Disusun oleh :
Muhammad Sukma Rohim
(0801130133)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya makalah yang berjudhal itu hampir tidak pernah ul “JINAYAH”
ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang di tentukan.
Sekilas pembahasan tentang fiqih Jinayah (hukum pidana Isalam) sering
menyiratkan kesan kejam . Hukum potongan tangan, rajam, qishash, dan jilid
sering dijadikan alasan dibalik kesan tersebut, sekalipun dalam kenyataan, hal itu
hampir tidak pernah dilakukan dalam sejarah hukum pidana islam.
\\
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
B. Batasan Masalah......................................................................
C. Tujuan Penulisan......................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian jinayah....................................................................
B. Pengertian hudud, macam, dan hikmahnya.............................
C. Pengertian Qishash, macam, dan hikmahnya..............................
D. Pengertian Ta’zir, macam, dan hikmahnya..............................
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia.
Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Disisi lain
manusia ingin tentram, tertib, damai, dan berkeadilan. Artinya, tidak diganggu
oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan
akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara
perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di
dalam ajaran islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya
preventif dan represif dijelaskan di dalam fiqih Jinayah.
Dalam makalah ini diajukan beberapa hal yang menyangkut pelanggaran
dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka dari itu didalam makalah ini
akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir “Hukuman-hukuman”. Setelah
mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan atas pelanggaran seseorang
maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan kenapa hukuman itu ada
dan dilaksanakan.
B. Batasan Masalah
. Dalam upaya menspesifikan masalah dalam makalah ini perlu adanya batasan
masalah yang akan diuraikan. Masalah yang akan dibahas adalah apa hikmah dan
tujuan hukuman-hukuman (jarimah) dalam pidana. PENGERTIAN, MACAM-
MACAM HUKUM SERTA HIKMAHNYA
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
Mengetahui pengertian jinayah, serta pengertian hudud, qishash, dan ta’zir
beserta macam dan hikmahnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jinayah
Jinayah adalah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang
mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.
Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal
dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim
mashbar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis
perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik
disengaja ataupun tidak. Menurut istilah syar’i, kata jinaayah berarti menganiaya
badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar. Fiqih
Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan kriminal
yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil yang
terperinci.
Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal,
jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan
kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang
berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak harta
orang dan melakukan gerakan kekacauan dan lain sebagainya. Di kalangan
fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan – perbuatan yang terlarang menurut
syara’1. Selain itu, terdapat fuqaha' yang membatasi istilah jinayah kepada
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash –tidak
termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah lain
yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan – larangan
syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
Dari berbagai pengertian di atas, konsep jinayah berkaitan erat dengan
masalah ”larangan” karena setiap perbuatan yang terangkum dalam konsep
jinayah merupakan perbutan yang dilarang syara’. Larangan ini timbul karena
perbuatan-perbuatan itu mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, dengan adanya larangan, maka keberadaan dan kelangsungan hidup
1
Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
1
bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara. Memang ada manusia yang
tidak mau melakukan larangan dan tidak mau meninggalkan kewajiban bukan
karena adanya sanksi , tetapi semta-mata karena ketinggian moralnya –mereka
orang yang akhlaknya mulia. Akan tetapi, kenyataan empirik menunjukan dimana
pun di dunia ini selalu ada orng-orang yang taat karena adanya sanksi, oleh karena
itu jinayah tanpa sanksi tidaklah realistik.
Macam-macam Hukuman
Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidana.
a) Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al-
Qur’an dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian:
• Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarah. Misalnya,
hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang
yang mendzihar istrinya.
• Hukman yang tidak ada nashnya, hukuiman ini disebut dengan hukuman ta’zir,
seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak melaksanakan amanah, bersaksi
palsu.
b) Ditinjau dari segi hubungan antara suatu hukuman dengan hukuman yang lain,
hukuman dapat dibagi menjadi empat yaitu:
• Hukuman pokok (al-uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman yang sal bagi suatu
kejahatan , seperti hukuman mati bagi pembunuh dan hukuman jilid seratus kali
bagi pezina ghayr muhshan.
• Hukuman pengganti (al-uqubat al- badaliyah), yaitu hukuman yang menempati
empat pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu
alasan hukum diyat bagi pembunuh yang sudah di maafkan qishasnya oleh
keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila karena suatu hal hukuman had tidak
dapat dilaksnakan.
• Hukuman tambahan (Al-‘Uqubah Al-Thaba’iyah), yaitu: hukuman yang
dijatuhkan pada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya
seorang pembunuh untuk mendapat waris dari harta terbunuh.
• Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takmiliyat), yaitu hukuman yang
dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan.
2
Jinayah atau jarimah dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan aspek
berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-Quran dan
hadist. Atas dasar ini mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu :
a. jarimah hudud,
b. jarimah qishash, dan
c. jarimah ta’zir.
B. HUDUD
Hudud adalah bentuk jama’ bahasa Arab “hadd”, pada dasarnya hadd berarti
pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain.
Secara bahasa hadd berarti pencegahan. Menurut istilah syara’ hadd adalah
memberikan hukuman dalam rangka hak Allah. Adapun menurut syar’i, hudud
adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk
mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama. Merupakan
sutu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang-undang dari
Allah berkenaan dengan hal-hal boleh (halal) dan terlarang (haram) serta
hukuman-hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku-pelaku kemaksiatan.
1. Khamar
Khamar adalah cairan yang di hasilkan dari peragian biji-bijian atau
buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alcohol dan menggunakan
katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-unsur
tentu yang berubah melalui proses peragian atau Khamr adalah minuman yang
memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali
(Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang berat
karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan
3
berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan
ekses negatif terhadap lingkungannya.
2. Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang
sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi hukum bagi yang
melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi
pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah
melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk
100 kali bagi pezina ghoiru mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh
orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan
yang sah.
Adapun dalil terhadap orang yang tidak muhsan ialah firman Allah Swt:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”(An-Nur :2)
“perawan dengan bujang yang berzina hendaklah didera seratus kali, dan
diasingkan dari negeri itu selama seratus tahun.”(Riwayat Muslim).
Bahkan tidak hanya zinanya yang haram, melainkan mendekatinyapun
haram, sebagaimana firman Allah SWT :
4
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S al-Isra:32)
Disamping itu, Rasulullah SAW.,bersabda:
3. Qadzaf
Asal makna qadzaf adalah ramyu melempar, umpamanya dengan batu atau
dengan yang lainya. Menurut istilah adalah menuduh orang melakukan zina.
Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila
tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang
senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan.
Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang
saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat
terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau
meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari
kiamat.
4. Riddah
Riddah adalah kembali kejalan asal (setatus sebelumnya). Disini yang di
maksud dengan riddah adalah kembalinya orang yang telah beragama Islam yang
5
berakal dewasa kepada kekafiran karena kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan
dari oraing lain : baik yang kembali itu laki-laki maupun perempuan.
5. Mencuri
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam
dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud
untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak
termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih
berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud
memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik
orang lain tanpa izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan
akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta
terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri
akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan
pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti
bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya
bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93
gram emas.
6
2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.
3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya
melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa
membunuh.
HIKMAH HUDUD
Diantara hukuman-Nya yang telah ditetapkan tidak boleh berubah-ubah lagi ialah:
7
Sebenarnya ‘hudud dunia’ ini lebih kejam. Ada orang ditangkap tanpa
dibicara. Hukum hudud bukan bermaksud menyiksa. Ia lebih bermaksud untuk
mendidik orang-orang yang tidak terdidik dengan nasihat dan tunjuk ajar. Bila ia
sakit, malu dan susah, baru dia faham yg sikapnya itu tidak baik dan tidak patut.
Baru dia dapat berfikir tentang perasaan dan keperluan orang lain. Sebagaimana
dia tidak sanggup disusahkan, dimalukan dan disakiti, begitulah orang lain.
Keinsafan ini hanya akan timbul kalau hukuman yg dikenakan benar-benar
menyakitkan dan seimbang.
C. QISHASH
“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia didalamnya, dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(An-Nisa:93)
3
Rasjid, Sulaiman.2005.Fiqh islam.Bandung: Sinar Baru algensindo.
8
membayar diyat (denda) yaitu menyerahkan 100 ekor unta; 40 diantaranya yang
sedang bunting kepada keluarga korban atau dengan uang yang senilai dengan itu.
Pembunuhan yang tidak sengaja (seperti bermaksud menembak burung tapi
mengenai orang sampai mati), sangsinya adalah kaffarah (pada zaman Nabi saw.
dalam bentuk pembebasan budak belian, untuk saat ini mungkin bisa dalam
bentuk pembebasan orang yang sedang dililit utang, pemberian bea siswa bagi
kaum dhu’afa, pemberian jaminan bagi tahanan politik) Dan jika kaffarah ini tidak
mampu dilakukan bisa mengambil kaffarah lain yaitu berpuasa 2 bulan berturut-
turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Disamping kaffarah ia dibebani
untuk membayar diyat berupa pemberian 100 ekor unta atau yang senilai
dengannya kepada keluarga korban. Pembunuhan semi sengaja atau pembunuhan
seperti sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain tanpa bermaksud membunuh tetapi hanya melukai saja karena alat yang
digunakan secara biasa tidak akan mengakibatkan kematian, tetapi justru
mengakibatkan matinya seseorang, seperti memukul orang dengan kayu, atau
menempeleng orang tetapi yang dipukul mati karenanya. Sangsi hukum bagi
pembunuh semi sengaja adalah membayar diyat berbentuk penyerahan 100 ekor
unta 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban.
9
(diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih[111].
111]. Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak
dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang
terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat
diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan
yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau
membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia
D. TA’ZIR
Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al qur’an dan hadits
yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang
berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk
tidak mengulangi kejahatan yang serupa5. Penentuan jenis pidana ta’zir ini
4
Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
5
Ceramah Materi Kuliah Fiqh Jinayah, Oleh: Enceng Arif Faizal, S.Ag Uin SGD Bandung,
Smstr III, 2007
10
diserahkan sepenuhnya kepada penguasa (hakim) sesuai dengan kemaslahatan
menusia itu sendiri.
1. Pengertian Ta’zir
Kata ta’zir berasal dari bahasa Arab “ ”التعزيرyang merupakan bentuk masdar dari
kata “ تعزير, ”يعزرditinjau dari segi bahasa, kata itu bisa berarti ””التظيم والنصصصرة
yakni mengagungkan dan membantu. Kata ta’zir dalam bahsa Arab diartikan
sebagai “penghinaan”. Sedangkan menurut istilah fiqh, Sayid Sabiq
mendefinisikan ta’zir adalah: tindakan edukatif terhadap pelaku perbuatan dosa
yang tidak ada sangsi hadd dan kifaratnya”6. Ahmad hanafi menyatakan bahwa
hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas jarimah-jarimah yang tidak
dijatuhi hukuman yang ditetapkan oleh syariat yaitu jarimah-jarimah hudud dan
qishash-diyat.
2. Macam-macam Ta’zir
1. Hukuman Mati
6
Bakri M.K, “Hukum Pidana Islam”, 1989, Solo:Ramadhani
7
Abdurrahman Al-Jaziri “Al- Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah Jilid V”, 1989, Beirut: Dar
Al-Fikr Al-‘Arabi
11
2. Hukuman jilid
Hukuman penjara dimulai batas terendah yaitu satu hari sampai batas
hukuman seumur hidup. Syafiiyah mengatakan bahwa batas tertinggi adalah satu
tahun, dan ulama lainnya menyerahkan kepada penguasa sampai batas mana lama
kurungannya.
4. Hukuman pengasingan
5. Hukuman salib
Hukuman salib dalam jarimah ta’zir tidak dibarengi atau disertai dengan
kematian, melainkan si tersalib disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan dan
minum, tidak dilarang melakukan wudhu, tetapi dalam melakukan shalat cukup
dengan menggunakan isyarat. Para fuqaha menyebutkan masa penyaliban tidak
lebih dari tiga hari.
6. Hukuman denda
Hukuman denda antara lain dikenakan pada pelaku pencurian buah yang
masih belum masak, maka dikenakan denda dua kali lipat dari harga buah
tersebut. Hukuman denda juga dikenkan untuk orang yang menyembunyikan
barang yang hilang.
12
7. hukuman pengucilan
Dilihat dari haknya hukuman ta’zir sepenuhnya berada ditangan hakim, sebab
hakimlah yang memegang tampuk pemerintahan kaum muslimin. Dalam kitab
subulu salam ditemukan bahwa orang yang berhak melakukan hukman ta’zir
adalah pengausa atau imam namun diperkenankan pula untuk:
8
Abd, al-Aziz Amir, 1969. Al-Ta’zir fi al-Syariah, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir, cetakan IV.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan akan hikmah dan tujuan
hukuman dalam tindak pidana dalam hal ini kaitanya jarimah baik itu
qishas/hudud, diyat, maupun ta’zir yang diterapkan dalam jinayah Islam. Yaitu
sebagai berikut:
1. Memelihara jiwa
2. Melindungi keutuhan keluarga yang merupakan unsur utama masyrakat
3. Menjaga reputasi dan kehormatan manusia
4. Memelihara kemaslahatan umum dan menegakkan akhlakuk al-karimah.
5. Membentuk masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling
menghormati dan mencintai antara sesama manusia dengan mengetahui
batas-batas hak dan kewajiban masing-masing.
6. Mencegah terjadinya pelanggaran, sehingga kedamaian akan dirasakan
oleh segenap masyarakat.
7. Tindakan edukatif terhadap orang-orang yang berbuat maksiat atau orang-
orang yang keluar dari tatanan peraturan.
B. SARAN
14