Referat Perdarahan Terapi Cairan Transfusi
Referat Perdarahan Terapi Cairan Transfusi
PENDAHULUAN
untuk
mengkoreksi
kekurangan
cairan
dan
elektrolit
serta
mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu, seorang klinisi
harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan
elektrolit serta gangguannya.1,14
cairan dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi
kardiovaskular, neurologis, dan neuromuscular.
1,,2
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
adalah
penurunan
stroke
volume,
sehingga
untuk
tetap
6. Akral Dingin
Hal ini juga disebabkan oleh hal yang sama, yaitu peningkatan aliran
darah ke organ vital, dan penurunan aliran darah ke tempat lain yang berarti
penurunan perfusi ke kulit sehingga kulit teraba dingin, dan lembab, terutama
daerah akral.5,9
Cairan tubuh
(60%)
Intraselular
(40%)
Ekstraselular
(20%)
Interstitial
(15%)
Plasma
Darah (5%)
Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena dapat menyebabkan
hemolisis masif.2
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90
ml/kgbb pada neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari
protein plasma dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97105 mmol/liter) dan ion bikrbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada
di dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini
mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.8
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler,
secara anatomis berhubungan secara kasar dengan ruang interstitial dari
tubuh. Jumlah total cairan ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial)
bervariasi antara 20-35% dari berat badan dewasa dan 40-45% pada neonatus.
Air dan elektolit dapat bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial,
yang mempunyai komposisi ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat
bergerak bebas keluar dari ruang intravaskuler kecuali bila terdapat cedera
kapiler misalnya pada luka bakar atau syok septik. Jika terdapat kekurangan
cairan dalam darah atau volume darah yang menurun dengan cepat, maka air
dan elektrolit akan ditarik dari komponen interstitial ke dalam darah untuk
mengatasi kekurangan volume intravaskuler, yang diprioritaskan secara
fisiologis. Pemberian cairan intravena yang terutama mengandung ion
natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%) atau larutan
Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerk bebas kedalam ruang intertitial
sehingga efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu
singkat. Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya
plasma, darah lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif
untuk mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena karena
komponen ini lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Cairan ini
biasanya disebut sebagai plasma expanders.2
2.2.2 Elektrolit
Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation)
dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu
sama (diukur dalam miliekuivalen).4,8,10
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah Natrium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah Kalium
(K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa keluar Natrium dan Kalium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 138-145mEq/liter. Kadar natrium dalam tubuh 58,5
mEq/kgBB dimana 70% atau 40,5 mEq/kgBB dapat berubah-ubah.
Ekresi natrium dalam urine 100-180 mEq/liter, faeces 35 mEq/liter
dan keringat 58 mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100 mEq (6-15
gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan
natrium
(muntah,diare)
sedangkan
pemasukkan
Kalium
Kalium merupakan kation
ekstraseluler
berperan
penting
dalam
terapi
gangguan
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO43-).
Kation
Anion
Plasma
(mEq/L)
Cairan
Interstitial
(mEq/L)
145
Cairan
Intracellular
(mEq/L)
15
Na
142
150
Ca
2,5
Mg
1,5
27
Total
154
152
194
Cl
103
114
HCO3
27
30
10
HPO4
100
SO4
20
Asam Orgaik
Protein
16
63
Total
154
152
194
membutuhkan
energy
sedangkan
mekanisme
transpor
aktif
10
b. Difusi
Difusi ialah gerakan molekul yang terus menerus diantara molekul
yang satu dengan yang lainnya dalam cairan, maupun dalam gas. Ion-ion
berdifusi dengan cara yang sama seperti semua molekul, bahkan partikel
koloid tersuspensi berdifusi dengan cara yang sama juga kecuali bahwa
proses difusinya berlangsung sangat lambat dibandingkan dengan zat-zat
molekular akibat ukurannya yang sangat besar.8
Difusi melalui membran sel terbagi atas difusi sederhana dan difusi
yang dipermudah.8 Difusi sederhana dapat terjadi melalui membran sel
dengan dua cara yaitu:
1. Melalui celah pada lapisan lipid ganda, khususnya jika bahan
yang berdifusi terlarut-lipid
2. Melalui saluran licin pada beberapa protein transfor.
11
dan volume cairan ekstraseluler dan natrium sebagian besar (84%) berada dicairan
ekstraseluler. Kebutuhan natrium perhari sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram NaCl.
Keseimbangan Na diatur terutama oleh ginjal. Berat atom Na = 23 dengan muatan
listrik 1. 1 gram NaCl = 17 mEq. Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh
pemberian infus berlebihan tanpa Na, pada sindroma reseksi prostat atau pada
menurunnya sekresi ADH (hormon anti diuretik). Sebagian besar K terdapat
dalam sel (150 mEq/L). Pembedahan menyebabkan katabolisme jaringan dan
moilisasi kalium pada hari-hari pertama dan kedua.10,11
Kebutuhan akan kalium cukup diatasi dengan kebutuhan rutin saja sekitar
0,5 mEq/kgBB/hari. Kemampuan ginjal menahan kalium sangat rendah. Kadar
kalium dalam plasma hanya 2% dari total K tubuh, sehingga kekurangan K jarang
terdeteksi. Funfsi K adalah merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik,
membantu utilisasi O2, asam-amino, glikogen dan pembentukan sel.11
Kadar K serum normalnya 3-5 mEq/L. Hipokalemia (<3 mEq/L),
memyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus paralitik, gangguan irama
jantung. Konsentrasi K dalam infus sebaiknya < 40 mEq/L atau kecepatan
pemberian < 20 mEq/jam.11
12
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu
kondisi akibat pemberian cairan intravena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan
intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air ataupun dapat
sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis,
ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau
berkurang.14
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/
L, sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul
gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti
pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia
(SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau
NaCl 3% ssebanyak (140-X) x BB x 0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5
mg/kg.8,9
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan
scara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.8
13
Keterangan:
Na
Na1
Na0
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan
hipernatremia. Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.
Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air
sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.8
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi
akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan
kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa
disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen
depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi
glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi
(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia > 2 mEq/L) atau infus potasium klorida
14
sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat <
2 mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).8
Rumus untuk menghitung defisit kalium:
K = K1 K0 x 0,25 x BB
Keterangan:
K
K1
K0
BB
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAID,
ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama
melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia
dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.8
15
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi
eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air
dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat
meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari
anestesi.
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia
dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal.
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi).
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
16
C. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi.
2. Peningkatan katabolisme jaringan.
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif.
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif.
17
b. Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+ = 1
mmol/kgBB/hari.8 Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses. Digunakan rumus Haliday Segar 4:2:1, yaitu:
18
c.
19
asidosis
hiperkloremik
(delutional
hyperchloremic
acidosis)
dan
11
a. Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis
diabetik.
Komplikasi
yang
membahayakan
adalah
b. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
20
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid
sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).8,10
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid 8,10 :
a. Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin.
21
b. Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
22
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan
berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
1. modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell).
2. Urea linked gelatin.
3. Oxypoly gelatin
kemungkinan
meningkatnya
insensible
water
loss
akibat
Jumlah Kebutuhan
(ml/Kg/Jam)
Dewasa
1,5 2
Anak
24
Bayi
46
Neonatus
23
24
25
Penderita
dengan
hiperventilasi
atau
pernapasan
melalui
b.
c.
26
d.
e.
penggunaan
komponen
darah:
(1)lebih
efisien,
ekonomis,
yang
diperlukan
saja,
(7)masalah
logistic
lebih
mudah,
2.4.2
b.
27
b.
c.
d.
Tranfusi Eritrosit
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan.
Eritrosit
diberikan
untuk
meningkatkan
kapasitas
oksigen
dan
28
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar
eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan
disimpan dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kirakira 60%. Dosis biasa adalah 10 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat
bervariasi, tergantung pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus
menerus atau hemolisis). Untuk neonatus, produk pilihan adalah konsentrat
PRC (Ht 70 90%) yang diinfuskan perlahan-lahan (2 4 jam) dengan dosis
kira-kira 15 ml/KgBB.12,14
b.
donor tunggal, atau dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis.
Komponen ini masih mengandung sedikit sel darah merah, leukosit, dan
plasma. Komponen ini
29
c.
30
f.
factor VIII, prokoagulan, yang diperoleh dari kumpulan (pooled) plasma dari
sekitar 2000-30.000 donor. Hasil dimurnikan dengan teknik monoclonal, dan
dilakukan penonaktifan virus melalui misalnya pemanasan (heattreated).
Pengemasan dalam botol berisi 250 dan 1.000 unit. Dosis pemberian sama
dengan kriopresipitat.14,16,17
g.
Kompleks factor IX
Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor
h.
Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang dapat diperoleh dengan cara
i.
Imunoglobulin
Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari
plasma, dan yang baku diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma.
Komponen yang hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi terhadap
penyakit seperti varisela, rubella, hepatitisB, atau rhesus. Biasanya diberikan
untuk mengatasi imunodefisiens, pengobatan infeksi virus tertentu, atau
31
infeksi bakteri yang tidak dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain.
Dosis yang digunakan adalah 1-3 ml/kgBB.17
2.4.5
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal
yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi
ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila
gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi,
renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada
RTHA.9,12
demam
tergolong
ringan
dan
akan
hilang
dengan
sendirinya.15,16
b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering
muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak
perlu sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga
terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang
bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan
eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini
tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan
menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda
transfusi.
tersebut.
Pemberian
antihistamin
12,13
33
dapat
menghentikan
reaksi
c. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila
timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang
mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi
dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi dimulai.
Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran
napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik
biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat
pernapasan, hipotensi, dan renjatan.13,15
Penatalaksanaannya adalah :
(1) menghentikan transfusi dengan segera,
(2) tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,
(3) berikan antihistamin dan epinefrin.
Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan.
Apabila terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau
masker atau bila perlu melalui intubasi.
bila
darah
yang
digunakan
tidak
dihangatkan,
34
BAB III
KESIMPULAN
mengakibatkan
terjadinya
syok
hipovolemik.
Syok
hipovolemik
menyebabkan 80% kematian di kamar operasi dan mencapai 50% kematian pada 24
jam pertama setelah kejadian trauma.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien
bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Cairan tubuh sangat penting perannya dalam homeostasis tubuh. Cairan
tubuh berada di beberapa ruangan intraselular 40%, ekstraseluler 20% dibagi menjadi
antarsel (intertitial) 15% dan plasma 5%. Gangguan cairan tubuh baik itu kuantitatif
maupun kualitatif dapat mengganggu sistem homeostasis tubuh, hingga berakibat
kematian.
Syok hipovolemik adalah penurunan cardiac output akibat berkurangnya
jumlah cairan intravaskular. Penatalaksanaan syok hipovolemik membutuhkan
kecepatan dan ketepatan dalam mengganti cairan tubuh yang hilang.
Tranfusi darah adalah suatu rangkain proses pemindahan darah donor ke
dalam sirkulasi dari resipien sebagai upaya pengobatan hingga upaya untuk
menyelamatkan kehidupan.
Tujuan tranfusi darah adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
35
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Maier RV. Pendekatan Pada Pasien Dengan Syok. Dalam: Fauci AS,
TR Harrison, eds. Harrison 's Prinsip Kedokteran Internal . 17 ed. New
York, NY: McGraw Hill, 2008: chap 264.
36
10.
Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener JP, Young WL. 2009.
Millers Anesthesia 7th ed. US : Elsevier
11.
12.
13.
14.
15.
Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC,
volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732
16.
17.
Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Keempat. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
37