BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Persalinan menghasilkan nyeri hebat dan cemas. Kondisi stress ini
Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami tentang anestesi epidural
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Anestesi.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad.
1.4
Metode Penulisan
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1
Anestesia Epidural
Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial,
dimana penggunaannya lebih luas dari pada anestesia spinal. Epidural blok dapat
dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (yang lazim
disebut blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia
operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk
penanggulangan nyeri kronis.1
Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radiks saraf berjalan di dalam
ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan
selanjutnya menuju kearah luar.1
Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan
dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang
relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat
simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia
tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan
dan analgesia post operasi.1
2.1.1
Lumbal epidural
Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi
Torakal epidural
Secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian
juga risiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan
Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang
sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya
resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan dan spuit gelas
yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum
masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami
hambatan dan suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan, milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan
suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba
akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.1,3
2.3
Aktifasi Epidural
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan
untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi
spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau
intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose
epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural yang telah terpasang. 1,2
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke
ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan
kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005
mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang
subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila
disuntikan intravaskuler akan menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit
suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada
tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai
marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus
sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga
false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan
untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia
yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi
sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara
intravena. 1,2
2.4
apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada
anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur
akan memerlukan suntikan tunggal short atau long acting anestesi atau
membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi
kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3%
kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk
bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat
anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk
epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.1
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui
kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman
praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi
blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat
anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi
dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah
dari dosis inisial.1
Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat,
durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih
dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan
preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat
bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume yang
besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang yang berat
(diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain
sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan komplikasi tersebut.1
Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide
dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi
menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk
menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan
pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan menimbulkan
cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena. Kasulitan dalam
melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan
protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan
dan
nyeri
pasca
operasi.
S-enantiomer
dari
bupivakain
levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak
menimbulkan
efek
toksik
secara
sistemik.
Ropivakain,
kurang
toksik
dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan
bupivakain. 1
2.5
suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus
vagus mengakibatkan semua hal ini.1
2.6
Persalinan
Pada proses persalinan yang sulit, apabila dilakukan dengan teknik
Kontra indikasi
Tabel 2.1 Kontra indikasi anestesi epidural1,4
No
1
2
3
4
platelet lainnya
Penyakit demielisasi system Koagulopati
6
7
8
2.8
saraf pusat
Stenosis aorta
Dalam
pengobatan
dengan
antikoagulan
Peningkatan tekanan intra cranial
Pasien menolak
dapat
menyebabkan
blok
spinal
menyeluruh,
hipotensi,
ketidaksadaran, dan apnue. Dura yang dapat ditembus oleh jarum besar untuk
kateterisasi dapat menyebabkan kebocoran LCS sehingga terjadi nyeri kepala
spinalis.6
Nyeri punggung kadang dilaporkan setelah dilakukan tindakan anestesi
epidural atau spinal. Hal ini dikaitkan dengan beberapa faktor seperti yang terlihat
pada tabel 2.2.5
Tabel 2.2 Faktor penyebab nyeri punggung post anestesi epidural/spinal
Faktor penyebab
Nyeri bekas suntikan
Posisi
Keterangan
Terlokalisir dan bersifat sementara
Posisi yang berlebihan saat operasi atau
melahirkan
2-Chloroprocaine and EDTA
Jarang tetapi penting untuk diterapi
Obat-obatan
Abses atau hematoma epidural
Rekurensi nyeri punggung sebelumnya
Terjadinya hematoma jarang setelah anestesi epidural/spinal. Sebagian
besar kasus yang terjadi pada pasien dengan terapi koagulopati atau antikoagulan.5
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan E, Mikhail MS. Clinical Aesthesiology. 4th ed. Elm St. Appleton
&lange Stamford; 2006.
2. Visser
L.
Epidural
anesthesia.
World
Federation
of
Societies
of
11
Fakultas Kedokteran
2004.
8. Ghanie A. Penyakit Jantung Kongenital Pada Dewasa. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Departemen Ilmu Penyait Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; 1644-1645.