Pendahuluan
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah).
Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam
darah. Polisitemia (eritrositosis) didefinisikan sebagai peningkatan konsertasi sentrasi
hemoglobin di atas normal. Polisitemia sejati terjadi bila massa sel darah merah total, yang
diukur dengan dilusi sel darah merah yang berlabel isotop, meningkat diatas normal.
Polisitemia palsu/semu terjadi bila peningkatan konsentrasi hemoglobin disebabkan oleh
pengukuran volume plasma. Klasifikasi polisitemia menjadi : (1) polisitemia vera , (2)
polisitemia sekunder dan (3) polisitemia relatif.1
Skenario
Seorang laki-laki 25 tahun datang ke poliklinik RS UKRIDA dengan keluhan utama
sakit kepala hebat sejak 1 bulan SMRS. Selain pusing pasien juga merasa cepat lelah, dan
berdebar-debar. Pemeriksaan fisik : kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis,
pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab : Hb : 19g/dL.
Hasilnya : eritrosit = 6.000.000, Hb = 19 g/dL, Rt = 2,5 %, Ht=65%, Leukosit = 28.000,
Trombosit = 650.000.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).1 Anamnesa
selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara lengkap kemudian diikuti
dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang, kemudian
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam keluarga.2
Anamnesis yang berkaitan dengan kasus di atas :
1.
Keluhan utama
2.
Keluhan penyerta
3.
4.
apakah terdapat perdarahan dari hidung atau lambung (stomach ulcers)? (24%)
5.
apakah dikeluarga ada yang mengalami sakit seperti ini atau mengalami sakit
lain?
6.
Riwayat sosial
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda tanda vital (TTV)3
Tekanan darah
2. Keadaan umum
Ekspresi wajah
Gaya berjalan
3. Wajah
Pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah pasien. Pada penyakit PV
kulit wajah tampak kemerahan.
4. Mata
Yang dilakukan adalah pemeriksaan visus dan segmen anterior, dimana kita melihat
tajam penglihatan dan konjungtiva. Pada penyakit PV tampak penurunan tajam
penglihatan dan konjungtiva tidak anemis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, yaitu :4,6
1.
Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada saat perjalanan penyakit ini,
peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan. Hitung sel jumlah eritrosit
dijumpai > 6 juta/mL pada pria dan > 5,5 juta/mL pada perempuan, dan sedian apus
eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi.
Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah metaplasia
mieloid di akhir perjalanan penyakit.
2.
Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada kasus PV, berkisar antara 12-25
ribu/mL tetapi dapat sampai 60 ribu/mL. Pada kasus ini juga terdapat basofil.
3.
Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat >1
juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4.
B12 Serum
B12 serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 35% kasus dan dapat pula menurun
hal ini dijumpai pada 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus
PV.
5.
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali ada kecurigaan terhadap
penyakit mieloprolifertif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit.
Sitologi sumsung tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa
hiperplasi trilinier dari seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari
histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang
patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik PV.
6.
Pemeriksaan Sitogenetik
Pada pasien PV yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatika
dapat dijumpai karyotip. Variasi abnormalitas sitogenetika dapat dijumpai selain
tersebut diatas terutama jika telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi
sitostatika sebelumnnya.
Diagnosis Banding
1. Polisitemia Sekunder
Polisitemia sekunder atau reaktif dapat terjadi pada keadaan saturasi oksigen arterial
yang menurun, yang menyebabkan peningkatan fisiologis pada EPO, atau pada kadar
EPO yang meningkat secara tidak sesuai ( misalnya yang disebabkan oleh sekresi
EPO karena suatu neoplasma ginjal). Tidak didapatkan mutasi JAK 2.1
Oleh karena itu, hematrokit pada laki-laki meningkat sampai kira-kira 57% dan pada
perempuan meningkat sampai 54%.5
Etiologi :
Sebagai akibat peningkatan eritropoietin (EPO) karena hipoksia.6
Penyakit kardiovasuler
Perokok berat
Methemoglobinemia
Penyakit ginjal
Karsinoma hepatoseluler
Cerebellar hemangioblastoma
Patogenesis :6
Hipoksia jaringan
Polisitemia sembuh bila penyebab hipoksia berhasil diatasi.
Tumor
Misal : tumor ginjal, hepar, cerebellum, uterus, adrena, ovarium, paru, thimus.
Tumor-tumor ini mensekresi EPO like substance/inappropiate menyebabkan
eritrositosis.
Frekuensi (%)
Splenomegali
95
Lemah badan
80
60
Hepatomegali
50
Keringat malam
45
Cepat kenyang
40
Perdarahan/purpura
35
30
Demam
10
Meningkatnya massa sel darah merah, hal ini diukur dengan krom-radioaktif Cr
51
Saturasi oksigen arterial 92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap penyakit
atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang meningkat. Salah satu
pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial, di mana pada
PV tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut berada
dalam keadaan :
Alkalosis respiratorik, di mana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan
Spenomegali
Kategori B :
Neutrophil alkaline phosphatase (NAP) score meningkat lebih dari 100 (tidak adanya
panas atau infeksi).
Kadar vitamin B12 > 900 pg/mL dan atau UB12BC dalam serum 2200 pg/mL.
Dalam beberapa leteratur disebutkan usulan modifikasi kriteria diagnostik PV sebagai
berikut :
Kategori A :
Peningkatan massa eritosit lebih dari 25% di atas rata-rata angka normal atau Packed
Cell Volume pada laki-laki 0,6 atau pada perempuan 0,56
Kategori B:
Jumlah neutropil > 10 x 109 /L dan bagi perokok > 12,5 x 109 /L
Etiologi
Penyebab terjadinya Polisitemia vera tidak diketahui, tetapi ada pendekatan penelitian
yang didefinisikan adanya kelainan molekul. Salah satu penelitian sitogenetika menunjukkan
adanya kariotipe abnormal di sel induk hemopoisis pada pasien dengan polisitemia vera
dimana tergantung dari stadium penyakit, rata-rata 20% pada pasien polisitemia vera saat
terdiagnosis sedang meningkat 80% setelah diikuti lebih dari 10 tahun. Beberapa kelainan
tersebut sama dengan penyakit mielodisplasia sindrom yaitu : deletion 20q (8,4%), deletion
13q (3%), trisomi 8 (7%), trisomi 9 (7%), trisomi 1q (4%), deletion 5q atau monosomi 5
(3%), deletion 7q atau monosomi 7 (1%).6
Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, rasio perbandingan
antara pria dan perempuan antara 2:1 dan dilaporkan insiden polisitemia vera adalah 2,3 per
100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan penyakit polisitemia vera ditegaskan bahwa
faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang
dengan pengobatan lebih dari 10 tahun.6
Patofisiologi
Polisitemia Vera merupakan penyakit kronik progresif dan belum diketahui
penyebabnya, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu
adanya kariotip abnormal di sel induk hemopoisis yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q,
trisomi 8, dan trisomi 9. Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang
penting pada etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia Vera lebih
mudah. JAK2 merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor
membran dengan molekul signal intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis
dimulai dengan ikatan eritropoitin (EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi
fosforilasi pada protein JAK, yang selanjutnya mengaktivasi molekul STAT ( Signal
Tranducers and Activator of Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan
terjadi proses transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617
(V617F) sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi valinfenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin . Sehingga pada pasien
Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4 mU/mL, serum eritropoitin normal
adalah 4-26 mU/mL. Hal ini jelas membedakan dari Polisitemia sekunder dimana eritropoetin
meningkat secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat),
atau eritopoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik yang
mensekresi eritropoetin. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena
penurunan volume plasma tanpa peningkatan sel darah merah disebut polisitemia relatif,
misalnya pada dehidrasi berat, luka bakar dan reaksi alergi.8
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase :6
1. Gejala awal (early symptoms )
Gejala awal dari Polisitemia Vera sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan
walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal biasanya sakit kepala
(48 %), telinga berdenging (43 %), mudah lelah (47 %), gangguan daya ingat, susah
bernafas (26 %), hipertensi (72 %), gangguan penglihatan (31 %), rasa panas pada
tangan / kaki (29 %), pruritus (43 %), perdarahan hidung, lambung (24 %), sakit
tulang (26 %).
2. Gejala akhir (later symptom) dan komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien Polisitemia Vera mengalami perdarahan /
trombosis, peningkatan asam urat (10 %) berkembang menjadi gout dan peningkatan
resiko ulkus peptikum.
3. Fase Splenomegali (Spent phase )
Sekitar 30 % gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada fase ini
terjadi kegagalan Sum-sum tulang dan pasien menjadi anemia berat,kebutuhan
tranfusi meningkat, hati dan limpa membesar.
Tabel 2 . Stratifikasi Faktor Risiko pada Polisitemia Vera6
Kategori Faktor Risiko
Faktor Risiko
Risiko rendah
mm3
Risiko menengah
Risiko tinggi
Penatalaksanaan
Prinsip Pengobatan :6
1. Menurunkan viskositas darah sampai ketingkat normal dan mengendalikan
eritropoisis dengan plebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik / polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
4. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi pada
pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
10
Leukositosis progresif.
Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti prunitus, penurunan berat badan
atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Media Pengobatan6
1. Flebotomi
Flebotomi merupakan pengobatan yang adekuat bagi pasien polisitemia selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi :
Polisitemia sekunder
nonfisiologis
bergantung beratnya
gejala
yang
permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Prosedur flebotomi : a). Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan
blood donor collection set standard setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia > 55 tahun
atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan
dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan
cairan pengganti plasma (coloid/plasma expander) setiap kali, untuk mencegah
timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. b).
Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah, defisiensi besi
merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi
seperti glositi, keilositis, disfagia, dan astenia dapat cepat hilang dengan pemberian
preparat besi.
2. Fosfor Radioaktif (P32)
Pengobatan dengan fosfat radioaktf ini sangat efektif, mudah, dan relatif murah untuk
pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosial-ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan dengan dosis
11
sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan
25%. Selanjutnya apabila setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama : 1).
Mendapatkan hasil, re-evaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulangi
akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan. 2). Tidak mendapatkan hasil selanjutnya dosis
kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah
dosis pertama. Dengan cara ini panmielosis dapat dikontrol pada sekitar 80% pasien
untuk jangka waktu sekitar 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama
lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa
sekitar 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil. Trombositosis dan trombositemia yang
mengancam (hiper aggregasi) atau terbukti menimbulkan trombosis masih dapat
terjadi meskipun eritrositosis dan lekositosis dapat terkontrol.
3. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan
menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatika golongan obat anti metabolik,
sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik, dan mielosupres yang serius. Walaupun
demikian FDA masih membenarkan Chlorambucil dan Busulfan digunakan pada
PV. Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatika :
Chlorambucil
(Leukeran
5mg/tablet)
dengan
dosis
induksi
0,1-0,2
mg/kgBB/hari selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap
2-4 minggu.
12
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar dua
sampai tiga minggu sekali). Kebanyakan klinis menghentikan pemberian obat jika
hematokrit :
13
Penggunaan alat-alat bantu mekanik seperti kaos kaki elastik (elastic stocking)
atau pulsatting boots.
Heparin dosis rendah jika tidak ada indikasi kontra dapat diberikan. Untuk
dewasa, heparin i.v drip dengan dosis 10-20 lu/kgBB/jam dengan target APTT
40-60 sampai pasien dapat berjalan atau ambulatorik. Kemudian 50-100
lu/kgBB/subkutan dapat diberikan setiap 8-2 jam sampai pasien kembali ke
aktivitas normal.
Kompikasi
1. Perdarahan dari lambung atau bagian lain dari saluran pencernaan
2. Batu ginjal asam urat
3. Gagal jantung
4. Leukemia / leukositosis
5. Myelofibrosis
6. Penyakit ulkus peptikum
7. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dan keseriusan penyakit polisitemia vera
ditegaskan bahwa faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosa tanpa diobatin 1,5-3
tahun sedang yang dengan pengobatan lebih dari 10 tahun.6
Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah :
14
32
P.
Terdapat juga 5,9 % dalam 15 tahun resiko terjadinya tranformasi pada pasien
dengan pengobatan Hidroksiurea.
Kesimpulan
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel
darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer)
dan polisitemia sekunder. Yang dibahas pada kasus ini adalah polisitemia vera. Polisitemia
vera juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia
tidak disebabkan oleh gangguan lain. Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah. Terapi yang
dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia sendiri
diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan
jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak
diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
Daftar Pustaka
1. Mehta A dan Victor H. At a glance hematologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga;
2005.h. 66-7.
2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi IV. Jilid I. Dalam : Makmun LH. Anamnesis . Jakarta: Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI; 2007.h.20-1.
15
3. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi IV. Jilid I. Dalam : Bambang S dan Imam S. Pemeriksaan fisis umum.
Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2007.h.22-9.
4. Sudiono H, Ign I, Harny E, Sanarko LH, Regie S. Penuntun patologi klinik
hematologi. Edisi ketiga. Jakarta: Biro publikasi fakultas kedokteran ukrida;
2009.h.160-1.
5. Price SA dan Lorraine MW. Patofisiologi. Edisi keenam. Volume I. Jakarta:
EGC; 2006.h.265-79.
6. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi IV. Jilid II. Dalam : M.Darwin Prenggono. Polisitemia vera. Jakarta:
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2007.h.692-5.
7. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi IV. Jilid II. Dalam : Heri Fadjari. Leukemia granulositik kronis. Jakarta:
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2007.h.688-90.
8. Bagian hematologi onkologi medik. Polisitemia vera. Fakultas Kedokteran UNAND
Padang. 2009. Diunduh dari : http://internis.files.wordpress.com/2011/01/polisitemiavera.pdf , 10 April 2014.
16