Anda di halaman 1dari 23

Gagal Jantung Kronis

Debora Semeia Takaliuang


102011304
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : deboratakaliuang@ymail.com
Pendahuluan
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas
dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meingkatkannya dan diuretik serta
vasodilator untuk mengurangi beban (un-load).1
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagala jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana
untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak
terapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel.1,2
Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindroma klinik
yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan
istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.2

Anamnesis
Gejala gagal jantung secara konvesional dibagi menjadi gagal ventrikel kiri (left
ventricular failure), gagal ventrikel kanan, atau keduanya (gagal jantung kongestif atau
biventrikel). Gejala gagal ventrikel kiri: sesak nafas, ortopnea. dispnea nokturnal paroksismal
(Adakah masalah dengan pernapasan di malam hari?) Sedangkan gagal ventrikel kanan: edema
perifer khususnya pergelangan kaki, tungkai, sakrum, asites, ikterus, nyeri hati, mual, nafsu
makan berkurang, efusi pleura.3
Gagal jantung akut bisa timbul dengan gejala sesak nafas mendadak dan hebat, sianosis,
dan distres. Gagal jantung kronis bisa berhubungan dengan berkurangnya toleransi berolahraga,
edema perifer, letargi, malaise, dan penurunan berat badan (kakesia jantung).3
Pada riwayat penyakit dahulu tanyakan apakah ada riwayat nyeri dada? Adakah riwayat
penyakit jantung sebelumnya, khususnya MI, angina, murmur, aritmia, atau penyakit katup
jantung yang diketahui? Adakah riwayat faktor resiko aterosklerosis? Adakah riwayat penyakit
pernapasan atau ginjal? Adakah riwayat kadriomiopati?.3
Pada riwayat pengobatan tanyakan apakah baru-baru ini ada perubahan jenis obat yang
dimakan pasien: diuretik, OAINS, inhibitor ACE, beta bloker, inotropik negatif? Apakah pasien
mengkonsumsi obat yang bisa menyebabkan kardiomipati (kokain, doksorubisin)? Apakah
pasien merokok? Bagaimana konsumsi alkohol pasien? (Pertimbangkan kemungkinan
kardiomiopati alkoholik).3
Dua pertanyaan kunci untuk edema adalah: Apakah edema yang terjadi unilateral atau
bilateral? Adakah peningkatan tekanan vena jugularis? Yang juga penting adalah menentukan ada
tidaknya edema di tempat lain. Edema yang terjadi difus di seluruh tubuh menunjukkan kadar
albumin serum yang rendah atau kebocoran kapiler dan bukan merupakan suatu gagal jantung.3
Pada edema tungkai bilateral, diagnosis ditegakkan dengan menentukan ada tidaknya
peningkatan tekanan vena dan ada tidaknya penyakit hati, imobilitas berat, atau malnutrisi. Pada
gagal jantung, edema tungkai terjadi dari gagal jantung kanan dan selalu disertai peningkatan
tekanan vena jugularis (JVP). Sering ditemukan hepatomegali sebagai tanda kelaian jantung
2

yang mendasarinya. Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan berat di abdomen harus
diperhitungkan adanya konstriksi perikardial.4
Pemeriksaan Fisik
Pada gagal jantung sedang, pasein tampak tidak menderita saat istirahat kecuali merasa
tidak nyaman jika berbaring telentang selama lebih dari beberapa menit. Pada gagal jantung yang
lebih berat, mungkin tekanan nadi berkurang, menujukkan penurunan volume sekuncup dan
kadang-kadang , tekanan arteri sistolik meningkat akibat vasokonstriksi menyeluruh. Pada gagal
jantung, hipotensi menonjol.2
Kehangatan kulit. Pada dispena jantung (gagal ventrikel kiri, emboli paru besar, efusi
perikardial) kulit terasa dingin bahkan bisa berkeringat, sedangkan pada sebagian besar pasien
PPOK datang dengan kulit hangat dengan denyut nadi "kuat". Ssak nafas berat dengan penyebab
apapun bisa meningkatkan denyut jantung. Pada kegagalan LV, maupun asma, denyut jantung
bisa dijadikan pedoman menit ke menit untuk menilai tingkat keparahan penyakit.2
Tekanan vena jugularis (JVP) adalah tanda penting. JVP meningkat pada gagal jantung,
PPOK stadium akhir (cor pulmonal) dimana telah terdapt gagal jantung, dan emboli paru besar.
Bila JVP tidak meningkat, kemungkinan penyebab sesak bukan gagal jantung. Tekanan vena
sistemik seringkali meningkat abnormal pada gagal jantung dan dapat dikenali dengan
mengamati besarnya distensi vena jugularis.2
Pada auskultasi terdengar bunyi jantung ketiga dan keempat tetepai tidak spesifik untuk
gagal jantung, dan mungkin terdapat pulsus alterans, yaitu ritme teratur yang disebabkan oleh
terdapatnya perubahan kontraksi jantung kuat dan lemah dan karenanya perubahan kekuatan nadi
perifer.Pulsus alterans dapat dideteksi dengan sfigmomanometri dan dalam keadaan yang lebih
berat dengan palpasi.2
Bunyi jantung ketiga dan keempat merupakan tanda gagal jantung berat dan disebabkan
oleh pengurangan jumlah unit kontraktil selama kontraksi yang lemah dan/atau oleh perubahan
dalam volume diastolik akhir ventrikel. Selain itu terdengar pula bunyi ronhi. Pada pasien gagal
jantung dengan peningkatan tekanan kapiler serta vena pulmonalis umum didapati ronhi basah,
krepitasi saat inspirasi pada auskultasi dan bunyi pekak pada perkusi di basis paru. Beberapa
3

pasien dengan gagal jantung yang sudah berlangsung lama tidak mempunyai ronhi karena
meningkatknya drainase limfatik cairain alveolaris.2
Edema jantung biasanya terjadi pada daerah yang tergantung, terjadi pada tungkai bawah
secara simetris, terutama pada daerah pretibia dan mata kaki pada pasien rawat jalan, paling jelas
pada malam hari dan di daerah sakrum pada pasien yang tirah baring. Edema pitting pada lengan
dan wajah jarang terjadi dan hanya timbul lambat dalam perjalanan gagal jantung.2
Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien yang baru didiagnosis gagal jantung memerlukan pemeriksaan berikut.
Antara lain: hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia, ureum dan elektrolit untuk
melihat bukti gangguan fungsi ginjal sebagai penyebab retensi cairan atau akibat menurunnya
perfusi ginjal. Bisa juga rontgen toraks untuk melihat bukti kardiomegali, hipertensi vena, atau
edema paru.5
Lalu dengan EKG untuk melihat bukti iskemia atau infark miokard, hipertrofi ventrikel
kiri, aritmia. Bisa juga ekokardiografi untuk menyingkirkan penyakit katup atau perikardial dan
menilai fungsi ventrikel kiri. Ekokardiografi adalah teknik esensial yang sederhana dan noninvasif dalam menegakkan diagnosis etiologi, keparahan, dan menyingkirkan penyakit katup
jantung yang penting.5
Disamping pembesaran bilik jantung tertentu yang khas untuk lesi yang menyebabkan
gagal jantung, umum terjadi distensi vena pulmonalis dan redistribusi ke apeks pada pasien
dengan gagal jantung dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru. Juga dapat terjadi efusi
pleura dan disertai dengan efusi interlobar.2,5
Semua gagal jantung yang penyebabnya tidak diketahui untuk menyingkirkan penyakit
jantung koroner kritis, atau untuk menilai keparahan PJK dan pilihan pengobatan pada mereka
yang memiliki riwayat penyakit jantung iskemik.4

Diagnosis Kerja
4

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana
untuk menentukkan batasan gagal jantung kronis hampir tidak mungkin dibuat karena tidak
terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel.1,2
Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik
yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan
istirahat atau latihan, edema, tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.1,2
Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat sebelumnya,
tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau ruptur katup jantung. Gagal jantung
kronik secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit jantung
multikatup yang berkembang secara lambat.2
Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah jantung
sering menimbulkan hipotensi sistemik tanpa edema perifer. Walaupun perbedaan tampilan klinis
yang nyata ini, tidak ada perbedaan yang mendasar antara gagal jantung bentuk akut dan kronik.
Sebagai contoh, upaya yang intensif untuk mempertahankan ekspansi volume darah dengan diet
rendah garam dan pemberian diuretika akan menghambat timbulnya dispnea waktu kerja dan
edema pada pasien dengan penyakit katup jantung kronik (misalnya, akan menutupi manifestasi
klinis gagal jantung kronik) sampai episode akut, misalnya aritmia atau infeksi, mencetuskan
gagal jantung akut.2
Tanpa usaha intensif untuk membatasi volume darah, pasien yang sama akan
dipertimbangkan sebagai pasien yang menderita gagal jantung kronik, meskipun penyakit
miokard yang mendasarinya tidak berlanjut jauh.2
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto
toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Diagnosis
gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.1

Tabel 1. Kriteria Framingham.1


5

Kriteria Major

Kriteria Minor

Paroksismal nokturnal dispnea

Edema ekstremitas

Distensi vena leher

Batuk malam hari

Ronki paru

Dispnea d'effort

Kardiomegali

Hepatomegali

Edema paru akut

Efusi pleura

Gallop S3

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Peninggian tekanan vena jugularis

Takikardia (>120/menit)

Refluks hepatojugular

Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran umum yang
mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu diagnosis. Gagal jantung
akut secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan
mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk
terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut.4
Gagal jantung kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung
menurun secara bertahap, gejala, dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran
yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung
kiri dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi
pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan.4

Tabel 2. Klasifikasi menurut New York Heart Association.4


Kelas NYHA

Sesak Napas
6

Tidak ada batasan aktivitas fisik

II

Sedikit batasan pada aktivitas (pada aktivitas


berat)

III

Pada aktivitas sedang

IV

Saat istirahat

Diagnosis Banding
Gagal Jantung Akut
Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/ rapid/

onset atau ada-

nya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symptoms and sign) dari gagal jantung (GJ)
yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan
pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya.1
Gambaran klinis khas dari GJA adalah kongesti paru, walaupun beberapa pasien

lebih

banyak memberikan gambaran penurunan cardiac output dan hipoperfusi jaringan lebih
mendominasi penampilan klinis. Manifestasi klinis GJA memberikan gambaran/ kondisi
spectrum yang luas dan setiap klasifikasi tidak akan dapat menggambarkan secara spesifik.1
Perburukan atau gagal jantung kronik (GJK) dekompensasi, adanya riwayat perburukan
yang progresif pada penderita yang sudah diketahui dan mendapat terapi sebelumnya sebagai
penderita GJK dan dijumpai adanya kongesti sistemik dan kongesti paru. Tekanan darah yang
rendah pada saat masuk RS, merupakan petanda prognose buruk.1
Edema paru. Pasien dengan respiratory distress yang berat, pernafasan

yang

cepat,

dan orthopnea dan ronchi pada seluruh lapanagan paru. Saturasi O2 arterial biasanya <90% pada
suhu ruangan, sebelum mendapat terapi oksigen. Gagal jantung hipertensif, terdapat gejala dan
tanda-tanda gagal jantung yang disertai dengan tekanan darah tinggi dan biasanya fungsi sistolik

jantung masih relatif cukup baik, juga terdapat tanda-tanda peninggian

tonus simpatik dengan

takhikardia dan vasokonstriksi.1


Infark Miokard
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh iskemia
miokard yang berkepanjangan, yang bersifat irreversibel. Waktu

pada

yang diperlukan bagi sel-sel

otot jantung mengalami kerusakan, adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri: makin luas
daerah infark, makin kurang daya

kontraksinya.

Secara

fungsional,

infark

miokard

menyebabkan: 1) berkurangnya kontraksi, dengan gerak dinding abnormal; 2) terganggunya


kepaduan ventrikel kiri; 3) berkurangnya volume denyutan; 4) berkurangnya waktu pengeluaran;
dan 5) meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.1
Manifestasi infark miokard bergantung pada luasnya infark, kondisi fisik sebelum
serangan dan apakah pernah infark sebelumnya. Manifestasi ini dari mati mendadak akibat
aritmia atau ruptur ventrikel, sampai tanpa gejala sama sekali. Sering ada nyeri substernal akut,
diaforesis, dispnea, mual dan muntah, sangat gelisah, dan mungkin ada aritmia.1
Emfisema
Emfisema sebenarnya adalah sebutan patologis yang menunjukkan bahwa di paru terjadi
pembesaran abnormal menetap ruang-ruang udara di sebelah distal bronkus terminal, disertai
oleh kerusakan dinding-

dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Berbeda dari bronkitis

kronik, defek patologis utama pada emfisema bukan di saluran napas tetapi di dinding unit
respiratorik, yaitu hilangnya jaringan elastik menyebabkan lenyapnya tegangan recoil untuk
menahan saluran napas selama ekspirasi. Kerusakan saluran napas disertai dispnea progresif dan
obstruksi non-reversible tanpa batuk produktif yang signifikan.1

Bronkitis Kronik
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3 bulan
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran napas, sering denganelemen
8

reversibilitas, terjadi secara intermitten atau terus menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa
utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang

sama.

Proses

patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa
dan hipersekresi mukus sehingga terjadi obstruksi difus.1
Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun
penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Ketika
masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia, definisi gagal jantung cenderung ke arah
patofisiologi , lalu kemudian definisi ditempatkan pada penekanan gagal jantung. Pemeriksaan
penunjang paling sering adalah ekokardiografi, dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya
didefinisikan sebagai fraksi ejeksi < 30-45% pada kebanyakan survei epidemiologi.6
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka
ini akan meningkat dengan pertambahan usia populasi. Sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah
sakit setiap tahun karena gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional.6
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang lebih
lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama.1

Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya harus
selalu dicari. Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti
yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun pada kondisi
9

tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah
sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.6
Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan
lebih jarang fistula arteriovena, dan defisiensi tiamin (beriberi), dan anemia berat. Keadaan curah
jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi bila terlalu berat dapat
mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar.6
Prevalensi faktor etiologi tergantung dai populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner
dan hipertensi pada masyarakat Barat (> 90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan
defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negara berkembang. Faktro resiko indipenden untuk
terjadinya gagal jantung serupa dengan faktor resiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan
kolesterol, hipertensi, dan diabetes) ditambah adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada EKG.6
Bila terdapat hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko gagal jantung pada orang
berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu, prevalensi faktor etiologi telah berubah seiring perjalanan
waktu. Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung primer. Antara lain: obat-obatan seperti penyekat dan
antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas miokard dan obat kemoterapeutik seperti
doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan miokard.6
Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar. Aritimia
sendiri merupakan konsekuensi gagal jantung yang umum terjadi, apapun etiologinya. Di
Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan
hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.6

Tabel 3. Faktor Etiologi Gagal Jantung.5


Faktor Etiologi
Hipertensi (10-15%)
10

Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofi, restriktif)


Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
Kongenital (defek septum atrium: atrial septal defect/ASD, ventrikel septal defect/VSD)
Aritmia (persisten)
Alkohol
Obat-obatan
Kondisi curah jantung tinggi
Perikard (konstriksi atau efusi)
Gagal jantung kanan

Anatomi Jantung
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru. Perikardium
yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan
luar (perikardium parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan
pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis
melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada
diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. 8
Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium
juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke
jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah merupakan
lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang
disebut endokardium. 8
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonalis dan
aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah
bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup dan tempat
melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan
11

sisi kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran darah
sistemik. 8
Fisiologi
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait.
Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju
miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai
deoplarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respons
mekaniknya adalah sistolik (atau kontraksi otot) dan diastolik atau relaksasi otot).
Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Aktivitas listrik sel yang dicatat secara
grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk khas, yang disebut potential aksi.
Aktivitas listrik dari semua sel miokardium secara keseluruhan dapat dilihat dalam suatu
elektrokardiogram. Gelombang pada elektrokardiogram mencerminkan penyebaran rangsang
listrik dan pemulihannya melalui miokardium ventrikel dan atrium. 8
Patofisiologi
Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun bila
terjadi memiliki gejala, tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak adekuat
menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respon terhadap hipovolemia.
Walaupun awalnya bermanfaat, pada ahirnya mekanisme ini menjadi maladaptif. Aktivasi
neurohumoral terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin, angiotensin II, katekolamin)
yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan beban ahir (afterload) jantung. Hal
tersebut mengurangi pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga meningkatkan afterload dan
seterusnya, yang ahirnya membentuk lingkaran setan.1,2
Dilatasi ventrikel tergantung fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel. Jantung berdilatasi tidak efisien secara mekanis. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan
12

hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf
adrenergik.1,2
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi
diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga
dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut
jantung.1,2
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi
pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi
secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.1,2,7
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.1,2,8
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi.1,2,8
Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah jantng normal. Konsep curag
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung
13

(CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup
(SF:Stroke Volume).1,2,8

Gambar 1. Patofisiologis.8
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk memperthankan curah jantung
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung.
Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.8
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
14

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas
mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.8
Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.8
Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Dispnea. Gawat pernapasan yang terjadi sebagai akibat dari meningkatnya usaha
pernapasan adalah gejala gagal jantung yang paling umum. Pada gagal jantung dini, dispnea
diamati hanya selama aktivitas, yang mungkin secara sederhana timbul sebagai memburuknya
sesak nafas yang terjadi secara normal di bawah keadaan ini.Namun, semakin berlanjutnya gagal
jantung, dispnea tampak makin agresif dengan aktivitas yang tidak begitu berat. Akhirnya, sesak
nafas timbul walaupun pasien sedang istirahat.2
Perbedaan utama antara dispnea saat pengerahan tenaga pada individu normal dan pada
pasien jantung adalah derajat aktivitas yang dibutuhkan untuk menginduksi gejala. Dispnea
jantung diamati paling sering pada pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan tekanan
kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh darah paru dan edema
paru interstisial, yang mungkin terbukti pada pemeriksaan radiologis dan yang mengurangi
kelenturan paru dan oleh karena itu meningkatkan kerja otot-otot pernapasan yang dibutuhkan
untuk mengembangkan paru.2
Aktivitasi reseptor dalam paru menimbulkan pernapasan yang cepat dan dalam yang khas
dari dispnea jantung. Kebutuhan oksigen pernapasan ditingkatkan oleh kerja berlebihan dari otototot pernapasan. Hal ini dilipatgandakan dengan berkurangnya pengantaran oksigen ke otot-otot
ini, yang terjadi sebagai konsekuensi berkurangnya curah jantung dan yang mungkin
menyebabkan kelelahan otot-otot pernapasan dan sensasi sesak nafas.2
Ortopnea. Dispnea dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir dari
gagal jantung dibanding dispnea pengerahan tenaga. Ortopnea terjadi karena redistribusi cairan
dari abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan diafragma.
Pasien dengan ortopnea harus meninggikan kepalanya dengan beberapa bantal pada malam hari
15

dan seringkali terbangun karena sesak nafas atau batuk (sehingga disebut batuk malam hari) jika
bantalnya hilang atau jatuh.2
Sensasi sesak nafas biasanya hilang dengan duduk tegak; karena posisi ini mengurangi
aliran balik vena dan tekanan kapiler baru, dan banyak pasien melaporkan bahwa sesak nafasnya
berkurang jika mereka duduk di depan sebuah jendela yang terbuka.2
Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise adalah gejala yang tidak
spesifik tetapi umum dari gagal jantung ini, berkaitan dengan berkurangnya perfusi otot rangka.
Kapasitas exercise berkurang dengan terbatasnya kemampuan jantung yang gagal untuk
meningkatkan curahnya dan mengantarkan oksigen ke otot yang sedang exercise. Anoreksia dan
mual berkaitan dengan nyeri abdomen dan rasa penuh yang mungkin berkaitan dengan kongesti
hepar dan sistem vena porta.2
Pada gagal jantung berat, terutama pada pasien usia lanjut disertai dengan arteriosklerosis
serebralis, berkurangnya perfusi serebral, dan hipoksemia arterial, mungkin ada perubahan
keadaan mental yang ditandai oleh konfusio (bingung), kesulitan konsentrasi, gangguan
mengingat, sakit kepala, insmonia, kecemasan. Nokturnia sering terjadi pada gagal jantung dan
dapat menyebabkan insomnia.2

Tatalaksana
Dalam 10-15 tahun terakhir terlihat berbagai perubahan dalam pengobatan gagal jatung.
Pengobatan tidak saja ditujukkan dalam memperbaiki keluhan, tetapi juga diupayakan
pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang asimptomatik menjadi gagal
jantung yang simptomatik. Selain dari pada itu upaya juga ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan diharapkan jangka panjang terjadi penurunan angka kematian.1
Oleh karena itu dalam pengobatan gagal jantung kronik perlu dilakukan identifikasi
objektif jangka pendek dan jangka panjang. Dalam tulisan ini mengacu pada petunjuk atau
guidelines dari European Society of Cardiology (ECS) tahun 2001 dan 2005 serta American
16

Heart Association 2001. Tingkat rekomendasi dan tingak kepercayaan

mengikuti format

petunjuk dari ECS 2005, dimana untuk rekomendasi berdasar tabel dibawah ini.1
Tabel 4. Rekomendasi ECS.1
Class I

Adanya

bukti/kesepakatan

umum

bahwa

tindakan bermanfaat an efektif


Class II

Bukti kontroversi

Class II.a

Adanya bukti bahwa tindakan cenderung


bermanfaat

Class II.b

Manfaat dan efektivitas kurang terbukti

Class III

Tindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya

Tatalaksana Non Medikamentosa Gagal Jantung Kronis


Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa: saran
umum, tanpa obat-obatan, pemakaian obat-obatan, pemakaian alat, tindakan bedah. Edukasi
mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan,
dan dasar pengobatan. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta
rehabilitasi.1
Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol, monitor berat badan,
hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba. Mengurangi berat badan pada pasien
dengan obesitas, hentikan kebiasaan merokok. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian,
udara panas, dan humiditas memerlukan perhatian khusus. Konseling mengenai obat, baik efek
samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil,
diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.1
Tatalaksana Medikamentosa Gagal Jantung Kronik
Angiotensin-converting

enzyme

inhibitor/penyekat

enzim

konversi

angiotensin.

Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 4017

45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simptom, mengurangi kekerapan rawat inap di
rumah sakit. Harus diberi terapi inisial bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi
cairan harus diberikan bersama diuretik.1
Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark
jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap.
Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan
berdasarkan perbaikan simptom.1
Diuretik terbagi menjadi 3: loop diuretik, tiazid, dan metolazon. Diuretik penting untuk
pengobatan simptomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema
perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan penyekat
enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.1
-blocker (obat penyekat beta) direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan,
sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam
pengobatan standar seperti diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat
tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta. Terbukti menurunkan angka
masuk rumah sakit. Sampai saat hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu:
bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.1
Tabel 5. Penggolongan Macam-macamDiuretik.1
Dosis Inisial

Rekomendasi

Efek samping

harian
minimum
Loop diuretik
Furosemid

20-40

250-500

Hipokalemi, hipomagnesia, hiponatremi

Bumetanid

0,5-1,0

5-10

Hiperurikemia, intoleransi glukosa

Torasemid

5-10

100-200

Gangguan asam basa

18

Tiazid
Hidroklortiazid

25

50-75

Hipokalemi, hipomagnesia, hiponatremi

Metolazon

2,5

10

Hiperurisemia, intoleransi glukosa

26

100-200

Hiperkalemi, ginekomastia

Potasium-sparing
Spironolakton

Antagonis reseptor angiotensin II masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran
terhadap penyekat beta, diuretik pada gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Penambahan antagonis reseptor aldosteron dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas. Sebagai tambahan terhadap obat penyeka enzim konversi angiotensin dan penyekat
beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes.1
Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan pada suatu waktu terjadi bersama maka
keadaan ini disebut gagal jantung kongestif, yang umumnya ditandai dengan adanya bendungan
paru dan bendungan sistemik pada waktu bersamaan. Gejala klinis yang timbul merupakan
kumpulan gejala dan tanda-tanda gagal jantung kiri dan jantung kanan. Semua gejala tersebut
terjadi pada waktu bersamaan dan timbul lambat laun secara kronik (chronic congestive heart
failure).1
Glikosida jantung (digitalis) merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai
derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. Kombinasi
digoskin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa
kombinasi. Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka
kekerapan rawat inap.1

19

Gambar 2. Tatalaksana Medikamentosa


Komplikasi
Tromboemboli. Resiok terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam atau DVT) dan
emboli paru, dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin. Komplikasi fibrilasi atrium sering juga terhadi pada CHF, yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung
(dengan pemberian digoksin/ beta bloker) dan pemberian warfarin.4
Dapat pula terjadi kegagalan pompa progresif karena penggunaan diuretik dengan dosis
yang ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu. Aritmia
ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak (25-50%
kematian pada CHF) Pada pasien yang berhasil diresusitasi amiodaron, beta bloker, dan
defibrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.4
Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok
dengan risiko tinggi. Antara lain dengan obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor
risiko jantung koroner, pengobatan hipertensi yang agresif, koreksi kelainan kongenital serta
penyakit kelainan katup jantung, bila sudah ada disfungsi miokard upayakan eliminasi penyebab
yang mendasari.1,2
20

Pada tahap awal, kondisi ini dapat dikoreksi dengan penatalaksanaan yang relatif mudah ,
yang mencakup (1) membaringkan pasien dengan posisi tegak dengan kaki dan tangan
menggantung, (2) mengurangi latihan yang begitu keras dan stress emosional untuk mengurangi
beban ventrikel kiri, dan (3) memberikan morfin untuk mengurangi kecemasan, dispnu dan
preload.1,2
Selain tindakan pencegahan, pasien dianjurkan untuk tidur dengan kepala dinaikkan setinggi
25 cm (10 inchi). Penting pula untk berhati-hati pada saat memasang infuse dan tranfusi ke
jantung pasien dan lansia. Untuk mencegah overload sirkulasi, yang dapat mencetuskan edema
paru, maka pemberian infuse intravena harus diberikan perlahan, dengan pasien dibaringkan
tegak di tempat tidur dan di bawah pengawasan ketat seorang perawat.1,2
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit jantung yang
mendasari dan pada ada atau tidaknya faktor pencetus yang dapat diobati. Jika salah satu dari
terakhir dapat diidentifikasi dan dibuang, hasil kelangsungan hidup segera jauh lebih baik
daripada jika gagal jantung terjadi tanpa peyebab pencetus yang terlihat. Dalam situasi terakhir
ini, kelangsungan hidup biasanya berkisar antara 6 bulan sampai 4 tahun tergantung pada
keparahan gagal jantung.2
Juga, prognosis jangka panjang untuk gagal jantung adalah paling baik jika bentuk
penyakit jantung yang mendasari dapat diterapi. Prognosis juga dapat diperkirakan dengan
mengamati respon terhadap terapi. Jika perbaikan klinis terjadi hanya dengan pembatasan sedang
garam dalam diet dan digitalis atau diuretik dosis kecil, hasilnya jauh lebih baik jika, sebagai
tambahan pengobatan ini, diperlukan terapi diuretik intensif dan vasodilator.2
Faktor lain yang telah terlihat berkaitan dengan prognosis buruk dalam gagal jantung
mencakup waktu olah exercise yang singkat, berkurangnya konsentrasi natrium, berkurangnya
konsentrasi kalium. Kematian mendadak kemungkinan karena fibrilasi venrtikel. Sayangnya,
tidak ada bukti bahwa komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian agen antiaritmia.2
Kesimpulan

21

Pada gagal jantung, jantung tidak mampu memompa dengan kecepatan yang sepadan
dengan kebutuhan metabolisme jaringan. atau hanya dapat memenuhinya hanya jika ada
peningkatan tekanan pengisian. Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan
sebagai sindroma klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik,
baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto
toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Diagnosis
gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor dari kriteria
Framingham. Tatalaksana gagal jantung kronis harus disesuaikan bagi setiap individu dan daerah
karena perbedaan sosial ekonomi, sarana, dan modalitas kesehatan yang berbeda.
Daftar Pusaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1521-24.
2. Anthony S. Fauci. Harrisons internal medicine. 17th Edition. USA: McGraw Hill;
2008. p 1129-34.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h. 116.
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 150-2.
5. Rubenstesin D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Erlangga; 2003. h
313
6. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Ed 4. Jakarta: Erlangga;
2003. h. 80.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.6. Jakarta:
EGC; 2005.h. 518-20, 530.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Ed.7. Jakarta : EGC; 2007.h. 5789.

22

23

Anda mungkin juga menyukai