Anda di halaman 1dari 21

LARUTAN

I.

Tujuan Percobaan
- Dapat membuat larutan sejati dengan memperhatikan kelarutan zat aktif,
kestabilan zat aktif, dosis takaran, penyimpanan dan estetika yang menarik
-

meliputi rasa, warna dan viskositas


Dapat membuat eliksir dengan upaya peningkatan kelarutan dengan
penambahan kosolven pengontrol pH dan solubilisasi miselar.

II.

Teori Dasar
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu,
zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu
pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris
lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat
berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut
seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut,
walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak
ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut
lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Tungadi, Robert. (2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu
seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan,
bahkan dengan mikroskop optis sekalipun (Tungadi, Robert. (2009).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan
untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk
efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan

sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung
kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang efektif dibanding sirup
dalam menutupi rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena sifat
hidroalkohol, eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen
larutan yang larut dalam air dan yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga
karena stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalam pembuatannya, dari
sudut pembuatan eliksir lebih disukai dari sirup (Ansel, 1989).
Perbandingan alkohol yang ada pada eliksir sangat berbeda karena
masing-masing komponen eliksir mempunyai sifat kelarutan dalam alkohol
dan air yang berbeda. Komponen eliksir terdiri dari bahan aktif (API) dan
eksipien yang terdiri dari air, alkohol, polyol co-solvent, buffer pH, pemanis,
perasa, dan pewarna. Eliksir paling baik disimpan dalam wadah-wadah yang
tertutup rapat, tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang
berlebihan. Disebabkan karena eliksir mengandung alkohol (Ansel, 1989).
Larutan dibagi menjadi tiga yaitu :
a). Larutan jenuh
Yaitu suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut).
b). Larutan hampir jenuh
Yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada
temperatur tertentu.
c). Larutan lewat jenuh
Yaitu suatu kelarutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu, terdapat juga
zat terlarut yang tidak terlarut (Martin, 1991).
Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat
mengetahui dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling
baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu

mengatasi kesulitan-

kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik


(dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji
kelarutan (Anwar Budiman, 2004).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah:
1.

Pengaruh Temperatur pada Kelarutan


Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi.

Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang


keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi
berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur
yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada
temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada
larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses
pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses
sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan
azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu
bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm,
maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya
jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada
suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung
bioskop yang banyak penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba
gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan orang-orang tersebut akan berbeda,
dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan menyebar. Demikian pula
pada suhu tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat dibandingkan
pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi
lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah
larut pada suhu tinggi.
2.

Pengadukan
Dari pengalaman sehari-hari, kita tahu bahwa gula lebih cepat larut

dalam air jika diaduk. Dengan diaduk, tumbukan antar partikel gula dengan
pelarut akan semakin cepat, sehingga gula mudah larut dalam air. Dalam suatu
larutan, semua partikel (solut dan solven) berukuran sebesar molekul atau ionion. Partikel itu tersebar secara merata dalam larutan dan menghasilkan satu
fase homogen. Karena sedemikian menyatunya penyebaran solut dan solven

dalam larutan, sifat fisik larutan sedikit berbeda dengan solven murninya.
(Brady, 1999, hlm. 590).
3.

Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya

adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat
dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti
barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH
karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa
organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar
larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat
maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
4.

Pengaruh jenis pelarut


Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan
gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus
non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut
Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih
pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub
muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl,
alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut
dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar
akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut
dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar,
misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak
sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
b. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
c. Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ionion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.

Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang
sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi
tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai
perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar
dengan non polar.
5.
Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari
tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume
masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut
dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini
dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk
campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol,
gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam
bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
6.

Pengaruh penambahan zat-zat lain


Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan

kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
(KMK).

III.

Preformulasi
A. Data Preformulasi Zat Aktif
1) Sediaan Larutan
Dekstrometorphan
a. Warna
: Hampir putih sampai agak kuning

b.
c.
d.
e.

Rasa
Bau
Pemerian
Kelarutan

: Pahit
: Tidak berbau
: Serbuk hablur
: Praktis tidak larut dalam air (larut dalam 60 bagian

air) dan dalam 10 bagian etanol 95%, mudah larut dalam kloroform
f.
g.
h.
i.

disertai pemisahan air, praktis tidak larut eter.


Titik lebur / titik didih : 109,50 dan 112,50C
pH larutan
: 5,2 6,5
Stabilitas
:
- Pada suhu > 400C akan lebih mudah terdegradasi.
- Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar
Inkompabilitas :
- Obat-obat selektif re-uptake serotonin.
Obat-obat inhibitor MAO
- Obat-obat depresan SSP, psikotropika.
- Alkohol
(Farmakope Indonesia IV, hal.298)

2) Eliksir
Parasetamol
a. Warna

: Putih

b. Rasa

: Pahit

c. Bau

: Tidak berbau

d. Pemerian

: serbuk hablur

e. Kelarutan

: Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian

etanol (95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian


gliserol, larut dalam sebagian propilen glikol, larut dalam alkali
hidroksida.
Titik lebur
: 111o C
Masa molekular : 272,4 g/mol
PH larutan
: 5-7oC
Stabilitas
: Pada suhu > 40oC akan lebih mudah
- terdegradasi, lebih mudah terurai dengan adanya udara dari
- luar dan adanya cahaya, pH jauh dari rentang pH optimum
- akan menyebabkan zat terdegradasi karena terjadi hidrolisis.
B. Data Preformulasi Bahan Tambahan
f.
g.
h.
i.

1) Sediaan Larutan
Sirupus simpleks
a. Warna
b. Rasa
c. Bau

: Tidak berwarna
: Manis
: Tidak berbau

d.

Pemerian

kubus
e. Kelarutan

: Cairan jernih, hablur, massa hablur berbentuk


: Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih ;

sukar larut dalam etanol ; tidak larut dalam kloroform dan eter.
f. Titik Didih / Lebur : 1860C
g. Bobot Jenis
: 1, 587 g/ mol
h. Stabilitas
: lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar
Sukrosa
a.
b.
c.
d.
e.

Warna
Rasa
Bau
Pemerian
Kelarutan

: Putih, tidak berwarna


: Manis
: Tidak berwarna
: Hablur, masa hablur, bentuk kubus
: Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut

dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
klroform dan eter.
f. Titik didih
: 186oC
g. Bobot jenis
: 1,587 g/ mol
h. Stabilitas
: Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari
luar.
Metil paraben
a. Warna
b. Rasa
c. Bau
d. Pemerian
e. Kelarutan

: Putih
: Tidak mempunyai rasa
: Hampir tidak berbau
: Serbuk hablur halus
: Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air

mendidih, dalam 25 bagian etanol (95 %) P, dan dalam 3 bagian


f.
g.
h.
i.
j.

aseton P ; mudah larut dalam eter P, dan dalam alkali hidroksida.


Titik Lebur : 1250C sampai 1280C
Pka/pkb
: 8,4
Bobot Jenis : 1,352 gr/cm3 atau 1,352 gr/ml
pH larutan
: 3-6
Stabilitas
: Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Propil paraben
a.
b.
c.
d.
e.

Warna
Rasa
Bau
Pemerian
Kelarutan

: Putih
: Tidak berasa
: Tidak berbau
: Serbuk hablur putih
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5

bagian etanol (95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian

gliserol P, dan dalam 40 bagian minyak lemak, muda larut dalam


larutan alkali.
f. Titik didih
g. Bobot jenis
h. Stabilitas

: 95oC 98oC
: 180,21 g/mol
: Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari

luar.
Sorbitol
a.
b.
c.
d.
e.

Warna
Rasa
Bau
Pemerian
Kelarutan

: putih
: rasa manis
: tidak berbau
: serbuk, butiran dan kepingan.
: sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol (95%) P, dalam metanol P, dan dalam asetatP.


f. Titik didih
: suhu lebur hablur antara 174oC 179oC
g. Stabilitas
: terhadap udara higroskopis.
Aquadest
a. Warna
b. Rasa
c. Bau
d. Pemerian
e. Titik didih
f. Pka/pkb
g. Bobot Jenis
h. pH larutan
i. Stabilitas
2) Eliksir
Etanol
a. Warna
b. Rasa
c. Bau
d. Pemerian

: Jernih tidak berwarna


: Tidak mempunyai rasa
: Tidak berbau
: Cairan
: 1800C
: 8,4
: 1 gr/cm3 atau 1 gr/ml
:7
: Stabil diudara
: tidak berwarna
: rasa pahit
: khas
: cairan jernih, mudah menguap, bergerak, dan

mudah terbakar.
e. Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air, dan dalam kloroform
dan eter.
f. Bobot jenis
g. Stabilitas

: 0,8119 0,8139 g/mol


: mudah menguap, lebih mudah rusak dengan

adanya cahaya, dan muda terbakar


IV. Alat dan bahan
a. Alat
- Neraca
- Mortir dan stemper

- Gelas kimia
- Corong
- Botol kaca bening
- Kertas saring
- Labu Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Spatel
- Pipet tetes
- Kertas perkamen
- Batang pengaduk
- Klem buret
- Piknometer
- Ph meter.
b. Bahan
- Aquadest
- Sukrosa
- Dekstrometorhan
- Propel paraben
- Metil paraben
- Sorbitol
- Etanol.
V.

Prosedur Percobaan
A. Larutan
a. Sirupus simplex
Sukrosa sebanyak 130 gram dilarutkan dalam air panas sebanyak 200
ml
b. Sediaan
0,2 gram dektrometorphan dilarutkan dalam 12 ml air lalu diaduk
hingga homogeny kemudian ditambah 25 ml sirupus simplex,
kemudiaan diaduk hingga homogeny. Dicampurkan dan dimasukan
kedalam botol yang sudah ditara. Di add 100 ml dengan aquadest.
c. Sediaan 2
Dektrometorhan ditimbang sebanyak 0,2 gram, lalu dilarutkan dalam
12 ml air diaduk hingga homogeny, ditambah 75 ml sirupus simplex
dan diaduk sampai homogeny. Kemudian dicampurkan. Dimasukkan
kedalam botol yang sudah ditara, di add dengan aquadest.
d. Sediaan 3
0,2 gram dektrometorphan dilarutkan dlam 12 ml air, diaduk sampai
homogen, kemudian 0,18 gram metil paraben dan 0,02 gram propel
paraben dilarutkan dalam 2 ml etanol secara terpisah satu sama lain,
setelah

larut

masing-masing

dimasukkan

kedalan

botol

lalu

ditambahkan sirupus simplex 25 ml. diadd 100 ml dengan aquadest.

e. Sediaan 4
Dektrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dilarutkan dalam
12 ml aquadest, 0,2 metil parabendilarutkakn dalam 2 ml etanol. 25 ml
syr.simplex dicampurkan dan diaduk hingga homogeny. Dicampurkan
dan dimasukkan kedalam botol yang sudah ditara. Diadd dengan
aquadest 100 ml.
f. Sediaan 5
0,2 gram dektrometorphan dilarutkan dilarutkan dalam 12 ml aquadest,
kemudian ditambahkan 25 ml sirupus simplex dan diaduk hingga
homogeny, 15 sorbitol dilarutkan dengan aquadest. Dicampurkan dan
dimasukkan kedalam botol yang sudah ditara. Diadd sampai tanda
batas dengan aquadest.
1) Eliksir (Penentuan KD parasetamol ( 120 mg/5 ml dengan cara titrasi)
a. Penentuan konstanta dielektrik parasetamol (120 mg/5 mL) dengan
cara titrasi :
Parasetamol dilarutkan dalam aquadest dengan konsetrasi (120 mg/5
ml) sebanyak 100 ml, dilakukan titrasi dengan etanol sampai larutan
menjadi bening, KD parasetamol dihitung berdasarkan data KD pelarut
campuran. KD campuran (%Vair x KDair)+ (% etanol x KD etanol).
b. Sediaan eliksir parasetamol (120 mg/5 mL) dibuat sebanyak 100 mL,
dengan cara :
- Parasetamol 2,4 g dilarutkan di dalam 4,2 mL etanol, diaduk
sampai larut. Ditambahkan air sebanyak 10 mL, aduk hingga
homogen. Campuran dimasukan ke dalam botol yang telah
-

dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.


Air sebanyak 10 mL dan etanol 4,2 mL dicampurkan. Kemudian
masukan parasetamol sebanyak 2,4 g sedikir demi sedikit ke dalam
pelarut campur. Aduk hingga homogen. Campuran dimasukan ke
dalam botol yang telah dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.

VI.

Perhitungan
1) Larutan
- Dekstrometorphan

Sirupus Simplex (65% Sukrosa)


65% Sukrosa = 65 gram sukrosa dalam 100 ml campuran
Sukrosa yang di butuhkan:

Sirupus Simplex yang di butuhkan untuk 5 botol sediaan 175 ml = 200 ml


Sirupus Simplex 1

Sirupus Simplex 2

Sirupus Simplex 3

Metyl Paraben
Propyl Paraben

= 0,18 gram dalam botol sediaan


= 0,02 gram dalam botol sediaan

Sirupus Simplex 4

Metyl Paraben

= 0,2 gram dalam 100 ml larutan

Sirupus Simplex 5

Sorbitol
2) Eliksir

= 15 gram dalam 100 ml sediaan

=(% Vair x KDair)+(% etanol x KDetanol)


= ( 78,74% x78,5 ) + (21,26% x 27,7 )
% Vair

=
= 78,74%

= 21,26%

= (78,55 % x 78,5) + (21,45% x 25,7 )


= 61,66 67, 17

%Vair

x 100%

= 78,55 %
%Vetanol

=
= 21,43%
=(%Vair x KDair) +( % etanol xKDetanol)
= ( 85,47% x78,5 ) + (14,53% x 27,7 )
= 70,82

% Vair

=
= 85,47%

= 14,53%

= (% Vair x Kdair)+(% etanol x KDetanol)


= ( 86,73% x78,5 ) + (13,27% x 25,7 )
= 71,49
% Vair

=
= 86,73%
= 13,27%

= (% Vair xKDair)+(% etanol x KDetanol)


= ( 81,63% x78,5 ) + (18,36% x 25,7 )
= 68,78
% Vair

=
= 81,63%

= 18,36%

KD Rata-rata

=
= 69,106

Vetanol

=
= 21,82

Vetanol

=
=

x 100%

=17,9 ml
Vair

=
=82,1 ml

3) Pengamatan Berat Jenis


BJ(1)

=
=
=
=0,98 g/mL

BJ (2) =
=
=
=0,99 g/mL
4) Pengamatan Viskositas
1
= 1(2,2 g/cm3-0,98) x 0,007
=8,54 x 10-3
2 =1(2,2 g/cm3-0,99) x 0,007
=8,47 x 10-3 P
VII.

Penimbangan
1) Larutan
- Dextrometorphan untuk 100 ml
= 0,2 g
- Sukrosa ( untuk 200 ml sirupus simplex )
= 130 g
o Sirupus Simplex botol 1
= 25 ml
o Sirupus Simplex botol 2
= 75 ml
o Sirupus Simplex botol 3
= 25 ml
o Sirupus Simplex botol 4
= 25 ml
o Sirupus Simplex botol 5
= 25 ml
-

Metyl Paraben botol 3


Metyl Paraben botol 4
Propyl Paraben botol 3

= 0,18 g
= 0,2 g
= 0,02 g

VIII.

- Sorbitol botol 5
= 15 g
- Aquadest ad 100
2) Eliksir
- Parasetamol untuk 100ml sediaan : 2,4 gram
- Parasetamol untuk titrasi
: 0,24 gram
- Etanol
: 4,2 ml
- Aquadest add 100 ml
Hasil Pengamatan
1) Sediaan Larutan
- Sediaan 1

Pengamatan
Organoleptik

Pertumbuhan
mikroba
Kristal pada
mulut botol
-

Hari ke-0
Warna : ++
Rasa : ++

Hari ke-1
Warna : ++
Rasa : -

Hari ke-2
Warna : ++
Rasa : -

Hari ke-3
Warna : +
Rasa : -

Hari ke-4
Warna : +
Rasa : -

Ha
Wa
Ra

Bau : -

Bau
:Tidak ada

Bau
:Tidak ada

Bau
:Ada

Bau : Ada

Ba

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tid

Hari ke-1
Warna : +++
Rasa : Bau
:Tidak ada

Hari ke-2
Warna : ++
Rasa : Bau
:Tidak ada

Hari ke-3
Warna : ++
Rasa : Bau
:Ada

Hari ke-4
Warna : ++
Rasa : Bau : Ada

Ha
War
Ra
B

Ada

Ada

Ada

Ada

Sediaan 2

Pengamatan
Organoleptik

Hari ke-0
Warna : +++
Rasa : +++
Bau
:Pertumbuhan
mikroba
Kristal pada
mulut botol
-

Sediaan 3

Pengamatan
Organoleptik

Hari ke-0
Warna : ++
Rasa : +
Bau : Pertumbuhan
mikroba
Kristal pada
mulut botol
-

Hari ke-1
Warna : +
Rasa : Bau
:Tidak ada

Hari ke-2
Warna : Rasa : Bau
:+
Tidak ada

Hari ke-3
Warna : Rasa : Bau
: ++
Tidak ada

Hari ke-4
Warna : Rasa : Bau : ++
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Hari ke-1
Warna : -

Hari ke-2
Warna : -

Hari ke-3
Warna : -

Hari ke-4
Warna : -

Hari ke-5
Warna : Rasa : Bau : ++
Tidak ada
Ada

Sediaan 4

Pengamatan
Hari ke-0
Organoleptik Warna : +

Hari ke-5
Warna : -

Rasa
Bau

:+
:-

Pertumbuhan
mikroba
Kristal pada
mulut botol

Rasa : Bau
:Tidak ada

Rasa : Bau
:+
Tidak ada

Rasa : Bau
:Tidak ada

Rasa : Bau : ++
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Hari ke-1
Warna : Rasa : Bau
:-

Hari ke-2
Warna : Rasa : Bau
:-

Hari ke-3
Warna : Rasa : Bau
:+

Hari ke-4
Warna : Rasa :
Bau : +

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak Ada

Ada

Sediaan 5

Pengamatan
Hari ke-0
Organoleptik Warna : +
Rasa : +
Bau
:-

Pertumbuhan
mikroba
Kristal pada
mulut botol

Rasa :
Bau : ++
Ada

Hari ke-5
Warna : Rasa :
Bau : +

Keterangan :
1. Rasa: (+) manis
(++) sangat manis
2) Eliksir
Data Pengamatan
Warna
Rasa
Bau
pH
Kejernihan
Viskositas
Bobot jenis
Volume terpindahkan

IX.

Metode A
Bening tidak berwarna
pahit
Khas alkohol
6
jernih
8,54
0,98
100

Metode B
Bening tidak berwarna
pahit
Khas alkohol
6
Jernih
8,47
0,99
100

Evaluasi
1) Evaluasi Organoleptik
a. Prinsip : Mengevaluasi organoleptik sampel yang meliputi rasa, warna,
dan bau.
b. Tujuan : Mengevaluasi organoleptik sampel
c. Metode
- Warna : Dilihat kesesuaian warna
- Rasa : rasanya disesuaikan dengan persa yang digunakan
- Bau : dicium aroma sediaan

d. Penafsiran hasil : warna, rasa dan bau harus sesuai dengan bahan
pewarna dan perasa yang digunakan.
2) Evaluasi Kejernihan
a. Prinsip : membandingkan kejernihan masing-masing sampel dengan
suatu pembanding.
b. Tujuan : untuk mengetahui kejernihan larutan sampel.
c. Metode : masing-masing sampel dibandingkan dengan satu sama lain
dengan latar belakang hitam ayau putih.
d. Penafsiran hasil : suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya
sama dengan air atau pelarut yang digunakan.
3) Penetapan Bobot Jenis
a. Prinsip : bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis zat di udara pada
suhu ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang
sama.
Tujuan : mengukur bobot jenis sampel.
Metode : pengukuran menggunakan piknometer
Penafsiran hasil :
Bobot jenis = (bobot piknometer kosong + sampel) bobot piknometer
(Bobot piknometer +air) (Bobot piknometer)
4) Penetapan pH
a. Prinsip : harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat
b.
c.
d.
e.

potensiometrik (pH meter)


b. Tujuan : untuk penetapan harga pH
c. Metode : Menggunakan alat pH meter yang terkalibrasi.
d. Penafsiran hasil : harga pH dilihat dari yang tertera pada pH meter.
5) Uji Volume Terpindahkan
a. Prinsip: uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa sampel yang
dikemas dalam wadah dosis ganda dengan volume yang tertera pada
etiket tidak lebih dari 250 ml.
b. Tujuan : Untuk menguji volume sampel
c. Metode:
- Pilih tidak kurang dari 30 wadah
- Kocok isi 10 wadah satu per satu
- Konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera
-

pada etiket dikur secara seksama dan campur


Tuang isi perlahan-lahan dari setiap wadah kedalam gelas ukur
kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2
x volume yang diukur, secara hati-hati untuk menghindarkan
pembentukan gelembung udara pad waktu penuangan dan
diamkan selama tidak lebih dari 30 menit

d. Penafsiran hasil: Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur


volume dari tiap campuran, volume rata-rata dari 10 wadah tidak
kurang dari 100%, dan tidak satupun volume terpindahkan yang
kurang dari 95 %
X.

Pembahasan
1) Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain.
Sedangkan eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan
bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau
pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan
sebagai obat dalam. (Moh. Anief, 2008)
Dalam pembuatan sediaan larutan dibuat terlebih dahulu sirupus
simplex (65% sukrosa). Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan larutan
ini adalah 130 g yang dilarutkan dalam 200 ml air panas dan digunakan untuk
membuat 5 sediaan. Dari setiap sediaan dilakukan pengujian sebagai berikut:
- Sediaan 1
Sediaan ini berisi syrupus simplex 25%. Pada hari ke nol sampai ketiga
pengujian organoleptis menunjukan warna yang masih jernih agak
kekuningan (++), rasa manis (+), dan tidak berbau. Pertumbuhan
mkroorganisme belum ditemukan dan kristal tidak terbentuk. Pada
hari keempat dan kelima warna kuning larutan mulai memudar (+) dan
mulai keruh. Kekeruhan menunjukan adanya mikroorganisme yang
tumbuh. Hal ini terjadi karena pada sediaan ini tidak ditambahkan zat
pengawet, serta dalam sediaan ini digunakan air sebagai pelarut,
dimana air merupakan media tempat tumbuhnya mikroba dan kristal
-

tidak terbentuk karena kadar gula yang sedikit.


Sediaan 2
Sediaan ini berisi syrupus simplex 75%. Pada hari ke nol sampai kedua
pengujian organoleptis menunjukan warna yang masih jernih agak
kekuningan (++), rasa sangat manis hampir pahit (+++), dan tidak
berbau. Pertumbuhan mkroorganisme belum ditemukan dan kristal
tidak terbentuk. Pada hari ketiga sampai kelima warna kuning larutan
mulai memudar (+) dan mulai keruh. Kekeruhan menunjukan adanya

mikroorganisme yang tumbuh. Hal ini terjadi karena pada sediaan ini
tidak ditambahkan zat pengawet, serta dalam sediaan ini digunakan air
sebagai pelarut, dimana air merupakan media tempat tumbuhnya
mikroba dan kristal tidak terbentuk karena kadar gula yang sedikit.
Namun seharusnya larutan yang mengandung syrupus simplex >65%
bisa berfungsi sebagai pengawet, kesalahan kemungkinan karena
adanya kontaminasi dengan lingkungan sehingga lebih mudah tumbuh
-

mikroorganisme. Tidak terlihat kristal terbentuk.


Sediaan 3
Sediaan ini berisi syrupus simplex 25%, metil paraben 0.18 gram, dan
propil paraben 0.02 gram. Pada hari ke nol pengujian organoleptis
menunjukan warna yang masih jernih agak kekuningan (++), rasa
manis (+), dan tidak berbau. Pertumbuhan mkroorganisme belum
ditemukan dan kristal tidak terbentuk. Pada hari kesatu warna kuning
mulai memudar (+) tetapi masih jernih. Pada hari kedua sampai kelima
larutan tidak berwarna dan berbau syrupus simplex. Tidak ditemukan
adanya mikroorganisme, disebabkan adanya metil paraben dan propil
paraben yang bertindak sebagai pengawet sehingga tidak terjadi
kontaminasi oleh mikroorganisme. Pada hari kelima terlihat adanya

kristal pada leher botol.


Sediaan 4
Sediaan ini berisi syrupus simplex 25% dan metil paraben 0.2 gram.
Pada hari ke nol pengujian organoleptis menunjukan warna yang masih
jernih sedikit kuning (+), rasa manis (+), dan tidak berbau.
Pertumbuhan mkroorganisme belum ditemukan dan kristal tidak
terbentuk. Pada hari kesatu sampai keempat warna larutan jernih tidak
berwarna, tidak terlihat pertumbuhan mikroba, dan tidak terbentuk
kristal. Pada hari kelima larutan tidak berwarna namun agak keruh.
Pertumbuhan mikroba seharusnya tidak terjadi. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh teroksidasinya senyawa aktif, atau pengawet yang
digunkan kurang memberikan kerja yang maksimal sehingga terjadi
kontaminasi mikroorganisme.

Sediaan 5

Sediaan ini berisi syrupus simplex 25% dan sorbitol 15%. Pada hari ke
nol pengujian organoleptis menunjukan warna yang masih jernih
sedikit kuning (+), rasa manis (+), dan tidak berbau. Pertumbuhan
mkroorganisme belum ditemukan dan kristal tidak terbentuk. Pada hari
kesatu sampai kelima larutan menjadi tidak berwarna, namun menjadi
keruh pada hari keempat sampai kelima disebabkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme. Sediaan ini tidak adanya pembentukan
kristal disebabkan terdapat sorbitol yang berfungsi anticaplocking
yang dapat mencegah terbentuknya kristal gula pada leher botol.
2) Eliksir
Sediaan eliksir adalah sediaan yang mengandung etanol sebagai kosolven.
Pada praktikum ini, pembuatan eliksir dilakukan dengan 2 cara untuk
membandingkan tingkat kelarutan zat aktif parasetamol pada cara 1 dan 2.
Sebelumnya dicari Kd Parasetamol terlebih dahulu dengan cara titrasi
untuk mengetahui jumlah pelarut yang akan ditambahkan. Titrasi ini
dilakukan dengan pelarut air dan etanol. Pelarut yang akan dibuat harus
memiliki Kd yang sesuai dengan Kd paracetamol.
Pada cara 1, zat aktif dilarutkan dalam etanol (sebagai pelarut yang tingkat
kelarutan zat aktifnya tertinggi). Kemudian, ditambahkan pelarut lain
(aquadest) sekaligus. Sedangkan pada cara ke 2, pelarut dicampur terlebih
dahulu. Komposisinya sesuai dengan hasil perhitungan Kd, baru
Parasetamol

dilarutkan

dalam pelarut

campur

tersebut.

Kemudian

dilakukan evaluasi uji mutu farmasetika meliputi organoleptik, penetapan


pH, kejernihan, volume terpindahkan, penetapan bobot jenis, dan
viskositas. Evaluasi ini dilakukan untuk kedua cara.
Pada pembuatan sediaan elixir ini digunakan pelarut campur (kosolven)
untuk menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat
dalam pelarut campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya (KD).
Dimana semakin tinggi harga konstanta dielektriknya, kepolarannya
semakin tinggi. Dalam percobaan ini di dapat harga KD pelarut campur
yaitu 69,106. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga konstanta

dielektrik antara 25 sampai 80. Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut


campur yang memenuhi persyaratan pelarut yang ideal.
Dalam praktikum yang pertama dilakukan adalah menentukan konstanta
dielektrik (Kd) paracetamol dengan cara titasi. Dari langkah tersebut
didapatkan Kd paracetamol sebesar 69,106. Dan dari perhitungan Kd
pelarut campur (Rumus Onsager-Kirkwood) didapatkan komposisi pelarut
campur sebagai berikut: etanol 17,9 mL dan aquadest 82,1 mL.
Setelah sediaan jadi, dilakukan uji organoleptik, bobot jenis, volume
terpindahkan,

kejernihan,

viskositas,

dan

pH.

Untuk

uji

organoleptik sediaan pada cara 1 dan cara 2 didapatkan warna sediaan


bening tidak berwarna, rasa pahit, dan bau khas alkohol. Rasa pahit ini
masih kurang dapat tertutupi karena pada formula tidak menggunakan
tambahan pemanis. Rasa sedikit panas ataugetir pada lidah disebabkan
karena kandungan alkohol 10%.
Pada uji bobot jenis didapatkan bobot jenis sediaan cara 1 dan cara 2
sebesar 0,98 gram/ml dan 0,99 gram/ml, nilai bobot jenis ini sudah sesuai
dengan teori yaitu sekitar 1. Uji volume terpindahkan didapatkan volume
terpindahkan dari keempat botol sediaan dari masing-masing cara sebesar
100 ml. Hal ini tidak sesuai, mungkin disebabkan penambahan pelarut
melebihi batas kalibrasi. Pada uji kejernihan didapatkan sediaan dari kedua
cara tersebut jernih. Uji pH dari sediaan didapatkan sediaan daricara 1 dan
cara 2 memiliki pH 6. Nilai viskositas dari masing-masing cara adalah
8,54 x 10-3 P dan 8,47 x 10-3 P.
Dari hasil pengamatan yang didapat, terlihat bahwa metode pertama lebih
memberikan hasil yang maksimal dengan parasetamol yang terlarut
dengan sempurna dibandingkan dengan metode kedua meskipun
perbedaannya sangat kecil. Hal ini dapat disebabkan karena parasetamol
larut dalam 70 bagian air, dan dalam 7 bagian etanol (95%), yang berarti
bahwa 1 g parasetamol larut dalam 70 ml air dan 1 g parasetamol larut
dalam 7 ml etanol, sehingga dengan menggunakan cara yang pertama yang
dilarutkan dalam etanol terlebih dahulu, parasetamol akan lebih cepat
larut.
XI.

Kesimpulan

Dalam sediaan larutan diperlukan adanya zat tambah seperti pemanis untuk
menutupi

rasa

pahit,

pengawet

untuk

menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme dan anti caplocking untuk mencegah pembentukan kristal


-

di sekitar leher botol.


Formulasi Eliksir dapat dibuat dengan menggunakan dua cara,yakni cara 1
dengan melarutkan Zat Aktif (Parasetamol) ke dalam pelarut yang paling
melarutkan ZA (etanol), kemudian ditambahkan pelarut lainnya sekaligus;
cara 2 dengan melarutkan Zat Aktif (Parasetamol) ke dalam pelarut campur

yang telah dibuat terlebihdahulu.


Untuk mengetahui komposisi pelarut campur, menggunakan peritungan Kd
campuran dengan menggunakan Rumus Onsager-Kirkwood. Namun,
terlebih dahulu dicari Kd Parasetamol dengan caradititrasi.

XII.

Daftar Pustaka
Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta : UI
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: DEPKES RI.
Brady AJ, Warren JB, Poole-Wilson PA, Williams TJ, Harding SE. Nitric
oxide attenuates cardiac myocyte contraction. Am J Physiol. 1993;265.
H:500
Martin. A, 1991, Farmasi Fisika Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai