Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LATAR BELAKANG
Berbeda dengan Labtek I dan Labtek II yang fokusnya adalah pada bidang Sifat mekanik,
pengujian serta metalurgi dan proses produksi, maka pada Labtek III ini difokuskan
terhadap Polimer, Komposit dan Keramik. Dari Labtek III ini, diharapkan mahasiswa
memahami dengan baik akan proses pembuatan, karakterisasi serta sifat mekanik dari
keramik, polimer dan komposit.
MODUL PRAKTIKUM
Modul A
Modul B
Modul C
Modul D dan
E
Modul F
PROSEDUR PRAKTIKUM
Prosedur praktikum yang harus ditaati oleh praktikan sebagai berikut :
1. Praktikan mengikuti seluruh modul praktikum
2. Praktikan sudah menyelesaikan dan mengumpulkan tugas pendahuluan satu hari
kerja sebelum praktikum dilaksanakan.
3. Praktikan datang 15 menit sebelum praktikum dimulai kemudian memastikan
asisten praktikum pada saat itu.
4. Praktikum diawali dengan tes awal dengan alokasi waktu 30 menit.
5. Praktikum dilanjutkan dengan diskusi antara asisten dan praktikan dengan alokasi
waktu 90 menit.
6. Praktikan mengikuti percobaan berdasarkan arahan dari asisten dan teknisi.
7. Praktikum diakhiri dengan penjelasan mengenai pengolahan data dan penyusunan
laporan praktikum. Laporan praktikum diserahkan selambat-lambatnya satu hari
sebelum presentasi laporan praktikum.
8. Presentasi laporan praktikum dilaksanakan selambat-lambatnya satu minggu
setelah praktikum.
9. Praktikan mengisi lembar feedback praktikum.
Laporan Praktikum
Laboratorium Teknik Material 3
Modul A Pembuatan dan Karakterisasi Komposit
Oleh :
Oleh:
Nama
NIM
Kelompok
Anggota (NIM)
:
:
:
:
Tgl Praktikum
:
Nama Asisten ( NIM ) :
Nama
NIM
Kelompok
Anggota (NIM)
:
:
:
:
Tanggal Praktikum
:
Tanggal Penyerahan Laporan :
Nama Asisten (NIM)
:
Gambar Ganesha
Gambar Ganesha
Keterangan :
K
: Tercatat dalam buku kasus
A-X
: Nilai aktivitas dikurangi X poin
NAP
: Nilai Aktivitas Praktikum
NAP-X : NAP (Nilai Aktivitas Praktikum) dikurangi X poin
NA
: Nilai Akhir Praktikum
NA-X
: NA (Nilai Akhir Praktikum) dikurangi X poin
ATURAN PENILAIAN
Nilai Total Praktikum (NTP ) didasarkan pada 2 aspek penilaian yaitu :
1. Nilai Aktivitas Praktikum
Nilai Aktivitas Praktikum dapat diformulasikan dengan :
NAP
NMA G adalah Nilai per Modul A sampai Modul G. Penilaian dari masing- masing
modul adalah :
(20 xTugasPend ahuluan) (20 xTesAwal ) (30 xAktivitas Pr aktikum) (30 xLapo
NM ( NilaiModul )
100
2. Nilai Ujian Labtek (NUP )
Nilai diambil dari ujian tertulis Praktikum Labtek III. Penilai adalah dari 0 s/d 100.
Kemudian Untuk Menghitung Nilai Total Praktikum ( NTP ) adalah :
NTP
60 xNAP 40 xNUP
100
Nilai Total Praktikum (NTP ) akan dikonversi menjadi nilai dari mata kuliah MT-3203 ini,
dengan penilaian sebagai berikut :
80 < NTP <100
:A
65 < NTP <80
:B
50 < NTP <65
:C
40 < NTP <50
:D
NTP < 40
:E
MODUL A
Uji Tarik
Pada prinsipnya uji tarik dilakukan dengan menarik spesimen dan memonitor respon
yang terjadi. Pelaksanaan uji tarik komposit dilakukan dengan membuat spesimen uji
tarik seperti Gambar 2.1.
7. cetakan
Prosedur
:
Wet Hand Lay Up
1. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar.
2. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 %
berat.
3. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika.
4. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis) dengan
menggunakan roller untuk mengimpregnasi serat.
5. Lapisi serat lainnya ditambahkan secara bertahap seperti langkah 4.
6. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika.
7. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).
Compression Molding
a. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar.
b. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 %
berat.
c. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika.
d. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis).
e. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika.
f. Tekan serat gelas dengan menggunakan alat kompresi pada tekanan 25 bar
selama 5-10 menit, 50 bar selama 5-10 menit, 75 bar selama 5-10 menit.
g. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured).
3.2. Uji Tarik Komposit
Bahan :
2 spesimen komposit arah serat (00) yang telah dipotong sesuai standar
spesimen uji tarik
Alat :
1. Mesin uji tarik
2. Jangka sorong
Prosedur :
1. Ukur dimensi dari spesimen uji tarik (panjang spesimen, panjang gage length,
lebar, dan tebal spesimen)
2. Letakkan spesimen pada grip mesin uji tarik
3. Set kecepatan penarikan pada mesin uji tarik sebesar 2 mm/menit.
4. Catat beban dan pertambahan panjang spesimen selama pengujian berlangsung
5. Konversi menjadi kurva Tegangan dan Regangan.
6. Hitung sifat mekanik.
Uji Fraksi Volume
Bahan:
1. Spesimen uji tarik setelah uji tarik
2. Preform serat gelas
Alat:
1. Timbangan Digital ketelitian 0.0000 gr
2. Penggaris
3. Alat potong komposit
Prosedur
1. Sebelum pembuatan komposit, hitung Areal density (Ap) dan jumlah lembaran
preform (N) serat gelas yang digunakan
2. Ambil komposit serat gelas yang telah diuji tarik. Potong spesimen dari
spesimen uji tarik pada bagian yang tidak mengalami kegagalan dengan ukuran
sekitar 2,5cm x 2,5 cm. Hitung luas area komposit (Ak).
3. Ukur massa kering komposit (Mk).
4. Ukur massa komposit ketika terendam air (Ms).
5. Hitung massa jenis dan volume komposit (Vkomposit).
Vkomposit = (Mk - Ms) / air
komposit = Mk / Vkomposit
6. Hitung fraksi volume serat:
Vf = (Ap x Ak x N x serat gelas ) / Vkomposit
7. Hitung fraksi volume matriks:
Vm = ((Mk - (Ap x Ak x N)) x poliester ) / Vkomposit
8. Hitung fraksi volume void:
V void = 1 Vf Vm
4. Data dan Pengolahan
Uji Tarik Komposit
F
A
E
l
l
lo
l l lo
lo
lo
Jenis mesin
Kecepatan Tarik (mm/menit)
Jumlah Spesimen
Load Cell
:
:
:
:
Metode Manufaktur
No. Spesimen
Panjang uji (gauge length; mm)
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Kekuatan Tarik (Newton)
Modulus Elastisitas
Regangan Maksimum
:
Metode Manufaktur
No. Spesimen
Massa Kering (gram)
Massa Terendam (gram)
Volume Komposit (cm3)
Fraksi Volume Serat
Fraksi Volume Matriks
Fraksi Volume Void
5. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan perbedaan proses manufaktur pada komposit dengan matrix termoset dan
termoplastik!
2. Jelaskan proses pembuatan komposit matrix termoset dengan metode: wet hand lay
up, compression molding, dan Vacuum Assisted Resin Infusion (VARI)!
3. Jelaskan perbedaan spesimen uji tarik antara material baja dan FRP.
4. Jelaskan cara memperoleh fraksi volume material penyusun komposit.
6. Tugas Setelah Praktikum
Berdasarkan literatur, jelaskan perbedaan sifat fisik dan mekanik komposit matrix
termoset yang diperoleh dari metode berikut: wet hand lay up, compression molding,
dan VARI!
7. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum
1. ASTM D 3039 00.
2. ASTM D 0792 00.
3. Astrom, B. T., Manufacturing of Polymer Composites, 1 st ed., Chapman and Hall,
London, 1997.
MODUL B
11
Material
Fibre
Matrix
CFRP
T300
Epoxy
N5208
CFRP
CFRTP
AS
AS4
Epoxy 3501 PEEK
Engineering Constants
Ex. GPa
181
138
Ey,GPa
10.3
8.96
Vxy
0.28
0.3
E.s, GPa
7.17
7.1
Other ply data
Vf
0.7,
0.66
3
(kg/m )
1600
1600
ho, mm
0.125
0.125
Mmax (%)
0.5
0.5
Tcure (C)
122
122
DF
0.15
0.15
Strength, MPa
X
1500
1447
X
1500
1447
Y
40
52
Y
246
206
S
68
93
Fxy *
-0.5
-0.5
Hygrothcrmal expansion coefficients
x(10-6oC)
0.02
-0.3
y(10-6oC)
22.5
28.1
x
0
0
Y
y
0.6
0.6
BFRP
Boron B4
Epoxy
N5505
CFRP
IM6
Epoxy
KFRP
Kevlar 49
Epoxy
GFRP
E-glass
Epoxy
CFRP
core
T300
None
Epoxy F934 Foam
134
8.9
0.28
5.1
204
18.5
0.23
5.59
203
11.2
0.32
8.4
76
5.5
0.34
2.3
38.6
8.27
0.26
4.14
148
9.65
0.3
4.55
1 E-10
1 E-10
0
1 E-11
0.66
1600
0.125
0
310*
0.07
0.5
2000
0.125
0.5
122
0.2
0.66
1600
0.125
0.5
200
0.04
0.6
1460
0.125
0.5
62
0.02
0.45
1800
0.125
0.5
122
0.04
0.6
1500
0.1
0.5
i22
0.15
0
0
5
0
2130
1100
80
200
160
-0.5
1260
2500
61
202
67
-0.5
3500
1540
56
150
98
-0.5
1400
235
12
53
34
-0.5
1062
610
31
118
72
-0.5
1314
1220
43
168
48
-0.5
1
1
1
1
1
-0.5
-0.3
28.1
0
0
6.1
30.3
0
0.6
-0.3
28.1
0
0.6
-4
79
0
0.6
8.6
22.1
0
0.6
-0.3
28.1
0
0.6
0
0
0
0
12
26
27
3. Untuk laminat (02, + 45, 90) AS 3501 didapatkan data tegangan sebagai berikut:
Load Case No.1
PLY STRESSES IN MPa
Ply No Sigma-1
Sigma-2
Sigma-6
Sigma-x
Sigma-y
Sigma-s
10Top
515.41
-41.24
127.67
515.41
-41.24
127.67
10Bot
412.98
-34.21
102.14
412.98
-34.21
102.14
9Top
412.98
-34.21
102.14
412.98
-34.21
102.14
9Bot
310.55
-27.18
76.60
310.55
-27.18
76.60
8Top
358.99
284.61
366.49
688.30
-44.69
-37.19
8Bot
239.32
189.99
246.54
461.19
-31.89
-24.67
7Top
-227.49
-276.82
255.64
-51780
13.49
24.67
1Bot
-113.76
-138.04
129.51
-255.40
3.61
12.14
6Top
-2.34
-127.00
25.53
-127.00
-2.34
-25.53
6Bot
-6.45
10.72
0.00
10.72
-6.45
-0.00
5Top
-6.45
10.72
0.00
10.72
-6.45
-0.00
5Bot
-10.55
148.44
-25.53
148.44
-10.55
25.53
4Top
113.69
139.53
-142.77
269.38
-16.16
-12.92
4Bot
227.42
278.31
-278.91
531.77
-26.04
-25.44
3Top
-239.39
-188.50
-233.28
-447.22
19.33
25.44
3Bot
-359.06
-233.12
-353.23
-674.32
32.14
37.97
2Top
-304.03
14.98
-76.60
-304.03
14.98
-76.60
2Bot
-406.46
22.00
-102.14
-406.46
22.00
-102.14
1Top
-406.46
22.00
-102.14
-406.46
22.00
-102.14
1Bot
-508.89
29.03
-127.67
-508.89
29.03
-127.67
28
sigma-1
sigma-2
sigma-6
sigma-x
sigma-y
sigma-s
10Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
10Bot
38.93
-19. 17
52.19
38.93
-19.1.7
52.19
9Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
9Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
8Top
203.61
178. 51
227.83
-118.89
-36.73
-1255
8Bot
203.61
178.51
227.83
418.89
-36.78
-12.55
7Top
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
7Bot
-273.45
-290.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
6Bop
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
52.19
5Tot
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
52.19
5Bot
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
-52.19
4Top
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
4Bot
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
3Top
203.61
178.51
227.84
418.89
-36.78
-12.55
3Bot
203.61
178.51
227.84
418.89
-36.78
-12.55
2Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
2Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
1Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
1Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
29
Load Case No 1
Ply Angle Mat.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0.0
0.0
45.0
-45.0
90.0
90.0
-45.0
45.0
0.0
0.0
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
h*1000
R-int/t
R-int/b
R-deg/t
R-deg/b
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.8
1
1.63
1.53
3.23
1.61e+007
4.57
1.43
1.01
0.754
1
1.33
2.45
3.07
1.61e+007
3.75
2.28
0.953
0.754
0.603
1.62
2.03
1.78
1.06
3.3
4.31e+007
3.13
1.39
1.53
1.14
2.03
2.7 . j
2.66
2.13
4.31e+007
4 .34
1.57
0.925 |
1.14
0.915
Ply
Angle
Mat.-
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0.0
0.0
45.0
-45.0
90.0
90.0
-45.0
45.0
0.0
0.0
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Load Case No 3
h*1000 R-int/t
R-int/b
R-deg/t
R-deg/b
2.07
2.07
2.83
1.7
1.85
1.85
1.7
2.83
2.07
2.07
5.65
5.65
3.12
1.43
3.34
3.34
1 .43
3.12
5.65
5.65
5.65
5. 65
3.12
1.43
3.34
3.34
1.43
3.12
5. 65
5.65
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
0.125
2.07
2.07
2.83
1.7
1.85
1.85
1.7
2.83
2.07
2.07
Berapakah FPF untuk masing-masing kondisi pembebanan, lapisan mana yang gagal
pertama kali dan komponen tegangan mana yang bertanggung jawab atas terjadinya
kegagalan?
Berapa kekuatan ultimate dari laminat untuk masing-masing kondisi pembebanan dan
lapisan yang mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan terakhir dari
laminat?
6. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum
1. Tsai, S.W., Hahn, H.T., Introduction to Composite Material, Westport, Technomic
Publishing Co., Inc., 1980.
2. Eupoco, Module 4, Composite Science and Technology.
3. Tsai, S.W., Composite Design.
30
MODUL C
31
Ekspasi termal: Perubahan dimensi pada suatu material yang diakibatkan oleh adanya
perubahan panas. Perubahan dimensi dapat terjadi karena dengan adanya perubahan
panas, maka atom-atom akan bervibrasi makin cepat yang berakibat pada berubahnya
jarak antar atom.
Persamaan yang menghubungkan antara konduktifitas termal (k) dengan laju panas (q)
yang mengalir pada suatu material didasarkan pada hukum konduksi panas Fourier. Untuk
konduksi panas pada arah x (dimensi 1), maka persamaan Fourier-nya adalah:
,dengan qx = laju konduksi panas pada arah x (Watt).
k =konduktifitas termal material (Wm-1K-1) .
A = luas terhadap arah aliran panas (m2).
= gradien temperatur (K/m).
Model Percobaan.
Proses perambatan panas pada praktikum ini menggunakan model silinder dan hanya
melihat konduksi panas pada arah radial dari sumber panas, sehingga persamaan (2.1)
menjadi:
Perhatikan laju konduksi panas pada silinder konsentris berjari-jari R dan panjang l dengan
sumber panas di dalamnya berjari jari r dan ketebalan radial r. Laju konduksi panas ketika
melewati permukaan dalam silinder adalah:
dan laju konduksi panas ketika meninggalkan permukaan luar silinder adalah:
32
Asumsi yang digunakan dalam percobaan ini adalah tidak ada generasi panas dan berubah
terhadap waktu (unsteady state) sehingga persamaan (2.3) menjadi:
dimana
dipenuhi di seluruh waktu selama aliran panas terjadi dan dipecahkan berdasarkan kondisi
masukan panas yang diangggap konstan. Temperatur T di setiap titik merupakan fungsi
dari r, t, dan . Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dibuat hubungan tanpa dimensi,
yaitu
dan
. Anggap
----------------------------------------------- :
------------------------------------------------------------------------- :
---------------------------------------------- : 4
33
Jika kita menganggap permukaan silinder sangat dekat dengan pemanas (r 0) maka q
-u
34
dimana
Dengan mengambil logaritmanya, maka persamaan terakhir dapat ditulis kembali menjadi:
Pengukuran dilakukan terhadap T versus t yang diperoleh pada radius r. Jika q dan l
diketahui maka k dan dapat dicari dengan memplot kurva persamaan (2.8), yaitu
versus
3. Prosedur Percobaan
Pada percobaan ini akan ditentukan konduktifitas dan difusifitas termal dari salah satu jenis
material refraktori, yaitu refraktori Alumino-Silicate dengan menggunakan pemanas lurus
yang ditanam di dalam refraktori Alumino-Silicate.
Skema
percobaan
yang
akan
Termokopel dilakukan seperti
diilustrasikan
dalam
gambar
berikut:
A
Refraktori Alumina-Silika
HEATER
Termokopel
r
A
Gambar . Skema Percobaan
Pertama-tama pastikan kawat dari pemanas sudah terpasang di soket catu daya. Selipkan
termokopel digital di dalam lubang yang berjarak 2 cm dari pemanas. Pastikan ujung
termokopel kontak dengan ujung dari lubang. Sebelum pemanasan dimulai, ukur hambatan
kawat pemanas () dengan menggunakan Ohm-meter. Prosedur selanjutnya, antara lain:
a.) Ukur temperatur saat t=0 (sebelum pemanasan dimulai)
b.) Periksa dengan teliti bahwa VARIAC diatur pada nol sebelum menekan tombol on.
Sesaat setelah on, putar VARIAC secara cepat ke tegangan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan arus 4,5 A dan waktu nol dimulai (jalankan stopwatch).
35
c.) Gunakan tabel 4.1.1 yang ada dalam modul, catat pembacaan temperatur dari
termokopel (oC) setiap 10 detik untuk 5 menit pertama, dan selanjutnya setiap menit
sampai 30 menit berikutnya.
d.) Catat juga temperatur pada permukaan panas (selipkan termokopel pada lubang yang
berjarak sangat dekat dengan pemanas atau r 0) serta tegangan dan arus yang
digunakan dalam percobaan.
e.) Setelah selesai pengamatan dan pencatatan, atur VARIAC ke nol sebelum menekan
tombol off.
4. Data dan Pengolahan
4.1 Bata Alumino-Silicate
Tegangan VARIAC
Hambatan kawat pemanas
Arus
Temperatur permukaan panas
Panjang silinder (l)
Daya (q)
=
=
=
=
=
=
Volt
Ampere
o
C
m
Watt
Waktu t
T (oC)
.
36
d) Dari gradien dan interceptkurva cari nilai k (dalam W/m.K) dan (dalam m2/s)
e) Hitung nilai kapasitas panas spesifik Cp(dalam J/K.kg) dari material refraktoriAluminoSilicate. Diketahui densitas untuk beberapa refraktori adalah sebagai berikut:
Alumino-Silicate = 2.2 2.3 x 103 kg m-3
Fireclay
= 2.16 x 103 kg m-3
Magnesite
= 2.90 x 103 kg m-3
f) Hitung berat atom rata-rata dari masing-masing SiO 2, Al2O3, dan MgO (yaitu massa 1
mol untuk masing-masing senyawa tersebut). Alumino-Silicate dan Fireclay tersusun
dari senyawa Al2O3 dan SiO2 sedangkan Magnesite utamanya tersusun dari MgO. Berat
atom untuk unsur Si = 28, Al = 27, Mg = 24, dan O = 16.
g) Ubah nilai kapasitas panas spesifik yang anda peroleh menjadi nilai kapasitas panas per
mol atom. Nilai kapasitas panas per mol untuk semua solid menurut Dulong dan Petit
(klasik) adalah 3R = 24.94 J/K.mol
5. Tugas Setelah Praktikum
Bandingkan dan diskusikan hasil percobaan yang anda peroleh dengan data literatur.
Apakah pembacaan waktu yang lebih lama akan menyebabkan penyimpangan dari plot
garis lurus pada grafik
6. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan persyaratan umum suatu material keramik dapat dikatakan sebagai refraktori!
2. Tuliskanpengertian refraktori dan klasifikasi refraktori Alumina-Silika (Al2O3 - SiO2)
beserta koefisien sifat-sifat termalnya!
3. Berdasarkan diagram fasa SiO2-Al2O3. Manakah komposisi di bawah ini yang lebih
sesuai untuk dijadikan pertimbangan sebagai material refraktori? Sertakan alasannya!
20 wt% Al2O380 wt% SiO2
25 wt% Al2O375 wt% SiO2
4. Dinding komposit seperti terlihat pada gambar di bawah, akan dijadikan sebagai dinding
tungku,yang tersusun dari 20 cm refraktori sebagai material 1, kemudian 4 cm
polystyrene (k= 0.025 W/m.K) sebagai material 2, dan 1 cm baja (k= 41 W/m.k) sebagai
material 3. Diketahui Ti= 500 oC, hi= 15 W/m2.K dan To= 20 oC, ho= 20 W/m2.K,
sertaheat rate qx= 252.8 W/m2. Tentukan nilai konduktifitas termal (k1)material
refraktori!
qx
qx
1
Ti,
hi
x1
x2
5. Jelaskan prinsip kerja Termokopel!
To,
ho
x3
37
38
MODUL D
DIFRAKSI SINAR X
1. Tujuan Praktikum
a. Mengetahui berbagai teknik karakterisasi material
b. Memahami prinsip kerja dan kegunaan X-ray diffraction (XRD) sebagai satu dari
berbagai teknik karakterisasi material
c. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi fasa/senyawa dari kurva XRD yang
didapat
2. Teori Dasar
Sinar X merupakan salah satu radiasi elektromagnetik yang sering dimanfaatkan dalam
metode karakterisasi material. Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang kurang dari 10 Angstrom atau 10-8 cm. Medan elektromagnetik yang diproduksi
oleh sinar X ini akan berinteraksi dengan elektron yang ada di permukaan sebuah bahan
dengan cara dihamburkan.
Prinsip kerja dari karakterisasi dengan difraksi sinar X adalah mengukur hamburan
sinar X dari kristal non amorf dengan struktur kristal spesifik. Dalam hal ini digunakan
hukum Bragg yang menyatakan bahwa panjang gelombang sinar sama dengan dua kali
jarak interplanar dalam struktur kristal dikalikan sin (teta).
n = 2d sin
Ket:
n = order of reflection (n = 1, 2, 3, .)
= panjang gelombang sinar X
d = jarak interplanar
= setengah dari sudut difraksi
Untuk lebih jelasnya mengenai difraksi sinar X yang berdasarkan hukum Bragg, dapat
dilihat pada Gambar 1.
39
40
(I1campuran / I1murni ) A 2
f1 =
A1 (I1campuran / I1murni ) (A1 - A 2 )
Dimana I1mix dan I1pure adalah intensitas campuran dan intensitas murni bahan, A1 dan A2
adalah koefisien absorbsi massa . Sehingga untuk Y2O pada contoh sebelumnya:
f1 =
(0.657) 50.75
102.42 (0.657) (102.42 - 50.75)
= 48.7%
Hasil yang diperoleh mendekati 50%. Dari hasil tersebut dapat diperoleh fraksi ZnO,
yaitu 52,3% karena fraksi total adalah 100%.
Metode yang digambarkan pada contoh sebelumnya hanya berlaku untuk campuran yang
terdiri dari dua fasa kristalin. Untuk kasus yang umum diperlukan metode yang lebih
kompleks, misalnya RIR (reference intensity ratio). Teknik ini menampilkan model yang
sesuai untuk mengidentifikasi komponen penyusun campuran.
Seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar 3, model difraksi sinar X dari campuran
terlihat setelah penyingkiran noise dengan FFT filtering, substraksi dasar, dan stripping
K2. Fase campuran ditunjukkan oleh prosedur perhitungan yang sederhana. Pada contoh
ini, fraksi masing-masing komponen (63,7% Al2O3 / 14,7% Y2O3 / 21,6% Mo) yang
didapatkan harganya mendekati harga fraksi komponen pada kondisi nyatanya (63,3%
Al2O3 / 14,9% Y2O3 / 21,9% Mo). Cara sederhana untuk memvisualisasi perhitungan fraksi
berat adalah dengan perbedaan plot (bagian paling atas dari Gambar 3), yang menunjukkan
kesalahan (error) kesesuaian baik pada posisi maupun setiap puncak.
41
Sebelum metode model keseluruhan dapat diterapkan, fase-fase dalam campuran harus
diidentifikasi. Harga RIR yang memberikan rasio intensitas antara material yang dimaksud
dengan standar (harga standar, misalnya korondum harus diketahui). Jika kedua kondisi
tersebut ada, analisis metode keseluruhan (full pattern) dapat digunakan sebagai metode
analisis kuantitatif yang akurat
Persen berat
(W/RIR)/Z*100
(W/RIR)/Z*100
(W/RIR)/Z*100
8. Hitung lower dan upperlimit persen komposisi dengan mengulang hitungan seperti
pada nomor 7. Perbedaannya, tambahkan atau kurangi akar kuadrat peak count
untuk mendapatkan upper limit dan lower limit.
42
Identified phase
Identified
phase
Identified phase
D (Angstrom)
Peak Count
Peak Count
Lower limit
Peak Count
RIR
Peak
Count
Intensity %
RIR
% komposisi
(% berat)
Lower limit
Upper limit
Persen berat
Upper limit
43
44
MODUL E
Tujuan Praktikum
Mengetahui perbedaan prinsip kerja mikroskop optik, SEM, dan TEM.
karakterisasi material
1.
2.
2. Teori Dasar
SEM yang dilengkapi dengan fasilitas EDS banyak digunakan untuk mengkarakterisasi
material (logam, keramik dan polimer). SEM merupakan perkembangan dari mikroskop
optik (max pembesaran 1000) sehingga dapat mencapai perbesaran maximum sampai
150000 x (tergantung pada kondisi spesimen dan SEM pada saat itu). SEM banyak
digunakan untuk aplikasi sebagai berikut :
1. Pemeriksaan struktur mikro spesimen metalografi dengan magnifikasi (perbesaran)
yang jauh melebihi mikroskop optik biasa.
2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman tertentu
yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik.
3. Evaluasi orientasi cristal dari permukaan spesimen metalografi seperti, butir
individual, fasa presipitat, dan dendrit (struktur khas dari proses pengecoran
logam).
4. Analisis unsur pada objek dalam range micron pada permukaan bulk spesimen.
Misalnya, inklusi, fasa presipitat.
5. Distribusi komposisi kimia pada permukan bulk spesimen sampai jarak mendekati
1 micron.
Persyaratan spesimen SEM untuk di Lab. Teknik Metalurgi, Dept. MS-ITB:
Bentuk: Padat
Ukuran: Umumnya spesimen sekitar 2-3 cm dengan tebal cm.
Persiapan : Untuk material konduktif diperlukan persiapan metalografi standar
seperti sudah dipolish dan dietsa. Untuk non-konduktif harus dicoating terlebih
dahulu dengan karbon dan emas supaya terbentuk lapisan tipis yang konduktif.
Keterbatasan :
1. Kualitas gambar spesimen yang permukaannya relatif rata kurang baik bila
dibandingkan dengan mikroskop optik pada perbesaran dibawah 300-400 x
2. Resolusi gambar jauh lebih baik dibandingkan dengan mikroskop optik, tetapi
masih kurang bila dibandingkan dengan TEM.
45
46
Gambar 4. Electron
Characterization)
Gun
(Sumber:
ASM
Handbook
Vol
10.
Materials
47
2. Elektron yang ditembakkan karena terdapat beda potensial (1-30 kV) akan
menumbuk benda kerja
Gambar 5. Tumbukan Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol
10. Materials Characterization)
3. Ketika menumbuk spesimen akan terjadi interaksi antara primary electron dengan
specimen sehingga menghasilkan x-ray dan elektron (secondary electron,
backscattered electron, dan juga auger electron).
Gambar 6. Interaksi antara Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol 9.
Metallography and Microstructures)
4. Hasil interaksi yang keluar dari dalam material ditangkap oleh tiga detektor :
a. Detektor SE (Secondary Electron) : menghasilkan image
b. Detektor BSE (Back Scattered Electron) : menghasilkan image dan
menampilkan perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom.
48
49
Gambar 8. Eksitasi Elektron Pada Orbital dan Ka, La dan Ma (Sumber : Introduction to
Electron Microscope Phillips)
50
51
MODUL F
Flux
Binder
Fillers
1. Binder
Berguna untuk memberikan sifat plastis sehingga memudahkan proses pembentukan.
Selain itu, binder juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan body terhadap
pembakaran sehingga meningkatkan keamanan dalam handling komponen diantara
proses shaping dan firing. Contoh: kaolin
2. Flux
Pada saat pembakaran, flux ini akan mencair dan akan mengikat clay dengan filler
dalam keadaan liquid phase. Kemudian flux ini akan menjadi fasa gelas. Fasa gelas
inilah yang berfungsi sebagai matriks pengikat. Contoh: feldspar
3. Filler
52
Berfungsi sebagai pengontrol ekspansi termal saat diproses. Filler juga berfungsi
sebagai komponen pengisi dalam suatu body keramik karena memiliki kadar yang
paling tinggi dibandingkan kedua komponen lainnya.
Pemrosesan Keramik Konvensional
1. Slip Casting
Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang terdiri dari
dry mix dan liquid yang dituangkan kedalam gypsum (plaster of paris) sebagai
cetakannya. Air yang ada kemudian akan terserap ke dalam cetakan akibat adanya
gaya kapilaritas. Beberapa contoh produk dengan teknik ini adalah piring.
2. Plastic Forming
Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang dibentuk
dari dry mix dan liquid yang kemudian dicetak melalui proses filter press sehingga
membentuk produk sementara berupa filter cake. Selanjutnya dapat dilakukan
proses mekanik untuk memperoleh produk akhir dengan memanfaatkan putaran
mesin (shearing) untuk membentuk orientasi partikel yang berbentuk lingkaran.
Beberapa tipe yang tergolong teknik ini adalah jiggering, jolleying, roller head, dll.
Pada produk dengan teknik pemrosesan ini biasanya memiliki kadar 10-20 % air.
Teknik ini banyak diterapkan pada beberapa perusahaan pembuatan piring terkenal
seperti Royal Doulton, Wedgwood, dll dalam membuat piring berkualitas mereka
yang mengandung bone china dan porselen.
3. Powder Press
Teknik pembuatan keramik dengan memanfaatkan spray drying untuk mengontrol
orientasi partikel sehingga membentuk droplet-droplet berupa granula yang
berongga. Biasanya produk pada teknik pemrosesan ini memiliki kadar air yang
relatif rendah mencapai 5 %. Hal tersebut menyebabkan produknya menjadi lebih
dense akibat penyusutan yang terjadi lebih homogen. Beberapa contoh produk
dengan teknik ini antara lain tegel, penampang busi, dll.
Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas berhubungan dengan tegangan normal dan regangan normal, dan
merepresentasikan ketahanan suatu material terhadap deformasi elastis. Hubungan ini
dapat dirumuskan sebagai E = / , yang lebih dikenal dengan hukum Hooke.
Modulus geser berhubungan dengan tegangan geser dan regangan geser yang dapat
dirumuskan sebagai G = / . Sedangkan hubungan antara modulus elastisitas dan
modulus geser material dapat dirumuskan sebagai E = 2G (1+), dimana adalah
Poissons ratio yang bernilai spesifik untuk setiap material.
Reaksi terhadap beban yang diberikan tergantung pada karakteristik mekanik dan
properti setiap material. Modulus elastisitas dari sebuah material adalah ukuran
kekakuannya. Semakin besar Modulus Young, maka material semakin bersifat getas
53
(misalnya, alumina), semakin rendah harga Modulus Young, material semakin bersifat
ulet (misalnya, aluminium). Sama halnya dengan modulus elastisitas, modulus geser
suatu material merupakan tahanan material tersebut terhadap gaya geser, semakin besar
harga modulus geser, material tersebut semakin bersifat getas. Gambar 1 menunjukkan
kurva tegangan regangan beberapa tipe material.
54
sampel keramik dengan air dan menggunakan data yang didapatkan untuk menentukan
porositas dan densitas material. Prosedur metode Archimedes dapat ditemukan di ASTM
standard C 37356.
3. Prosedur Percobaan
1. modulus elastisitas diukur dengan perangkat yang sama dengan three-point
loading, atau three point bending, yang digunakan untuk mengukur modulus of
rupture. Termasuk perbedaan utamanya yaitu adanya satu titik yang deformasinya
akan diukur.
2. Modulus elastisitas E dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E = WiL3 / 4bd3
W = gaya akibat reaksi material pada penekanan (lbs)
= deformasi (in)
L = length of span (jarak antar penumpu, in)
b = lebar spesimen di bagian tengah (in)
d = ketebalan spesimen di tengah (in)
3. Ambil sampel porselen yang telah disediakan, timbang beratnya (dry mass).
4. Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam gelas pyrex yang telah berisi air.
Pastikan bahwa semua bagian keramik terendam oleh air.
5. Panaskan air sampai mendidih, biarkan selama paling tidak setengah jam.
6. Siapkan timbangn.
7. Timbang setiap potongan selama masih dalam air (suspended mass).
8. Keluarkan potongan keramik dari air, gunakan tissue yang sudah dibasahi dan
diperas untuk mengeringkan air pada permukaan potongan tersebut. Timbang berat
potongan tersebut (saturated mass).
9. Hitung porositas berdasarkan metode Archimedes-apparent porosity.
10. Bandingkan apparent porosity dan E. Buatlah grafik yang menghubungkan
keduanya.
4. Data dan Pengolahan
Pengujian Porositas Keramik
No
D
(dry mass,
g)
M
(saturated
mass, g)
S
(suspende
d mass, g)
V
(exterior
vol, M-S)
Vop
(open
pores, MD)
Vip
(impervious
portions, D-S)
1
2
3
4
5
6
No
P
(apparent porosity,
%, (M-D)/V*100)
A
(water absorption,
%, (M-D)/D*100)
T
(apparent specific
gravity, D/(D-S))
B
(bulk density,
g/cc, D/V)
55
1
2
3
4
5
6
Pengujian Modulus Young Keramik
D
(dry mass,
g)
No
M
(saturated
mass, g)
S
(suspende
d mass, g)
Vop
(open
pores, MD)
V
(exterior
vol, M-S)
Vip
(impervious
portions, D-S)
1
2
3
P
(apparent
porosity, %, (MD)/V*100)
No
A
(water
absorption, %,
(M-D)/D*100)
T
(apparent specific
gravity, D/(D-S))
B
(bulk density,
g/cc, D/V)
1
2
3
No
1
2
3
L
10
10
10
56
57