Anda di halaman 1dari 17

PENGEMBANGAN ORGANISASI

Intervensi Perubahan Strategi

Kelompok 10 :
I Gede Indra Tenaya

(1206205066)

Arya Wira Suta

(1206205069)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini berjudul Intervensi Perubahan Strategi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan yang Maha Esa
senantiasa memberkati segala usaha kita.

Denpasar, 18 November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1.

Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2.

Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3.

Tujuan..........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1.

Transformasi Organisasi..............................................................................................2

2.2.

Budaya Organisasi.......................................................................................................6

2.3.

Organisasi Pembelajaran.............................................................................................8

BAB III.....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
3.

Simpulan.......................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa transformasi organisasi senantiasa
diawali oleh suatu kebutuhan yang berkaitan dengan tuntutan bisnis. Tujuan bisnis
menjadi pedoman dalam pengelolaan organisasi, termasuk dalam transformasi. Tujuan
bisnis yang selalu berkembang (namun tetap dalam koridor visi dan misi) memberi
pengaruh dalam manjemen perusahaan. Satu diantara yaitu penyesuaian dalam struktur
organisasi, yang menyesuaikan terhadap strategi yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan.
Perubahan struktur organisasi dari bentuk lama ke bentuk baru memberikan dampak
yang tidak hanya menyangkut pola struktur itu sendiri, tetapi juga keberbagai aspek lain
seperti sistem, prosedur, budaya, manusia dan sebagainya. Hal ini terkadang luput dari
perhatian pengelola organisasi yang terkadang hanya terpaku pada struktur dan sistem
namun mengabaikan masalah kultur dan manusia.
Berbicara tentang kultur dan manusia dalam konteks transformasi, maka dua aspek
penting yang harus menjadi pertimbangan, yaitu kepemimpinan dan komunikasi. Lazim
diketahui bahwa suatu perubahan senantiasa disikapi oleh pro dan kontra. Kontra dalam
hal ini termasuk sikap resisten untuk menerima perubahan, sehingga hal ini dapat menjadi
faktor penghambat dalam mencapai tujuan perubahan organisasi. Faktor resisten ini
memerlukan kepemimpinan yang tepat dan komunikasi yang sesuai untuk mengubah
perilaku

non-kooperatif

menjadi

perilaku

kooperatif. Aspek lain

yang

perlu

dipertimbangkan adalah karakteristik organisasi, budaya/kultur, core business dan


homogenitas versus heterogenitas.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transformasi organisasi?
2. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
3. Apa yang dimaksud dengan organisasi pembelajaran?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami transformasi organisasi
2. Untuk mengetahui dan memahami budaya organisasi
3. Untuk mengetahui dan memahami organisasi pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Transformasi Organisasi
Transformasi yang dianut disini, adalah perubahan metamorfosis sebagaimana
perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu atau dari kecebong menjadi katak, jika dilihat dari
segi organisasi transformasi organisasi dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi di
organisasi yang bersifat luas dari suatu kondisi ke kondisi yang lain demi mencapai sesuatu
yang lebih baik.
Beberapa ahli menyebutkan TO adalah perluasan dari Organization Development
(OD). OD sendiri diartikan oleh sebagian ahli sebagai sebuah tindakan untuk melakukan
perubahan, suatu strategi untuk merubah keyakinan, sikap, nilai-nilai dan struktur organisasi
agar dapat menyesuaikan diri secara lebih baik terhadap teknologi baru, perkembangan pasar
dan tantangan baru.
Dengan demikian transformasi organisasi dapat disimpulkan sebagai suatu strategi
dan implementasi untuk membawa organisasi dari bentuk dan sistem yang lama ke bentuk
dan sistem yang baru dengan menyesuaikan seluruh elemen ikutannya (sistem, struktur,
people, culture) dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan selaras dengan visi dan misi organisasi/perusahaan.
Berikut adalah 8 Langkah Perubahan / Transformasi Organisasi yang disampaikan oleh
Kotter yang dikenal dengan Kotters 8 Steps Changes Model :
1. Incease Urgency
Menumbuhkan sense of urgency dimana setiap orang akan merasa terdorong untuk
segera melakukan perubahan yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan jika
ditemukannya alasan / faktor yang benar-benar kuat mengapa perubahan perlu
dilakukan. Untuk itu perlu ditunjukkan fakta/ data yang dapat dilihat, dirasakan,
disentuh agar orang-orang mau dan merasa perlu untuk berubah. Jika orang tidak
melihat adanya data / fakta bahwa mereka harus berubah maka yang terjadi adalah
orang-orang tidak akan mau berubah. Mereka akan tetap berada di zona nyaman
karena mereka merasa tidak ada alasan yang kuat untuk berubah. Harus ada rasa

keterdesakan yang bisa dilihat selain oleh pemimpin juga oleh orang yang
dipimpinnya.
2. Build The Guiding Team
Membantu pembentukan kelompok yang akan memandu proses perubahan (change
agents) yang mempunyai kapabilitas yang memadai baik dari sisi anggota kelompok
maupun metode pelaksanaannya. Untuk berubah diperlukan orang-orang yang yakin
bahwa perubahan akan mengarah ke arah yang lebih baik. Karena itu perlu dibentuk
kelompok yang tugasnya menunjukkan antusiasme, komitmen, kepercayaan bahwa
dengan perubahan yang akan dilakukan akan menghasilkan hasil yang lebih baik.
Mereka inilah agen-agen perubahan yang akan mendorong orang-orang disekitarnya
untuk mendukung jalannya perubahan. Karena itu perlu dilakukan komunikasi yang
rutin dengan para agen ini agar memantapkan tujuan perubahan, saling mendukung
dan meminimalisir rasa frustasi yang mungkin timbul.
3. Get The Right Vision
Visi yang sudah ada harus diterjemahkan dalam bentuk strategi yang menantang
untuk dilaksanakan. Tanpa visi yang jelas, tidak akan ada yang mau mengikuti arah
perubahan yang diusung, kalau pun ada, di tengah jalan mereka akan kehilangan arah.
Visi ini harus dapat dipilah-pilah dalam time frame yang jelas, apakah tahunan,
semesteran, atau triwulan serta dengan melihat pula kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa depan. Dengan demikian setiap orang akan dapat melihat arah yang
jelas mengenai tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam bentuk implementasi
sehari-hari.
4. Communicating for Buy In
Visi dan strategi yang disampaikan harus komunikasikan sehingga terjadi kesamaan
dan pemahaman yang baik serta dapat diterima di seluruh jajaran. Visi yang baik
harus terkomunikasi dengan jelas dan terarah. Dan yang penting adalah bentuknya
tulus, sederhana, tidak rumit serta memberikan contoh nyata (role model) akan visi
yang sudah diaplikasikan. Perbaikilah saluran-saluran komunikasi yang digunakan
sehingga pesan-pesan yang tidak perlu dapat dieliminir. Dan dapat pula digunakan

teknologi untuk membantu mempercepat proses komunikasi (situs resmi, internal


email blast, dll). Komunikasi yang baik dapat dilakukan dengan cara: content
(metaphor, analogy, simplicity, stories, etc) & context (repetition, multiple forums,
role model, events, etc)
5. Empower Action
Mengatasi secara efektif rintangan-rintangan yang timbul yang dapat memantapkan
pengalaman dalam mengelola perubahan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
diri. Selain itu perlu juga dukungan dalam bentuk alat-alat (resources) yang memadai
agar semua orang dapat bertindak untuk mencapai visi. Termasuk pula adalah
dorongan agar team mampu keluar dari pola pikir standar dan dapat keluar
mengambil langkah-langkah terobosan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
6. Create Short Term Win
Meraih kemenangan-kemenangan kecil /jangka pendek. Karena perubahan pada
umumnya tidak dapat dicapai dalam tempo yang singkat maka dibutuhkanlah
milestone-milestone kecil untuk memberi tanda sudah sampai dimana proses
perubahan yang dijalankan. Karena itu dibutuhkanlah perayaan-perayaan kecil (short
term wins) dalam bentuk pemberian penghargaan agar semangat para pengusung roda
perubahan ini dapat terus dijaga agar tidak redup. Adalah perlu untuk terus
mengupayakan agar semangat para pendukung perubahan ini tetap menyala karena
proses perubahan menuntut stamina fisik & mental dalam waktu yang panjang. Selain
itu, short term wins ini juga memberi isyarat kepada mereka yang belum bergabung
untuk dapat bergabung karena inilah jalan yang benar. Akan jauh lebih baik jika
perayaan meraih kemenangan kecil ini dilakukan dalam exposure yang luas
sehingga ada banyak orang yang menyaksikan sehingga pada penerima penghargaan
ini dapat lebih percaya diri, mantap dan semakin yakin akan arah yang di tuju.
7. Dont Let Up
Jangan berhenti, lanjutkan terus proses perubahan sebelum visi terwujud. Lakukan
terus upaya untuk meningkatkan sense of urgency sehingga nyala api perubahan tidak
redup di tengah jalan. Selalu tunjukkanlah bahwa proses perubahan ini masih akan

berlanjut sapai tercapainya visi yang dicanangkan. Tetapi, haruslah dicatat bahwa
proses ini jangan sampai membuat kondisi fisik dan emosi terganggu dan
mengorbankan kepentingan pribadi, karena dalam jangka panjang jika ini terjadi,
yang mendapatkan imbasnya adalah proses perubahan itu sendiri. Gunakanlah
momentum-momentum, seperti misalnya pada perayaan hari jadi perusahaan /
peringatan hari besar sebagai alat bantu untuk mengkomunikasikan bahwa perubahan
belum selesai. Lakukanlah -jika perlu- perubahan sistem, struktur, kebijakankebijakan, prosedur hingga kultur organisasi sehingga sesuai dengan kondisi yang
diinginkan.
8. Make change stick
Pastikanlah agar perubahan tertanam sebagai budaya perusahaan sehingga perubahan
benar-benar mengakar sampai ke struktur organisasi yang paling bawah. John P.
Kotter mengingatkan, bila satu saja tahapan itu dilewati, maka kita hanya akan
menghasilkan apa yang disebutnya sebagai illusion of speed (kecepatan maya)
yang dapat menghasilkan perubahan yang tidak sempurna.
Transformasi Organisasi dan Effektivitas Tim Organisasi
Dalam proses transformasi organisasi terdapat atau muncul tema umum yang
mengkarakteristikkan proses dan bentuk transformasi organisasi itu sendiri yaitu bekerja
sebagai sebuah tim yang solid dan secara bersama-sama mendukung struktur non-hierarkhis.
Adanya tuntutan perubahan organisasi, yang semakin dirasakan perusahaan dewasa ini adalah
disebabkan oleh perubahan lingkungan organisasi itu sendiri. Tuntutan perubahan organisasi
tersebut adalah competitiveness atau kemampuan daya saing dan globalisasi. Dalam
lingkungan kerja diperlukan motivasi kerja yang diimbangi dengan kemampuan bekerja.
Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan memberikan hasil yang lebih tinggi dari
usaha yang sama, membutuhkan metode kerja yang harus dikembangkan dengan baik. Salah
satu metode kerja agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan smart adalah dengan
membentuk tim kerja.

2.2. Budaya Organisasi


Definisni Budaya Organisasi
Glaser dalam (Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa budaya organisasi
seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan,
simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan
berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi
atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena
lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan
trading.
Menurut Nawawi (2003) yang dikutip dari Cushway B dan Lodge D, hubungan
budaya dengan budaya organisasi, bahwa budaya organisasi adalah suatu kepercayaan dan
nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam
menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi. Sedangkan Nawawi (2003) yang
dikutip dari Schemerhom, Hurn dan Osborn, mengatakan budaya organisasi adalah suatu
sistem penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan di dalam suatu organisasi
sebagai pedoman perilaku anggotanya.
Menurut Moorhead dan Ricky (1999), memberikan definisi budaya merupakan
kumpulan nilai-nilai yang membantu anggota organisasi memahami tindakan yang dapat
diterima dan mana yang tidak dapat diterima dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut biasanya
dikomunikasikan melalui cerita-cerita atau simbol-simbol lain yang mempunyai arti tertentu
bagi organisasi.
Menurut Triguno (2000), bahwa budaya organisasi adalah campuran nilai-nilai
kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan sebagai pola perilaku dalam suatu organisasi.
Dari berbagai definisi budaya organisasi yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua
anggota perusahaan dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku
dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Karakteristik Budaya Organisasi


Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan
presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
6. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas

yaitu

sejauh

mana

kegiatan-kegiatan

organisasi

menekankan

dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.


Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi
ke dalam empat tipe dasar:
1. Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada
kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah
dan preskriptif.
2. Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan
keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan
keterlibatan menjadi elemen pokok.
3. Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang
memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsepkonsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar
untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
7

4. Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu


mampu memperoleh inspirasi.

2.3. Organisasi Pembelajaran


Istilah organisasi pembelajaran sebagian berasal dari gerakan In Search of
Excellence dan selanjutnya digunakan oleh Garrat (Dale, 2003). Namun Geoffrey Holland
(Dale, 2003) menyatakan bahwa jika kita mau bertahan hidup secara individual atau sebagai
perusahaan,

ataupun

sebagai

bangsa

kita

harus

menciptakan

tradisi

perusahaan

pembelajaran. Statemen-nya ini mengacu pada usaha mencari contoh-contoh praktek terbaik
sehingga organisasi pembelajaran bisa dijiplak dan diperbanyak. Kondisi ini justru
menyebabkan perusahaan-perusahaan berusaha mencari contoh dari perusahaan yang
berhasil. Dengan kata lain mereka berusaha mencari organisasi yang paling sempurna untuk
dicontoh tanpa menyadari bahwa tidak ada bentuk organsiasi yang seperti itu.
Dengan suatu proses kajian literatur, wawancara dan investigasi lain maka Pedler,
Boydell dan Burgoyne (1988) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai berikut:
Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara
terus menerus mentransformasi diri.
Pedler, dkk (1988) menekankan sifat dua sisi dari defenisi tersebut. Suatu perusahaan
pembelajar bukan organisasi yang semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya
pengembangan ketrampilan individu tertanam dalam konsep, setara dan merupakan bagian
dari kebutuhan akan pembelajaran organisasi.
Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi
yang:
1. Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk

belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka


2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain

yang signifikan
3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan
bisnis
4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus

Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu
mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk
pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang

semakin kompetitif.
Tokoh lain yang memberikan defInisi mengenai organisasi pembelajaran adalah John
Farago & David Skyrme (Munandar, 2003). Dalam salah satu tulisan mereka mengatakan
bahwa:
Learning Organizations are those that have in place systems, mechanism and processes, that
are used to continually enhance their capabilities to achieve sustainable objectives for
themselves and the communities in which they participate.
Dari uraian di atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi pembelajaran
adalah:
1.
2.
3.
4.

Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya


Secara terus menerus menunjang kemampuan untuk berubah
Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif
Menggunakan hasil pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih baik

Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi pembelajaran adalah
organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu
terus menerus berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual
dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan
bersama antara organisasi dan individu di dalamnya.
Karakteristik Organisasi Pembelajaran
Megginson dan Pedler (Dale, 2003) memberikan sebuah panduan mengenai konsep
organisasi pembelajaran, yaitu: Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai
bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa
maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti
halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi dimana sebagian ciri-ciri
organisasi pembelajar dapat dihasilkan.
Schein (Munandar, 2003) mengemukakan karakteristik organisasi pembelajar sebagai
berikut:
1. Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih dominan dalam
menjalin hubungan
2. Manusia hendaknya berperilaku proaktif
3. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang baik
4. Manusia pada dasarnya dapat diubah
9

5. Dalam hubungan antar manusia, individualisme dan kolektivisme sama-sama penting


6. Dalam hubungan atasan-bawahan kesejawatan atau partisipatif dan otoritatif atau
paternalistik sama-sama pentingnya
7. Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek
8. Untuk penghitungan waktu lebih digunakan satuan waktu yang medium
9. Jaringan informasi dan komunikasi berkesinambungan secara lengkap
10. Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama pentingnya
11. Perlunya berpikir secara sistematis.
Farago dan Skyrme (Munandar, 2003) mengatakan bahwa organisasi pembelajaran memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Berorientasi pada masa depan dan hal-hal yang sifatnya eksternal atau di luar dari diri
2.
3.
4.
5.
6.

organisasi
Arus dan pertukaran informasi yang jelas dan bebas
Adanya komitmen untuk belajar dan usaha individu untuk mengembangkan diri
Memberdayakan dan meningkatkan individu-individu di dalam organisasi
Mengembangkan iklim keterbukaan dan rasa saling percaya
Belajar dari pengalaman

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari organisasi
pembelajaran adalah keyakinan bahwa individu adalah proaktif untuk meningkatkan
keinginan diri, berusaha maju dan terus belajar dengan menciptakan iklim organisasi yang
terbuka dan arus informasi yang jelas. Kondisi ini nantinya akan menghasilkan proses yang
terus berkesinambungan dengan tetap mengacu pada kondisi internal organisasi yang pada
akhirnya mengacu pada kondisi dan tuntutan eksternal di luar organisasi.
Dimensi Organisasi Pembelajaran
Beberapa dimensi perlu ada untuk menjadikan organisasi dapat terus bertahan. Organisasi
seperti ini dinamakan organisasi pembelajar, karena dimensi-dimensi ini akan memungkinkan
organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah :
1. Mental Models

Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi


oleh asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam organisasi, berlaku pula
kesimpulan yang diambil mengenai how things work di dalam organisasi. Hal ini
disebut dengan mental model, yang dapat terjadi tidak hanya pada level individual
tetapi juga kelompok dan organisasi. Mental model memungkinkan manusia bekerja
dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini
kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang
10

dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati,


dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi.
2. System Thinking
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerjasama untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit antara lain ada yang disebut divisi,
direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergik. Kemampuan
untuk membangun hubungan yang sinergik ini hanya akan dimiliki kalau semua
anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain, dan memahami juga dampak dari
kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Seringkali dalam organisasi orang
hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak memahami dampak dari pekerjaan
dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan hanya unit
dia sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan
sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kerugian akan sangat sering
terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan lainnya. Pemborosan
biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah
unit yang paling penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota
perusahaan tidak memahami konteks keseluruhan dari organisasi. Kini semakin
banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas (borderless
organization), atau kalaupun masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi,
kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas
fungsi. Organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau crossfunctional organization. Organisasi yang demikian ini akan membuat proses
pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan
berbagi pengetahuan dan pengalamannya.
3. Shared Vision
Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang
pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi
organsasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain
perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang
pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan
organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian
tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit
yang ada dalam organisasi.
4. Personal Mastery
11

Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi


agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik (tenaga otot)
ke paradigma yang berbasis pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan
perubahan tipe pekerjaan, telah menyebabkan banyak pekerjaan yang tidak diperlukan
lagi oleh organisasi karena digantikan oleh tipe pekerjaan baru, atau digantikan oleh
pekerjaan yang menuntut penggunaan teknologi. Bilamana pekerja tidak mau belajar
hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu banyak pekerjaan yang
ditambahkan pada satu pekerjaan (job-enlargement), atau job rotation (mutasi
karyawan) agar memudahkan karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja yang
lain demi terwujudnya sinergi. Oleh karena itu karyawan harus belajar hal-hal baru.
Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua pekerja di sebuah
organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan kompetensi
dirinya dengan terus belajar. Kompetensi dirinya bukan semata-mata di bidang
pengetahuan, tetapi kemampuan berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan
konflik, dan saling mengapresiasi pekerjaan orang lain. Organisasi lintas fungsi
seperti yang telah dibicarakan di atas akan mempercepat proses pembelajaran individu
di dalam organisasi.
5. Team Learning.
Kini makin banyak organisasi berbasis team, karena rancangan organisasi dibuat
dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk
mensinergikan kegiatan team ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan
kemampuan berfikir sistemik seperi yang telah dibicarakan di atas. Namun demikian
tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu
team, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti.
Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan
dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar dalam team, cerita sukses
atau gagal suatu team harus disampaikan pada team yang lainnya. Berbagi wawasan
pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas
organisasi dalam menambah modal intelektualnya.

12

BAB III
PENUTUP
3.

Simpulan
Transformasi organisasi dapat disimpulkan sebagai suatu strategi dan implementasi

untuk membawa organisasi dari bentuk dan sistem yang lama ke bentuk dan sistem yang baru
dengan menyesuaikan seluruh elemen ikutannya (sistem, struktur, people, culture) dalam
rangka meningkatkan efektivitas organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
selaras dengan visi dan misi organisasi/perusahaan.
Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota
perusahaan dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan,
berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan
untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana
memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri
baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan
sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya.

13

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi
http://quickstart-indonesia.com/8-langkah-perubahan-transformasi-organisasi/
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/karakteristik-budaya-organisasi/#more-103
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-budaya-organisasi/#more-101
http://www.artikata.com/arti-355007-transformasi.html
http://habahate.blogspot.com/2008/07/transformasi-organisasi.html
https://moebarak.files.wordpress.com/2011/12/01-perbedaan-organisasi-pembelajaran-danpembelajaran-organisasi.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai