Anda di halaman 1dari 17

BAB II.

UNGGAS
Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah
yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah
dicerna. Daging unggas menghasilkan jumlah kalori yang rendah apabila
dibandingkan dengan nilai kalori daging sapi atau daging babi. Oleh karena itu
daging unggas dapat dipakai sebagai bahan makanan yang baik untuk mengawasi
pertambahan berat badan, penyembuhan dari sakit dan untuk orang-orang tua
yang tidak aktif bekerja lagi. Hidangan daging ayam digunakan sebagai sumber
protein dalam diet, yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah kalori yang
diterima dalam tubuh.
A. Jenis
Yang termasuk ke dalam jenis unggas-unggasan adalah ayam, itik dan
burung. Pada prinsipnya hampir semua unggas dapat digunakan sebagai sumber
daging. Karena pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam
tertentu saja yang dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial
sebagai sumber daging dikenal sebagai ayam pedaging. Jenis unggas yang
digunakan sebagai sumber daging adalah ayam dan itik.
1. Ayam
Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis ayam penghasil
daging yaitu ayam kampung, ayam ras, dan ayam cull.
a. Ayam Kampung
Ayam kampung atau ayam lokal adalah jenis ayam yang tidak atau belum
mengalami usaha pemuliaan. Dikenal juga dengan sebutan ayam buras (bukan
ras). Berat badan rata-rata ayam berumur dua tahun 2,5 kg bagi ayam betina dan
3 - 3,25 kg bagi ayam jantan. Penamaan ayam kampung dengan sebutan ayam
lokal didasarkan pada kenyataan bahwa jenis-jenis ayam kampung sering
diidentifikasi dengan nama daerah atau tempat asal ayam tersebut terdapat.
Contoh ayam kampung yang telah banyak dikenal dan adalah ayam Sumatra,

12

ayam Kedu, ayam Nunukan dan ayam Pelung. Tetapi yang terkenal sebagai ayam
penghasil daging adalah ayam Sumatra dan ayam Kedu.

Gambar 2. Ayam dan daging ayam


Ciri-ciri fisik ayam Kedu tipe pedaging adalah bentuk kepala panjang dan
rata, panjang leher sedang, bulunya tebal dan banyak, bentuk punggung rata atau
miring sedikit ke ekor. Dada lebar dengan kedua sayap tertutup kuat, perutnya
lebar, besar dan dalam, kaki pendek, kulit halus dengan tapak kaki berdaging
tebal, jengger biasanya sebelah, bergerigi 6 - 7 pada betina dan 5 - 7 pada ayam
jantannya.
b. Ayam Ras (Broiler)
Ayam ras adalah jenis ayam yang telah mengalami upaya pemuliaan,
sehingga merupakan ayam pedaging yang unggul. Mempunyai bentuk, ukuran
dan warna yang seragam. Ayam pedaging di Amerika dipanen pada umur 8 12
minggu dengan berat 1,59-2,05 kg/ekor. Di Indonesia ayam pedaging dipanen
pada umur yang lebih muda, yaitu 6 minggu dengan berat sekitar 1,33 kg per ekor.
Pemanenan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah disebabkan oleh
kesediaan konsumen yang cenderung membeli karkas utuh yang tidak terlalu
besar, juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum banyak serta tulang tidak
begitu keras.
c. Ayam Cull
Ayam cull adalah ayam yang sebenarnya bukan tipe pedaging, tetapi
dijadikan sebagai ayam penghasil daging dengan alasan tertentu. Umumnya ayam
cull berasal dari ayam petelur yang diafkir. Biasanya pengafkiran ayam petelur
dilakukan karena ayam yang bersangkutan terdapat cacat atau tidak berfungsi
normal, misalnya produktifitasnya turun. Mutu daging ayam cull umumnya lebih

13

rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak seragam serta
jumlahnya sedikit.
2. Itik
Itik dikenal sebagai unggas kedua penghasil daging sesudah ayam. Itik
yang dibudidayakan sekarang adalah itik Manila dan Belibis. Ciri fisik ternak itik
adalah bentuk tubuhnya langsing dengan langkah tegap. Tinggi tubuh berkisar
antara 45 - 50 cm dan digambarkan seperti bentuk anggur. Itik ini bertubuh kecil
dan kurus dengan berat tubuh rata-rata 1,2 1,4 kg/ekor untuk itik berumur
2 tahun.

Gambar 3. Itik
B. Karkas Unggas dan Komponennya
Yang dimaksud dengan karkas adalah bagian dari tubuh unggas tanpa darah,
bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Bentuk pemotongan ayam pedaging untuk
dipasarkan ada dua macam, yaitu New York Dressed, 10% hilang dari bobot tubuh
dan Ready to Cock, 25%

hilang dari bobot tubuh. Karkas terdiri dari

komponennya yaitu otot, tulang, lemak dan kulit.


1. Tahap-tahap Mendapatkan Karkas
Karkas unggas khususnya ayam merupakan bentuk komoditi yang paling
banyak dan umum diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk keluaran proses
pemotongan, biasanya dihasilkan setelah melalui tahap inspeksi ante mortem,
penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing
(pemotongan kaki, pengambilan jeroan, dan pencucian). Karkas ayam merupakan
bentuk keseluruhan ayam potong tanpa bulu, kepala, kaki dan jeroan.

14

a. Inspeksi Ante Mortem


Inspeksi ante mortem pada ayam hidup bertujuan untuk memeriksa
kesehatan ayam. Hanya ayam yang benar-benar sehat yang dipilih sebagai ayam
potong. Ayam hidup yang umum dipotong berumur antara 8 - 12 minggu dengan
berat 1,4 - 1,7kg/ekor.
b. Penyembelihan
Terdapat beberapa cara penyembelihan mulai dari cara pemenggalan leher
yang sederhana sampai metode kosher yang dimodifikasi cara modern. Cara
kosher dengan memotong pembuluh darah, jalan makanan, dan jalan nafas.
Sedangkan cara modified kosher dengan memotong hanya pembuluh darah
(dipingsankan terlebih dahulu), serta cara Islam yaitu dengan pemutusan saluran
darah (vena dan arteri), kerongkongan dan tenggorokan, hewan harus sehat, tidak
boleh dibius dan yang memotong orang Islam.
c. Penuntasan Darah
Penuntasan darah harus dilakukan dengan sempurna karena dapat
mempengaruhi mutu daging unggas. Penuntasan darah yang kurang sempurna
menyebabkan karkas akan berwarna merah di bagian leher, bahu, sayap dan
pori-pori kulit dimana selama penyimpanan akan terjadi perubahan warna.
Penuntasan darah pada pemotongan unggas yang modern dilakukan dengan cara
unggas yang akan disembelih digantung.
d. Penyeduhan
Penyeduhan atau perendaman dalam air panas dilakukan dengan tujuan
untuk memudahkan proses pencabutan bulu pada tahap berikutnya karena kolagen
yang mengikat bulu sudah terkoagulasi. Suhu air perendaman yang terlalu tinggi,
waktu perendaman terlalu lama dan cara pencabutan bulu unggas akan
mempengaruhi keempukan daging. Umumnya suhu air perendaman yang
digunakan 54,5C selama 60 - 120 menit.
e. Pencabutan Bulu
Tahap pencabutan bulu meliputi penghilangan bulu besar, bulu halus dan
bulu seperti rambut. Pencabutan bulu besar dilakukan secara mekanis dari dua
15

arah, yaitu depan dan belakang. Sedangkan pencabutan bulu halus dan bulu
rambut umumnya dilakukan dengan metoda wax picking, yaitu dengan pelapisan
lilin.
Metode pelapisan lilin dilakukan pada unggas yang telah mengalami
penyeduhan, dilapisi lilin dengan cara merendamnya dalam cairan lilin. Setelah
cukup terlapisi unggas diangkat dan dikeringkan sehingga lapisan lilin menjadi
mengeras padat. Dengan demikian bulu-bulu yang ada pada karkas akan ikut
terlepas bila lapisan lilin yang telah mengeras dilepaskan.
f. Dressing
Tahap dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeroan dan
pencucian. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke
dalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar. Pencucian bertujuan
untuk membersihkan karkas unggas dari kotoran yang masih tertinggal di bagian
dalam dan permukaan karkas.
2. Komponen Karkas
a. Otot
Komponen karkas yang paling mahal adalah otot. Bagian terbesar otot
terdapat di bagian dada, sehingga besarnya dada dijadikan ukuran untuk
membandingkan kualitas daging pada broiler. Fungsi otot yang utama bagi tubuh
unggas adalah untuk menggerakkan tubuh, menutupi tulang dan membentuk
tubuh. Otot pada dada ayam berwarna lebih terang, sedangkan otot pahanya
berwarna lebih gelap yang disebabkan ayam lebih banyak berjalan dari pada
terbang, sehingga menyebabkan pigmen mioglobin terdapat lebih banyak pada
otot paha.
b. Lemak
Lemak mempunyai tiga tipe, yaitu (1) lemak bawah kulit (subcutan),
(2) lemak perut bagian bawah (abdominal), dan (3) lemak dalam otot
(intramuscular). Persentase lemak abdominal pada ayam lebih tinggi dari pada
ayam jantan, dan bobotnya semakin bertambah dengan meningkatnya umur.
Kandungan lemak subkutan dipengaruhi oleh umur. Lemak subkutan meningkat
dari 13,25% pada umur 3 minggu menjadi 33,87% pada umur 9 minggu.
16

c. Tulang
Sistem pertulangan pada unggas berbeda dengan pertulangan pada
mamalia. Tulang unggas ringan tetapi kuat dan kompak, karena mengandung
garam kalsium yang sangat padat. Umumnya tulang-tulang yang panjang
membengkok, yang membuat tulang menjadi ringan, dan tulang-tulang tersebut
bergabung bersama-sama membentuk susunan yang kokoh yang juga merupakan
tempat bertautnya daging. Tulang disamping merupakan kerangka bagi tubuh dan
tempat bertautnya daging, juga berfungsi melindungi organ tubuh dan sum-sum
tulang.
d. Kulit
Kulit unggas berfungsi melindungi permukaan tubuh. Kulit mempunyai
kelenjar minyak atau oil gland yang terdapat pada pangkal ekor. Kulit terdiri
atas dua lapis, lapisan luar disebut epidermis dan bagian dalam disebut dermis.
Paruh dan kuku serta kulit pada kaki serta bulu terdiri atas epidermis. Jengger dan
daun telinga ditutupi epidermis.
Epidermis terdiri atas dua lapisan tipis, bagian luar disebut stratum
corneum dan bagian dalam disebut rete malphigi atau stratum germinatum.
Dermis tersusun dari jaringan pengikat yang mengandung banyak lemak. Kulit
unggas relatif tipis dibandingkan dengan kulit mamalia. Pada ayam, kulit sangat
sensitif waktu rontok bulu (molting), karena jaringan syaraf, otot dan pembuluh
darah yang mengalir di dalam kulit berhubungan dengan akar bulu. Warna kulit
dipengaruhi oleh pigmen kulit yaitu melanin dan xanthophyl. Kulit mempunyai
beberapa fungsi yaitu (1) melindungi bagian dalam kulit secara mekanik terhadap
kemungkinan masuknya zat-zat (2) melindungi kulit terhadap cahaya atau sinar
yang akan masuk, karena pada sel epidermis terdapat pigmen melanin,
(3) mengatur temperatur tubuh (4) sebagai kelenjar sekresi, yaitu tempat
keluarnya keringat (5) tempat pembentukan vitamin dan cholesterol serta
(6) sebagai tempat berlangsungnya respirasi.

17

C. Struktur dan Komposisi Jaringan


1. Struktur Jaringan Otot Daging Unggas
Jaringan tubuh hewan terdiri dari komponen-komponen fisik seperti kulit,
jaringan lemak, jaringan otot, jaringan ikat, tulang, jaringan pembuluh darah dan
jaringan syaraf. Jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang
rawan merupakan komponen fisik yang utama. Struktur otot daging dari hewan
mamalia dan unggas pada umumnya sama, yang membedakan pada daging
unggas serat daging pendek dan lunak serta jaringan ikat bersifat lebih tipis.
Struktur otot daging terdiri dari serat-serat daging, lemak dan jaringan ikat.
Serat-serat daging terdiri dari miofibril, sedangkan miofibril-miofibril ini
tersusun oleh beberapa miofilamen, dimana miofilamen ini merupakan struktur
terkecil pembentuk daging. Serat-serat daging dipersatukan oleh sarkoplasma dan
terbungkus oleh lapisan sarkolema yang sangat tipis. Beberapa serat daging
bergabung menjadi satu diseliputi oleh endomosium, dan komponen ini bergabung
lagi menjadi satu tenunan yang diselaputi oleh perimisium.

Gabungan dari

perimisium diselaputi oleh membran yang tipis disebut epimisium.

Lapisan

epimisium ini terdiri dari jaringan ikat yang berupa serabut-serabut kolagen dan
elastin. Pada bagian dalam otot, jaringan ikat menembus otot, membentuk
sekat-sekat yang menyelubungi sekelompok serabut otot (bundel serabut otot),
sekat-sekat tersebut adalah perimisium yang banyak mengandung urat darah dan
urat syaraf. Masing-masing serabut otot terlindung oleh sebuah membran jaringan
ikat yang tipis, yang disebut endomisium.
2.

Komposisi Jaringan
Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa daging ayam merupakan sumber protein

tertinggi. Disamping itu bila ditinjau dari aspek gizinya, daging ayam merupakan
bahan pangan yang berkualitas tinggi. Daging ayam merupakan sumber protein
berkualitas tinggi dan vitamin B kompleks, dan sumber yang baik dan penting
dari asam lemak dan asam amino essensial serta merupakan sumber mineral yang
cukup lengkap. Selain itu serabut-serabut dagingnya empuk dan mudah dikunyah,
mudah dicerna dan memiliki potensi rasa yang khas yang umumnya disukai.

18

Tabel 5. Komposisi jaringan daging


Jenis daging

Persen dari berat karkas


protein
air
lemak
abu

Ayam
- daging merah
- daging putih

20,6
23,4

73,7
73,7

4,7
1,9

1,0
1,0

Itik
Sapi
Domba
Babi

10,9
18,2
15,7
11,9

52,7
63,0
55,8
68,0

35,8
18,0
27,7
45,0

0,4
0,1
0,1
0,6

Miofilamen sebagai struktur terkecil pembentuk daging, berperan dalam


proses kontraksi oleh filamen aktin dan miosin, sehingga miofibril disebut juga
sebagai unit kontraktil. Miofilamen tersusun atas molekul-molekul protein miosin
dan aktin, dimana kedua protein ini membentuk filamen yang sifatnya berbeda
dalam memantulkan cahaya.
Sebagai bahan pangan, daging unggas tersusun atas komponen-komponen
bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air, mineral dan
pigmen. Kadar masing-masing komponen tersebut berbeda-beda besarnya
tergantung kepada jenis atau ras, umur, dan jenis kelamin unggas yang
bersangkutan. Bahkan pada karkas unggas yang sama, setiap komponen kadarnya
berbeda-beda antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Protein di dalam
jaringan otot terdiri dari tiga macam bentuk yaitu miofibril, sarkoplasma dan
tenunan pengikat. Protein daging ayam disebut berkualitas tinggi, karena mudah
dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino essensial yang
lengkap dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan hewan lain diluar unggas.
Sebagai perbandingan dapat dilihat pada Tabel 6.
Daging ayam mengandung lemak relatif rendah, yang terdiri dari asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Daging ayam mengandung banyak asam
lemak essensial yaitu polyunsaturated fatty acids yang meliputi asam linoleat,
lenolenat dan arachidonat. Komposisi asam lemak dari beberapa jenis unggas
dapat dilihat pada Tabel 7.

19

Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino dari daging ayam, sapi, babi,
susu, dan telur
Jenis asam
amino
Arginin
Cystin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lysine
Methionin
Phenylanin
Threonin
Tripthopan
Tyrosin
Valin

ayam
6,7
1,8
2,0
4,1
6,6
7,5
1,8
4,0
4,0
0,8
2,5
6,7

Persantase menurut kadar protein


sapi
babi
susu
telur
6,4
1,3
3,3
5,2
7,8
8,6
2,7
3,9
4,5
1,0
3,0
5,1

6,7
0,9
2,6
3,8
6,8
8,0
1,7
3,6
3,6
0,7
2,5
5,5

4,3
1,0
2,6
8,5
11,3
7,5
3,4
5,7
4,5
1,6
5,3
8,4

6,4
2,4
2,1
8,0
9,2
7,2
4,1
6,3
4,9
1,5
4,5
7,3

Table 7. Komposisi asam lemak dari beberapa jenis daging unggas


Jenis
unggas

Asam lemak
jenuh (%)

asam oleat

Ayam
Kalkun
Itik
Angsa
Burung
merpati

28 31
28 33
87
30
23

47 - 57
39 - 52
42
57
56

Asam lemak tak jenuh


asam
asam
linoleat
linolenat
14 57
0,7 - 1,0
13 31
0,8 - 1,3
24
1,4
8
0,4
17
0,7

asam
arach
0,3 - 0,5
0,2 - 0,7
0,2
0,05
0,04

Daging ayam mengandung lemak relatif rendah, yang terdiri dari asam
jenuh dan asam lemak tak jenuh. Tidak seperti hewan ternak besar, kebanyakan
unggas disimpan di bawah kulit, bukan didistribusikan seperti pada hewan ternak
besar. Daging ayam hanya mengandung 1,3% lemak, sedangkan sayatan daging
anak sapi cukup umur masing-masing 11% dan 13-30%.
Lemak dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan trigliserida sederhana
atau lemak netral di bawah kulit dan rongga badan yang merupakan penyimpanan
energi. Golongan kedua ialah lemak phospholipid yang merupakan bagian penting
untuk proses metabolisme.

20

Selain itu daging ayam mengandung vitamin yang jumlahnya relatif rendah.
Vitamin daging niacin, riboflavin, thiamin dan asam askorbat, sedang mineralnya
terdiri dari natrium, kalium, magnesium, fosfor, sulfur, chlorin dan iodine.
Pigmen daging terutama tersusun atas dua macam protein, yaitu hemoglobin
dan mioglobin. Dalam daging yang baik kadar mioglobin lebih besar dari kadar
hemoglobin, yaitu antara 80-90% dari total pigmen. Kontributor lain seperti enzim
sitokrom dan katalase juga ada, tetapi tarafnya kecil. Dengan demikian yang
terutama menyebabkan warna daging adalah mioglobin.
Kadar mioglobin bervariasi jumlahnya tergantung spesies, umur, seks dan
aktifitas fisik hewan yang bersangkutan. Perbedaan kandungan mioglobin inilah
yang terutama menyebabkan warna daging babi berbeda dengan warna daging
sapi. Demikian pula, warna daging muda lebih cerah daripada daging tua, dan
daging hewan jantan lebih gelap daripada hewan betina, adalah karena perbedaan
kandungan mioglobinnya. Pada ayam, daging dada berwarna agak putih
sedangkan daging paha berwarna lebih merah. Perbedaan yang kontras ini
disebabkan kandungan mioglobin pada daging kaki dan paha lebih banyak
daripada kadar mioglobin pada daging dada. Demikian pula daging ayam
kampung yang liar berwarna merah lebih tua daripada daging ayam broiler.
Perbedaan kadar mioglobin antara ayam kampung dengan ayam broiler berkaitan
dengan adanya perbedaan tingkat aktifitas fisiknya.
Perbedaan kadar mioglobin pada jenis daging putih dan daging merah,
berkaitan dengan tipe-tipe serabut penyusunnya. Dalam daging unggas terdapat
dua tipe serabut, serabut yang mengandung mioglobin dan yang tidak
mengandung mioglobin. Masing-masing serabut menyusun diri menjadi tiga
macam serabut, yaitu serabut merah, intermediet, dan serabut putih. Kandungan
serabut merah sebanyak 30 - 40%, cukup membuat warna merah gelap pada
daging. Warna daging ayam yang normal berwarna putih keabuan sampai merah
pudar atau ungu. Warna daging dapat berubah atau terjadi penyimpangan warna
menjadi warna coklat, merah cerah, merah pink, dan hijau. Perubahan ini terjadi
karena mioglobin bereaksi dengan senyawa lain atau mengalami oksigenasi,
oksidasi, reduksi dan denaturasi.

21

D. Fisiologi Pasca Mortem


Setelah hewan dipotong atau disembelih dan mati maka aliran darah akan
terhenti. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan
otot. Fase setelah hewan mati disebut fase pasca mortem. Pasca mortem dibagi
menjadi tiga fase, yaitu : (1) fase pre-rigor, (2) fase rigor mortis dan (3) fase pasca
rigor mortis. Fase pre-rigor adalah suatu fase yang terjadi setelah hewan
mengalami kematian. Pada fase ini otot berada dalam keadaan relaksasi, yaitu
belum terjadi persilangan antara filamen aktin dan myosin sehingga jaringan otot
masih halus dan empuk. Pada fase ini proses kimiawi dan pertumbuhan mikroba
berlangsung lambat sekali. Selanjutnya daging mengalami fase rigor mortis. Rigor
mortis adalah suatu perubahan pasca mortem yang terjadi dalam otot dan
mempunyai pengaruh langsung terhadap keempukan daging.
Secara fisik dapat dikatakan bahwa rigor mortis merupakan suatu proses yaitu
daging menjadi kaku dan kehilangan fleksibilitasnya. Kekakuan jaringan otot ini
disebabkan terjadinya persilangan filamen aktin dan miosin karena kontraksi otot.
Lamanya rigor mortis berlangsung tergantung kepada jenis hewan. Untuk ayam,
rigor mortis berlangsung sekurang-kurangnya selama 12 jam. Pada fase pasca
rigor, daging kembali menjadi empuk karena tidak ada lagi pembentukan energi
(ATP) yang dapat digunakan untuk kontraksi dan persilangan filamen aktin dan
miosin. Setelah hewan mati, sirkulasi darah terhenti. Hal ini akan menyebabkan
fungsi darah sebagai pembawa oksigen terhenti pula, akibatnya proses oksidasi
reduksi itu terhenti. Peristiwa tersebut diikuti oleh terhentinya respirasi dan
berlangsungnya proses glikolisis anaerob. Selanjutnya daging hewan akan
mengalami serangkaian perubahan biokimia dan fisikokimia, seperti perubahan
pH, perubahan struktur jaringan otot, perubahan kelarutan protein dan perubahan
daya ikat air.
1. Perubahan pH
Dalam keadaan masih hidup pH daging berkisar antara 6,8 - 7,2. Setelah
disembelih maka terjadi penurunan pH karena terjadi penimbunan asam laktat
dalam jaringan otot akibat proses glikolisis anaerob. Kemudian terjadi
peningkatan pH akibat pertumbuhan mikroorganisme. Pada daging unggas (ayam)

22

penurunan pH akan mencapai nilai 5,8 -5,9 setelah melewati fase pasca mortem
selama 2 - 4,5 jam. Kecepatan penurunan pH sangat dipengaruhi oleh temperatur
sekitarnya. Pada suhu tinggi, pH turun akan lebih cepat, kecepatan penurunan pH
akan mempengaruhi kondisi fisik jaringan otot. Pada Tabel 8 dapat dilihat
hubungan pH akhir dan kecepatan penurunan pH dengan kondisi fisik jaringan
otot.
Tabel 8. Hubungan pH akhir dan kecepatan penurunan pH dengan kondisi fisik
jaringan otot
pH akhir
6,0 - 6,4
6,0 - 5,7
5,7 - 5,3
5,7 - 5,3
5,3

Kecepatan Penurunan pH
Lambat
Lambat
Lambat
Cepat
Cepat

Kondisi jaringan otot


gelap, kasar, kering
agak gelap
normal
agak pucat
pucat, lembek, berair

2. Perubahan Struktur Jaringan Otot


Selama proses pasca mortem terjadi perubahan struktur jaringan otot yaitu
penurunan keempukan akibat kelebihan energi, sehingga jaringan otot
berkontraksi setelah energi habis dan tidak terbentuk lagi, dan ini terjadi pada fase
pasca rigor karena konstraksi otot sudah terhenti. Setelah fase rigor mortis
terlewati, jaringan otot mengalami fase pasca rigor, dimana jaringan otot menjadi
lunak dan daging menjadi empuk (tender). Mekanisme proteolitik merupakan
teori yang sering digunakan untuk menerangkan keempukan daging pada pasca
rigor. Dengan turunnya pH, enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi
miofilamen, menghilangkan gaya adhesi antara serabut-serabut otot. Selain itu
enzim katepsin yang bersifat proteolitik tersebut dapat melonggarkan protein serat
otot.
3.

Perubahan Kelarutan Protein


Perubahan kelarutan protein selama fase pasca mortem dipengaruhi oleh

pH, tersedianya ATP, dan faktor lainnya. Setelah hewan mati, terjadi penurunan
kelarutan protein larut garam, terutama miosin. Tahap penurunan kelarutan protein
ini dimulai dari saat pre-rigor. Pada fase pre-rigor kelarutan per unit pH lebih
kecil dibandingkan saat rigor mortis. Hal ini disebabkan karena pada fase pre-

23

rigor penurunan kelarutan protein hanya dipengaruhi oleh penurunan pH saja,


sedangkan pada fase rigor mortis selain akibat penurunan pH juga dipengaruhi
oleh kuatnya ikatan aktin dan miosin akibat habisnya ATP.
4.

Perubahan Daya Ikat Air


Adanya perubahan daya ikat air jaringan otot post-mortem. Perubahan

daya ikat air tersebut berkaitan dengan kemampuan protein otot dalam mengikat
air, sedangkan kemampuan protein otot dipengaruhi oleh nilai pH dan jumlah ATP
jaringan otot. Daging yang mempunyai nilai pH antara 4,7 -5,4 akan mempunyai
daya ikat air rendah.

Daging yang mempunyai pH tinggi, jauh di atas pH

isoelektrik dari aktomiosin. Maka protein akan mengikat air lebih banyak dan
akibatnya daging menjadi kelihatan kering. Pada fase pre rigor daya ikat air
daging masih relatif tinggi, akan tetapi secara bertahap menurun seiring dengan
nilai pH dan jumlah ATP jaringan otot. Habisnya ATP pasca mortem pada fase
rigor mortis menyebabkan teradinya ikatan yang kuat antara filamen aktin dan
miosin. Kuatnya jaringan protein miofibrilar tersebut juga dapat menyebabkan
menyempitnya ruangan untuk mengikatkan air, sehingga daya ikat air daging pada
fase rigor mortis sangat rendah.
Selama proses pasca rigor daya ikat air daging dapat meningkat lagi, hal
ini dihubungkan dengan perubahan muatan elektrik molekul protein otot, atau
dengan melonggarnya jaringan miofibrilar akibat aktifitas enzim proteolitik.
E. Penanganan Pasca Mortem (Pelayuan Daging)
Tujuan pelayuan daging adalah agar proses pembentukan asam laktat
dapat berlangsung sempurna sehingga terjadi penurunan pH daging. Nilai pH
daging yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga proses
kebusukan dihambat. Pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, karena darah
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, lapisan luar daging
menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan,
serta untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum serta cita
rasa yang khas.
Pelayuan yang paling baik dilakukan pada suhu sedikit lebih rendah dari
pada suhu kamar. Lama pelayuan dan temperatur karkas akan menentukan

24

keempukan daging unggas. Karkas yang dilayukan dalam ruangan dengan suhu
32F dan 66F akan lebih empuk daripada pelayuan dalam 98,6F, akan tetapi
seluruh karkas mendekati nilai derajat keempukan hampir sama, setelah dilayukan
lebih dari 8 jam tanpa memperhatikan temperaturnya. Pelayuan daging unggas
sebaiknya dilakukan pada suhu 0-7C. Pada kondisi seperti ini akan memberikan
kesempatan pada daging untuk melewati fase rigor mortis. Bila daging telah
melewati fase ini maka daging akan menjadi empuk. Rigor mortis pada daging
ayam, pada suhu ruang, berlangsung 2 - 4,5 jam. Lamanya fase ini, tergantung
kepada suhu dan macam unggas.
Penyimpanan daging beku dilakukan pada suhu -17 sampai -40C. Pada
daging unggas dapat tahan dalam keadaan baik selama satu tahun bila disimpan
pada suhu -17,8C. Pada suhu ini daging unggas dalam keadaan beku. Dengan
pembekuan, pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim dapat dihambat, sehingga
proses

pembusukan

atau

kerusakan

daging

unggas

dapat

dihambat.

Perubahan-perubahan yang dapat terjadi selama pembekuan antara lain glikolisis


dan denaturasi protein. Perubahan akibat aktifitas enzim dan mikroba, perubahan
kimia dan biokimia seperti glikolisis berlangsung dengan kecepatan menurun
selama penyimpanan beku. Bahkan terhenti sama sekali setelah penyimpanan
selama dua bulan pada suhu -17C.
Selama penyimpanan beku terjadi denaturasi protein. Denaturasi protein
akibat

suhu

rendah

(pembekuan

dan

penyimpanan

beku)

disebabkan

meningkatnya konsentrasi padatan intraseluler akibat keluarnya cairan dari sel


membentuk kristal es. Perubahan-perubahan yang paling cepat terjadi pada suhu
sedikit dibawah titik beku (sub freezing temperature) karena sebagian besar kristal
es terbentuk pada selang suhu tersebut dan semakin lambat pada suhu yang lebih
rendah. Denaturasi protein dapat dihambat dengan cara penurunan suhu
penyimpanan serendah mungkin. Selama proses pembekuan reaksi-reaksi
enzimatik dan non enzimatik yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan
kebusukan akan berlangsung lebih lambat. Selain itu suhu pembekuan dapat
mematikan mikroba. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan konsentrasi
padatan intraseluler, keluarnya senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah
dari sel-sel bahan sehingga mengurangi ketersediaan substrat membentuk kristal

25

es, terutama kristal es intraseluler yang secara fisik akan merusak sel-sel mikroba.
Kenaikan konsentrasi padatan intraseluler selama proses pembekuan dapat
mengakibatkan perubahan fisik dan kimia terhadap sel-sel bakteri, seperti
perubahan pH, tekanan uap, titik beku, tegangan permukaan dan potensial
oksidasi-reduksi.
Kesimpulan :
1.

Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang mengandung asam

2.
3.

amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik.
Serat-serat daging unggas pendek dan lunak sehingga mudah dicerna.
Daging unggas menghasilkan jumlah kalori yang rendah apabila
dibandingkan dengan nilai kalori daging sapi atau daging babi, sehingga
daging unggas dapat dipakai sebagai bahan makanan yang baik untuk
mengawasi pertambahan berat badan, penyembuhan dari sakit dan untuk

orang-orang tua yang tidak aktif bekerja lagi.


4. Tahap-tahap mendapatkan karkas unggas yaitu inspeksi ante mortem,
penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan
dressing (pemotongan kaki, pengambilan jeroan, dan pencucian)

Istilah Dalam Bidang Perunggasan

26

Poultry/Unggas:
Hewan kelas aves yang telah didomestikasikan yang mampu memberikan nilai
ekonomis dalam bentuk barang atau jasa untuk kesejahteraan manusia serta
perkembangbiakannya dikelola oleh manusia.
Poultry Science:
Ilmu pengetahuan baik berupa prinsip atau praktis tentang unggas serta tentang
reproduksi, produksi dan pemasarannya.
DOC:
Day old chick atau anak ayam umur sehari, juga dinamakan kuri atau kuthuk
umur sehari.
Ayam Broiler:
Ayam penghasil daging dengan umur pemeliharaan sampai panen cukup singkat
sekitar 35 hari.
Ayam Layer:
Ayam petelur yang dipelihara hingga umur sekitar 75 minggu dengan masa
produksi sekitar umur 20-75 minggu.
HDA (Hen Day Average):
Persentase perbandingan jumlah produksi telur dengan populasi ayam dalam satu
kelompok pada satuan waktu tertentu.
FI (Feed Intake):
Jumlah pakan yang dihabiskan oleh ayam atau unggas pada periode waktu
tertentu.
FCR (Feed Conversion Ratio):
Perbandingan jumlah pakan yang dihabiskan dengan kenaikan berat badan pada
waktu dan satuan berat yang sama.
Efisiensi Pakan:
Besarnya bagian pakan yang dapat diubah menjadi produk daging atau telur yang
dinyatakan dalam persen.
Class:
Standar klasifikasi ayam berdasarkan daerah asal usul geografis yang memberikan
variasi perbedaan bentuk dan sifat karaktersitikdari ayam tersebut. Contoh ayam
asia, amerika.
Bangsa/Breed:
Klasifikasi ayam berdasarkan bentuk morfologhi dan besar tubuh yang sama dari
setiap klas, contoh ayam brahma.
Strain:
Klasifikasi ayam berdasarkan garis keturunan tertentu melalui persilangan dari

27

berbagai klas, bangsa atau varietas sehingga ayam tersebut memiliki bentuk, sifat
dan tipe produksi tertentu sesuai dengan tujuan produksi.
Karkas Unggas:
Hasil pemotongan unggas tanpa disertai bagian darah, bulu, kepala, cakar, usus,
giblet (hati jantung empedal), tetapi paru-paru termasuk di dalam bagian karkas.
Albumin:
Putih telur kaya protein yang dihasilkan oleh magnum.
Yolk:
Bagian telur paling dalam yang mengandung lemak, trigliserida, glukosa, mineral
dan karotin.
Oviduk:
Saluran reproduksi ayam betina yang terdiri dari infundibulum, magnum, istmus,
uterus, dan vagina.
Ovarium:
Alat reproduksi ayam betina yang menghasilkan ovum.
Ovulasi:
Adalah peristiwa keluarnya ovum (yolk) dari folikel setelah robek pada bagian
stigma oleh pengaruh hormone LH, ovum yang terlepas kemudian akan ditangkap
oleh infundibulum.
Oviposition:
Peristiwa keluarnya telur dari kloaka karena pengaruh hormone oksitosin.
Molting:
Adalah peristiwa rontoknya bulu secara alamiahdan beraturan. Molting yang
dipaksakan disebut force molting yang bertujuan untuk mengatur produksi telur.
Plumping:
Penyerapan air dan mineral saat mulai terbentuknya kerabang tipis yang terjadi di
istmus.
Brodinnes:
Adalah usaha ayam mengerami telurnya setelah bertelur pada periode tertentu dan
dipengaruhi oleh hormone prolaktin.

28

Anda mungkin juga menyukai