BAB I
PENDAHULUAN
proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary
Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat menghasilkan
peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada lumbal melalui
peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper, 1999). Kondisi ini juga banyak
ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan di RSUD. Syekh Yusuf Gowa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan
umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang
serta gangguan gerak dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas
kegiatan sehari-hari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya
menjadi membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan
Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban
pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus
menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor
yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran herediter
Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus.
Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang
ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian
tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan
bahwa sekitar (47 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan, sedangkan hanya 2 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance
training.
d. Adaptasi fungsional
Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif
pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit
mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin
terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi
fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
3. Patologi Terapan
Salah satu aspek yang penting dari proses penuaan adalah hilangnya kekuatan
tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi kapasitas penerimaan beban (loadbearing) pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas penerimaan beban pada tulang
cancellous/trabecular berubah secara dramatis. Sebelum usia 40 tahun, sekitar 55%
kapasitas penerimaan beban terjadi pada tulang cancellous/ trabecular. Setelah usia 40
tahun penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang menurun dengan lebih cepat
dibandingkan kuantitas tulang. Hal ini menurunkan kekuatan pada end-plates yang
melebar jauh dari diskus, sehingga terjadi fraktur pada tepi corpus vertebra dan fraktur
end-plate umumnya terjadi pada vertebra yang osteoporosis (Darlene Hertling and
Randolph M. Kessler, 2006).
Cartilaginous end-plate dari corpus vertebra merupakan titik lemah dari diskus
sehingga adanya beban kompresi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada
cartilaginous end-plate. Pada usia 23 tahun sampai 40 tahun, terjadi demineralisasi secara
bertahap pada cartilago end-plate. Pada usia 60 tahun, hanya lapisan tipis tulang yang
memisahkan diskus dari channel vaskular, dan channel nutrisi lambat laun akan hilang
dengan penebalan pada pembuluh arteriole dan venules. Perubahan yang terjadi akan
memberikan peluang terjadinya patogenesis penyakit degenerasi pada diskus lumbar.
Disamping itu, diskus intervertebralis orang dewasa tidak mendapatkan suplai darah dan
harus mengandalkan difusi untuk nutrisi (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler,
2006).
Menurut Kirkaldy-Willis (dalam Darlene Hertling and Randolph M. Kessler,
2006), terdapat sistem yang berdasarkan pada pemahaman segment gerak yang
mengalami degenerasi. Perubahan degeneratif pada segmen gerak dapat dibagi kedalam 3
fase kemunduran yaitu :
a. Fase disfungsi awal (level I) : proses patologik kecil yang menghasilkan fungsi
abnormal pada komponen posterior dan diskus intervertebralis. Kerusakan yang terjadi
pada segmen gerak masih bersifat sementara (reversible). Perubahan yang terjadi pada
facet joint selama fase ini sama dengan yang terjadi pada sendi sinovial lainnya.
Kronik sinovitis dan efusi sendi dapat menyebabkan stretch pada kapsul sendi.
Membran synovial yang inflamasi dapat membentuk suatu lipatan didalam sendi
sehingga menghasilkan penguncian didalam sendi antara permukaan cartilago dan
kerusakan cartilago awal. Paling sering terjadi pada fase disfungsi awal selain
melibatkan kapsul dan synovium juga melibatkan permukaan cartilago atau tulang
penopang (corpus vertebra). Disfungsi diskus pada fase ini masih kurang jelas tetapi
kemungkinan melibatkan beberapa kerobekan circumferential pada annulus fibrosus.
Jika kerobekannya pada lapisan paling luar maka penyembuhannya mungkin terjadi
karena adanya beberapa suplai darah. Pada lapisan paling dalam, mungkin kurang
terjadi penyembuhan karena sudah tidak ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan
terjadi pelebaran yang progresif pada area circumferential yang robek dimana
bergabung kedalam kerobekan radial. Nukleus mulai mengalami perubahan dengan
hilangnya kandungan proteoglycan.
b. Fase instabilitas intermediate (level II) : fase ini menghasilkan laxitas (kelenturan yang
berlebihan) pada kapsul sendi bagian posterior dan annulus fibrosus. Perubahan permanen
dari instabilitas dapat berkembang karena kronisitas dan disfungsi yang terus menerus pada
tahun-tahun awal. Re-stabilisasi segmen posterior dapat membentuk formasi tulang
subperiosteal atau formasi tulang (ossifikasi) sepanjang ligamen dan serabut kapsul sendi,
sehingga menghasilkan osteofit perifacetal dan traksi spur. Pada akhirnya, diskus
membentuk jangkar oleh adanya osteofit perifer yang berjalan disekitar circumferentianya,
sehingga menghasilkan segmen gerak yang stabil.
c. Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini menghasilkan fibrosis pada sendi bagian
posterior dan kapsul sendi, hilangnya material diskus, dan formasi osteofit. Osteofit
membentuk respon terhadap gerak abnormal untuk menstabilisasi segmen gerak yang
terlibat. Formasi osteofit yang terbentuk disekitar three joint dapat meningkatkan
permukaan penumpuan beban dan penurunan gerakan, sehingga menghasilkan suatu
kekakuan segmen gerak dan menurunnya nyeri hebat pada segmen gerak.
Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I dengan
fraktur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal yang esensial
terhadap segmen tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada lumbar spine bagian atas.
Pada lumbal spine bagian bawah, perubahan diskus mulai terjadi pada usia belasan tahun
terakhir, dan perubahan facet terjadi pada middle usia 20-an. Secara khas, lesi pertama
kali terjadi pada L5 S1 dan pada L4 L5. Perubahan degenerasi pada synovial dan
intervertebral joint dapat terjadi secara bersamaan, dan paling sering terjadi pada
lumbosacral joint. Spondylosis dan perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh segmen
gerak sangat berkaitan dengan faktor usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang yang
lebih tua dari usia 45 tahun (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
Schneck menjelaskan adanya progresi mekanikal yang lebih jauh akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, untuk menjelaskan adanya perubahan
degeneratif lainnya pada axial spine. Dia menjelaskan beberapa implikasi dari
gerak lumbal terdapat foramen intervertebralis yang terbentuk dari pedicle yang
berhubungan dengan lamina bagian atas dan bawah.
Vertebra lumbal mempunyai processus articularis yang berhubungan dengan
pedicles dan lamina, yang terdiri dari processus articularis superior yang terletak dalam
bidang oblique kearah posterior dan lateral dimana facet articularisnya konkaf dan
mengarah ke dorsomedial sehingga hampir saling berhadapan satu sama lain, serta
processus articularis inferior yang muncul dari tepi inferior arcus vertebra yang dekat
antara lamina dan processus spinosus, menghadap kearah inferior dan medial, dan
permukaan sendinya mengarah ke ventrolateral. Dengan demikian antara facet articularis
superior vertebra bagian bawah dan facet articularis inferior pada vertebra bagian atas
dapat saling mengunci dalam bentuk mortise and tenon (kunci dan cerat). Jelaslah bahwa
susunan ini akan membatasi gerakan rotasi dan lateral fleksi pada regio lumbal.
Karena susunan anatomis dan fungsi yang berbeda pada regio lumbal, maka dapat
dipilah dalam segmentasi regional sebagai berikut :
a. Thoracolumbal junction
Merupakan daerah perbatasan fungsi antara lumbar dengan thorac spine
dimana th12 arah superior facet pada bidang frontalis dg gerak terbatas, sedang arah
inferior facet pada bidang sagital gerakan utamanya flexion-extension yg luas. Pada
gerak lumbar spine memaksa th12 hingga Th10 mengikuti. Pada atlit senam pada
daerah ini dapat mencapai ROM fleksi 550 dan ekstensi 250.
b. Lumbal spine
Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis dengan
puncak L3 sebesar 24 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk kompresi
maupun momen. Stabilitas dan gerakannya ditentukan oleh facet, diskus, ligament dan
otot disamping corpus itu sendiri.
Berdasarkan arah permukaan facet joint maka facet joint cenderung dalam
posisi bidang sagital sehingga pada regio lumbal menghasilkan dominan gerak yang
luas yaitu fleksi - ekstensi lumbal.
c. Lumbosacral joint
L5-S1 merupakan daerah yg menerima beban sangat berat mengingat lumbal
mempunyai gerak yang luas sementara sacrum rigid (kaku). Akibatnya lumbosacral
joint menerima beban gerakan dan berat badan paling besar pada regio lumbal.
Segmen Junghans (Segmen Gerak) Pada Lumbal
Segmen gerak diperkenalkan oleh Tn. Junghans (1956). Segmen gerak terdapat
pada setiap level vertebra dengan three joint yang berperan penting sebagai elemen
fungsional tunggal. Three joint dibentuk oleh satu sendi bagian anterior (diskus
intervertebralis yang membentuk symphisis joint), dan 2 sendi bagian posterior
(apophyseal/facet joint). Sedangkan segmen transitional adalah segmen gerak yang
terbentuk dari level regio vertebral lain. Pada regio lumbal terdapat 2 segmen transitional
yaitu segmen gerak Th12-L1 (thoracolumbal junction) dan segmen gerak L5-S1
(lumbosacral joint). Dibawah ini akan dijelaskan tentang three joint kompleks.
a. Diskus Intervertebralis
Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis,
merupakan fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara corpus
vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis pada orang dewasa
memberikan kontribusi sekitar dari tinggi spine. Diskus intervertebralis memberikan
penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi intervertebralis yang penting untuk aksi
yang efektif dan proteksi alignmen dari canal neural. Diskus juga dapat
memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri atas 2 komponen
yaitu :
1) Nukleus pulposus ; merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly transparan,
mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan proteoglycans yang merupakan
unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air. Nukleus pulposus merupakan
hidrophilic yang sangat kuat & secara kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida
yang mengandung ikatan protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid & keratin sulfat.
Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus
mempunyai kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi
serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus & sebagai shock absorber.
2) Annulus fibrosus ; tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen
yang nampak menyilang satu sama lainnya secara oblique & menjadi lebih oblique
kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30o satu
sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi daripada beban
kompresi, tension, dan shear. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi
mekanikal dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan organisasi
dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat degenerasi diskus. Susunan
serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya & mencegah terjadinya
prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai coiled spring
(gulungan pegas) terhadap beban tension dengan mempertahankan corpus vertebra
secara bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti
bola.
Diskus intervetebralis akan mengalami pembebanan pada setiap perubahan
postur tubuh. Tekanan yang timbul pada pembebanan diskus intervertebralis disebut
tekanan intradiskal. Menurut Nachemson (1964), tekanan intradiskal berhubungan erat
dengan perubahan postur tubuh. Nachemson meneliti tekanan intradiskal pada lumbal
yaitu pada L3-L4 karena L3-L4 menerima beban intradiskal yang terbesar pada regio
lumbal. Dari penelitian Nachemson menunjukan bahwa tekanan intradiskal saat
berbaring antara 15 25 kp dan tidur miring menjadi 2 x lebih besar dari berbaring.
Pada saat berdiri tekanan intradiskal sekitar 100 kp dan tekanan tersebut menjadi lebih
besar saat duduk tegak yaitu 150 kp. Peningkatan tekanan terjadi saat berdiri
membungkuk dari 100 kp menjadi 140 kp, begitu pula saat duduk membungkuk
tekanan intradiskal meningkat menjadi 160 kp. Peningkatan tekanan dapat mencapai
200 kp lebih jika mengangkat barang dalam posisi berdiri membungkuk dan duduk
membungkuk.
b. Facet Joint
Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari vertebra bawah
dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi facet termasuk dalam
non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet mempunyai cavitas articular dan
terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah gliding
yang cukup kecil. Besarnya gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah
permukaan facet articular.
Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya terletak lebih
dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas menghadap kearah medial dan sedikit
posterior, sedangkan facet bagian bawah menghadap kearah lateral dan sedikit
anterior. Kemudian, facet bagian atas mempunyai permukaan sedikit konkaf dan facet
bagian bawah adalah konveks. Karena bentuk facet ini, maka vertebra lumbal
sebenarnya terkunci melawan gerakan rotasi sehingga rotasi lumbal sangat terbatas.
Facet artikularis lumbosacral terletak sedikit lebih kearah bidang frontal daripada
sebenarnya pada sendi-sendi lumbal lainnya.
Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk
menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana -nya diberikan oleh sendi facet. Sendi
facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada saat spine
hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1.
Struktur pendukung lainnya dalam segmen gerak adalah ligament dan otot.
Ligamen-ligamen yang memperkuat segmen gerak adalah :
a. Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior merupakan ikatan padat yang panjang dari basis
occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra. Dalam perjalanannya ke sacrum,
ligamen ini masuk ke dalam bagian anterior diskus intervertebralis dan melekat pada
antero-superior corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen
yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan ektensi
lumbal.
b. Ligamen longitudinal posterior
f. Ligamen intertransversalis
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan
berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi
kearah kontralateral.
Sedangkan otot-otot yang memperkuat segmen gerak lumbal adalah:
a. Erector Spine, merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada facia
lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan
procesus spinosus thoraco lumbal. Group otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu:
1) M. Transverso spinalis
2) M. Longissimus
3) M. Iliocostalis
4) M. Spinalis
5) Paravertebral muscle (deep muscle) seperti m. intraspinalis dan m. intrasversaris
Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal dan sebagai
stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.
b. Abdominal, merupakan group otot extrinsik yang membentuk dan memperkuat
dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting dalam
fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan
m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat
dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu m.obliqus internal dan
external berperan pada rotasi trunk. Didalam memperkuat dinding abdominal, m.
abdominal bekerja sebagai direct brace, m. obliqus internal bekerja sebagai oblique
brace kearah inferior dan posterior sedangkan m. obliqus external bekerja sebagai
brace kearah anterior.
c. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang
terdiri dari :
1) M. Quadratus Lumborum
2) M. Psoas
Group otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal.
Segmen gerak sangat berperan pada setiap gerakan vertebra lumbal. Pada saat
fleksi lumbal, nukleus pulposus akan bergerak kearah posterior sehingga mengulur
serabut annulus fibrosus bagian posterior. Pada saat yang sama, processus articularis
inferior dari vertebra bagian atas akan bergeser kearah superior dan cenderung bergerak
menjauhi processus articularis superior dari vertebra bagian bawah sehingga kapsularligamenter sendi facet akan mengalami peregangan secara maksimal serta ligamen pada
arcus vertebra (ligamen flavum), ligamen interspinosus, ligamen supraspinosus dan
ligamen longitudinal posterior.
Pada saat ekstensi lumbal, nukleus pulposus akan mendorong serabut annulus
fibrosus bagian anterior sehingga terjadi penguluran dan ligamen longitudinal anterior
juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior relaks. Pada saat
yang sama, processus articularis dari vertebra bagian bawah dan atas menjadi saling
terkunci, dan processus spinosus dapat saling bersentuhan satu sama lain.
Pada saat lateral fleksi lumbal, corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah
ipsilateral sementara diskus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena nukleus
bergeser kearah kontralateral. Ligamen intertransversal sisi kontralateral mengalami
peregangan sementara sisi ipsilateral relaks. Pada saat yang sama, processus articular
relatif bergeser satu sama lain sehingga processus articularis inferior sisi ipsilateral dari
vertebra atas akan bergerak naik sementara sisi kontralateral akan bergerak turun.
Pada saat rotasi lumbal, vertebra bagian atas berotasi terhadap vertebra bagian
bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi antara processus
spinosus dengan processus articularis. Diskus intervertebralis tidak berperan dalam
gerakan axial rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh orientasi sendi facet
vertebra lumbal. Menurut Gregersen dan D.B. Lucas, axial rotasi pada vertebra lumbal
mempunyai total ROM secara bilateral sekitar 10o dan ROM segmental sekitar 2o dan
segmental unilateral sekitar 1o.
B.
dijelaskan
diatas
bahwa
arus
SWD
menghasilkan
energi