Anda di halaman 1dari 70

1 PENDAHULUAN

Metode rancangan empiris berhubungan dengan pengalaman praktis yang


diperoleh dari proyek-proyek sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi dari
lokasi proyek yang diusulkan.
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan
empiris dan digunakan secara luas di dalam rekayasa batuan. Dalam
kenyataannya, dibanyak proyek, pendekatan klasifikasi digunakan sebagai
dasar praktis untuk merancang struktur di bawah tanah yang kompleks.
Klasifikasi massa batuan tidak digunakan sebagai pengganti untuk
rancangan rekayasa. Tetapi harus digunakan bersama-sama dengan metode
observasi

dan

analitik

untuk

memformulasikan

secara

menyeluruh

rancangan yang rasional, yang cocok dengan tujuan rancangan dan kondisi
geologi di lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah :
a. Mengidentifikasi parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku
massa batuan.
b. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam grup yang
mempunyai perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai
kualitas.
c. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa
batuan.
d. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi
dengan pengalaman yang ditemui di lokasi lain.
e. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
(engineering design).
f. Memberikan dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan
geologiwan.

Klasifikasi Massa Batuan-1

Untuk mencapai tujuan tersebut maka sistem klasifikasi harus :


1

Sederhana, mudah diingat dan mudah dimengerti.

Setiap istilah jelas dan terminologi yang digunakan dapat diterima secara
luas oleh enjinir dan geologist.

Sifat-sifat massa batuan yang paling significant diikut sertakan.

Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dengan uji yang cepat,
relevan serta murah di lapangan.

Berdasarkan sistem rating yang dapat memberikan bobot relatif


yang penting pada parameter klasifikasi.

Dapat

berfungsi

untuk

menyediakan

data-data

kuantitatif

untuk

rancangan penyangga batuan.


Tiga keuntungan yang diperoleh dari klasifikasi massa batuan adalah :
a. Meningkatkan kualitas dari penyelidikan lapangan (site investigation)
dengan meminta data masukan yang minimum sebagai parameter
klasifikasi.
b. Memberikan informasi kuantitatif untuk tujuan rancangan.
c. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi dapat lebih efektif
pada suatu proyek.
Kebanyakan terowongan sekarang dibangun berdasarkan beberapa sistem
klasifikasi. Seperti yang banyak digunakan dan yang paling baik diketahui
adalah klasifikasi beban batuan Terzaghi, yang sudah diperkenalkan lebih
dari 40 tahun yang lalu (Terzaghi, 1946). Sejak itu, klasifikasi ini dimodifikasi
(Deere dan kawan-kawan, 1970) dan sistem klasifikasi baru diusulkan.
Sistem ini memperkenalkan teknologi penyangga batuan yang baru, yang
diberi nama rock bolt dan shotcrete, yang digunakan di berbagai proyek
seperti terowongan, ruang bawah tanah, tambang, lereng dan fondasi.
Saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi batuan seperti yang terlihat pada
Tabel 1.

Klasifikasi Massa Batuan-2

Dari berbagai sistem klasifikasi massa batuan yang ada, enam yang perlu
mendapat perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang diusulkan
oleh Terzaghi (1946), Lauffer (1958), Deere dan kawan-kawan (1967),
Wickham dan kawan-kawan (1972), Bieniawski (1973), Barton dan kawankawan (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946), klasifikasi pertama
yang diperkenalkan, dan digunakan di Amerika Serikat lebih dari 35 tahun,
telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan penyangga
besi baja (steel support).
Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan pada hasil kerja dari Stini (1950) dan
merupakan

langkah

maju

dalam

seni

penerowongan

dengan

diperkenalkannya konsep Stand-up time dari active span di dalam


terowongan, dimana dapat ditentukannya tipe dan jumlah penyangga di
dalam terowongan secara lebih relevan.
Klasifikasi dari Deere dan kawan-kawan (1967) memperkenalkan indeks
Rock Quality Designation (RQD), yang merupakan metode yang sederhana
dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.
Konsep dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika Serikat
oleh Wickham dan kawan-kawan (1972, 1974), yang merupakan sistem
pertama yang memberikan gambaran rating klasifikasi untuk memberikan
bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi.
Klasifikasi geomekanika (RMR system), diusulkan oleh Bieniawski (1973),
dan Q system oleh Barton dan kawan-kawan (1974), telah dikembangkan
secara terpisah dan kedua-duanya menyediakan data kuantitatif untuk
memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt dan shotcrete.

Klasifikasi Massa Batuan-3

Tabel 1. Klasifikasi massa batuan yang saat ini banyak digunakan

Sistem Q dikembangkan khususnya untuk terowongan dan ruang bawah


tanah, sedangkan klasifikasi geomekanika walaupun awalnya dikembangkan
untuk terowongan, dapat digunakan untuk rock slopes dan fondasi, penilaian
ground rippability, masalah-masalah di pertambangan (Laudbscher, 1977,
Ghose dan Raju, 1981, Kendorski dan kawan-kawan, 1983).

2. METODE ROCK LOAD CLASSIFICATION

Terzaghi (1946) memformulasikan metode klasifikasi rasional yang pertama


dengan mengevaluasi beban batuan yang tepat untuk merancang steel sets.
Ini merupakan pengembangan yang penting karena penyangga dengan steel
sets telah digunakan secara luas untuk penggalian terowongan batuan
selama 50 tahun yang lalu. Klasifikasi ini hanya cocok untuk memperkirakan
beban batuan untuk terowongan yang disangga dengan steel arch, tetapi
tidak

cocok

untuk

metode

penerowongan

yang

modern

dengan

menggunakan shotcrete dan rock bolt. Sesudah mempelajari secara rinci,


Cecil (1970) menyimpulkan bahwa metode Terzaghi terlalu umum untuk
dapat mengevaluasi secara objektif kualitas batuan dan tidak menyediakan
informasi kuantitatif dari sifat-sifat massa batuan.
Gambaran utama dari klasifikasi Terzaghi diberikan pada gambar 1 dan
dituliskan pada Tabel 2 dan 3.
Nilai rock load di Tabel 2 digunakan untuk mendeskripsikan ground
conditions jika terowongan terletak di bawah muka air tanah. Jika
terowongan terletak di atas muka air tanah, rock load untuk kelas 4 - 6 dapat
dikurangi dengan 50 %. Revisi yang penting dari koefisien rock load
klasifikasi Terzaghi diberikan oleh Rose (1982) di dalam Tabel 2, yang
memperlihatkan kondisi batuan Terzaghi 4 - 6 harus dikurangi dengan 50 %
dari nilai rock load awal karena muka air tanah efeknya kecil terhadap rock
load.

Klasifikasi Massa Batuan-6

Gambar 1.

Konsep beban batuan terowongan oleh Terzaghi (1946)

3. KLASIFIKASI STAND-UP TIME

Klasifikasi tahun 1958 oleh Lauffer merupakan fondasi di dalam awal kerja
dari geologi terowongan oleh Stini (1950), yang dianggap sebagai bapak dari
Sekolah

Austria

untuk

penerowongan

dan

mekanika

batuan.

Stini

menekankan pentingnya cacad struktur di dalam massa batuan. Lauffer


mengusulkan stand-up time untuk berbagai active span yang dihubungkan
pada berbagai kelas massa batuan.
Active unsupported span adalah lebar terowongan atau jarak dari face ke
penyangga jika ini lebih besar dari lebar terowongan. Stand-up time adalah
jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa penyangga sesudah
penggalian. Harus dicatat bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi
stand- up time, seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk penampang
terowongan, metode penggalian dan metode penyangga.

Klasifikasi Massa Batuan-7

Klasifikasi awal Lauffer tidak lama digunakan, semenjak dimodifikasi


beberapa kali oleh enjinir Austria, terutama oleh Pacher dan kawan-kawan
(1974), yang memelopori pengembangan New Austrian Tunneling Method
(NATM).
Hal utama yang penting di dalam klasifikasi Lauffer Pacher adalah
penambahan span terowongan akan mengurangi langsung stand-up time.
Sebagai contoh, pada saat membuat pilot tunnel dengan span kecil dapat
berhasil menggali dengan full face di batuan yang kondisinya fair, sedangkan
lubang bukaan dengan span yang besar dibatuan yang sama dibuktikan
tidak mungkin untuk menyangga di dalam waktu stand-up time nya. Hanya
dengan sistem heading dan benching yang lebih kecil atau multiple drift,
penampang terowongan yang besar dapat digali di kondisi batuan seperti ini.
Klasifikasi ini memperkenalkan stand-up time dan span sebagai parameter
yang relevan di dalam menentukan tipe dan jumlah penyangga terowongan,
dan ini akan mempengaruhi pengembangan yang lebih maju dari sistem
klasifikasi massa batuan.

Klasifikasi Massa Batuan-8

Tabel 2.

Original Terzaghis Rock Load Classification (1946) a, b

Tabel 3.

Klasifikasi Rock Load Terzaghi yang umum digunakan a, b

4. INDEKS ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

Indeks RQD telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu sebagai indeks
dari kualitas batuan pada saat informasi kualitas batuan hanya tersedia dari
deskripsi ahli geologi dan persentase dari perolehan inti (core recovery).
RQD adalah modifikasi dari persentase perolehan inti yang utuh dengan
panjang 10 cm atau lebih. Ini adalah indeks kuantitatif yang telah digunakan
secara luas untuk mengidentifikasikan daerah batuan yang kualitasnya
rendah sehingga dapat diputuskan untuk penambahan pemboran atau
pekerjaan eksplorasi lainnya.
Untuk menentukan RQD, ISRM merekomendasikan ukuran inti paling kecil
berdiameter NX (54,7 mm) yang dibor dengan menggunakan double tube
core barrels.
Hubungan antara indeks RQD dan kualitas teknik dari batuan adalah sebagai
berikut (Deere, 1968) :

RQD (%)
< 25

Kualitas Batuan
Sangat jelek (very poor)

25 - 50

Jelek (poor)

50 - 75

Sedang (fair)

75 - 90

Baik (good)

90 - 100

Sangat Baik (excellent)

Prosedur yang betul untuk mengukur RQD diperlihatkan di Gambar 2.

Gambar 2. Prosedur untuk pengukuran dan perhitungan RQD


(Deere, 1989)
Cording dan Deere (1972) mencoba untuk menghubungkan faktor rock load
Terzaghi dan memberikan tabel hubungan antara penyangga terowongan
dan RQD (Tabel 4). Mereka menemukan bahwa konsep rock load Terzaghi
harus dibatasi untuk terowongan yang disangga dengan steel sets, dan tidak
dapat digunakan dengan baik untuk lubang bukaan yang disanggah oleh
rock bolt.
Merritt (1972) menemukan bahwa RQD dapat merupakan nilai yang penting
di dalam memperkirakan kebutuhan penyangga untuk terowongan batuan.
Merritt membandingkan kriteria penyangga yang didasarkan pada versi
perbaikannya, sebagai fungsi dari lebar terowongan dan RQD, dengan yang
diusulkan oleh yang lainnya. Ini diringkaskan di dalam Tabel 4 yang
dikumpulkan oleh Deere dan Deere (1988).

Tabel 4.

Perbandingan dari RQD dan kebutuhan penyangga untuk


terowongan dengan lebar 6 m a

Palmstrom (1982) mengusulkan jika inti tidak tersedia, RQD dapat


diperkirakan dari jumlah kekar-kekar (joints) per satuan volume, di dalam
mana jumlah kekar per meter untuk tiap kekar ditambahkan. Konversi untuk
massa batuan yang bebas lempung adalah :
RQD = 115 - 3,3 JV
JV adalah jumlah total kekar per m3.
Walaupun RQD adalah indeks yang sederhana dan murah, tapi sendirian
tidak cukup untuk melakukan deskripsi yang baik dari massa batuan, karena
tidak memperhatikan orientasi kekar, keketatan (tightness), dan material
pengisi. Yang utama adalah sebagai parameter praktis yang didasarkan
pada pengukuran persentase dari interval batuan yang baik di dalam lubang
bor.

5. KONSEP ROCK STRUCTURE RATING (RSR)

Konsep RSR, model prediksi ground-support, dikembangkan di Amerika


Serikat pada tahun 1972 oleh Wickham, Tiedemann, dan Skinner.
Konsepnya adalah metode kuantitatif untuk mendeskripsi kualitas massa
batuan dan untuk memilih penyangga yang tepat. Ini merupakan sistem
klasifikasi massa batuan yang lengkap yang diusulkan sejak Terzaghi tahun
1946.
Konsep RSR merupakan satu langkah maju dalam beberapa aspek;
pertama, merupakan klasifikasi kuantitatif tidak seperti Terzaghi yang
kualitatif; kedua, merupakan klasifikasi massa batuan yang menggabungkan
banyak parameter, tidak seperti indeks RQD yang hanya dibatasi pada
kualitas inti; ketiga, merupakan klasifikasi yang lengkap yang mempunyai
input dan output, tidak seperti tipe klasifikasi Lauffer yang menghubungkan
pengalaman praktek untuk memutuskan kelas massa batuan dan kemudian
memberikan output berupa stand-up time dan span.
Konstribusi utama dari konsep RSR adalah mengenalkan sistem rating untuk
massa batuan. Ini adalah jumlah dari nilai bobot parameter individu di dalam
sistem klasifikasi.
Konsep RSR memandang dua kategori umum dari faktor yang mempunyai
perilaku massa batuan di dalam terowongan : parameter geologi dan
parameter konstruksi.
Parameter geologi adalah a) tipe batuan; b) pola kekar (jarak rata-rata
kekar); c) orientasi kekar (dip dan strike); d) tipe diskontinuitas; e) major fault,
shears dan folds; f) sifat-sifat material batuan dan q) pelapukan atau alterasi.

Pembuat konsep ini menekankan bahwa dalam beberapa hal dapat


dimungkinkan menentukan faktor-faktor di atas secara teliti, tetapi dilain hal,
hanya dapat dibuat pendekatan umum.
Parameter konstruksi adalah

a) ukuran terowongan; b) arah penggalian;

dan c) metode penggalian. Semua faktor di atas dikelompokkan kedalam tiga


parameter dasar A, B dan C (masing-masing tabel 5, 6, dan 7), yang secara
bersama-sama merupakan evaluasi efek relatif dari berbagai faktor geologi
pada syarat penyangga.
Ketiga parameter tersebut adalah :
a. Parameter A : Penilaian umum dari struktur batuan berdasarkan :
i. Tipe batuan asal (beku, metamorf, sedimen).
ii. Kekerasan batuan (keras, medium, lunak, decomposed).
iii. Struktur geologi (masif, sedikit dipatahkan/dilipat, cukup dipatahkan/
dilipat, secara intensif dipatahkan/dilipat).
b. Parameter B : Efek pola diskontinuitas terhadap arah penggalian
terowongan berdasarkan :
i. Jarak kekar.
ii. Orientasi kekar (strike dan dip).
iii. Arah penggalian terowongan.
c. Parameter C : Efek aliran air tanah berdasarkan :
i. Kualitas massa batuan total yang disebabkan oleh kombinasi
parameter A dan B.
ii. Kondisi kekar (baik, sedang, jelek).
iii. Jumlah aliran air (dalam gallon per minute per 1000 feet di dalam
terowongan.

Tabel 5.

Rock Structure Rating, Parameter A : Daerah Geologi Umum a

Tabel 6.

Rock Structure Rating, Parameter B : Pola Kekar, Arah Penggalian

Tabel 7.

Rock Structure Rating, Parameter C : Air Tanah, Kondisi Kekar a

Nilai RSR untuk tiap seksi terowongan diperoleh dengan menjumlahkan


bobot nilai angka untuk tiap parameter.
RSR = A + B + C, dengan nilai maksimum 100. RSR mencerminkan
kualitas massa batuan dengan kebutuhan akan penyangga.
Jika digunakan tunnel boring machine (TBM) untuk menggantikan metode
penggalian dengan pemboran dan peledakan, maka RSR harus dikoreksi
dengan menggunakan Adjustment Factor (AF) untuk berbagai diameter
terowongan sebagai berikut :
diameter 9,15 m : AF = 1,058
diameter 8 m

: AF = 1,127

diameter 7,63 m : AF = 1,135


diameter 7 m

: AF = 1,150

diameter 6,10 m : AF = 1,168


diameter 6 m

: AF = 1,171

diameter 5 m

: AF = 1,183

diameter 4,58 m : AF = 1,180


diameter 4 m

: AF = 1,192

diameter 3,05 m : AF = 1,200

Model prediksi RSR dikembangkan terutama untuk penyangga steel rib. Data
yang kurang telah tersedia untuk menghubungkan struktur batuan dan
penyangga rock bolt atau shotcrete. Bagaimanapun juga, penaksiran
kebutuhan rock bolt dibuat dengan menganggap rock load terhadap kuat
tarik dari bolt. Diberikan hubungan untuk diameter rock bolt 25 mm dengan
beban kerja 24.000 lb :
24
Spacing (ft) = W
dengan w adalah beban batuan dalam 1000 lb/ft 2 .
Tidak ada koreksi yang dapat ditemukan antara kondisi geologi dan
persyaratan shotcrete, sehingga hubungan empiris di bawah ini disarankan :
W
t = 1 + 1,25

65 - RSR
150
atau t = D

dengan
t

= tebal shotcrete (inch)

W = beban batuan, lb/ft2


D

= diameter terowongan, ft

Gambar 3 memperlihatkan kurva untuk menentukan sistem ground-support


tipikal berdasarkan prediksi RSR yang menyangkut kualitas massa batuan
sampai arah penggalian terowongan. Kurva ini dapat digunakan untuk
bentuk terowongan bulat atau tapal kuda.
Konsep RSR adalah metode yang sangat berguna untuk memilih penyangga
steel rib untuk terowongan batuan. Konsep RSR tidak direkomendasikan
untuk memilih penyangga rock bolt atau shotcrete.

Gambar 3.

Konsep RSR :
Kurva penyangga untuk terowongan berdiameter 7,3 m

6. KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (SISTEM RMR)

Sistem RMR menggunakan enam parameter untuk mengklasifikasikan


massa batuan, yaitu :
a. Uniaxial compressive strength of rock material.
b. Rock Quality Designation (RQD).
c. Spacing of discontinuities.
d. Condition of discontinuities.
e. Groundwater conditions.
f. Orientation of discontinuities.

Karena parameter tersebut dapat diperoleh dari lubang bor, penyelidikan di


lapangan baik di permukaan maupun di bawah tanah.
Ada enam langkah dalam menggunakan klasifikasi geomekanika (sistem
RMR) :
a. Langkah pertama adalah dengan menghitung rating total dari lima
parameter yang terdapat di dalam Tabel 8 sesuai dengan kondisi
lapangan yang sebenarnya.

Tabel 8.

Parameter Klasifikasi dan Rating nya

b. Langkah kedua adalah menilai kedudukan sumbu terowongan terhadap


jurus (strike) dan kemiringan (dip) bidang-bidang diskontinuitas seperti
yang ditunjukkan oleh Tabel 9.

Tabel 9. Efek orientasi jurus dan kemiringan diskontinuitas


di dalam penerowongan

c. Langkah ketiga, setelah menentukan kedudukan sumbu terowongan


terhadap jurus dan kemiringan bidang-bidang diskontinuitas, maka ratingnya ditetapkan berdasarkan Tabel 10. Langkah ini disebut juga sebagai
penyesuaian rating (rating adjustment).

Tabel 10.

Penyesuaian rating untuk orientasi bidang-bidang

diskontinuitas

d. Langkah keempat adalah menjumlahkan rating yang didapat dari langkah


pertama dengan rating yang didapatkan dari langkah ketiga sehingga

didapatkan rating total sesudah penyesuaian. Dari rating total ini dapat
diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan Tabel 11.

Tabel 11. Kelas massa batuan yang ditentukan dari rating total

e. Langkah kelima, setelah kelas massa batuan diketahui maka dapat


diketahui stand-up time dari massa batuan tersebut dengan span tertentu
serta kohesi dan sudut geser dalam-nya seperti diperlihatkan oleh Tabel
12.
Tabel 12. Arti dari kelas massa batuan.

Bieniawski (1976) memberikan hubungan antara waktu stabil tanpa


penyangga (stand-up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan
menurut klasifikasi geomekanika seperti diperlihatkan oleh Gambar 4.
Hubungan ini sangat penting sekali diketahui pada saat penggalian
terowongan.

Gambar 4. Hubungan antara stand-up time dengan span untuk


berbagai
kelas massa batuan

f. Berdasarkan pada Klasifikasi Geomekanika ini, Bieniawski memberikan


petunjuk untuk penggalian dan penyanggaan terowongan batuan dalam
hubungan dengan sistem RMR seperti diperlihatkan di Tabel 13.
Petunjuk ini hanya berlaku untuk terowongan di batuan dengan lebar
10 m, berbentuk tapal kuda (horseshoe), tegangan vertikal lebih kecil dari
25 MPa, serta metode penggalian dengan pemboran dan peledakan.

Tabel 13. Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan dengan sistem RMR

Gambar 5 memperlihatkan formulir data masukan yang akan digunakan


pada saat penyelidikan di lapangan untuk klasifikasi massa batuan.

Gambar 5.

Formulir data masukan untuk klasifikasi massa batuan

7. KLASIFIKASI SISTEM Q.

Klasifikasi massa batuan dengan sistem Q didasarkan pada penilaian


numerik dari kualitas massa batuan dengan menggunakan enam parameter
yang berbeda :
a. RQD.
b. Number of joint sets.
c. Roughness of the most unfavorable joint or discontinuity.
d. Degree of alternation or filling a long the weakest joint.
e. Water inflow.
f. Stress condition.
Keenam persamaan ini dikelompokkan kedalam tiga kelompok hasil bagi
untuk memberikan kualitas massa batuan Q secara total sebagai berikut :
J
RQD Jr
.
. w
Ja SRF
Q = Jn
dengan :
RQD = rock quality designation

Jn

= joint set number

Jr

= joint roughness number

Ja

= joint alteration number

Jw

= joint water reduction number

SRF

= stress reduction factor

Kualitas batuan dapat berkisar dari Q = 0,001 sampai Q = 1000 pada skala
logaritmik kualitas massa batuan.

Prosedur Klasifikasi
Tabel 14 memberikan nilai numerik dari tiap parameter klasifikasi.
Dua parameter pertama menggambarkan struktur menyeluruh dari massa
batuan, dan perbandingan kedua parameter tersebut adalah ukuran relatif
dari blok. Perbandingan antara parameter ketiga dan keempat adalah
indikator dari kuat geser inter-blok (dari kekar-kekar). Parameter kelima
adalah ukuran untuk tekanan air, sedangkan parameter keenam adalah
ukuran untuk :
a. Beban lepas didalam hal daerah geseran dan batuan lempung.
b. Tegangan batuan dalam hal batuan competent.
c. Beban squeezing dan swelling di batuan incompetent plastis.
Parameter keenam ini adalah parameter tegangan total. Perbandingan
antara parameter kelima dan keenam menggambarkan tegangan aktif
(active stress).
Nilai Q dihubungkan dengan kebutuhan penyangga terowongan dengan
menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi
ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat
dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga
yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).
Span atau tinggi (m)
ESR
Dimensi ekivalen =
Tabel 15 memperlihatkan harga ESR untuk berbagai lubang bukaan bawah
tanah serta tingkat keamanan yang dikehendaki.

Tabel 14. Deskripsi Sistem Q dan Rating-nya : Parameter RQD, J n, Jr, Ja, SRF, Jw.

Tabel 14. (Lanjutan)

Tabel 14. (Lanjutan)

Tabel 14. (Lanjutan)

Tabel 14. (Lanjutan)

Tabel 14. (Lanjutan)

Tabel 15. Harga ESR.

Hubungan antara indek Q dan dimensi ekivalen dapat menentukan ukuran


penyangga yang sesuai seperti diperlihatkan oleh Gambar 6. Barton dan
kawan-kawan (1974) menyediakan katagori penyangga sebanyak 38 buah
yang memenuhi syarat untuk penyangga permanen seperti diberikan oleh
Tabel 16 sampai Tabel 20.
Untuk menentukan penyangga sementara (temporary support), indeks Q
ditambah menjadi 5 Q atau ESR ditambah menjadi 1,5 ESR.
Harus dicatat bahwa panjang baut batuan (rock bolt) tidak ditentukan di
dalam Tabel 16, tetapi panjang baut tersebut (L) ditentukan dari persamaan :
2 0,15 B
ESR
L =
dengan B adalah lebar lubang bukaan.

Span maksimum yang tidak disangga dapat diperoleh dari hubungan berikut
ini :
Span maksimum (unsupported) = 2 (ESR) QO,4
Hubungan antara nilai Q dan tekanan penyangga permanen (P roof) dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
2
Proof = Jr Q 1/3
Jika jumlah joint set kurang dari tiga, persamaan tersebut menjadi :
2 1/2 -1 -1/3
Jn Jr Q
Proof = 3

Walaupun Sistem Q melibatkan sembilan kelas massa batuan dan 38


kategori penyangga, ini tidak terlalu rumit.
Beberapa pemakai Sistem Q menggaris bawahi bahwa skala logaritme
terbuka Q bervariasi dari 0,001 sampai 1000 yang dapat menyebabkan
kesulitan. Akan lebih mudah dengan menggunakan skala linier sampai
dengan 100.

Gambar 6

Hubungan antara dimensi ekivalen dengan kualitas massa

batuan (Barton dkk, 1974)


Tabel 16. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 10 sampai 1000 a.

Tabel 16. (Lanjutan)

Tabel 17. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 1 sampai 10 a.

Tabel 18. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 0,1 sampai 1,0 a.

Tabel 19. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 0,001 sampai 0,1 a.

Tabel 20. Sistem Q : Ukuran penyangga Catatan tambahan

8. KLASIFIKASI NATM

New Austrian Tunneling Method (NATM) menonjolkan sistem klasifikasi


batuan secara kualitatif yang harus diperhitungkan di dalam konteks secara
keseluruhan dari NATM. NATM adalah pendekatan atau filosofi yang
memadukan prinsip perilaku massa batuan yang mengalami beban dan
pemantauan (monitoring) unjuk laku penggalian di bawah tanah pada saat
konstruksi. Kata-kata metode di dalam NATM sering pengertiannya
menimbulkan salah pengertian. Kenyataannya NATM tidak memberikan
teknik penggalian dan penyanggaan yang spesifik. Banyak orang percaya
jika menggunakan shotcrete dan rock bolt sebagai penyangga, mereka
sudah menerapkan NATM. Ini jauh dari kebenaran. NATM mengikut sertakan
kombinasi

dari

berbagai

cara

yang

ada

untuk

penggalian

dan

penerowongan, tetapi perbedaannya adalah pemantauan yang terus


menerus dari gerakan batuan dan revisi penyangga untuk memperoleh lining
yang paling stabil dan ekonomis. Bagaimanapun juga, berbagai aspek
lainnya berhubungan juga di dalam membuat NATM lebih bersifat konsep
atau

filosofi

dibandingkan

dengan

hanya

suatu

metode.

NATM

dikembangkan di Austria diantara tahun 1957 sampai tahun 1965 dan diberi
nama NATM di Salzburg tahun 1962 untuk membedakan dari pendekatan
penerowongan Austria yang lama dan tradisional. Kontributor utama dari
pengembangan NATM adalah Ladislaus von Rabcewicz, Leopold Muller dan
Franz Pacher.
Yang utamanya, NATM adalah suatu pendekatan scientific empiris, yang
melibatkan pengalaman praktek yang disebut

empirical dimesioning

(Rabcewicz, 1964). Ini merupakan dasar teoritis yang melibatkan hubungan


antara tegangan dan deformasi di sekeliling terowongan (lebih dikenal
dengan konsep kurva ground-reaction). Pada awalnya ini merupakan dasar
teoritis yang diberikan oleh dua orang Austria, yaitu Fenner dan Kastner.

Metode ini menggunakan instrumentasi in-situ dan pemantauan yang


canggih dan menginterpretasikan pengkuran ini secara scientific.
Muller (1978) menganggap NATM sebagai suatu konsep yang mengamati
prinsip-prinsip tertentu. Walaupun ia menulis tidak kurang dari 22 prinsip,
tetapi ada 7 ciri yang paling penting yang menjadi dasar NATM :
a. Mobilisasi dari kekuatan massa batuan.
Kekuatan massa batuan di sekitar terowongan dijaga sebagai komponen
utama penyangga terowongan. Penyangga primer secara langsung
memungkinkan batuan itu menyangga dirinya sendiri. Ini diikuti dengan
penyangga yang harus mempunyai karakteristik load-deformation yang
cocok dan dipasang tepat pada waktunya.
b. Perlindungan oleh shotcrete.
Dalam rangka menjaga kemampuan massa batuan untuk menahan
beban, lepasnya batuan dan deformasi batuan yang berlebihan harus
dikurangi sekecil mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
lapisan shotcrete yang tipis, kadang-kadang bersama-sama dengan
sistem yang cocok dari rock bolting, segera setelah penggalian. Sangat
penting bahwa sistem penyangga yang digunakan kontak langsung
secara keseluruhan dengan massa batuan dan mengalami deformasi
bersama-sama dengan batuan.
c. Pengukuran.
NATM membutuhkan pemasangan instrumentasi yang canggih pada saat
shotcrete lining awal dipasang, untuk memantau deformasi galian dan
timbulnya beban di penyangga. Akan didapat informasi mengenai
kestabilan terowongan dan memungkinkan untuk mengoptimasikan
formasi load-bearing ring dari lapisan batuan. Waktu penempatan
penyangga adalah sangat penting.

d.

Penyangga yang fleksibel.


NATM membutuhkan penyangga terowongan yang fleksibel, bukan yang
kaku. Dianjurkan penyangga yang aktif dan penguatannya bukan oleh
dinding beton yang tebal tetapi oleh kombinasi yang fleksibel dari rock
bolt, wire mesh dan steel rib. Penyangga primer akan merupakan
sebagian atau seluruh penyangga yang dibutuhkan dan ukuran dari
penyangga sekunder tergantung dari hasil pengukuran.

e. Penutupan invert.
Karena terowongan dianggap sebagai pipa berdinding tebal, penutupan
invert untuk membentuk suatu load-bearing ring dari massa batuan
adalah penting. Akan lebih sulit jika penerowongan dilakukan di soft
ground, invert harus segera ditutup, tidak boleh ada bagian yang tidak
segera disangga meskipun untuk sementara. Untuk terowongan di
batuan, penyangga tidak boleh dipasang terlalu awal/cepat karena
kemampuan dukung massa batuan belum termobilisir secara penuh.
Massa batuan harus diijinkan untuk melakukan deformasi secukupnya
sebelum penyangga bekerja penuh.
f. Pengaturan kontrak.
Prinsi-prinsip utama NATM akan sukses jika dibuat pengaturan kontrak
yang khusus. Karena NATM didasarkan pada hasil pemantauan,
perubahan penyangga dan metode kontruksi harus memungkinkan. Hal
ini hanya mungkin jika sistem kontrak mengijinkan perubahan-perubahan
selama konstruksi.
g. Klasifikasi massa batuan sebagai penentu ukuran penyangga.
Pembayaran penyangga didasarkan pada klasifikasi massa batuan
sesudah tiap siklus pemboran dan peledakan. Di beberapa negara cara
ini tidak dapat diterima secara kontraktual, oleh karena itu di Amerika
Serikat metode ini diterima secara terbatas. Gambar 7 memperlihatkan
contoh dari kelas massa batuan untuk terowongan di batuan dengan
penyangganya, yang dapat digunakan sebagai panduan untuk penguatan

terowongan dan pembayaran. NATM mengharuskan semua yang terlibat


di dalam rancangan dan kontruksi proyek terowongan untuk menerima
dan mengerti pendekatan ini dan bekerja sama di dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah. Pemilik proyek, enjinir perancang,
dan kontraktor harus bekerja sama sebagai satu tim.
Di dalam praktek, klasifikasi NATM menghubungkan kondisi massa
batuan, prosedur penggalian dan kebutuhan penyangga terowongan.
Klasifikasi yang merupakan bagian dari kontrak, dapat digunakan untuk
proyek yang baru berdasarkan pengalaman sebelumnya dan investigasi
geoteknik rinci.
Contoh dari klasifikasi NATM berdasarkan hasil kerja dari John (1980)
diberikan pada Tabel 21.

Gambar 7.

Ukuran penyangga menurut NATM untuk Terowongan Alberg


(John, 1980)

Tabel 21. Ground Classification untuk NATM.

Tabel 21. (Lanjutan)

9. PENGGUNAAN DI DALAM PENEROWONGAN

Sebagai contoh penggunaan klasifikasi massa batuan untuk penerowongan


diambil kasus terowongan Park River sebagai terowongan penyediaan air di
kota Hartford, Connecticut Amerika Serikat (Bieniawski, 1980). Terowongan
ini berfungsi untuk mengendalikan banjir, dapat mengalihkan kelebihan air
dari satu sungai ke sungai lainnya. Diameter dalam terowongan adalah 6,7 m
dengan panjang antara intake dan outlet adalah 2800 m. Penggalian
dilakukan melalui batu serpih (shale) dan batu basalt dengan kedalaman
maksimum 61 m di bawah permukaan tanah. Lokasi terowongan berada di
pusat kota yang cukup ramai. Invert terowongan di outlet adalah 15,9 m di
bawah invert di intake, dengan kemiringan terowongan kira-kira 0,6 %. Tebal
minimum batuan 15,3 m di atas crown di outlet. Harga penawaran untuk
terowongan bervariasi dari US$ 33,37 juta untuk pemboran dan peledakan
sampai US$ 23,25 juta untuk pemboran mesin dengan dinding precast.
Harga satuan adalah US $ 83,03 per meter, dengan tunnel boring machine
(TBM), harga penawaran pada tahun 1978.

9.1 GEOLOGI TEROWONGAN


Gambar 8 memperlihatkan penampang geologi longitudinal. Batuan di
sepanjang lintasan terowongan dengan kemiringan ke arah timur adalah
serpih merah/siltstone diselang selingi oleh basalt dyke dan dua daerah
sesar.
Tiga daerah geologi utama dibedakan sepanjang lintasan terowongan
sebagai hasil penyelidikan awal (Blackey, 1979) :
a. Daerah serpih dan basalt, meliputi 88 % dari terowongan.

b. Daerah batuan fractured (very blocky and seamy), diantara stasiun 23+10
dan 31+10.
c. Daerah dua sesar, satu di dekat stasiun 57+50 dan lainnya di antara
stasiun 89+50 dan 95+50.
Perlapisan dan kekar pada umumnya utara/selatan, yang tegak lurus dengan
sumbu terowongan (terowongan digali dari barat ke timur). Perlapisan pada
umumnya mempunyai kemiringan antara 15 o dan 20o , sedang kekar lebih
curam lagi, antara 70o dan 90o . Kekar di serpih mempunyai permukaan
kasar (rough) dan banyak sangat tipis serta diisi oleh calcite.
Tinggi muka air tanah yang diukur sebelum konstruksi terowongan adalah
47-58 m di atas invert terowongan.

9.2 PENYELIDIKAN GEOLOGI


Penyelidikan lapangan termasuk pemboran inti berbagai uji di dalam lubang
bor dan survai seismik. Uji di dalam lubang bor terdiri fotografi lubang bor,
pengujian tekanan air, pemasangan pisometer, observasi lubang bor dan uji
pemompaan. Inti batuan dari 29 lubang bor digunakan untuk menentukan
geologi terowongan. Lubang bor ini berdiameter 54 mm sebanyak 18 buah
dan 110 mm sebanyak 11 buah. Sepuluh lubang bor tidak sampai ke level
terowongan. Semua inti difoto di lapangan segera sesudah dikeluarkan dari
core barrel dan dilog, diklasifikasikan dan diuji.
Fotografi lubang bor dilakukan di 15 lubang bor untuk menentukan orientasi
diskontinuitas dan struktur batuan.
Contoh inti dipilih dari 24 lokasi di dalam terowongan, dekat crown dan pada
jarak 1 1/2 diameter diatas crown untuk menentukan density, kuat tekan
uniaksial, kekuatan triaksial, modulus elastisitas, Poissons ratio, kandungan
air, swelling dan slaking, kecepatan sonik, kekuatan kekar. Hasilnya
diberikan pada Tabel 22.

Gambar 8. Profil geologi dari terowongan Park River

Gambar 8.

(Lanjutan)

Gambar 8.

(Lanjutan)

Gambar 8.

(Lanjutan)

Tabel 22.

Rekapitulasi sifat batuan di terowongan Park River

Batuan

Jumlah
Uji

Kuat Tekan
Uniaksial
(MPa)

Jumlah
Uji

Modulus
Elastisitas
(GPa)

Serpih

19

Basalt

11

1,38 - 34,5
(rata-rata 14,5)
6,14 - 68,9
(rata-rata 31,9)

Batu pasir

22,4 - 90,3
(rata-rata 53,4)
38,2 - 94,8
(rata-rata 70,8)
64,5 - 65,8)
(rata-rata 65,1)

9.3 DATA MASUKAN UNTUK KLASIFIKASI MASSA BATUAN


Data masukan untuk klasifikasi massa batuan telah dikompilasi untuk semua
daerah struktur disepanjang terowongan. Gambar 9 memperlihatkan contoh
pengambilan data di daerah outlet. Semua data yang masuk ke dalam
lembaran data masukan klasifikasi didapat dari lubang bor, termasuk
informasi orientasi dan jarak (spacing) dari diskontinuitas. Ini mungkin karena
digunakannya fotografi lubang bor untuk penampangan lubang bor, sebagai
tambahan dari prosedur core logging yang biasa.
9.4 RANCANGAN TEROWONGAN
Tiga seksi terowongan yang berbeda dirancang dan ditawarkan sebagai
bagian dari penawaran :
1. Pemboran dan peledakan dengan penguatan, ketebalan bervariasi, castin-place linier dirancang untuk menghadapi tiga kisar beban batuan.
1. Penggalian dengan mesin dengan penguatan cast-in-place lining.
1. Penggalian dengan mesin dengan penguatan precast lining.

Gambar 9. Lembar data masukan untuk daerah struktur 1(c) dari terowongan Park River

Tabel 23 memberikan penyangga yang direkomendasikan dan beban batuan


yang didasarkan pada metode Terzaghi.
Rekomendasi penyangga juga disiapkan dari sistem klasifikasi massa batuan
lainnya yang diberikan pada Tabel 24 (Bieniawski, 1979). Kesimpulan utama
yang ditarik dari tabel ini adalah metode Terzaghi, yang merekomendasikan
ukuran

penyangga

yang

paling

luas,

kelihatannya

berlebihan

jika

dibandingkan dengan rekomendasi yang diberikan oleh ketiga sistem


klasifikasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh tiga hal :
a. Rancangan dinding (lining) permanen tidak memperhitungkan efek yang
diberikan ke batuan oleh penyangga sementara, yang mungkin sudah
dapat menstabilkan struktur dari terowongan.
b. Modifikasi metode Terzaghi yang asli oleh Deere (1970) didasarkan pada
teknologi tahun 1969.
c. Metode Terzaghi tidak dapat melihat kemampuan batuan untuk
menyangga dirinya sendiri. Metode Terzaghi digunakan sebagai deskripsi
massa batuan secara kualitatif seperti blocky dan seamy, yang tidak
menggunakan secara penuh semua informasi kuantitatif yang tersedia
dari program eksplorasi lapangan.
Instrumentasi di terowongan direncanakan untuk melakukan verifikasi
rancangan, penggunaan rancangan selanjutnya, dan pemantauan efek dari
konstruksi.
Sepuluh seksi uji di lokasi pada berbagai kondisi geologi telah dipilih di
dalam terowongan. Seksi ini terdiri dari extensometer (MPBX) yang dipasang
dari permukaan tanah, pore pressure transducer, rock bolt load cell, titik
convergence, strain gauge yang dipasang dipermukaan dan ditanam di
dalam terowongan. Pengukuran tegangan in-situ juga dilakukan.

Tabel 23. Terowongan Park River : Rancangan terowongan beban batuan dan penyangga berdasarkan metode Terzaghi

Tabel 24.

Terowongan Park River : Perbandingan dari rekomendasi penyangga

Karena precast liner dirancang untuk kondisi batuan yang jelek (10 % dari
total panjang terowongan) tetapi telah digunakan disepanjang terowongan,
akibatnya adalah over design untuk sebagian besar terowongan. Maksud
dari program instrumentasi adalah untuk validitas asumsi-asumsi rancangan
dan memperhalus perhitungan untuk rancangan yang akan datang.
9.5 CONTOH PROSEDUR KLASIFIKASI
9.5.1

Item 1 : Klasifikasi kondisi massa batuan

a. Terzaghi : Moderately blocky and seamy


(RQD = + 72 %)
b. RSR Concept :
-

Rock type : soft sedimentary rock;

Slightly faulted and folded;

Parameter A = 15;

Spacing : moderate to blocky;

Strike approximately perpendicular to tunnel axis, dip 0,20 0;

Parameter B = 30;

Water inflow : moderate;

Joint conditions; fair (moderately open, rough, and weathered);

For : A + B = 45, parameter C = 16;

Therefore : RSR = 15 + 30 + 16 = 61.

c. Geomechanics Classification (RMR) :


-

Intact rock strength, c = 50 MPa


Rating = 4;

Drill core quality, RQD = 55 - 75 %; av 72 %


Rating = 13;

Spacing of discontinuities, range 50 mm to 0.9 m


Rating : 10;

Conditions of discontinuities : separation 0.8 mm to 1.1 mm, slightly


weathered, rought surfaces
Rating = 25;

Groundwater : dripping water, low pressure, flow 25 - 125 L/min


Rating = 4;

Basic RMR : 4 + 13 + 10 + 25 + 4 = 56 without adjustment for


orientation of discontinuities;

Discontinuity orientation : strike perpendicular to tunnel axis, dip 20 0;


Fair orientation, adjustment : - 5, adjusted RMR = 56 - 5 = 51;

RMR = 51, represents Calss III; fair rock mass.

d. Q-System :
-

RQD = 72 % (average);

Jn

= 6, two joint sets and random;

Jr

= 1.5, rough, planar joints;

Ja

= 1.0, unaltered joint walls, surface staining only;

Jw

= 0.5, possible large water inflow;

SRF = 1.0, medium stress, c/1 = 50/0.91 = 55.

= RQD/Jn x Jr/Ja x Ja x Jw/SRF = 9.0 Fair rock mass.

Rekapitulasi :

Klasifikasi
Terzaghi
RSR
RMR
Q

9.5.2

Hasil
Moderately blocky and Seamy
61
51 Fair rock mass
9,0 Fair rock mass

Beban batuan (rock load)

Drill and blast dia.meter

: 7.4 m + 0.6 m overbreak = 8.0 m.

Machine-bored diameter

: 7.4 m

Shale density

: 2660 kg/m3 (166 lb/ft3).

Method

Terzaghi

RSR

Drill and Blast

TBM

hp = 0.35C = 0.7B = 0.7 x 8.0 = 5.6 m hp = 0.45B = 3.3 m


Rock load P = hp = 0.146 MPa

P = 0.09 MPa

(1.52 t/ft2)

(0.9 t/ft2)

From Figure 2.3, P = 0.067 MPa

TBM adjustment,

(1.2 kip/ft2)

RSR = 69.5
P = 0.034 MPa

RMR
hp

100 51
100

(0.7 kip/ft2)
TBM adjustment via
B = 3.92 m

P = hp = 0.120 MPa
Q=9

2.0 1/ 3 2.0 1/ 3
Q
( 9)
15
.
P= J
0.64 kg/cm2 = 0.0628 MPa
or

conversion to RSR
RMR = 74,
P
= 0.049 MPa
TBM adjustment via
conversion to RSR
Q = 54
P = 0.0321 MPa

1/ 2

2J 1n
2 6

( 9) 1/ 3
315
.
P = 3Jr
= 0.52 kg/cm2 = 0.0513 MPa

Rekapitulasi beban batuan dalam kPa (1 MPa = 1000 kPa) :

Drill and Blast

TBM

146

90

RSR

67

34

RMR

102

49

63

32

Metode
Terzaghi

9.5.3

Item 3 : Self Supporting Span dan Maxium Span :


oleh RMR dan Q Systems.

Dengan menggunakan Gambar 4 : span versus stand-up time.

RMR = 51
Self-supporting span
Maximum span

9.5.4

Q = 9 (ESR = 1,6)

2,4 m
10,5 m

8 m [ D = 2(1,6) x 90,4

Item 4 : Stand-up Time, Deformability dan nilai c, .

Untuk RMR = 51 dan span = 8 m ;


Stand-up time : kira-kira 70 jam atau 3 hari ;
Deformability, RMR = 56 (tidak disesuaikan untuk orientasi kekar) ;
E = 2 RMR - 100 = 12 Gpa (1.74 x 106 psi) ;
c = 192 KPa ;
= 390 (Tabel 12).

9.5.5

Item 5 : Rekomendasi penyangga

Terzaghi

: Drill and blast-light to medium steel sets spaced 1.5 m.


Concrete lining.

RSR
RMR

: Drill and blast-6H25 ribs on 2-m centers plus concrete lining.


: Drill and blast-systematic bolts 3.5 m long spaced 1.5 m,
shotcrete 50 to 100 mm in roof and 30 mm on walls,
wire mesh ini crown.

Q-System : Drill and blast-3 m long rock bolts spaced 1.5 m and
50 mm thick shotcrete.

9.5.6

Item 6 : Tabulasi hasil dari item 1 sampai 5.

Item

Terzaghi

RSR

RMR

Shale Quality

Moderately

61

51

9.0

5.6

N/Aa

3.9

N/Aa

146

67

102

63

N/Aa

N/Aa

3d

N/Aa

Ribs at 1.5 m

Ribs at

3.5 m bolts

3m

Concrete lining

2m

at 1.5 m,

bolts

Concrete

shotcrete

at 1.5 m,

50 to

shotcrete

100 mm,

50 mm

wire mesh

thick

blocky and seamy


Rock load
height (m)
Rock load
(kPa)
Stand-up time
Support

Not applicable.

10. DAFTAR PUSTAKA

Bieniawski, Z.T., Engineering Rock Mass Classification, John Wiley & Sons,
New York, 1984.
Bieniawski, Z.T., Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling, A.A.
Balkema, Rotterdam, 1984.
Hock, E. and Brown, E.T., Underground Excavation in Rock, Institution of
Mining and Metallurgy, London, 1980.

Anda mungkin juga menyukai