Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Hidradenitis supuratif adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang berasal


dari folikel kelenjar apokrin yang ditandai dengan adanya pembentukan sekret
nanah (pus) disertai timbulnya jaringan parut pada kulit di lapisan subkutan
terutama pada daerah area aksila, anogenital.1,2 Hidradenitis supuratif dapat
dihubungkan dengan akne nodulistik berat dan sinus pilonidal (bagian dari
sindrom oklusi folikuler).3
Wanita lebih sering terkena dibandingkan laki-laki (rasio perempuan: lakilaki 3:1) dan tampaknya lebih cenderung memiliki lesi genitofemoralis. Kondisi
tersebut paling sering terjadi pada usia 20 tahunan, akan tetapi dapat juga terjadi
pada usia prapubertas dan pada wanita menopause. Prevalensi penyakit ini
tampaknya menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Sekitar sepertiga pasien
dengan hidradenitis supuratif dilaporkan memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama dengan genetik autosomal dominan. Sebagian besar pasien
dengan kelebihan berat badan (indeks massa tubuh yang lebih) dan merokok
tembakau secara langsung berkorelasi dengan tingkat keparahan kondisi ini.4,5
Studi epidemiologi menunjukkan peningkatan risiko kanker sebesar 50%
pada penderita hidradenitis supuratif. Kanker tertentu dilaporkan lebih sering
terjadi pada penderita penyakit ini, antara lain karsinoma sel skuamosa
(Marjolins ulcer), kanker bukal, dan kanker hepatoselular.1,4
Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa penyakit hidradenitis
supuratif merupakan penyakit yang sangat berpengaruh pada menurunnya kualitas
hidup dari penderitanya. Sebuah hasil analisis di Amerika Serikat menyatakan
bahwa hidradenitis supuratif memiliki angka morbiditas lebih tinggi dibandingkan
penyakit kulit lainnya. Survei Dermatology Life Quality Index (DLQI) di
Nottinghamshire (UK) menunjukkan rasa nyeri yang hebat sebagai alasan
morbiditas pasien hidradenitis supuratif.3,4,6
Faktor-faktor yang bisa memperburuk kondisi terutama berkeringat atau
panas, stres atau kelelahan dan pakaian ketat atau gesekan serta perawatan medis

Dan gaya hidup yang tidak tepat menyebabkan penderita semakin sulit untuk
sembuh.2,6
Beberapa laporan kasus telah dilaporkan walaupun jarang akan tetapi
dengan komplikasi yang serius. Komplikasi jangka panjang pada penyakit yang
tidak diterapi termasuk amilodiosis, memicu terbentuknya fistel ke dalam uretra,
vesika urinari, rektum, atau peritoneum, obstruksi limfatik, limphedema pada
ekstremitas, elephanthiasis skrotum. Hidradenitis supuratif kronis yang terkait
dengan arthritis, spondyloarthropathy aksial, dan lesi seperti osteomyelitis steril
dapat terjadi. Karsinoma sel skuamosa yang berasal dari lesi hidradenitis supuratif
dapat menyebabkan komplikasi pada perineum dan bokong.4,6

BAB II
ETIOPATOGENESIS

Pada umumnya, penyebab hidradenitis supuratif tidak diketahui.


Hiperandrogenisme, endokrinopati, disfungsi imunologi, obesitas, dan merokok
merupakan faktor resiko terjadinya hidradenitis supuratif, namun tidak menjadi
sumber patogen primer penyakit ini. Gesekan secara mekanik dapat memperburuk
keadaan bagi orang dengan obesitas, hal ini berkaitan dengan faktor eksaserbasi
yaitu infeksi bakteri. Selain itu, terdapat juga faktor herediter (autosomal
dominan) pada penyakit ini.1,3
Hidradenitis supuratif merupakan suatu inflamasi yang berasal dari folikel
rambut. Apokrinitis primer dilaporkan terjadi pada 5% pasien dengan penyakit
tersebut. Pecahnya folikel memungkinkan penyebaran keratin dan bakteri ke
lapisan dermis sekitarnya. Ini menyebabkan terjadinya kemotaksis dan
pembentukan abses. Pita epitel yang dihasilkan, diduga berasal dari epitel folikel
pecah, dan saluran sinus.2,5
Penyakit ini terjadi apabila terdapat obstruksi pada daerah kelenjar minyak
(sebaceous) dan folikel rambut yang menyebabkan terjadinya hiperkeratosis, selsel kulit mati dikeluarkan dari sekitar kelenjar keringat apokrin, ketika sel-sel kulit
mati ini bercampur dengan minyak dari kelenjar sebaseus, maka sel-sel tersebut
akan terdorong ke jaringan sekitarnya, yang menyebabkan timbulnya jaringan
parut. Kemudian terjadi dilatasi folikel rambut yang diikuti oleh kelenjar apokrin,
dan terjadilah proses inflamasi yang menyebabkan tumbuhnya bakteri pada daerah
tersebut. Infeksi bakteri umumnya Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, dan berbagai organisme Gram-negatif dapat terjadi. Apabila proses
inflamasi terjadi dalam waktu lama, maka akan terjadi destruksi folikel rambut
serta pembentukan granuloma yang menyebabkan terbentuknya ulserasi, fibrosis
dan sinus.1,5,6

BAB III
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Hidradenitis supuratif merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh


pembentukan abses berulang, terutama pada area lipatan kulit yang mengandung
rambut terminal dan kelenjar apokrin. Penyakit ini banyak ditemukan pada daerah
aksila, payudara, dan anogenital berupa nodus dengan tanda radang akut yang
dapat melunak menjadi abses, memecah dan membentuk fistel, dan bersifat
menahun, disertai nyeri yang hilang timbul. Awalnya, nodul inflamasi dan abses
steril berkembang di aksila, inguinal, perianal dan / atau daerah inframammary.
Lesi ini lunak akan tetapi sangat nyeri. Seiring waktu, saluran sinus (dan bekas
luka hipertrofik

dapat berkembang) disertai oleh keluarnya cairan campuran

eksudat serosa, darah dan nanah, dalam proporsi yang bervariasi.1,3,4


Diagnosa terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis penyakit ini dan biopsi jarang dianjurkan
untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit hidradenitis supuratif.5,6
Kriteria Diagnosis sebaai berikut :
III.1 Riwayat penyakit
Terdapat tiga gambaran utama untuk menegakkan diagnosis, yaitu 6
a.

Lesi khas berupa nodul yang dalam (blind boils) dan / atau fibrosis

b. Lokalisasi khas, yaitu pada aksila dan lipatan paha


c. Relaps dan kronisitas
Riwayat penyakit pasien yang dapat membantu diagnosis 6
1. Ada dalam keluarga memiliki keluhan yang sama
2. Ada bisul yang sering kambuh di tempat yang sama
3. Ada riwayat merokok
4. Ada riwayat pramenstruasi pramenstruasi yang teratur
5. Tidak ada bisul yang muncul secara tidak teratur, misalnya pada paha atau
perut.
6. Terapi yang diberikan belum memberi perubahan baik
7. Tidak ada infeksi di tempat lain

8. Tidak ada demam ketika muncul bisul


III.2 Gambaran klinis
Stadium klinis Hidradenitis supuratif menurut Hurley adalah sebagai
berikut: 5,6
-

Tahap pertama: Solitar / multipel, pembentukan abses tanpa bekas luka


atau terbentuknya saluran sinus

Tahap kedua: abses berulang, tunggal / ganda lesi yang terpisah, dengan
pembentukan saluran sinus dan hal menjadi sembuh kembali

Tahap ketiga: lebih luas, dengan beberapa saling berhubungan saluran


sinus / abses.

Klasifikasi menurut Sartorius, melengkapi klasifikasi menurut Hurley : 6


1. Regio anatomi yang terlibat (aksila, lipatan paha, bokong atau lokasi
lainnya atau region infra-mammae kiri atau kanan.
2. Jumlah dan jenis lesi (abses, nodul, fistula, bekas luka,dll)
3. Jarak terjauh antara dua lesi yang berhubungan, yaitu nodul dan fistula di
setiap regio.
4. Semua lesi dipisahkan oleh yang bagian kulit normal.

a.Hidradenitis Supuratif region labialis b. Hidradenitis Supuratif


Reg. perigenital dan perianal c. Reg. perianal d. Reg. genital e. Reg.Axila
Diambil dari kepustakaan No. 5, 3, 2, 7

III.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pasien dengan lesi akut hidradenitis supuratif dapat menunjukkan
peningkatan laju endap darah atau protein C-reaktif. Jika ada kekhawatiran
apapun atas infeksi, maka pengambilan kultur harus dilakukan dan
dikirimkan untuk pemeriksaan bakteri, TBC, dan kultur jamur. Tes
laboratorium berikut mungkin dapat membantu dalam pemeriksaan
hidradenitis suppurativa: hitung darah lengkap dengan diferensial dan
hitung trombosit, kadang-kadang terjadi peningkatan jumlah sel darah
putih, laju endap darah, uji protein C-reaktif, urinalisis, analisis multifase
serum dengan penentuan kadar besi serum dan serum elektroforesis
protein (mungkin kadar zat besi serum rendah, kelainan protein serum).3,5
Ultrasonografi dari folikel dan dermis dapat menperlihatkan
pembentukan abses dan kelainan di bagian dalam folikel, Ultrasonografi
dari folikel dan dermis dapat mengungkapkan pembentukan abses dan
kelainan di bagian dalam folikel, tetapi jarang dilakukan. Gambaran
Magnetic Resonance Image (MRI) meliputi penebalan kulit, indurasi
jaringan subkutan, dan abses subkutaneus multiple.5,6
b. Pemeriksaan histopatologis
Pemeriksaan histologis pada hidradenitis supuratif menemukan
adanya hiperkeratosis terminal folikel diikuti ruptur epitel folikular dan
pelepasan keratin, sebum, serta bakteri ke dalam dermis. Hasil dari proses
inflamasi akan masuk ke dalam kelenjar apokrin dan menyebabkan
pecahnya kulit di bawahnya, fibrosis dan pembentukan sinus. Dapat terjadi
infeksi bakteri sekunder oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, dan berbagai organisme gram-negatif. Patogenesis penyakit ini
berhubungan dengan peradangan limfohistiositik, reaksi granulomatosa,
terbentuknya sinus, dan skar.1,7

Gambar 2.
Lesi awal pada Hidradenitis Supuratif. a Hidradenitis Supuratif Akut. b Follikular plugging.
c Folliculit kumpulann netrofil pada daerah sekitarfolikel rambut.
d Folliculitis akut pada Hidradenitis supuratif
Diambil dari kepustakaan No.7

III.3 Diagnosa banding


a. Furunkel
Furunkel merupakan radang pada folikel rambut dan sekitarnya, dengan
nyeri. Kelainan kulit berupa nodus eritemantosa berbentuk kerucut dan
ditengahnya terdapat pustul. Lesi kemudian melunak membentuk abses yang
berisi pus dan jaringan fibrotik, lalu pecah membentuk fistel. Denga predileksi
pada tempat yang banyak mengalami gesekan, misalnya aksila dan bokong. 5,8

Gambar 3.Furunkel
Diambil dari kepustakaan No.7

b. Lymphogranuloma venereum
Gejala lymphogranuloma venerum dimulai beberapa hari hingga satu
bulan setelah kontak dengan bakteri, dengan manifestasi klinis berupa bisul kecil
pada alat kelamin, tidak terasa sakit, dengan pembengkakan dan kemerahan pada
kulit di daerah inguinal, pembengkakan kelenjar getah bening salah satu atau
kedua sisi, mungkin juga mempengaruhi kelenjar getah bening di sekitar dubur
pada mereka yang memiliki hubungan seks anal. Dapat ditemukan lesi yang berisi
darah atau nanah di daerah rektum ataupun pada feses, nyeri buang air besar
(tenesmus).1,5

Gambar 4. Lymphogranuloma venereum


Diambil dari kepustakaan No.5

c. Skrofuloderma
Penyakit ini disebut juga tuberkulosis kutis, tuberkulosis kulit merupakan
tuberkulosis pada kulit yang disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis dan
microba atipika. Skrofloderma biasanya dimulai sebagai limfadenitis tuberkulosis,
berupa pembesaran kelenjar getah bening tanpa tanda-tanda radang akut.
Limfadenitis menyebakan terjadinya perlekatan kelenjar getah bening lalu
kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak serentak, megakibatkan
abses dingin. Abses dingin akan pecah dan membentuk fistel. Kemudian fistel
akan meluas dan membentuk ulkus. Gambaran klinis penyakit ini mirip dengan
hidradenstis supuratif dengan adanya nodus abses dan fistel, dengan perbedaan

pada hidradenitis supuratif pada tahap awal disertai dengan tanda tanda radang
akut dan terdapat gejala konsitusi sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat
tanda-tanda radang akut atau tidak ada leukositosis.5,7

Gambar 5. Skrofuloderma
Diambil dari kepustakaan No.5

BAB IV
PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang ideal pada hidradenitis supuratif yaitu pengobatan yang


memungkinkan pasien dengan stadium tinggi atau stadium rendah yang kambuh
kembali, untuk sembuh dan meminimalkan ketidaknyamanan dan terganggunnya
aktivitas. Penatalaksanaan medis dianjurkan pada tahap awal, sedangkan operasi
harus dilakukan sedini mungkin setelah terbentuknya abses, fistula, bekas luka,
dan saluran sinus. Dianjurkan juga untuk meningkatkan kebersihan tempat
tinggal, mengurangi berat badan berlebih/ obesitas dan kebiasan rokok.9,10
Mengevaluasi tingkat keparahan merupakan syarat untuk menangani setiap
pasien. klasifikasi Hurley sebagai salah satu dasar menentukan terapi pasien
hidradenitis supuratif.
Tahap I yakni tahapan yang dikendalikan dengan obat sistemik,
Tahap II. bergantung dari perawatan medis dan eksisi (dari lesi setempat
yang berulang),
Tahap III. memerlukan pembedahan radikal.
Di sisi lain, nilai Sartorius dimodifikasi kembali sehingga lebih sensitif dan
bermanfaat dalam mengevaluasi derajat penyakit pada uji klinis.4,5
Algoritma Global Dari Pengobatan Hidradenitis Supuratif / Akne Inversa5
Stadium Hidradenitis Supuratif
Hurley tahap I

Pengobatan
Clindamycin 300 mg 2-3x/hari
(alternatif:

minocycline 100 mg/hari dan

rifamficin 300 mg 2x/hari per oral

4-12

minggu (untuk keberhasilannya : clindamycin


300 mg 2-3x/ hari iv selama 5 hari pengobatan)
Untuk perempuan dengan hyperandrogenism/
hyperandrogenemia diberi tambahan hormon
antiandrogen

10

dengan

cyproterone

asetat

(sampai 100 mg/hari)


Hurley tahap II

Stadium I : sama dengan stadium I


Stadium II : eksisi terbatas pada lesi setempat
yang berulang

Hurley tahap III

Stadium I : sama dengan stadium I


StadiumII : infliximab (5 mg/kg) (alternatifnya
adalimumab 40 mg) 1 atau 2 kali
Stadium III : USG pada daerah insisi
Stadium IV : eksisi yang luas pada daerah yang
ditentukan

IV.1 Pengelolaan medis


Penatalaksanaan Hidradenitis Supuratif cukup sulit, paling baik ditangani
pada tahap awal sebelum jaringan parut yang luas berkembang. Dan

harus

didiagnosis dengan benar. Antibiotik oral dapat membantu menekan peradangan


terutama pada kasus yang ringan, tetapi obat tersebut tidak dapat menyembuhkan
penyakit. Berikut ini adalah beberapa pilihan pengobatan :3,5
1. Pengobatan Sistemik 3,5
a. Antibiotik oral berupa erytromycin 250-500 mg, 4 kali sehari, tetracycline
250-500 mg, 4 kali sehari , atau mynocycline 100 mg, 2 kali sehari sampai
lesi menghilang. Atau kombinasi clindamycin 300 mg dengan rifampin 2
kali dalam sehari, dalam beberapa minggu. Lesi akut yang menimbulkan
rasa nyeri dapat diberikan injeksi triamcinolone 1% 3-5 mg/ml dan
diteruskan dengan melakukan insisi serta drainase dari cairan abses yang
dihasilkan.
b. Prednison. Obat ini dapat diberikan apabila ditemukan nyeri dan reaksi
inflamasi yang berat, diberikan dengan dosis 70 mg sehari selama 2-3 hari,
dosis dapat diturunkan dosisnya setelah 14 hari.
c. Isotretinoin injeksi dengan dosis 0,5-1,0 mg/kgBB selama beberapa bulan.
Obat ini tidak digunakan pada kasus yang berat, tetapi digunakan pada
tahap awal untuk mencegah terjadinya penyumbatan pada folikel rambut

11

dan dapat diberikan pada saat melakukan bedah eksisi pada lesi tunggal,
sedangkan Isotretinoin oral digunakan pada penyakit hidradenitis supuratif
dini dan ketika dikombinasikan dengan bedah eksisi dari lesi tunggal.
2. Pengobatan Topikal
Antibiotik topikal tidak berpengaruh secara signifikan. Tetapi biasanya dapat
diberikan kombinasi antara klindamisin topikal dan rifampisin oral dengan
dosis 300 mg 2 kali sehari yang dapat diberikan selama beberapa minggu.

IV.2 Pengelolaan Bedah


Hidradenitis supuratif adalah penyakit yang memiliki banyak modalitas
terapi. Menghilangkan proses inflamasi akut seharusnya dilakukan terlebih
dahulu, termasuk penggunaan antibiotik dan operasi minor seperti drainase pada
abses dengan irigasi yang tepat. Setelah menstabilkan fase akut, eksisi bedah yang
luas dianjurkan. Di sinilah, perencanaan bedah rekonstruksi harus dimulai untuk
mencapai hasil terbaik sehingga mengurangi risiko kambuh kembali dan
mencegah komplikasi setelah operasi. 9,10,11
Bedah diperlukan pada supuratif hidradenitis kronis. Intervensi bedah yang
lebih terbatas, misalnya pada abses terbuka dan saluran sinus, dengan kuretase
yang kuat pada dasar, dan terapi sekunder. Bedah elektrik dianggap sebagai
alternatif teratas dalam algoritma pengobatan hidradenitis supuratif. Sementara
operasi radikal juga merupakan terapi hidradenitis supuratif yang mana pasien
diperingatkan bahwa lesi baru memungkinkan muncul di tempat mana saja meski
telah menjalani operasi sebelumnya. Banyak teknik bedah yang dapat diterapkan
dan termasuk teknik bedah minor misalnya drainase, terapi laser YAG, kuret,
elektrokoagulasi dari traktus sinus, eksisi sederhana pada daerah lesi yang
tertutup, penempatan jaringan kulit, atau cangkok kulit, dan terapi penyembuhan
sekunder.3,9,12
a. Insisi lokal dan drainase dari lesi purulen sering diperlukan dalam fase akut,
dan meskipun prosedur ini berguna untuk terapi jangka pendek, peradangan
berulang hampir tidak dapat dicegah

12

b. Eksisi berulang dilakukan pada penyakit kronis, nodul fibrotik atau saluran
sinus. Jika satu atau dua nodul didapatkan penyakit berulang, lesi akan
dieksisi dengan hasil yang memuaskan. Eksisi dan pencangkokan kulit
merupakan alat dasar dalam pengobatan bedah dan hasil dari prosedur ini
sering berhasil. Hidradenitis supuratif yang daerah lesinya luas dapat
berhasil dengan eksisi bedah yang luas, terapi bedah rekonstruksi VAC
(Vacuum-assisted closure) dan pencangkokan kulit untuk hasil yang lebih

baik. Dengan tekanan negatif telah digunakan sebagai pendukung untuk


cangkok kulit yang merekonstruksi cacat tersebut setelah eksisi bedah yang
luas.
c. Lesi dengan nodul yang luas, penyakit kronis serta lesi didaerah anogenital
dan ketiak mungkin memerlukan eksisi. Seharusnya eksisinya yang
dilakukan harus diperluas areanya pada saat pencangkokan kulit.

IV.3 Laser dan Radioterapi


Terapi laser baru-baru ini digunakan dalam pengobatan hidradenitis
supuratif. Pada salah satu penelitian pengobatan bulanan dengan neodymium a:
yttrium-aluminium garnet (Nd-YAG) laser selama 3 bulan pada pasien dengan
stadium II maupun penyakit stadium III didapatkan penurunan yang signifikan
setelah dilakukan follow-up selama satu bulan setelah terapi selesai (dari data
yang diperoleh terdapat penurunan 65%) jika dibandingkan dengan penurunan
sekitar 7% dengan terapi antibiotik topikal (benzoil peroksida 10% atau
klindamisin 1%). Meskipun data dari percobaan membandingkan teknik bedah
dengan terapi laser, namun dinjurkan dilakukan penyembuhan sekunder (yaitu,
meninggalkan luka terbuka) secara luas. Dalam hal ini radioterapi merupakan
salah satu rangkaian dalam pengobatan, dosis terapi radiasi yang digunakan pada
saat penyinaran yaitu dosis tunggal 0,5-1,5 Gy sampai 3,0-8,0 Gy. Terapi
radiofrekuensi nonablatif dapat digunakan untuk pasien dengan Harley stadium I
dan II.9,12

13

IV.4 Pengelolaan psikologis


Pasien-pasien ini perlu diberikan penjelasan dan jaminan, sehubungan
dengan kondisi tertekan akibat penyakitnya, misalnya, nyeri, nanah yang sudah
kering sehingga mengotori pakaian dan berbau pada tempat terjadinya lesi (area
anogenital). Oleh karena itu, semua usaha harus dilakukan untuk menangani
penyakit ini.3

IV.5 Edukasi
Ada beberapa cara yang dilakukan sebagai langkah terapi untuk penyakit
hidradenitis supuratif, yakni 9
a. Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan,
b. Menghindari faktor resiko, diantaranya menurunkan berat badan dan tidak
boleh merokok
c.

Langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah infeksi kulit


dari penyebaran lebih lanjut. Dengan kompres hangat dengan larutan
natrium klorida atau larutan Burow pada daerah lesi untuk mengurangi
pembengkakan dan iritasi kulit. Cuci daerah yang terkena dengan sabun
antibakteri, dan antiperspiran (misalnya 6,25% hexahydrate aluminium
klorida dalam etanol absolut).

d. Mengenakan pakaian yang longgar dan pakaian dalam dapat membantu


mencegah iritasi kulit yang terkait dengan Hidradenitis suppurativa,
terutama di sekitar aksila dan inguinal.
e. Jangan mencukur daerah di mana telah terjadi iritasi kulit untuk membantu
mencegah memburuknya iritasi juga hindari penggunaan deodoran.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Elston DM, Berger TG. Hidradenitis suppurativa. 11 ed. UK:
Elsevier; 2011.
2. McMichael A, Sanchez DG, Kelly P. Hidradenitis suppurativa. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 1. 8 ed. Spain: Elsevier;
2008. p. 528-30.
3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick Dermatology Atlas 6ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Jemec GBE. Hidradenitis suppurativa. N Engl J Med. 2012;366(2):158-64.
5. Zouboulis CC, Tsatsou F. Hidradenitis suppurativa. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine. 1. 8 ed. New York: McGraw Hill; 2012.
p. 1340-9.
6. Jemec GB, Revuz J, Leyden JJ. Hidradenitis Suppurativa. Jerman: SpringerVerlag Berlin Heidelberg; 2006.
7. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial infections. In: Burns T, Breathnach S, ths
CG, editors. Rooks textbook of dermatology. 1. Singapura WileyBlackwell; 2010 p. 79-82.
8. Juanda A. Ilmu penyakit kulit kelamin 6ed. Jakarta: FK UI; 2009.
9. Jovanovic M. Hidradenitis suppurativa treatment and managenement:
Medscape reference; 2014 [updated Juli 2014; cited 2014 26 Oktober].
Available from: http://emedicine.medscape.com.
10. Alharbi Z, Kauczok J, Pallua N. A review of wide surgical excision of
hidradenitis suppurativa. BMC Dermatol. 2012;12(9):1-8.
11. Menderes A, Sunay O, Vayvada H, Yilmaz M. Surgical management of
hidradenitis suppurativa. Int J Med Sci. 2010;7(4):240-7.
12. Wollina U, Koch A, Heinig B, Kittner T, Nowak A. Acne inversa
(Hidradenitis suppurativa) a review with a focus on pathogenesis and
treatment. Indian J Dermatol. 2013;4(1):2-11.

15

Anda mungkin juga menyukai