Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
STATUS PASIEN
1.1 Identitas
Nama pasien
: An. L A R
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 4 tahun 1 bulan
Nomor RM
: 004971
Pendidikan
: Taman Kanak-Kanak
Nama Ayah
: Tn. S
Pekerjaan
: Pegawai Pabrik
Nama Ibu
: Ny. S
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal Masuk RS
: 11 Oktober 2014
Riwayat Penyakit
Keluhan utama
: Demam
Keluhan tambahan
Penyakit sebelumnya :
o Riwayat demam tifoid disangkal
o Riwayat kejang demam disangkal
Riwayat Kehamilan:
Riwayat Kelahiran:
Riwayat Perkembangan:
Tengkurap
: 3 bulan
Duduk
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Bicara
: 15 bulan
: 4 tahun
Perkembangan pubertas
: belum ada
Riwayat Makanan:
Umur
ASI /PASI
0-2 Bulan
Ya
2-4 Bulan
Ya
4-6 Bulan
Ya
6-8 Bulan
Ya
Buah /Biskuit
Bubur susu
Nasi Tim
Ya
Ya
Ya
susu Ya
Ya
Ya
susu Ya
Ya
Ya
formula
8-10 Bulan
Ya
formula
10-12 Bulan
Ya
susu Ya
Ya
Ya
formula
Saat ini menu makan sehari-hari nasi dan lauk seperti ayam, tahu, tempe,
sayuran.
Riwayat Imunisasi:
BCG
Saat lahir
DPT/Td
Polio
Saat lahir
Usia
bulan
Campak
Usia 9 bulan
Hepatitis B
Saat lahir
Usia
bulan
Lainnya
5 Usia
Usia
bulan
2 Usia
bulan
5 Usia
bulan
1 Usia
18
bulan
7 Usia
18
bulan
bulan
Tidak
dilakukan
: Tidak dilakukan
Riwayat Keluarga:
Corak Reproduksi Ibu : P1A0
No
Kelamin
kesehatan/
Pendidikan
Perempuan Hidup
Pasien
masih
di
taman kanak-kanak
: Tidak ada
Perumahan milik
: Milik sendiri
Keadaan rumah
Ayah
Ibu
Umur sekarang
30 Tahun
27 tahun
Perkawinan ke
26 tahun
23 tahun
Pendidikan terahkir
SMA
SMA
Agama
Islam
Islam
Suku bangsa
Jawa
Jawa
Keadaan kesehatan
Baik
Baik
Tidak ada
Tidak ada
(-)
Keadaan umum
tidak tampak sesak. Posisi pasien saat pemeriksaan berbaring. Pasien tidak
sianosis.
Kesadaran
: Compos Mentis
Status Mental
: Tenang
Tanda vital
o Frekuensi nadi
o Tekanan darah
: 100/60 mmHg
: 36,2 C
Data Antropometri
Tinggi badan
: 100 cm
Berat badan
: 15 kg
Status gizi
-
Pemeriksaan Sistematis
Kepala :
o Bentuk kepala pasien normocephal dengan ubun-ubun besar sudah
menutup. Rambut pasien hitam, terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut dan sutura menutup.
Wajah :
o Raut wajah pasien baik dan tidak terdapat kelainan fasis. Kulit
wajah pasien tidak nampak adanya kelainan. Tidak ada pula nyeri
tekan sinus.
6
Mata :
o Palpebra tidak edem dan tidak ada ptosis, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil bulat isokhor diameter 3mm, refleks
cahaya positif pada kedua pupil, lensa jernih, tidak ada kelainan
pada bola mata maupun pengelihatan pasien.
Telinga :
o Bentuk daun telinga pasien normotia, tidak menggantung, posisi
tidak rendah. Liang telinga didapati lapang, tidak nampak adanya
secret maupun serumen. Gendang telinga intak, refleks cahaya baik,
tidak cembung dan tidak hiperemis.
Hidung :
o Bentuk hidung normal, konka tidak bengkak atau pucat, septum nasi
di tengah, selaput lendir tidak hiperemis. Tidak tampak adanya
sekret ataupun nafas cuping hidung.
Mulut :
o Bibir lembab, tidak sianosis. Mukosa mulut tidak pucat, lidah tidak
kotor, gusi tenang. Faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar
(T1-T1). Pada gigi tidak ada karies.
Leher :
o Pada leher tidak terdapat kelainan bentuk, kelenjar gondok tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meninggi. Tidak teraba
pembesaran KGB. Trakea terdapat di tengah. Pergerakan leher
bebas.
Thorax :
o Bentuk dada pasien normochest. Tidak ditemukan adanya krepitasi
maupun benjolan. Tidak ada kelainan kulit. Tulang-tulang iga intak
dan sela iga dalam batas normal. Kelenjar berkembang normal.
7
Paru :
o Inspeksi
o Perkusi
o Auskultasi
Jantung :
o Inspeksi
o Palpasi
kanan, batas atas pada sela iga II garis parasternal kiri, batas kiri ics
V miidclavicula kiri
o Auskultasi
Abdomen :
o Inspeksi
maupun benjolan
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Perkembangan pubertas :
8
Ekstremitas :
o Massa otot dan jaringan lemak bawah kulit dalam batas normal,
tonus baik, akral hangat. Tidak ada sianosis, tidak ada jari tabuh.
Panjang simetris, tidak ada edema, tidak ada paralisis maupun
paresis.
o Refleks fisiologis :
KPR
: +/+ normal
APR
: +/+ normal
o Refleks patologis :
Babinski
: -/-
Chaddok
: -/-
Oppenheim
: -/-
Chaddock
: -/-
Rangsangan meningeal :
o Rangsangan meningeal pada pasien baik kaku kuduk, brudzinski I,
brudzinski II, laseque, maupun kernig negatif.
: 11.2 g/dL
o Hematokrit
: 33 %
o Eritrosit
: 4.45 juta / L
9
o Leukosit
: 6.4 / L*
o Trombosit
: 110.000 / L* (L)
o MCV
: 84 fL
o MCH
: 27 fL
o MCHC
: 32.1 g/dL
o RDW
: 11.3 %
o Limfosit %
: 20.1 %
o Monosit %
: 7.7 %
o Granulosit % : 72.2 %
o PCT
: 0,115 %
Serologi (Widal)
o S. typhi O
: Positif 1/320
: Positif 1/160
10
1.8 Tatalaksana
Terapi suportif
o IVFD KAEN 3A 1250 cc/ 24 jam
o Tirah baring
o Diet makanan lunak rendah serat 1900 kalori, protein 47,5 gram
Tanggal 11 Oktober 2014 pukul 21.00
S : Demam (+), mual (+), muntah (-), lemas (+), pusing (+), BAB (-) 2 hari,
BAK (+) tidak ada keluhan.
O:
o Keadaan umum tenang, tampak sakit sedang
o Kesadaran compos mentis
o Tekanan darah 90/60 mmHg
o Nadi 128 x/menit
o Respirasi 32x/menit
o Suhu 38,5C
o Kepala : normohephal
o Mata
o THT
S : Demam (-) naik turun, mual (+), muntah (-), lemas (+), pusing (+), BAB
(-) 3 hari, BAK (+) tidak ada keluhan, nyeri perut (-), nafsu makan
membaik.
O:
o Keadaan umum tenang, tampak sakit sedang, tampak kurus
o Kesadaran compos mentis
o Tekanan darah 90/60 mmHg
o Nadi 128 x/menit
o Respirasi 24x/menit
o Suhu 36C
o Kepala : normohephal
o Mata : edema palpebra -, sklera ikterik -/- , konjungtiva anemis -/-
12
o THT
A: Demam Tifoid
P:
IVFD KAEN 3A 1250 cc/ 24 jam
Tirah baring
Diet makanan lunak 1900 kalori, protein 47,5 gram
Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
PO : PCT syrp (k/p) 2 cth (prn)
Banyak minum
S : Demam (-), mual (-), muntah (-), lemas (-), pusing (-), , BAB (+) tidak
ada kelaian, BAK (+) tidak ada keluhan, nyeri perut (-). Pasien
diperbolehkan pulang.
O:
o Keadaan umum tampak sakit ringan, tenang
o Kesadaran compos mentis
o Tekanan darah 100/50 mmHg
o Nadi 108 x/menit
o Respirasi 20 x/menit
o Suhu 36,1C
o Kepala : normohephal
o Mata : edema palpebra -, sklera ikterik -/- , konjungtiva anemis -/-
13
o THT
A:
Demam Tifoid
P:
IVFD KAEN 3AL 1250 cc/ 24 jam
Tirah baring
Diet makanan lunak 1900 kalori, protein 47,5 gram
Inj. Ceftriaxon 1x500 mg
PO : PCT syrp (k/p) 1,5 cth (prn)
Obat pulang:
Lasal (exp) syr 3x1 cth
Cefila syr 2x1 cth
1.10 Prognosis
Quo ad vitam
: Ad bonam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
II.1. Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan tifus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
II.2. Etiologi4
Penyebabnya adalah Salmonella typhii yang merupakan basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3
macam
antigen
yaitu
antigen
(somatik,
terdiri
dari
zat
komplekas
15
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
II.3. Patofisiologi2,3
16
akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, gangguan mental, dan koagulasi.
di regio abdomen atas, pada anak sangat jarang terjadi kebanyakan terjadi adalah
epitaksis.
Berdasarkan waktunya biasanya:
-
Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.
18
Uji Tubex5
Uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk
dikerjakan
Mendeteksi antibodi anti S.typhi pada serum pasien dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti 09 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna
dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex.
Hasil positif menunjukan infeksi Salmonella serogroup D walau tidak spesifik.
S.paratyphi memberikan hasil negatif.
Skor
Interpretasi
<2
Borderline
pengukuran
tdk
dpt
>6
19
Uji tyhphidot5
Mendeteksi antibodi IgM dan IgG yg terdapat pd protein membran luar S.typhi.
Hasil positif : 2-3 hari setelah infeksi dan dpt mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgM dan IgG thdp antigen S.typhi seberat 50 kD yg tdpt pd strip
nitroselulosa.
Uji IgM dipstick5
Mendeteksi antibodi IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau whole
blood.
Menggunakan strip yang mengandung LPS S.typhoid dan anti IgM (kontrol).
Secara semikuatitatif diberikan penilaian
membandingkannya dengan reference strip.
terhadap
garis
uji
dengan
II.1.6. Diagnosis
a) Diagnosis klinis
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu demam, sakit kepala, kelemahan,
nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, insomnia,
hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi relatif, feses
berdarah. Suspek demam tifoid diambil dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
didapatkan gejala demam, gangguan cerna, dan petanda gangguan kesadaran.
Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis suspek tifoid dibuat
hanya berdasarkan pelayanan kesehatan dasar. Demam tifoid klinis diambil jika
didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan adanya bakteri S. typhi.
1. Biakan S. typhi
Metode ini dengan isolasi S. typhi dengan medium differensial yaitu medium
EMB, atau MacConkey. Medium selektifnya dengan agar salmonella-shigella
(SSA). Jika hasil biakan tidak tumbuh maka dilakukan tes serologi.
2. Test serologi
Test ini diambil daru serum penderita. Uji aglutinasi dengan cara mencampur
diatas slide, serum pasien dan biakan yang tidak diketahui. Bila terjadi
20
sehingga tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi sumsum
tulang.
Tiamfenikol : Efektivitas dan dosis tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama
dengan kloramfenikol, tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadi
anemia aplastik rendah. Dosis 4x500mg, demam rata-rata menurun pada hari ke 5
sampai ke-6 pemberian.
Kotrimikazol : Efektivitas obat ini hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis 2x2
(1 tablet mengandung sulfametoksazol 400mg dan 80mg trimetoprim) diberikan
selama 2 minggu. Demam menurun rata-rata setelah 5-6 hari pemberian
Ampisilin dan amoksisilin : kemampuan menurunkan panas lebih rendah
dibanding yang lain. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2minggu.
Diberikan pada carier kuman Salmonella typhi.
Sefalosporin generasi ke-3 : seftriakson dosis 3-4 gr dalam dekstrosa 100cc
diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 -5 hari.
Pemberian seftriakson sebagai terapi empiris pada pasien demam tifoid secara
bermakna dapat mengurangi lama pengobatan dibandingkan dengan pemberian
jangka panjang kloramfenikol. Hal lain yang menguntungkan adalah efek samping
dan angka kekambuhan yang lebih rendah, serta lama demam turun yang lebih
cepat.9
Golongan fluorokuinolon : Norfloksasin dosis 2x400mg/hr slm 14hari.
siprofloksasin dosis 2x500mg/hr slm 6 hr. Ofloksasin dosis 2x400mg/hr selama 7
hari. Pefloksasin dosis 400mg/hr selama 7hari. Fleroksasin dosis 400 mg/hr slm 7
hari.
Kombinasi obat antibiotik
Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada
keadaan tertentu seperti : Tidoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik,
karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organism dalam kultur darah
selain kuman Salmonella typhi.
23
BAB III
ANALISA KASUS
An. Perempuan L. usia 4 tahun datang ke RS, datang ke IGD RSUD Ambarawa
dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk RS. Pasien didiagnosa demam tifoid.
Anamnesis
Diagnosa demam tifoid pada pasien ini ditegakkan berdasar hasil anamnesis yaitu:
Pasien demam sejak 7 hari sebelum masuk RS, demam perlahan tinggi, demam
turun bila diberi obat dari dokter kemudian naik lagi, demam naik terutama saat menjelang
malam. Demam disertai dengan mual (+), muntah (-). BAB kurang lancar 2 hari yang lalu
sebelumnya BAB lancar. Nafsu makan menurun.Anamnesa tersebut sesuai dengan teori :
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica,
khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi dan jenis Salmonella lainnya. Gejala yang
dapat timbul :
Demam
Hepatosplenomegali
Bradikardi relatif
Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran kompos mentis atau sadar penuh, tidak ada penurunan kesadaran
sebagai gejala berat dari demam tifoid.
b. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 36,2 C, tekanan darah 100/60
mmHg, frekuensi nadi 144 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, namun menurut
24
orang tua pasien biasanya pada sore hari demam muncul pada sore hari
menunjukkan adanya demam sebagai salah satu gejala dari demam tifoid.
Pada hari yang sama pukul 21.00 suhu badan pasien meningkat menjadi 38,5 0C
c. Pada pemeriksaan antopometri didapatkan berat badan anak 15 kg, tinggi badan
100 cm
Kesan gizi dari pasien adalah status gizi baik.
Pemeriksaan penunjang
a. Pada pemeriksaan serologi widal didapatkan hasil S. typhi O positif 1/320 dan S.
typhi positif H 1/60 berarti terdapat infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Menguatkan diagnosis demam tifoid.
Penatalaksanaan
Terapi Suportif
o
Tirah baring dan perawatan profesional, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
o
mempercepat penyembuhan
Cairan IVFD KAEN 3A 1250 cc/ 24 jam, karena BB 15 kg didaptkan kebutuhan
cairan anak per 24 jam 1250 cc
Diet 3xlunak rendah serat. Pemberian diet lunak ini ditujukkan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hindari sementara
sayuran berserat.6
Terapi Kausatif dan Simptomatis
Sesuai dengan penyebabnya adalah S. typhi dan gejalanya maka diberikan
pengobatan sebagai berikut :
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusepno Hasan. 1995. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Jakarta.
2. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III
jilid I. Penerbit Media Aesculapius. FK-UI.
3. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
III edisi IV. Penerbit FK-UI. Jakarta.
4. Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC.
5. Indro Handojo. 2004. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi.
Airlangga University Press.
6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Standar Antopometri Penilaian
Status Gizi Anak. http://gizi.depkes.ac.id (diakses 12 Oktober 2014)
7. Samekto, Widiastuti. 2001. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Tifoid.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
8. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO
Indonesia
9. Sidabutar, Sondang. 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:
Kloramfenikol atau Seftriakson?. Jakarta : FK UI
10. Wiliana, P. Freddy dan Sulistia Gan. 2009. Analgetik-Antipiretik, Analgesi-Anti
Inflamasi non Steroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya dalam Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta : FK UI. Hal : 237-239
27