Anda di halaman 1dari 17

Status Responsi

KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS

Oleh:
Rina Setyowati
G0006145

Pembimbing:
dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2011

STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK

Nama Mahasiswa

: Sri Hartatik

No. Mahasiswa

: G 0005186

DERMATITIS SEBOROIK

A. DEFINISI
Dermatitis seboroik (DS) adalah peradangan kulit bersifat kronik, ditandai eritem
dan squama, yang sering terdapat pada daerah yang banyak kelenjar sebasea yang aktif
terutama pada kulit kepala, alis mata, dan muka.1 Dermatitis seboroik juga dikenal sebagai
eksim seboroik. 2

B.

EPIDEMIOLOGI
Secara internasional prevalensi DS adalah 3-5%, distribusi seluruh dunia. Ketombe,
bentuk teringan dermatitis ini mungkin lebih sering terjadi dan diestimasikan terjadi pada
1520% populasi. Dermatitis ini terjadi pada semua ras dan lebih banyak terjadi pada lakilaki daripada wanita.2 Pada infant mencapai puncak sekitar usia 3 bulan, sebagai cradle
cap, dan pada dewasa mencapai puncak pada usia 40 tahun sampai 70 tahun. DS ditemukan
sekitar 85% pada penderita yang terinfeksi virus HIV dan AIDS.3

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrheic state) yang diwariskan, bagaimana
mekanismenya belum diketahui. Faktor yang mempengaruhi, salah satunya dihubungkan
dengan aktifnya kelenjar sebasea yang memproduksi sebum. Glandula tersebut aktif pada
bayi yang baru lahir, kemudian tidak aktif pada umur 9-12 tahun akibat stimulasi hormon
androgen dari ibu berhenti. Pada suatu penelitian, produksi sebum pada permukaan kulit
tidak meningkat, tetapi komposisi lipid yang berubah, yaitu peningkatan prorporsi
kolesterol, trigliserid, dan paraffin, dan penurunan asam lemak bebas dan wax ester.4
Trigliserid dalam sebum akan dihidrolisis oleh mikroba resident di kulit yang akan
menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas inilah yang akan masuk stratum
korneum dan menembus barier kulit lalu menginduksi respon iritasi, menyebabkan
ketombe dan DS.2 Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya DS, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan
kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh DS.5
Selain sebum, dermatitis ini juga dihubungkan dengan Malassezia furfur (sebelumnya
dikenal sebagai Pityrosporum ovale), Malassezia furfur bersifat lipofilik, yang merupakan
flora normal kulit, jumlah sekitar 504.000 organisme/cm2 pada orang normal,
922.000organisme/cm2 pada orang yang berketombe, dan 665.000 organisme /cm2 pada
DS. DS dihubungkan dengan jumlah normal Malassezia furfur tetapi memiliki respon imun
yang abnormal. Sel T helper, phytohemagglutinin, dan stimulasi concanavalin, dan titer
antibodi menurun dibandingkan dengan subjek kontrol. Kontribusi Malassezia mungkin
akibat aktivitas lipasenya, melepaskan asam lemak bebas inflamasi dan asam lemak
tersebut mampu mengaktivasi jalur komplemen alternatif.3
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungankan penyakit ini dengan
infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat
produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri,
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.5

Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat


disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, hormonal, infeksi, makanan, perubahan
musim atau defisiensi imun.4 Pada anak-anak, asupan vitamin A yang berlebihan dapat
menyebabkan DS. Kekurangan biotin, piridoksin (vitamin B6) dan riboflavin (vitamin B2)
juga bisa menyebabkan DS.2 Biasanya juga didukung oleh kondisi kelembapan udara,
perubahan musim, trauma (contoh, digaruk). Derajat keparahannya bervariasi, dari
ketombe ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Dermatitis seboroik bisa memburuk pada
penyakit Parkinson dan AIDS.3
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya dermatitis seboroik. Obat-obat ini
meliputi auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidine, ethionamide,
gold, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa,
phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen.3
Akhir-akhir ini, DS dihubungkan juga dengan adanya faktor genetik, yaitu adanya
defek genetic pada zinc finger protein.4

D. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada daerah yang berambut, karena
banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata, sulkus
nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, di bawah buah
dada. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat, eritem
ringan dan sedang, skuama berminyak kekuningan dan gatal yang ringan 1,4

Gambar 1. Tempat predileksi DS.4


Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama
yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala
dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika
(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat
disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal. Bentuk yang berat ditandai
dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta
tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi
tersebut, batasnya lebih cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup
oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle
cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di
bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan.4,5

Bentuk klinis dermatitis seboroik dikelompokkan menjadi 4:


Infant

Dewasa

Skalp (cradle cap)

Skalp

Tubuh termasuk ekstremitas

Wajah

Leiners disease (familial, non

Anggota tubuh ( petaloid,

familial)

pityriasiform, flexural, eczematous,


folikular)

Generalisata

Gambar 2. DS pada anak. 3


Menurut daerah lesinya dermatitis seboroik dibagi tiga:
1. Seboroik kepala: pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan
warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai
krusta yang disebut Pityriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang
skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri, disebut pitiriasis sika
(ketombe). Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi
alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga (retro aurikularis).
Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut korona seboroik. Dermatitis
seboroik yang dijumpai pada kepala bayi disebut topi buaian (cradle cap).

Gambar 3. DS pada dahi dan alis.3

Gambar 4. DS pada kepala. 4

Gambar 5. DS pada telinga. 4


7

2. Seboroik muka: pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabial, dagu, dll terdapat
makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuningkuningan. Bila sampai ke palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita.
Bila didapati di daerah berambut, seperti dagu dan atas bibir, dapat terjadi folikulitis.
Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya.
Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbae.

Gambar 5. DS pada muka. 4


3. Seboroik badan dan sela-sela: jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak,
inframamma, umbilikus, krural (lipatan paha, perineum, nates). Dijumpai ruam
berbentuk makula eritema yang apda permukaannya ada skuama berminyak berwarna
kekuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan
penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga
menyebabkan infeksi sekunder.1

Gambar 6. DS pada badan. 4


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai dengan
stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis fokal dan akantosis. Pada
stadium akut dan subakut, epidermis mengalami ortokeratosis, parakeratosis, serta
spongiosis. Pada tepi muara folikel rambut yang melebar dan tersumbat massa keratin,
ditemukan gundukan parakeratosis yang mengandung neutrofil. Gambaran ini merupakan
gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan neutrofil, monosit,
limfohistiosis perivaskuler. Pada yang kronis, gambarannya hampir sama dengan gambaran
pada psoriasis dan sulit dibedakan.1,4,6
Biopsi kulit mungkin diperlukan untuk pasien dengan eritroderma eksfoliatif, dan
kultur fungi bisa digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis.3 Pemeriksaan mikroflora
dari kulit kepala untuk untuk melihat Pytirosporum ovale. 6

F.

DIAGNOSIS BANDING
Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan kekuningan
dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Psoriasis berbeda dengan DS, karena tedapat
skuama-skuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat
predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp sukar dibedakan dengan DS.
Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih seperti mika, kelainan kulit juga pada
perbatasan wajah dan scalp dan tempat-tempat lain sesuai dengan tempat predileksinya.
Psoriasis inversa yang megenai daerah fleksor juga dapat menyerupai DS.
Pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada kandidosis
terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.
DS yang menyerang saluran telinga luar mirip dengan otomikosis dan otitis eksterna.
Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan langsung. Otitis eksterna
menyebabkan tanda-tanda radang, jika akut terdapat pus.4,5,8

G. TATA LAKSANA
1. Tindakan Umum. Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik
dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional dan
makanan berlemak, tidur cukup.3,5,6,8
2. Pengobatan topikal. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 23 kali scalp
dikeramasi selama 515 menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun). Jika
terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang
dapat dipakai untuk DS ialah:
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 25% atau krim pragmatar
- Resorsin 13%
- Sulfur praesipitatum 420%, dapat digabung dengan asam salisilat 36%
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi yang berat
dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan
jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.

10

- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat


banyak P ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.5
3. Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid: digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 2030 mg
sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunderi diberi antibiotik.
b. Isotretinoin: dapat dignakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,
akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0.10.3 mg per kg berat
badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 510 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk
mengontrol penyakitnya.
c. Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB
(TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali seminggu
semalam 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
d. Bila pada sediaan langsung terdapat P ovale yang banyak, dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.5
e. Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif.1

Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk


mencegah komplikasi.
a. Anti jamur
Mekanisme kerja mungkin melibatkan perubahan metabolism RNA dan
DNA atau akumulasi intraseluler peroksida yang toksik terhadap sel-sel jamur.
Salah satunya imidazol, merupakan agen anti jamur spectrum luas. menghambat
sintesis ergosterol yang menyebabkan kebocoran komponen seluler, yang
mengakibatkan kematian sel jamur. Contoh : Ketokonazol krim 2% (Nizoral),
ketokonazole (Extina), sampo ketokonazole 1% dan 2%. Cara pakai untuk sampo
ketokonazole dengan dikeramaskan kemudian ditunggu 10 menit baru dibilas.
11

b. Kortikosteroid
Memiliki sifat anti-inflamatory, anti-pruritus, dan anti-mitotik. contoh :
Betametason valerate 0,1% (Vasoline) solusi atau lotion, Desonid krim 0,05%
c. Keratolitik
Menyebabkan edema pada cornified epithelium, melunak, basah dan
kemudian terjadi deskuamasi. Contoh : Tar batubara (DHS tar, MG 217, T
Theraplex, Psoriasin), bersifat menghambat proliferasi epidermal dan infiltrasi
dermal, anti-pruritik, dan anti-bakteri.

d. Imunosupresan
Merupakan anti-inflamasi yang menghambat aktivasi limfosit T. Lebih
aman digunakan daripada steroid topikal, untuk penggunaan jangka panjang.
Contoh : Tacrolimus (Protopic) salep 0,03% untuk anak dan 0,1% untuk dewasa,
Pimecrolimus (Elidel krim 1%) tidak direkomendasikan untuk anak usia <2 tahun.3

H. PROGNOSIS
Baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan. Pada beberapa kasus yang
mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan, meskipun masih bisa
terkontrol.4

12

DAFTAR PUSTAKA

1.

Marwali Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit: Hipokrates, Jakarta. Hal: 1416.

2.

Wikipedia,
2010.
Seborrheic
www.en.wikipedia.org/wiki/Seborrhoeic_dermatitis

3.

Selden, Samuel. 2010. Seborrheic Dermatitis. www.emedicine.com.mht

4.

Jansen, GPT. 2003. Seborrheic Dermatitis. Fitzpatricks Dermatology in General


Medicine. 6th edition. Chapter 124. McGraw-Hill Professional.

5.

Adhi Djuanda, 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi Kelima. Penerbit: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 200-202.

6.

Siregar, RS. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit: Buku Kedokteran
EGC, Jakarta. Hal: 119121.

7.

Johnson, BA. dan Nunley, JR. 2000. Treatment of Seborrheic Dermatitis.


www.aafp.org.mht

8.

Sterry, W. 2006. Seborrheic Dermatitis. Thieme Dermatology. Chapter 16.


p: 276-277

Dermatitis.

13

STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama

: Ny. Y

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Mojosari, 4/7, Ketitang, Nogosari, Boyolali

Tanggal pemeriksaan

: 16 Juli 2010

2. Keluhan Utama

: kulit kepala gatal

3. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh kulit kepala gatal sejak 8 bulan yang lalu. Gatal dirasakan
hilang timbul. Awalnya hanya seperti ketombe kemudian oleh pasien hanya didiamkan
saja. Gatal dirasakan bertambah saat pasien berkeringat, oleh pasien lalu digaruk
kadang sampai berdarah dan terasa perih. Satu bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul
mlenting-mlenting kemerahan pada bekas garukan di kulit kepala. Pasien mengaku
sering ganti-ganti shampo, saat ini memakai shampo Pantene.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal
14

Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis :
Keadaan umum

: Baik, compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda vital

: Tensi

: 110/80 mmHg Nadi

Respirasi : 28 x/menit
Kepala

: Lihat status lokalis

Wajah

: dalam batas normal

THT

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Thorax

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Inguinal

: dalam batas normal

Genitalis

: dalam batas normal

Gluteal

: dalam batas normal

Ekstremitas sup et inf

: dalam batas normal

Suhu

: 90 x/menit
: afebril

15

2. Status Lokalis Dermatologis :


Regio Capitis

: tampak patch eritem disertai papul multiple, dengan skuama kasar


berwarna putih diatasnya.

16

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Biopsi kulit: tidak dilakukan

D. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Dermatitis seboroik sika
2. Psoriasis
3. Tinea capitis

E. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis seboroik sika

F. PENGOBATAN
1. Medikamentosa
R/ Ketokonazol SS No I
S ue ( 5-15 menit)
R/ Betametason cr tube No I
S 2 dd ue
R/ Cetirizin tab No V
S 1 dd tab 1

2. Non medikamentosa

Edukasi penyakit berlangsung lama dan sering kambuh

Hindari faktor pencetus faktor kelelahan, stres emosional, hormonal, infeksi,


makanan, atau defisiensi imun

G. PROGNOSIS
Ad vitam

: baik

Ad sanam

: baik

Ad fungsionam : baik
Ad kosmetikum : baik

17

Anda mungkin juga menyukai