Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Persalinan menghasilkan nyeri hebat dan cemas. Kondisi stress ini

berakibat terjadinya respons hormonal yang menyebabkan perubahan metabolik


dan hemodinamik lebih buruk pada persalinan. Nyeri hebat dan cemas memang
dapat diatasi dengan pemberian opioid dan sedatif, tetapi obat-obat tersebut
berpengaruh buruk pada janin yang akan dilahirkan. Anestesi epidural lumbal
adalah salah satu cara di bidang Anestesiologi untuk menghilangkan/mengurangi
sensasi nyeri tersebut. Cara ini lebih tepat dan menguntungkan karena hanya
memerlukan obat dosis kecil secara lokal.
Di Inggris 25%, Amerika Serikat 66%, dan Belgia 33% dari seluruh
persalinan mendapatkan fasilitas bebas nyeri dengan anestesi epidural lumbar.
Anestesi epidural di Indonesia untuk memfasilitasi persalinan bebas nyeri telah
dimulai sejak tahun 1976.
1.2

Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang

1.3

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami tentang anestesi epidural
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Anestesi.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad.

1.4

Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan


mengacu kepada beberapa literatur.

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1

Anestesia Epidural
Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial,

dimana penggunaannya lebih luas dari pada anestesia spinal. Epidural blok dapat
dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (yang lazim
disebut blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia
operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk
penanggulangan nyeri kronis.1
Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radiks saraf berjalan di dalam
ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan
selanjutnya menuju kearah luar.1
Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan
dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang
relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat
simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia
tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan
dan analgesia post operasi.1
2.1.1

Lumbal epidural
Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi

tempat insersi atau tempat memasukan epidural anestesia dan analgesia.


Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat ini. Anestesia
lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan dibawah diafragma.
Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada
daerah lumbal dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai
menembus dura.1,2
2.1.2

Torakal epidural
Secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian

juga risiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan

paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan


untuk intra atau post operatif analgesia.1,2
2.1.3. Cervikal epidural
Teknik ini biasanya dikerjakan dengan posisi pasien duduk, leher ditekuk
dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis digunakan terutama untuk
penanganan nyeri.1,2
2.2

Teknik Anestesi Epidural


Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum

epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua


teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang
epidural adalah teknik loss of resistance dan hanging drop. 1,3

Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang
sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya
resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan dan spuit gelas
yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum
masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami

hambatan dan suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan, milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan
suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba
akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.1,3
2.3

Aktifasi Epidural
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan

untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi
spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau
intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose
epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural yang telah terpasang. 1,2
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke
ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan
kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005
mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang
subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila
disuntikan intravaskuler akan menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit
suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada
tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai
marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus
sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga
false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan
untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia
yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi
sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara
intravena. 1,2
2.4

Obat-obat anestesi epidural


Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan,

apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada

anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur
akan memerlukan suntikan tunggal short atau long acting anestesi atau
membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi
kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3%
kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk
bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat
anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk
epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.1
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui
kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman
praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi
blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat
anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi
dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah
dari dosis inisial.1
Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat,
durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih
dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan
preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat
bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume yang
besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang yang berat
(diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain
sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan komplikasi tersebut.1
Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide
dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi
menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk
menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan
pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan menimbulkan
cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena. Kasulitan dalam
melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan
protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan

akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant


arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%)
sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia untuk
persalinan

dan

nyeri

pasca

operasi.

S-enantiomer

dari

bupivakain

levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak
menimbulkan

efek

toksik

secara

sistemik.

Ropivakain,

kurang

toksik

dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan
bupivakain. 1
2.5

Kegagalan Blok Epidural


Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas, dan

secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural sangat tergantung


pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau hanging drop). Juga, lebih
bervariasinya anatomi dari ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran
obat anestesi lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat
diprediksi.1
Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam
sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis lembut dan
perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan, dengan kata lain kekeliruan
dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri. Demikian juga bila masuk ke
muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of resistance.
Penyebab lain kegagalan anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan
injeksi intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat dari
obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan waktu yang
dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak berhasil.1
Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar
dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi
dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan
dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien
mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa
kasus (tarikan pada ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang
lainnya seperti tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian

suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus
vagus mengakibatkan semua hal ini.1
2.6

Indikasi anestesi epidural


2.6.1

Bedah daerah panggul dan lutut


Anestesi epidural untuk pembedahan daerah panggul dan lutut

berhubungan dengan rendahnya

kejadian trombosis vena dalam.

Perdarahan juga minimal apabila dilakukan pembedahan dengan teknik


anestesi epidural.1
2.6.2

Revaskularisasi ekstremitas bawah


Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit

pembuluh darah perifer yang dioperasi dengan teknik anestesi epidural


aliran darah ke distal lebih besar dan oklusi pembuluh darah post operatif
juga menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan anestesi
umum.1
2.6.3

Persalinan
Pada proses persalinan yang sulit, apabila dilakukan dengan teknik

epidural anestesi menyebabkan stress peripartum berkurang. Hal ini


berhubungan dengan menurunnya produksi katekolamin.1
2.6.4

Post operatif manajemen


Pasien dengan gangguan cadangan paru, misalnya PPOK

menunjukkan maintenance fungsi paru lebih bagus dengan teknik epidural


anestesi dibandingkan dengan general anestesi. Post operatif pun, pasien
lebih kooperatif dan lebih cepat dipindahkan dari recovery room.1
2.7

Kontra indikasi
Tabel 2.1 Kontra indikasi anestesi epidural1,4
No
1
2
3
4

Kontra indikasi relatif


Neuropati perifer
mini-dose heparin
Demensia atau psikosis
Aspirin atau pengobatan anti

Kontra indikasi absolut


Sepsis
Bakteremia
Infeksi kulit pada lokasi injeksi
Hipovolemia berat

platelet lainnya
Penyakit demielisasi system Koagulopati

6
7
8
2.8

saraf pusat
Stenosis aorta

Dalam

pengobatan

dengan

antikoagulan
Peningkatan tekanan intra cranial
Pasien menolak

Pasien tidak kooperatif

Komplikasi Anestesi Epidural


Komplikasi anestesi epidural hampir sama dengan komplikasi anestesi

spinal. Hal yang membedakannya hanya tingkat kehebatannya dan insidennya. 5


Dosis anestesi lokal dibutuhkan lebih besar untuk anestesi epidural
dibandingkan anestesi subaraknoid spinalis. Kadarnya dalam darah dapat menjadi
tinggi dan dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung dan pengurangan curah
jantung pada penderita yang lanjut usia dengan keadaan otot jantung yang tidak
sempurna. Jarum atau kateter pada anestesi subaraknoid dapat memasuki
pembuluh darah dan suntikan sistemik sehingga dapat menyebabkan hipotensi
yang tiba-tiba. Jika dura ditembus secara tidak sengaja, tetapi tidak diketahui,
maka dosis anestesi lokal yang disuntikkan berkali-kali pada anestesi spinalis
subaraknoid

dapat

menyebabkan

blok

spinal

menyeluruh,

hipotensi,

ketidaksadaran, dan apnue. Dura yang dapat ditembus oleh jarum besar untuk
kateterisasi dapat menyebabkan kebocoran LCS sehingga terjadi nyeri kepala
spinalis.6
Nyeri punggung kadang dilaporkan setelah dilakukan tindakan anestesi
epidural atau spinal. Hal ini dikaitkan dengan beberapa faktor seperti yang terlihat
pada tabel 2.2.5
Tabel 2.2 Faktor penyebab nyeri punggung post anestesi epidural/spinal
Faktor penyebab
Nyeri bekas suntikan
Posisi

Keterangan
Terlokalisir dan bersifat sementara
Posisi yang berlebihan saat operasi atau
melahirkan
2-Chloroprocaine and EDTA
Jarang tetapi penting untuk diterapi

Obat-obatan
Abses atau hematoma epidural
Rekurensi nyeri punggung sebelumnya
Terjadinya hematoma jarang setelah anestesi epidural/spinal. Sebagian
besar kasus yang terjadi pada pasien dengan terapi koagulopati atau antikoagulan.5

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan E, Mikhail MS. Clinical Aesthesiology. 4th ed. Elm St. Appleton
&lange Stamford; 2006.
2. Visser

L.

Epidural

anesthesia.

World

Federation

of

Societies

of

Anesthesiologists. 2001;11(4 Pt). Available from:


http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u13/u1311_01.htm.
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. 2nd ed.
Jakarta. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2002.
4. Epidurals [homepage on the internet]. USA: The Association;c 2009 [cited
2011 May 9]. Epidurals.com. Available from http://epidurals.com/epiduralfrequently-asked-questions/.

11

5. Fischer HBJ. Regional anaesthesia and analgesia. In: Fundamentals of


anaesthesia. Smith T, Pinnock C, Lin T, editors. 3rd ed. New York: Cambridge
University Press; 2009.
6. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Edisi ke-10. Jakarta:EGC;1994.
7. Anwar Tb. Wanita Kehamilan Dan Penyakit Jantung. Bagian Kardiologi dan
Kedokteran Vaskuler

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

2004.
8. Ghanie A. Penyakit Jantung Kongenital Pada Dewasa. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Departemen Ilmu Penyait Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; 1644-1645.

Anda mungkin juga menyukai