Daftar isi............................................................................................................................1
Bab I. Pendahuluan...........................................................................................................2
Bab II. Pre Op Visite........................................................................................................5
Bab III. Premedikasi........................................................................................................12
Bab IV. Ruang pulih........................................................................................................15
Daftar pustaka.................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien yang akan menjalani operasi harus melewati tahapan preoperatif. Hal ini
merupakan mekanisme standar awal yang digunakan oleh ahli atau bagian anestesi.
Kesalahan atau kegagalan dalam tahapan ini dapat meningkatkan resiko yang ditanggung
oleh pasien baik saat premedikasi maupun saat operasi dilakukan. Resiko memberi anestesi
tepat sekali bila disamakan dengan resiko menerbangkan pesawat yang mempunyai
persamaan dalam acara pelaksaan dan hasil akhirnya (outcome).Dokter spesialis anestesi
harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan resiko tindakan anestesi dan operasi
agar persiapan dan tindakan anestesi dapat disesuaikan dengan resiko tersebut. Resiko ini
dapat dibagi dalam :
1. Resiko yang dapat diketahui sebelum operasi melalui pemeriksaan sehingga dapat di
antisipasi kemudian. Contoh : (a)Seorang pasien perokok berat dapat diramalkan akan
mengalami gangguan pernafasan selama dan sesudah operasi. (b) Operasi yang luas
dan lama dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
Penentuan resiko fisik memang biasa dilakukan oleh dokter spesialis anestesi untuk
meramalkan hasil akhir tindakan anestesi dan operasi.
2. Resiko yang tidak diketahui sebelumnya, yang datangnya mendadak tak terduga.
Contoh : (a) Reaksi berlebihan ( menimbulkan syok ) dapat saja tejadi terdapat
pemberian suatu obat. (b) Pada suatu opersi kebidanan secara mendadak timbul
emboli air ketuban yang berakibat fatal.
Untuk mencapai tindakan anestesi yang aman dan efisien maka urutan pelaksanaan
anestesi adalah sebagai berikut :
Dokten harus hadir saat pengakhiran operasi dan anestesi yang juga
merupakan saat berbahaya. Pengawasan dilakukan terhadap kompliksi
pengakhiran bedah, pengaruh sisa obat anestesi, nyeri, dan stres operasi.
Pengawasan ini harus terus oleh dokter di kamar pulih sadar dan kalau perlu
diteruskan di Unit Terapi Intensif ( UTI ).
Menghilangkan khawatir.
Mencegah muntah.
BAB II
PRE OP VISITE
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat
harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat
dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya
dilakukan 1 2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih
singkat.
Hal-hal yang harus dilakukan di tahapan preoperative adalah :
2.1 Anamnesis.
Dapat diperoleh dari pasien sendiri ( autoanamnesis ) atau keluarga pasien
heteroanamnesis ). Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesi.
Tanyakan pada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu, berapa
kali dan selang waktunya ( apakah pasien mengalami komplikasi saat itu
seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah ), penyakit serius
yang
pernah
dialami,
hemoglobinopati,
juga
penyakit
mengenai
kardiovasculer
malaria,
atau
penyakit
system
kuning,
pernafasan.
5
Riwayat alergi.
Catatlah bila ada keterangan mengenai reaksi alergi terhadap obat, juga
apakah pasien atau keluarganya pernah mengalami reaksi penolakan terhadap
obat anestesi pada masa yang lalu.
diperlukan
pemeriksaan
lain
seperti
laboratorium,
radiologi
dan
elektrokardiogram. Radiologi rutin untuk thorak tidak diperlukan jika tidak ada gejala
atau abnormal pada dada, taoi pemeriksaan Hb dan Hct sebaiknya rutin dilakukan
pada pasien yang akan menjalani anestesi umum.
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, tes fungsi hati ( LFT ), tes fungsi
ginjal ( RFT ), serum elektrolit, faal hemostasis, dll.
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan dan memperoleh gambaran tentang keadaan mental
pasien beserta masalah-masalah yang ada, selanjutnya dibuat rencana pemberian obat dan
teknik anestesi yang digunakan.
Misalnya pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat
menimbulkan hiperglikemia. Atau premedikasi untuk pasien dengan riwayat tirotoksikosis
tidak menggunakan atropin.(2)
Pada penyakit paru kronik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik
analgesia regional daripada anesthesia umum mengingat kemungkinan komplikasi paru pasca
bedah. Rencana anestesi meliputi hal-hal berikut :(1)
1
. Premedikasi
. Jenis anestesi
a. umum : perhatikan manajemen jalan napas (airway), pemberian obat induksi, rumatan
dan relaksan otot.
8
b. anestesi lokal/regional : perhatikan teknik dan zat anestetik yang akan digunakan.
3
4
5 Pengaturan pasca oprasi, meliputi pengendalian nyeri dan perawatan intensif (ventilasi
pasca oprasi dan pengawasan hemodinamik).
Menentukan Prognosis
Berdasarkan status fisik pasien praanestesia, ASA (American Society of
Anesthesiologist) membuat klasifikasi ke dalam 6 kelompok atau kategori sebagai berikut :
ASA 1
ASA 2
: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah maupun penyakit lainnya. Tidak ada keterbatasan fungsional.
Contoh : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien
appendicitis akut dengan leukositosis atau febris.
ASA 3
: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Contoh : pasien appendicitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstruksi dengan iskemia miokard.
ASA 4
ASA 5
: Pasien tidak dapat bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi.
Contoh : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik.
ASA 6
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat
(D = Darurat / E = Emergency). Misalnya 1D atau 3D.
Persiapan Pada Hari Operasi
1
2. Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditinggalkan dan bahan kosmetik
seperti lipstick, cat kuku harus dibersihkan agar tidak menggangu pemeriksaan selama
anestesi, misalnya sianosis.(1,2)
3. Kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi. Untuk membersihkan
10
jalan napas, pasien diminta batuk kuat-kuat dan mengeluarkan lendir jalan napas.(1,2)
4. Penderita dimasukan ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian khusus, diberikan
tanda atau label, terutama untuk bayi. Periksa sekali lagi apakah pasien atau keluarga
sudah memberikan izin pembedahan secara tertulis (informed consent).(1,2)
5. Pemeriksaan fisik yang penting dapat diulang sekali lagi di kamar operasi karena
mungkin terjadi perubahan bermakna yang dapat menyulitkan perjalanan anestesi, misal
hipertensi mendadak, dehidrasi, atau serangan akut asma.(2)
6. Pemberian obat premedikasi secara intra muscular atau oral dapat diberikan - 1
jamsebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intra
vena.(1,2)
11
BAB III
PREMEDIKASI
. Memudahkan/memperlancar induksi.
Usia
: Merupakan variabel yang penting dalam kerja obat. Sesudah usia 40 tahun,
efek narkotika dan sedatif meninggi karena rasa nyeri berkurang dengan peningkatan
usia. Dengan penambahan usia tidak hanya penurunan persepsi nyeri, tetapi juga
12
Suhu
sebesar 7%.
Emosi
anestesia. Takut dan ketengangan merupakan faktor utama dan keduanya meninggalkan
kepekaan terhadap rasa nyeri.
Penyakit : Pasien harus dinilai sehubungan dengan penyakit dan terapinya. Pada pasien
penyakit kronis seperti osteomielitis dengan gizi jelek, morfin dapat lebih mudah toksik,
karena hati tidak dapat mengolah morfin dosis besar. Pada pasien anemia, pemakaian
opiate atau obat depresan sebaiknya dosis dikurangi.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:
Analgesik Narkotik
a. Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intra muscular. Digunakan
untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari
takipneu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
(1) Morfin adalah depresan susunan saraf pusat.(2)
Kerugian penggunaan morfin adalah perpanjangan waktu pemulihan, bisa timbul
spasme pada kolik bilier dan ureter, penyempitan bronkus pada pasien asma (2). Kadangkadang terjadi konstipasi, retensi urine, hipotensi, dan depresi nafas. (1)
b. Pethidin
Dosis premedikasi dewasa 1-1,5 mg/kgBB intravena diberikan untuk menekan
tekanan darah dan pernapasan, serta merangsang otot polos. Dosis untuk penggunaan induksi
1-2 mg/kgBB intravena.(1)
13
Barbiturat
Pentobarbital dan Sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa
100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya
adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak
diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital, dengan efek depresan yang lemah
terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.(1)
Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama
90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular. Bekerja setelah 10-15 menit.
Tranquilizer (Obat penenang)
a. Diazepam. Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedative,
sedangkan dosis besar bersifat hipnotik.(1)
Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuscular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB)
dengan dosis maksimal 15 mg.
Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena.
Dosis induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena.
b. Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih
pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam.(1)
14
BAB IV
RUANG PULIH
Ruang pulih merupakan tempat observasi penderita segera sesudah pembedahan. Ruangan ini
bukanlah tempat untuk rawat inap.
Lokasi:
penderita.
harus baik.
Alat-alat yang disediakan :
Alat pengisap.
Cairan infus.
Alat trakeostomi.
Termometer.
Alat penghangat.
Obat yang dibutuhkan dalam keadaan darurat dan oksigen harus disediakan.
15
. Beri oksigen, pada pasca operasi kecil boleh/tidak diberi oksigen tergantung keadaan
penderita.
2
. Observasi penderita :
Tekanan Darah, nadi, warna membran mukosa bibir : warna merah muda/tidak.
Respirasi : Anjurkan penderita napas dalam.
Penderita harus dapat dibangunkan dan dapat bereaksi terhadap rangsangan.
Masalah yang dapat terjadi di ruang pulih :
1
. Gangguan pernapasan :
Hipoventilasi karena :
a. Obat pelemas otot -> beri prostigmin
b. Nyeri pada operasi abdomen -> analgetik
Penanganan :
1 Gangguan sirkulasi
16
Narkotik.
Perdarahan.
Tranfusi darah.
Nyeri.
Hipoksemia.
c. Gemetar / menggigil
Merupakan reaksi tubuh terhadap temperatur yang rendah dapat juga terjadi karena
pemberian Panthotal, Halotan, dan Enfluran.
d. Nyeri
. Penderita sadar.
Bila ada masalah yang belum teratasi maka penderita dimasukan ke ICU (Intensive Care
Unit).
DAFTAR PUSTAKA
. Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editor. Kapita
. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi
.http://www.asahq.org/Home/For-Members/Clinical-Information/ASA-Physical-
Status-Classification-System
4
5
. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestesiologi. Jakarta :
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonersia, 1989.
18
19