunjuk) yg memperjelas sifat tuntutan tersebut Kesimpulannya, tuntutan tersebut adalah tuntutan (thalab) yg tidak tegas (ghairu jazim), sehingga hukum syara yg diistinbath adalah makruh, bukan haram