Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para
ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di
rongga mulut terutama sekali pada negara-negara yang sedang berkembang.
Kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada
kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga
mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan
paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996).
Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan
kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah
didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi
dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer
dan metastase nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996).
Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat
petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi negara-negara yang sedang
berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana
prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen.
Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesilesi kanker dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa
80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini
keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972).
Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan
dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara
laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan
dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal
sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik.

BAB II
KANKER RONGGA MULUT
II.1 DEFINISI
A. Batasan
Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar
liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.
Batas-batas rongga mulut ialah :

Depan

: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah

Atas

: palatum durum dan molle

Lateral : bukal kanan dan kiri

Bawah

: dasar mulut dan lidah

Belakang

: arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus


glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah,
papilla sirkumvalata lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini :
a. bibir
b. lidah 2/3 anterior
c. mukosa bukal
d. dasar mulut
e. ginggiva atas dan bawah
f. trigonum retromolar
g. palatum durum
h. palatum molle
Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah :
a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula
b. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi.
c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.

II.2 EPIDEMIOLOGI
1. Insidens dan frekwensi relatif
Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti.
Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker
rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang
rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu
5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988).
Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari
seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari
seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar
mulut (15%), dan bibir (13%).
2. Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3/2 - 2/1
3. Distribusi umur
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).
4. Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan
India, sedang yang rendah di Jepang.
5. Etiologi dan faktor resiko

Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada
rokok atau tembakau.
RIsiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang

perokok,

nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek

II.3 KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI


A. Tipe Histologi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

TIPE HISTOLOGI
Squamous cell carc.
Adenocarcinoma
Adenoid cyst.carc
Ameloblastic carc
Adenolymphoma
Mal. mixed tumor
Pleomorphic carc
Melanoma maligna
Lymphoma maligna

ICD.M
5070/3
8140/3
8200/3
9270/2
8561/3
8940/3
8941/3
8720/3
9590/3-9711/3

Sebagian besar (90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma
epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula
berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukkan suatu
rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak
lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut
(C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan
invasi ke rongga mulut.

B. Derajat Diferensiasi
DERAJAT DIFERENSIASI
GRAD KETERANGAN
E
4

G1
G2
G3
G4

Differensiasi baik
Differensiasi sedang
Differensiasi jelek
Tanpa differensiasi =
anaplastik

C. Laporan Patologi Standard


Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :
1. tipe histologis tumor
2. derajat diferensiasi (grade)
3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium
patologis (pTNM)
T = Tumor primer
- Ukuran tumor
- Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
- Radikalitas operasi
N = Nodus regional
- Ukuran KGB
- Jumlah KGB yang ditemukan
- Level KGB yang positif
- Jumlah KGB yang positif
- Invasi tumor keluar kapsel KGB
- Adanya metastase ekstra nodal
M = Metastase jauh

II.4 KLASIFIKASI STADIUM KLINIS


Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC,
2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan
beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.
Stadium karsinoma rongga mulut :

ST
0

T
TIS

N
N0

M
M0

T1

N0

M0

II

T2

N0

M0

TNM
T0
TIS
T1
T2
T3
T4a

KETERANGAN
Tidak ditemukan tumor
Tumor in situ
2 cm
>2 cm - 4 cm
> 4 cm
Bibir :infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar
mulut, kulit
Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah
(ekstrinsik /deep), sinus maksilaris, kulit

T4b
III

T3

N0

Infiltrasi masticator space, pterygoid plates,


dasar tengkorak, a.karotis interna

M0
6

IVA

T1
T2
T3

N1
N1
N1

M0
M0
M0

T4

N0,N1

M0

Tiap T

N2

M0

IVB

Tiap T

IVC

Tiap T

N3
Tiap N

N0
N1
N2a
N2b

Tidak terdapat metastase regional


KGB Ipsilateral singel,
3 cm
KGB Ipsilateral singel,
>3 - 6 cm
KGB Ipsilateral multipel,
< 6 cm

N2c

KGB Bilateral /kontralateral,

< 6 cm

N3

KGB > 6 cm

M0

Tidak ditemukan metastase jauh

M1

Metastase jauh

M0

M1

Luas ekstensi kanker:


NO
1
2
3
4
5

LUAS EKSTENSI
Kanker In Situ
Kanker lokal
Ekstensi lokal
Metastase jauh
Ekstensi lokal disertai meta
jauh

I1.5 GAMBARAN KLINIS


Kebanyakan pasien kanker rongga mulut mempunyai riwayat lesi/keadaan prakanker
mulut sebelumnya, seperti leukoplakia, eritrplakia, submukus fibrosis dan lain-lain. Untuk itu
dokter gigi seharusnya mengenali gambaran klinis lesi-lesi tersebut (Balaram dan
Meenattoor,1996).
Umumnya kanker rongga mulut tahap dini tidak menimbulkan gejala, diameter kurang
dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih, licin, halus
dan memperlihatkan elevasi yang minimal (Lynch,1994). Seringkali awal dari keganasan
ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2
minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda
lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari
7

sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas.
Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofitik
(Williams,1990; Tambunan,1993). Selain itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan
yang eksofitik (lesi superfisial) yang dapat berbentuk bunga kol atau papiler, mudah berdarah.
Lesi eksofitik ini lebih mudah dikenali keberadaannya dan memiliki prognosa lebih baik
(Williams; 1990; Tambunan,1993).
Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin
memiliki beberapa perbedaan (Daftary,1992). Untuk lebih jelas, gambaran klinis akan dibahas
secara terpisah menurut lokasinya.
Kanker pada lidah.
Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan
bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah (Daftary,1992; Tambunan,1993;
Pinborg,1986). Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada
bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa
tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita
dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan.
Kanker yang terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak
pada 1/3 posterior lidah. Kadang-kadang metastase limph node regional mungkin merupakan
indikasi pertama dari kanker kecil pada lidah :Pinborg,1986).
Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai
bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik
bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus :Daftary,1992). Lama-kelamaan ulkus
ini akan mengalami infiltrasi lebih dalam jangan tepi yang mengalami indurasi (Pinborg,1986).
Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada infeksi sekunder.

Kanker pada bibir.


Kanker bibir selalu dihubungkan dengan orang-orang yang memiliki aktivitas diluar
seperti nelayan dan petani. Sinar matahari mungkin terlibat dalam Datogenese kanker bibir.
Umumnya lebih banyak terjadi pada bibir bawah jaripada bibir atas (Daftary,1992; Pinborg,1986;
Smith,1989).
Pada awal pertumbuhan, lesi dapat berupa nodul kecil atau ulkus yang tidak sembuhsembuh. Deteksi tumor pada keadaan ini memberikan kesempatan untuk menemukan karsinoma
dini (Daftary,1992; Pinborg,1986,Tambunan,1993). Lesi yang lebih lanjut dapat berbentuk
papillari, ulseratif atau infiltratif. Tipe papilomatous dapat diawali dari epitel yang menebal dan
sebagian dari epitel ini tetap berada pada superficial. Lesi-lesi yang ulseratif dan infiltratif
diawali dari epitel yang menebal tetapi selanjutnya mengalami infiltrasi lebih dalam
(Daftary,1992). Tanda yang paling penting adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran
ulkus.

Kanker dasar mulut.


Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan
tembakau. Pada stage awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi berkembang pasien
akan mengeluhkan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Pinborg,1986;
Daftary,1992).
9

Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa ulserasi dengan tepi yang
timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual (Pinborg,1986). Bentuk yang lain
adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari
leukoplakia (Daftary, 1992). Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau
infiltratif.
Kanker pada mukosa pipi.
Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan
kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Susur tersebut
berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam (Daftary,1992).
Pada awalnya lesi tidak menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus,
ulserasi yang kecil, daerah merah dengan indurasi dan kadang-kadang dihubungkan dengan
leukoplakia tipe nodular (Daftary,1992; Pinborg,1986). Dengan meningkatnya ukuran tumor,
akan menjadi target trauma pada waktu mengunyah, sehingga cenderung menjadi ulserasi dan
infiltratif.
Kanker pada gingiva.
Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan
pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada
gingiva mandibula daripada gingiva maksila (Daftary,1992; Pinborg,1986).
Lesi awal terlihat sebagai ulger indolen, granuloma yang kecil atau sebagai nodul. Sekilas
lesi terlihat sama dengan lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hiperplasia inflamatori
(Daftary,1992). Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau pertumbuhan infiltratif
yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah berdarah. Pertumbuhan
infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan menimbulkan desdruktif
(Tambunan,1993).
Kanker pada palatum.
Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik,
kanker pada palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker
mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok
secara terbalik adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Reddy dkk, 1974.
10

menggambarkan suatu microinvasive carcinoma untuk melukiskan suatu lesi awal dalam bentuk
yang kecil, oval atau bulat berwarna kemerah-merahan, erosi yang licin dengan daerah
hiperkeratosis disekelilingnya lesi ini biasanya terjadi pada zona glandular palatum keras dan
asimptomatik. Jika mendapatkan tekanan dapat berdarah (Daftary, 1992).
Kebanyakan kanker palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dan dasar yang luas
dengan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang mungkin akan mengisi seluruh palatum.
Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga
hidung (Daftary, 1992).
Predileksi.
Selain mengenali gambaran klinis awal proses keganasan dan keganasan, dokter gigi
harus mengetahui faktor-faktor predileksi umur, jenis kelamin dan tempat dari kanker rongga
mulut. Sebagaimana dengan kanker pada bagian tubuh lainnya, sebagian besar kasus-kasus
kanker mulut terjadi pada usia tua diatas 40 tahun. Keadaan ini dihubungkan dengan daya tahan
tubuh yang menurun dengan semakin bertambahnya usia. Pria lebih sering terkena, kemungkinan
dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Walaupun kanker rongga mulut dapat terjadi disemua daerah mukosa mulut, penting
untuk mengetahui predileksi tempat. Kanker dini yang tidak bergejala pada dasarnya terlokalisir
pada tiga tempat yang spesifik dalam rongga mulut, meliputi dasar mulut, kompleks palatum
lunak dan bagian permukaan ventral lidah dan sepertiga tengah serta sepertiga posterior dari
aspek lateral lidah (Pinborg,1986; Lynch,1994).
II.6 PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesa
Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya.
1. Keluhan
2. Perjalanan penyakit
3. Faktor etiologi dan risiko
4. Pengobatan apa yang telah diberikan
11

5. Bagaimana hasil pengobatan


6. Berapa lama kelambatan
b. Pemeriksaan fisik
1) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki
Tentukan tentang

: a. penampilan
b. keadaan umum
c. metastase jauh

2) Status lokal
Dengan cara

: 1. Inspeksi
2. Palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi
dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu
kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior.
Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam
mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil.
Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan
jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut.
Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah
dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik
keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan
dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih
baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa
Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa
besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya
3) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan
kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya
( yang terbesar ), dan mobilitasnya.
12

2. Pemeriksaan Radiografi
a. X-foto polos
o X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan pada

tumor

gingiva mandibula atau tumor yang lekat pada mandibula


o X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila
atau tumor yang lekat pada maksila
o X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum
o X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru
b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi )
o USG hepar untuk melihat metastase di hepar
o CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional
o Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk
menilai keadaan umum dan persiapan operasi
4. Pemeriksaan Patologi
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus
diperiksa patologis dengan teliti.
Spesimen diambil dari biopsi tumor
Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor
primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher.
Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang eksisi yang dikerjakan
ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm
dari tepi tumor)
Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator:
13

bila tumor besar atau inoperabel


Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi
dari tumor.
Tumor besar yang diperkirakan masih operabel :
Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan
eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging)
Tumor besar yang diperkirakan inoperabel :
Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor.
( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel
kanker).
JENIS DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN
1. Diagnosis utama
Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan
diagnosis klinis
2. Diagnosis komplikasi
Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu
3. Diagnosis sekunder
Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi
dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya.
4. Diagnosis patologi
Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu
II.7 PROSEDUR TERAPI
Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan
beberapa bidang spesialis yaitu:
-

oncologic surgeon
14

plastic & reconstructive surgeon

radiation oncologist

medical oncologist

dentists

rehabilitation specialists

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi
dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah
a) Umur penderita
b) Keadaan umum penderita
c) Fasilitas yang tersedia
d) Kemampuan dokternya
e) Pilihan penderita.
Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan
angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi.
Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling
baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat
diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4).
Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan
ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar.
Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap
penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan postoperatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis.
Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut:
Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut
ST
I

T.N.M.
T1.N0.M0

OPERASI
Eksisi radikal

RADIOTERAPI
atau Kuratif,
50-70
Gy

KHEMOTERAPI
Tidak dianjurkan

15

II

T2.N0.M0

Eksisi radikal

atau Kuratif,
Gy

III

T3.N0.M0
T1,2,3.N1.M0

Eksisi radikal

dan

Post op. 30-40 (dan) CT


Gy

IVA T4N0,1.M0
Tiap T.N2.M0
IVB Tiap T.N3.M0
-operabel

Eksisi radikal

dan

Post.op 30-40 Gy

dan

Post.op 30-40 Gy
CT
Paliatif,
50-70 (dan)
Gy

-inoperabel
IVC TiapT.tiapN.M1

Paliatif

Residif lokal

Operasi untuk
residif post RT
Tidak
dianjurkan

Metastase

Eksisi radikal

50-70

Tidak dianjurkan

Paliatif

Paliatif

RT untuk residif dan


post op
Tidak dianjurkan

CT
CT

Karsinoma bibir
T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: eksisi luas
Bila mengenai komisura, radioterapi akan
memberikan kesembuhan dengan
fungsi dan kosmetik yang lebih baik
T3,4
: eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma dasar mulut
T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: tidak lekat periosteum eksisi luas
Lekat periosteum eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma lidah
T1,2 : eksisi luas atau radioterapi
T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma bukal
T1,2 : eksisi luas
Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan
fungsi dan kosmetik yang lebih baik
T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca beda
16

Karsinoma ginggiva
T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) :
eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid +
radioterapi pasca bedah
Karsinoma palatum
T1
: eksisi luas sampai dengan periost
T2
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
T3
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + diseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) :
Maksilektomi infrastruktural parsial / total tergantung luas lesi +
diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah
Karsinoma trigonum retromolar
T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental +
supraomohioid + radioterapi pasca bedah

diseksi

Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher
selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T
harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan
deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block.
Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis
metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif
metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening

A. Terapi Kuratif
Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan
III.
17

1. Terapi utama
Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV
yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah
Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan:
a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi
kuratif.
b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik.
c) Kosmetis cukup dapat diterima.
a. Operasi
Indikasi operasi:
1) Kasus operabel
2) Umur relatif muda
3) Keadaan umum baik
4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat
Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah :
1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor
dengan ekstensinya
2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor
3) Eksisi luas tumor
o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor
o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi
4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau
modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional.
Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor primer bilamana
memungkinkan.
5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan
dengan pemeriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis
sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor.
6) Rekonstruksi defek yang terjadi.

18

b. Radioterapi
Indikasi radioterapi
1) Kasus inoperabel

2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas)

3) Kanker pangkal lidah

4) Umur relatif tua

5) Menolak operasi

6) Ada ko-morbiditas yang berat

Radioterapi dapat diberikan dengan cara:


1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis
5000 - 7000 rads.
2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum
Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads.
2. Terapi tambahan
a. Radioterapi
Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi.
(1) Radioterapi pasca-bedah
Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan
eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan
operasi oleh sel kanker.
(2) Radioterapi pra-bedah
Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan
atau yang inoperabel.
b. Operasi
Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah
radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi.
c. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh
sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau
radioterapi.
3. Terapi Komplikasi
a. Terapi komplikasi penyakit

19

Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat
terjadi komplikasi karena terapi.
Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya:
1) Nyeri: analgetika

2) Infeksi: antibiotika

3) Anemia: hematinik 4) Dsb.


b. Terapi komplikasi terapi
1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya
2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya
3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya
4. Terapi bantuan
Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.
5. Terapi sekunder
Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis
penyakitnya
B. Terapi Paliatif
Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kualitas hidup penderita dan mengurangi
keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi.
Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:
1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh
2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek
3. Terapi kuratif gagal
4. Usia sangat lanjut
Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain:
1. Loko regional
a) Ulkus di mulut/leher

b) Nyeri

c) Sukar makan, minum,


menelan

d) Mulut berbau

e) Anoreksia

f) Fistula oro-kutan

2. Sistemik:
a) Nyeri

b) Sesak nafas

d) Batuk-batuk

e) Badan mengurus

c) Sukar bicara
f) Badan lemah

20

(1) Terapi utama


1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads.
Kalau perlu kombinasikan dengan operasi
2. Ada metastase jauh: Kemoterapi
Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:
1) Karsinoma epidermoid:
Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate,
Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka
remisi 20 -40%. Misalnya:
a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu
b) Obat kombinasi:
V = Vincristin

: 1,5 mg/m2 hl

B = Bleomycin

: 12 mg/m2 hl + 12 jam diulang tiap

M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8

2-3 minggu

2) Adeno karsinoma :
Obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil,
Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 2030%. Misalnya:
a) Obat tunggal

: Flourouracil:

Dosis permulaan

: 500 mg/m2

Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu


b) Obat kombinasi:
F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28
A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21

diulang tiap

M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1

6 minggu

(2) Terapi tambahan


Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi
(3) Terapi komplikasi
1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan step ladder WHO
2. Sesak nafas: trakeostomi
21

3. Sukar makan: gastrostomi


4. Infeksi: antibiotika
5. Mulut berbau: obat kumur
6. Dsb.
(4) Terapi bantuan
1. Nutrisi yang baik
2. Vitamin
(5)Terapi sekunder
Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang
bersangkutan.

Leukoplakia/Eritroplakia
Hilangkan faktor penyebab,
Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau)

Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

Klas V

3 bl
Ulangan sitologi
Bila 2x ulangan sitologi
hasilnya tetap Klas I-III

Biopsi

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0

< 1 cm
biopsi eksisional (eksisi luas)

> 1 cm
biopsi insisional
22

ganas
tak radikal

tak ganas

ganas

tak ganas

radikal

eksisi

re-eksisi/
radioterapi lokal

operabel
T1

T2

inoperabel/meragukan
T3,4a

kemo dan/radioterapi
lokal preoperatif

radioterapi

operabel
eksisi luas

tak radikal
re-eksisi /
radioterapi lokal

Inoperabel

eksisi luas +
deseksi KGB leher selektif*/
radioterapi lokoregional
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

radikal
meta kgb(+)

meta kgb (-)

radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

T low grade

T high grade

radioterapi
lokal

radioterapi
lokoregional

* Diseksi suprahioid untuk karsinoma bibir


Diseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut
Diseksi bilateral untuk lesi di garis tengah

23

N POSITIP

N 1,2

N3

T di operasi

T di radioterapi

Deseksi leher radikal


(RND)
dengan/tanpa
radioterapi lokoregional *)

radioterapi preoperatif

radioterapi
lokoregional

operabel

T dioperasi

sisa (+)

T ( -)

T diradioterapi
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

sisa (-)
diseksi leher radikal
(RND) + radioterapi
lokoregional +
(sitostatika)

T (+)

ND parsial/
RND modifikasi

inoperabel

sitostatika

radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 penanganan N negatif bilateral


N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau
dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy

24

M POSITIP
sitostatika
+
paliatif (bila perlu):
operasi (trakeotomi,gastrostomi)
radioterapi
medikamentos

TUMOR RESIDIF

terapi primer operatif

operabel

Terapi primer radioterapi

inoperabel

operasi
+
radioterapi
+
(sitostatika)

radioterapi
+
(sitostatika)

operabel

operasi

inoperabel

sitostatika

+
sitostatika

Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti


skema yang bersangkutan
PERLAKUAN PADA MANDIBULA
tumor lekat mandibula

jarak dengan tumor < 1cm

radiologis

25

infiltrasi tulang (-)

infiltrasi tulang (+)


reseksi segmental
enblok

reseksi marginal enblok

REKONSTRUKSI

Jaringan lunak

rekonstruksi segera

mandibula

maksila

rekonstruksi temporer
dengan kawat Kirschner/plat

protese (obturator)

1 tahun

residif (-)

rekonstruksi permanen
tandur tulang

residif (+)

penanganan tumor residif

II.8 PROSEDUR FOLLOW UP


Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama

: setiap 3 bulan

2) Dalam 3-5 tahun

: setiap 6 bulan

3) Setelah 5 tahun

: setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar,
dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak.
26

Pada follow up ditentukan:


1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit
(1) Bebas kanker

(2) Residif

(3) Metastase

(4) Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan

BAB III
KESIMPULAN
27

Kanker rongga mulut pada tahap awal sukar untuk dideteksi secara klinis, karena
seringkali tidak menimbulkan gejala pada pasien atau perubahan- perubahan yang menyertainya
mungkin tidak begitu jelas, hanya menghasilkan perubahan yang sedikit dalam hal fungsi, warna,
tekstur, kontinuitas atau konsistensi dari jaringan yang dikenai. Akibatnya seringkali pasien
datang ke dokter gigi dengan lesi kanker yang sudah dalam keadaan tahap lanjut. Untuk itu
diperlukan suatu tindakan oleh dokter gigi untuk mendeteksi lesi-lesi prakanker dan kanker
rongga mulut pada tahap dini. Lesi-lesi kanker pada tahap dini tidak dapat diidentifikasi secara
adekuat hanya dengan pemeriksaan visual saja. Pengetahuan mengenai gambaran klinis yang
baik sekalipun dari seorang dokter gigi belumlah dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari lesi
kanker pada tahap awal, sebab belum ada indikator klinis yang pasti untuk menentukan jinak
atau ganasnya suatu lesi. Tetapi walaupun begitu, dokter gigi harus mengetahui gejala dan
gambaran klinis lesi kanker rongga mulut pada tahap awal, agar nantinya dapat merencanakan
tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Berikut ini merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai
oleh dokter gigi terhadap kemungkinan adanya kanker mulut yang baru mulai terjadi atau dalam
tahap lanjut (Bolden, 1982):
1. Bercak putih, bersisik, persisten.
2. Bintik pigmen yang tiba- tiba ukurannya membesar.
3. Ulser yang tidak sembuh-sembuh.
4. Gusi bengkak dan berdarah yang tidak dihubungkan dengan obat-obatan.
5. Asimetri wajah yang progresif.
6. Gigi yang tanggal secara tiba-tiba, tanpa adanya riwayat trauma pada rahang.
7. Parastesi, anestesi dan mati rasa di rongga mulut.
8. Trismus dan sakit sewaktu menggerakkan rahang.
9. Adanya gumpalan pada leher, wajah atau jaringan mulut.
10. Luka pencabutan yang tidak sembuh-sembuh.
11. Perubahan
Bila terdapat salah satu atau beberapa tanda-tanda tersebut, dokter gigi harus segera
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi secara dini lesi kanker pada tahap awal, yang
hasilnya dapat mendukung gambaran klinis yang ada didalam rongga mulut. Biasanya dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan dan ketepatan diagnosis histopatologis tergantung
28

pada kerjasama antara klinikus dan ahli patologi, terutama dalam hal ketepatan mengumpulkan
dan memproses bahan pemeriksaan serta mengidentifikasikan gel-gel.

DAFTAR PUSTAKA

29

Balaram, P; Meenattoor,G. 1996. Imunology of Oral Cancer-A Review. Singapore Dental


Journal. Vol.21. No.1. 36.
Bolden, T.E. 1982. The Prevention and Detection of Oral Cancer, dalam Stallard,R.E. A
Textbook of Preventif Dentistry. Ed. Ke.2. Philadelphia. W.B. Sainders Company. 277306.
Coleman, G.C; Nelson,J.F. 1993. Principles of Oral Diagnosis. St. Louis Mosby Year Book. 211214.
Daftari, D.K: Mukti,P.R; Bhonsle, R.B [et.al]. 1992. Oral Squamus Cell Carcinoma, dalam
Prabhu S.R. Oral Diseases in the Tropics. New York. Oxford Medical Publications. 429
-446.
Folson, T.C; White, C.P; Broner,l. [et,al]. 1972. Oral Exfoliatif Study. Review of the Literature
and Report of Three Year Study. Oral Surgery. 33. 61-64.
Kerr, D.A; Ash,M.M; Dean,M.H.1978.Oral Diagnosis. Ed. Ke-5 St. Louis. C.V.Mosby
Company.336-338.
Lynch, M.A.1994. Burket's Oral Medicine. Diagnosis and Treatment. Ed.Ke-9. Philadelphia.
J.B.Lippincott Company. 203-213.
McKinney,R.V; Singh,B.B; Schafmer,D.L. 1985. Biopsi Techniques for the General Practioner,
dalam Clark,J.W. Clinical Dentistry Vol Philadelphia. Haeper dan Row Publisher.9-14.
Pedersen,W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, alih bahasa drg. Purwanto dan drg.
Basoeseno. Ed.Ke-1. Penerbit Buku KeJokteran EGC. Jakarta. 147-150 .
Pinborg,J.J. 1986. Oral Precancer and Cancer, dalam Levine ,N. Current Treatment in Dental
Practice. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 8-13.
Pinborg, J.J. 1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut, alih bahasa drg.Lilian Yuwono.Ed.ke1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 21-93,125.
Sciubba, J.J. 1999. Improving Detection of Precancerous and Cancerous Oral lesions. JADA.
Vol.130. 1445-1457.
Scully, C. 1992. Oncogen, Onco-Supressor, Carcinogenesis and Oral Cancer. British Dental
Journal. 173. 53.
Skhlar, G.1984. Oral Cancer. The Diagnosis, Therapy, Management and Rehabilitation of The
Oral Cancer Patient. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 63-70.

30

Subita, G.P. 1997. Kemopreventif Sebagai Satu Modalitas Pengendalian Kanker Mulut. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Ed. Khusus KPPIKG XI.582-585.
Tambunan, G. W. 1993. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di
Indonesia. Editor dr. Maylani Handoyo. Ed.Ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGG.
Jakarta. 185-198.
Williams, J.H. 1990. Oral Cancer and Precancer: Cliniccal Features. British Dental
Journal.168.13-17.

31

Anda mungkin juga menyukai