PENDAHULUAN
Dan gaya hidup yang tidak tepat menyebabkan penderita semakin sulit untuk
sembuh.2,6
Beberapa laporan kasus telah dilaporkan walaupun jarang akan tetapi
dengan komplikasi yang serius. Komplikasi jangka panjang pada penyakit yang
tidak diterapi termasuk amilodiosis, memicu terbentuknya fistel ke dalam uretra,
vesika urinari, rektum, atau peritoneum, obstruksi limfatik, limphedema pada
ekstremitas, elephanthiasis skrotum. Hidradenitis supuratif kronis yang terkait
dengan arthritis, spondyloarthropathy aksial, dan lesi seperti osteomyelitis steril
dapat terjadi. Karsinoma sel skuamosa yang berasal dari lesi hidradenitis supuratif
dapat menyebabkan komplikasi pada perineum dan bokong.4,6
BAB II
ETIOPATOGENESIS
BAB III
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Lesi khas berupa nodul yang dalam (blind boils) dan / atau fibrosis
Tahap kedua: abses berulang, tunggal / ganda lesi yang terpisah, dengan
pembentukan saluran sinus dan hal menjadi sembuh kembali
Gambar 2.
Lesi awal pada Hidradenitis Supuratif. a Hidradenitis Supuratif Akut. b Follikular plugging.
c Folliculit kumpulann netrofil pada daerah sekitarfolikel rambut.
d Folliculitis akut pada Hidradenitis supuratif
Diambil dari kepustakaan No.7
Gambar 3.Furunkel
Diambil dari kepustakaan No.7
b. Lymphogranuloma venereum
Gejala lymphogranuloma venerum dimulai beberapa hari hingga satu
bulan setelah kontak dengan bakteri, dengan manifestasi klinis berupa bisul kecil
pada alat kelamin, tidak terasa sakit, dengan pembengkakan dan kemerahan pada
kulit di daerah inguinal, pembengkakan kelenjar getah bening salah satu atau
kedua sisi, mungkin juga mempengaruhi kelenjar getah bening di sekitar dubur
pada mereka yang memiliki hubungan seks anal. Dapat ditemukan lesi yang berisi
darah atau nanah di daerah rektum ataupun pada feses, nyeri buang air besar
(tenesmus).1,5
c. Skrofuloderma
Penyakit ini disebut juga tuberkulosis kutis, tuberkulosis kulit merupakan
tuberkulosis pada kulit yang disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis dan
microba atipika. Skrofloderma biasanya dimulai sebagai limfadenitis tuberkulosis,
berupa pembesaran kelenjar getah bening tanpa tanda-tanda radang akut.
Limfadenitis menyebakan terjadinya perlekatan kelenjar getah bening lalu
kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak serentak, megakibatkan
abses dingin. Abses dingin akan pecah dan membentuk fistel. Kemudian fistel
akan meluas dan membentuk ulkus. Gambaran klinis penyakit ini mirip dengan
hidradenstis supuratif dengan adanya nodus abses dan fistel, dengan perbedaan
pada hidradenitis supuratif pada tahap awal disertai dengan tanda tanda radang
akut dan terdapat gejala konsitusi sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat
tanda-tanda radang akut atau tidak ada leukositosis.5,7
Gambar 5. Skrofuloderma
Diambil dari kepustakaan No.5
BAB IV
PENATALAKSANAAN
Pengobatan
Clindamycin 300 mg 2-3x/hari
(alternatif:
4-12
10
dengan
cyproterone
asetat
harus
11
dan dapat diberikan pada saat melakukan bedah eksisi pada lesi tunggal,
sedangkan Isotretinoin oral digunakan pada penyakit hidradenitis supuratif
dini dan ketika dikombinasikan dengan bedah eksisi dari lesi tunggal.
2. Pengobatan Topikal
Antibiotik topikal tidak berpengaruh secara signifikan. Tetapi biasanya dapat
diberikan kombinasi antara klindamisin topikal dan rifampisin oral dengan
dosis 300 mg 2 kali sehari yang dapat diberikan selama beberapa minggu.
12
b. Eksisi berulang dilakukan pada penyakit kronis, nodul fibrotik atau saluran
sinus. Jika satu atau dua nodul didapatkan penyakit berulang, lesi akan
dieksisi dengan hasil yang memuaskan. Eksisi dan pencangkokan kulit
merupakan alat dasar dalam pengobatan bedah dan hasil dari prosedur ini
sering berhasil. Hidradenitis supuratif yang daerah lesinya luas dapat
berhasil dengan eksisi bedah yang luas, terapi bedah rekonstruksi VAC
(Vacuum-assisted closure) dan pencangkokan kulit untuk hasil yang lebih
13
IV.5 Edukasi
Ada beberapa cara yang dilakukan sebagai langkah terapi untuk penyakit
hidradenitis supuratif, yakni 9
a. Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan,
b. Menghindari faktor resiko, diantaranya menurunkan berat badan dan tidak
boleh merokok
c.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Elston DM, Berger TG. Hidradenitis suppurativa. 11 ed. UK:
Elsevier; 2011.
2. McMichael A, Sanchez DG, Kelly P. Hidradenitis suppurativa. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 1. 8 ed. Spain: Elsevier;
2008. p. 528-30.
3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick Dermatology Atlas 6ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Jemec GBE. Hidradenitis suppurativa. N Engl J Med. 2012;366(2):158-64.
5. Zouboulis CC, Tsatsou F. Hidradenitis suppurativa. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine. 1. 8 ed. New York: McGraw Hill; 2012.
p. 1340-9.
6. Jemec GB, Revuz J, Leyden JJ. Hidradenitis Suppurativa. Jerman: SpringerVerlag Berlin Heidelberg; 2006.
7. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial infections. In: Burns T, Breathnach S, ths
CG, editors. Rooks textbook of dermatology. 1. Singapura WileyBlackwell; 2010 p. 79-82.
8. Juanda A. Ilmu penyakit kulit kelamin 6ed. Jakarta: FK UI; 2009.
9. Jovanovic M. Hidradenitis suppurativa treatment and managenement:
Medscape reference; 2014 [updated Juli 2014; cited 2014 26 Oktober].
Available from: http://emedicine.medscape.com.
10. Alharbi Z, Kauczok J, Pallua N. A review of wide surgical excision of
hidradenitis suppurativa. BMC Dermatol. 2012;12(9):1-8.
11. Menderes A, Sunay O, Vayvada H, Yilmaz M. Surgical management of
hidradenitis suppurativa. Int J Med Sci. 2010;7(4):240-7.
12. Wollina U, Koch A, Heinig B, Kittner T, Nowak A. Acne inversa
(Hidradenitis suppurativa) a review with a focus on pathogenesis and
treatment. Indian J Dermatol. 2013;4(1):2-11.
15