Anda di halaman 1dari 32

1

I. PENDAHULUAN
Polimer sintetik tidak pernah lepas dalam kehidupan kita. Mereka telah
menjadi bagian yang erat dan menjadi kebutuhan primer bagi kita. Perlengkapan
rumah tangga, perlengkapan sekolah, perangkat komputer, telepon, kabel, mainan
anak-anak, pembungkus makanan sampai klep jantung buatan, semuanya tidak
lepas dari campur tangan polimer sintetik. Polimer sintetik telah banyak berjasa
dan memberi kemudahan bagi kita dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Namun bukan berarti polimer sintetik tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan
manusia. Salah satu jenis polimer sintetik yang umum ditemukan dalam
kehidupan kita sehari-hari adalah plastik.
Plastik mempunyai karakteristik mudah dibentuk, tahan lama (durable),
dan dapat mengikuti trend permintaan pasar. Plastik telah mampu menggeser
kedudukan bahan-bahan tradisional dimana permintaan dari tahun ke tahunnya
selalu menunjukkan peningkatan. Kebutuhan plastik di Indonesia per kapitanya
mencapai sekitar 7 kg yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya yakni sekitar 20 kg/kapita. Namun dengan jumlah penduduk
yang sangat besar maka total kebutuhan plastik Indonesia mencapai 24% dari total
ASEAN dan berada pada peringkat kedua setelah Thailand (33%). Secara
keseluruhan hingga tahun 2002 diperkirakan total kebutuhan polimer di Indonesia
akan mencapai 1,9 juta ton (Yusman, 2013).
Meningkatnya pasar dan produksi barang plastik tersebut telah memberikan
sumbangan positif terhadap devisa negara. Namun dampak negatif sampah plastik
jauh lebih besar dari fungsinya.
Butuh waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara
terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Saat terurai, partikel-partikel
plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan
menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses
pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin.
Kantong plastik juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim utama di mana
sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan
gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12
juta

barel

minyak

dan

14

juta

pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi (Anonim
2013a).
Dari total konsumsi plastik yang sudah mendekati 2 juta ton pada saat ini
diperkirakan 80% berpotensi menjadi limbah. Jika keberadaan sampah plastik
tersebut dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya dalam penanganannya maka
sudah dapat dipastikan penumpukan limbah plastik akan menjadi masalah yang
besar. Hal ini disebabkan sifat karakterisitik sampah plastik itu sendiri yang sulit
diurai oleh mikroorganisme. Penumpukan sampah plastik yang akhirnya bermuara
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lambat laun akan memperpendek umur TPA
itu sendiri.
Selain masalah lingkungan yang begitu nyata, ada dampak lain yang tidak
bisa begitu saja diabaikan, yaitu dampak terhadap kesehatan pengguna plastikplastik tersebut. Bahan kemasan plastik dibuat dari monomer-monomer yang
berbahaya bagi kesehatan. Hal ini terjadi jika adanya migrasi atau berpindah zat
monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut
tidak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpannya. Migrasi monomer terjadi
karena dipengaruhi

oleh suhu makanan

atau

penyimpanan dan proses

pengolahannya. Semakin tinggi suhu, semakin banyak monomer yang dapat


bermigrasi ke dalam makanan.
Selain bahan dasar monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang
diperlukan untuk memperbaiki sifat fisiko kimia plastik. Bahan aditif yang
sengaja ditambahkan itu dikelompokkan sebagai komponen nonplastik, berfungsi
sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas,
penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat dan lainlain. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer dan antioksidan dapat menjadi
sumber pencemaran organoleptik yang membuat makanan berubah rasa serta
aroma dan bisa menimbulkan keracunan.
Kerusakan yang diakibatkan dari plastik-plastik ini memang tak terjadi
secara langsung, tapi jika digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang
cukup lama akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh manusia. Sebagai
konsumen kita tidak mungkin sama sekali tidak terpapar dampak buruk ini namun
dampak tersebut dapat diminimalisir dengan cara berupaya semaksimal mungkin

menghindari penggunaan plastik, seandainyapun tidak dapat dihindari maka kita


harus jeli memilah dan memilih plastik mana yang baik digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan memperhatikan label yang tertera pada plastik
yang akan digunakan lalu digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Selain itu menangkal akumulasi zat-zat kimia berbahaya dalam tubuh kita, maka
kita perlu mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi setiap hari, serta hindari
budaya instan.
Hal tersebut diatas sering kali tidak diperhatikan karena kurangnya wawasan
konsumen serta telah terbuai oleh budaya instan dan kemudahan yang ditawarkan
produk-produk modern. Minimnya sosialisasi tentang plastik oleh pihak yang
berwenang merupakan salah satu penyebab kurangnya wawasan masyarakat
tentang plastik tersebut. Oleh karena itu sudah seyogyanya Dinas Perdaganggan
dan Perindustrian (DISPERINDAG) berkerjasama dengan Dinas Kesehatan
(DKK) atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) gencar
mensosialisasikan tentang label yang tertera pada kemasan atau barang plastik.
Dengan demikian masyarakat mengetahui mana plastik yang baik digunakan
untuk makanan dan mana yang tidak. Selain itu yang terpenting adalah
masyarakat diajak untuk mengurangi penggunaan plastik.

II. POLIMER SINTETIK

2.1. Definisi dan Jenis Polimer


Menurut Saptono (2008) istilah polimer digunakan untuk menggambarkan
bentuk molekul raksasa atau rantai yang sangat panjang yang terdiri atas unit-unit
terkecil yang berulang-ulang atau mer atau meros sebagai blok-blok
penyusunnya. Molekul-molekul (tunggal) penyusun polimer dikenal dengan
istilah monomer, sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan istilah
polimerisasi.
Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti pati,
selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil). Plastik yang kita
kenal sehari-hari sering dipertukarkan dengan polimer sintetik. Ini dikarenakan
sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plastikus = mudah dibentuk)
dikaitkan dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan diubah menjadi
bermacam-macam bentuk. Padahal sebenarnya plastik mempunyai arti yang lebih
sempit. Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan
melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan.
Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini
dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Golongan polimer
sintetik lain adalah polimer termoset (materi yang dapat dilebur pada tahap
tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras selamanya, tidak melunak dan
tidak dapat dicetak ulang). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai
untuk peralatan radio, toilet, dan lain-lain.
2.2. Perkembangan Polimer Sintetik
Zulfikar (2010) menyatakan bahwa penemuan dan pengembangan polimer
sintetik didasari pada adanya beberapa keterbatasan yang ditemukan manusia pada
pemanfaatan polimer alam. Sebagai contoh, polimer alam seperti karet alam
memiliki beberapa keterbatasan seperti berbau, lunak dan lengket jika suhu udara
terlalu panas, keras dan rapuh jika suhu udara terlalu dingin, berbau, dan sering
melekat pada saat pengolahannya. Selain itu ketersediaan yang terbatas di alam
menjadi faktor pembatas pemanfaatannya. Indonesia sendiri bersama Malaysia

menjadi negara pemasok kebutuhan karet terbesar di dunia. Karena beberapa


keterbatasan tersebut, manusia mengganti penggunaan karet alam dengan polimer
sintetik seperti poliisoprena (polimer dari isoprena; 2-metil-1,3-butadiena), suatu
zat yang memiliki sifat seperti karet alam namun bahan ini tidak dipanen dari
kebun karet. Selain itu masih ada contoh karet sintetik yang dewasa ini banyak
dimanfaatkan seperti neoprena (polimer dari kloroprena) yang digunakan untuk
insulator kawat dan kabel, butadiena stirena (kopolimer dari 1,3-butadiena (75%)
dan sirena (25%) yang banyak digunakan oleh industri ban kendaraan bermotor.
Contoh lain dari polimer alam yang mulai diganti penggunaannya adalah
serat untuk keperluan tekstil. Serat seperti kapas, wol, dan sutera meskipun
sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil,
tetapi karena keterbatasan ketersediaan dan memiliki kelemahan dalam hal
ketahanan terhadap regangan dan kerutan serta serangan ngengat (sejenis
serangga), mulai digantikan oleh polimer sintetik seperti poliakrilonitril (Orlon,
Acrilan, Creslan), poliester (dacron), dan poliamida (nylon). Selain itu untuk
lebih memuaskan selera, manusia juga telah mengembangkan polimer sintetik
untuk industri tekstil yang terbuat dari bahan yang tahan api seperti tris [tris (2,3dibromopropil)] fosfat.
2.3.Plastik
Menurut Kadir (2012) plastik adalah polimer rantai panjang dari atom yang
mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang,
atau "monomer". Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau
semisintetik, namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik
terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri
dari zat lain untuk meningkatkan performa atau ekonomi). Sejak ditemukan oleh
seorang peneliti dari Amerika Serikat pada tahun 1968 yang bernama John
Wesley Hyatt, plastik menjadi primadona bagi dunia industri, yang berkembang
secara luar biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930an, menjadi 220 juta ton/tahun pada tahun 2005
Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan kita adalah
polietilena (bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak, botol), teflon
(pengganti logam, pelapis alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat

rumah tangga, cat, piringan hitam), polistirena (bahan insulator listrik,


pembungkus makanan, styrofoam, mainan anak), dan lain-lain.
Perkembangan yang sangat pesat dari industri polimer sintetik membuat
kehidupan kita selalu dimanjakan oleh kepraktisan dan kenyamanan dari produk
yang mereka hasilkan. Bahkan plastik dianggap sebagai salah satu ciri
kemunculan zaman modern yang ditandai dengan kehidupan yang serba praktis
dan nyaman. Namun, beberapa laporan ini menguak sisi lain dari kemudahan yang
diberikan oleh bahan-bahan yang terbuat dari polimer sintetis.
2.3.1. Jenis dan sifat fisiko kimia plastik
Dilihat dari sifatnya, plastik dapat dibagi menjadi dua (Saptono, 2008):
1). Plastik termoset
Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu
tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur
kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam
industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan
kontrak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang
sekaligus berfungsi sebagai pelindung.
2). Plastik termoplastik
Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan
bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika
dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang
ulang tanpa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena
(CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil
(CHz=CHz) atau polyolefin.
2.3.2. Plastik sebagai kemasan makanan atau minuman
Menurut Anies (2002) berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya
polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara
tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan
lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang
dihasilkan oleh kemasan laminasi dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang

unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polietilen/aluminium


foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang
terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah.
Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas,
sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan
untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masingmasing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan
yang bermutu tinggi.
Beberapa aditif yang terdapat pada plastik dan styrofoam menurut Sulchan
dan Nur (2012), diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu
sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu dikelompokkan sebagai
komponen nonplastik, berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya
ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai
peroksida, pelumas, peliat dan lain-lain.
Selain mempunyai banyak keunggulan, ternyata kemasan plastik
menyimpan kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya
zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan
tersebut tak cocok dengan kemasan atau wadah penyim-pannya. Pada makanan
yang dikemas dalam kemasan plastik, adanya migrasi ini tidak mungkin dapat
dicegah 100% (terutama jika plastik yang digunakan tidak cocok dengan jenis
makanannya). Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan
atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu tersebut,
semakin banyak monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Semakin
lama kontak antara makanan tersebut dengan kemasan plastik, jumlah monomer
yang bermigrasi dapat makin tinggi.
2.4.

Mengenal Arti Kode Label Kemasan Plastik


Pada kemasan yang terbuat dari plastik, biasanya ditemukan simbol atau

logo daur ulang yang berbentuk segi tiga dengan kode-kode tertentu. Simbol atau
Kode ini dikeluarkan oleh The Society of Plastik Industry pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dan diadopsi oleh lembaga-lembaga pengembangan sistem

kode,seperti ISO ( International Organization for Standardization


(Alamendah, 2009). Secara umum tanda pengenal plastik tersebut:

1. Berada atau terletak di bagian bawah


2. Berbentuk segitiga
3. Di dalam segitiga tersebut terdapat angka
4. Serta nama jenis plastik di bawah segitiga
Simbol daur ulang (recycle) menunjukkan jenis bahan resin yang digunakan
untuk membuat materi. Simbol ini dibentuk berdasar atas Sistem internasional
koding Plastik dan lazim digambarkan sebagai angka (dari 1 sampai 7) dilingkari
dengan segitiga atau loop segitiga biasa (juga dikenal sebagai Mobius loop),
dengan akronim dari bahan yang digunakan, tepat di bawah segitiga.
2.4.1. PET (Polyethylene Terephthalate)
Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang
dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET (polyethylene
terephthalate). Biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus
pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman
lainnya (Gambar 1). Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan hanya sekali
pakai, karena bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air
hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut
akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
Di dalam membuat PET, menggunakan bahan yang disebut dengan
antimoni trioksida, yang berbahaya bagi para pekerja yang berhubungan dengan
pengolahan ataupun daur ulangnya, karena antimoni trioksida masuk ke dalam
tubuh melalui sistem pernafasan, yaitu akibat menghirup debu yang mengandung
senyawa tersebut.
Terkontaminasinya senyawa ini dalam periode yang lama akan mengalami:
iritasi kulit dan saluran pernafasan. Bagi pekerja wanita, senyawa ini
meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, pun bila melahirkan, anak
mereka kemungkinan besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga
usia 12 bulan.

Gambar 1. Contoh plastik PET (Sumber: Anonim, 2013b )

2.4.2. HDPE ( High Density Polyethylene)


Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur
ulang dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density
polyethylene) di bawah segitiga.
Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, air minum, kursi
lipat, dan lain-lain (Gambar 2). HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang
aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara
kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.
HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya
untuk sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus
meningkat seiring waktu.

Gambar 2. Contoh plastik HDPE (Sumber: Anonim, 2013b )

10

2.4.3. V ( Polyvinyl Chloride )


Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di
tengahnya, serta tulisan V V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis
plastik yang paling sulit didaur ulang. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik
pembungkus (cling wrap) dan botol-botol (Gambar 3).
PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang
dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan
makanan tersebut karena DEHA ini lumer pada suhu -15oC. Reaksi yang terjadi
antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi
berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan makanan yang terbuat dari
plastik polivinil klorida (PVC) menunjukkan bahwa monomer vinil klorida
(VCM) yang tidak ikut bereaksi dapat terlepas ke dalam makanan terutama yang
berminyak/berlemak atau mengandung alkohol terlebih dalam keadaan
panas.Dalam pembuatan PVC ditambahkan penstabil seperti senyawa timbal (Pb),
kadmium (Cd), timah putih (Sn) atau lainnya, untuk mencegah kerusakan PVC.
Kadang-kadang agar lentur atau fleksibel ditambahkan senyawa ester flalat, ester
adipat. Residu VCM terbukti mengakibatkan kanker hati, senyawa Pb merupakan
racun bagi ginjal dan saraf, senyawa Cd merupakan racun bagi ginjal dan dapat
mengakibatkan kaker paru-paru.

Gambar 3. Contoh plastik polyvinil clorida (Sumber: Anonim, 2013b )

11

2.4.4. LDPE ( Low Density Polyethylene )


Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE
LDPE (low density polyethylene) yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastik/dibuat
dari minyak bumi), biasa dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan
botol-botol yang lembek (Gambar 4).
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu dibawah 60oC sangat resisten terhadap
senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang
baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan
fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi kimia.
Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas
dengan bahan ini.

Gambar 4. Contoh plastik LDPE (Sumber: Anonim, 2013b )

2.4.5. PP ( Polypropylene )
Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP PP
(polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk yang
berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi (Gambar 5).
Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup

12

mengkilap. Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik
untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman.

Gambar 5. Contoh plastik Polypropylene (Sumber: Anonim, 2013b )

2.4.6. PS ( Polystyrene )
Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS PS
(polystyrene) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari
Jerman, secara tidak sengaja. PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan
styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain (Gambar 6). Polystyrene
merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam
makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.

Gambar 6. Contoh Plastik Polystyrene (Sumber: Anonim, 2013b )

13

Menurut JECFA-FAO/WHO monomer stiren tidak mengakibatkan


gangguan kesehatan jika residunya tidak melebihi 5 ppm. Meski demikian,
masyarakat dihimbau agar tidak menggunakan kemasan styrofoam dalam
microwave, tidak menggunakan kemasan styrofoam yang rusak atau berubah
bentuk untuk mewadahi makanan berminyak/berlemak apalagi dalam keadaan
panas.
Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap
kendaraan dan bahan konstruksi gedung. Bahan ini harus dihindari, karena selain
berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang
berakibat pada masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, juga
karena bahan ini sulit didaur ulang. Pun bila didaur ulang, bahan ini memerlukan
proses yang sangat panjang dan lama.

2.4.7. Others (Jenis plastik lainnya)


Other adalah jenis plastik selain keenam plastik yang telah disebutkan di
atas. Ada 4 jenis plastik yang digolongkan ke dalam plastik jenis ini, antara lain
Styrene Acrylonitrile (SAN), Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS),
Polycarbonate (PC), dan Nylon (Gambar 7).

Gambar 7. Contoh Plastik Others (Sumber: Anonim, 2013b )

14

Plastik jenis ABS dan SAN amat baik untuk digunakan sebagai kemasan
makanan dan minuman karena kedua jenis tersebut kuat dalam mencegah reaksi
kimia yang bisa membahayakan kesehatan. kedua bahan ini memiliki resistensi
yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat
kekerasan yang telah ditingkatkan. Biasanya SAN terdapat pada mangkuk mixer,
pembungkus termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan
ABS biasanya digunakan sebagai bahan mainan lego dan pipa.
Jenis plastik PC amat berbahaya karena mengandung Bisphenol A yang
dapat merusak sistem kromosom dan hormon, menurunkan kualitas sperma, dan
mempengaruhi sistem kekebalan diri. Plastik jenis ini dapat ditemukan pada botol
susu bayi, gelas anak Batita dan Balita (sippy cup), botol minum polikarbonat, dan
kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. Ironisnya
botol susu sangat mungkin mengalami proses pemanasan, entah itu untuk tujuan
sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau dituangi air
mendidih atau air panas.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) menyarankan agar kita
menghindari penggunaan bahan plastik dengan kode 1,3,6, dan 7 (PC) sebisa
mungkin. Kode plastik 2,4,5, dan 7 (SAN/ABS) lebih aman untuk digunakan
sebagai wadah makanan/minuman (Anonim, 2012a).

15

III. DAMPAK PENGUNAAN PLASTIK


3.1. Dampak terhadap Kesehatan
Monomer-monomer dan bahan aditif yang digunakan pada proses
pembuatan plastik dapat menimbulkan masalah kesehatan. Bahaya ini lah yang
membuat banyak negara kini mulai mengurangi penggunaan plastik. Sebagai
contoh Cina, sejak 1 Juni 2008 lalu pemerintah Cina mewajibkan warganya
membungkus barang belanjaan dengan kertas. Kecemasan pemerintah Negeri
Tembok Raksasa ini cukup beralasan. Sebab, penelitian di negeri itu
menunjukkan bahwa penggunaan kemasan plastik untuk makanan dan minuman
dapat mengganggu kekebalan tubuh manusia (Anies, 2002).
Penyebab gangguan kekebalan tubuh itu adalah kandungan dioksin dan zat
beracun pada lapisan penyusun plastik yang rusak. Bahaya plastik bagi kesehatan
tubuh adalah jika polimer plastik terurai menjadi monomer dan akan mencemari
makanan dan minuman kita. Suhu penyimpanan dan proses pencucian wadah
yang tidak tepat dapat menyebabkan perpindahan dan kerusakan monomer serta
zat adiktif yang biasa dicampurkan saat pembuatan plastik. Inilah yang bisa
merusak kekebalan tubuh. Pada tingkat yang berbahaya, zat beracun pada plastik
itu dapat memicu berkembangnya sel kanker
Monomer plastik yang perlu diwaspadai adalah vinil klorida, akrilonitril,
metacrylonitril, vinylidene klorida sertastyrene. Monomer vinil klorida dan
akrilonitril cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia.
Vinil klorida dapat bereaksidengan guanin dan sitosin pada DNA. Sedangkan
akrilonitril bereaksidengan adenin. Vinil asetat telah terbukti menimbulkan
kanker tiroid, uterus dan liverpada hewan. Akrilonitril menimbulkan cacat lahir
pada tikus-tikus yangmemakannya. Monomer-monomer lain seperti akrilat,
stirena, danmetakrilat serta senyawa-senyawa turunannya, seperti vinil
asetat,polivinil

klorida,

kaprolaktam,

formaldehida,

kresol,

isosianat

organik,heksa metilendiamin, melamin, epodilokkloridrin, bispenol, dan


akrilonitrildapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama
mulut,tenggorokan dan lambung.

16

Menurut Winarno (1993), selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi
kesehatan diantaranya:
1) Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang
populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu
ternyata DBP dan DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen.
Benzen termasuk larutan kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan.
Benzen juga tidak dapat dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat
ini semakin lama semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa
memicu kanker pada darah atau leukemia
2) Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan
pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan
aditif untuk mencegah kerusakan pada plastik.
3) Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam
plastik yang bersifat karsinogenik
4) Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu
sistem endokrin
5) Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan
zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar
resiko pada kehamilan
6) Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai
bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent
dan ikut menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat
dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan
PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan, gangguan
pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat
mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada
keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan
kanker hati
Hal lain yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri
makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Sebagai contoh
adalah penggunaan kantong plastik hitam (kresek) untuk membungkus makanan

17

seperti gorengan dan lain-lain. Zat pewarna hitam ini kalau terkena panas
(misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai, terdegradasi menjadi bentuk
radikal. Zat racun itu bisa bereaksi dengan cepat, seperti oksigen dan makanan.
Kalaupun tak beracun, senyawa tadi bisa berubah jadi racun bila terkena panas.
Sulchan dan Nur (2007) menyatakan bentuk radikal ini karena memiliki satu
elektron tak berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil sehingga dapat
berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang
tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker. Namun, apakah munculnya kanker
ini disebabkan plastik itu atau karena mengkonsumsi makanan tercemar kantong
plastik beracun, harus dibuktikan. Sebab, banyak faktor yang menentukan
terjadinya kanker, misalnya kekerapan orang mengonsumsi makanan yang
tercemar, sistem kekebalan, faktor genetik, kualitas plastik, dan makanan. Bila
terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Efek samping yang ditimbulkan oleh zat-zat tadi diantaranya,
mengakibatkan kanker hati jika digunakan dalam waktu yang lama, timbal
merupakan racun bagi ginjal dan syaraf, kadmium juga bisa merusak hati dan
menyebabkan kanker paru-paru.
Kita harus bijak dalam menggunakan plastik, khususnya plastik dengan
kode 1, 3, 6, dan 7 (khususnya polycarbonate), seluruhnya memiliki bahaya
secara kimiawi. Ini tidah berarti bahwa plastik dengan kode yang lain secara utuh
aman, namun perlu dipelajari lebih jauh lagi. Maka, jika kita harus menggunakan
plastik, akan lebih aman bila menggunakan plastik dengan kode 2, 4, 5, dan 7
(kecuali polycarbonate) bila memungkinkan. Bila tidak ada kode plastik pada
kemasan tersebut, atau bila tipe plastik tidak jelas (misalnya pada kode 7, di mana
tidak selamanya berupa polycarbonate), cara terbaik yang paling aman adalah
menghubungi produsennya dan menanyakan mereka tentang tipe plastik yang
digunakan untuk membuat produk tersebut.
Berikut ada beberapa tips dari Anonim (2010) dalam upaya meminimalisir
dampak buruk pengunaan plastik bagi tubuh kita :
1) Cegah penggunaan botol susu bayi dan cangkir bayi (dengan lubang
penghisapnya) berbahan polycarbonate, cobalah pilih dan gunakan botol susu
bayi berbahan kaca, polyethylene, atau polypropylene. Gunakanlah cangkir

18

bayi berbahan stainless steel, polypropylene, atau polyethylene. Untuk dot,


gunakanlah yang berbahan silikon, karena tidak akan mengeluarkan zat
karsinogenik sebagaimana pada dot berbahan latex.
2) Jika penggunaan plastik berbahan polycarbonate tidak dapat dicegah,
janganlah menyimpan air minum ataupun makanan dalam keadaan panas.
3) Hindari penggunaan botol plastik untuk menyimpan air minum. Jika
penggunaan botol plastik berbahan PET (kode 1) dan HDPE (kode 2), tidak
dapat dicegah, gunakanlah hanya sekali pakai dan segera dihabiskan karena
pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Bahan
alternatif yang dapat digunakan adalah botol stainless steel atau kaca.
4) Cegahlah memanaskan makanan yang dikemas dalam plastik, khususnya
pada microwave oven, yang dapat mengakibatkan zat kimia yang terdapat
pada plastik tersebut terlepas dan bereaksi dengan makanan lebih cepat. Hal
ini pun dapat terjadi bila kemasan plastik digunakan untuk mengemas
makanan berminyak atau berlemak.
5) Bungkuslah terlebih dahulu makanan dengan daun pisang atau kertas sebelum
dibungkus dengan plastik pembungkus ketika akan dipanaskan di microwave
oven.
6) Cobalah untuk menggunakan kemasan berbahan kain untuk membawa
sayuran, makanan, ataupun belanjaan dan gunakanlah kemasan berbahan
stainless steel atau kaca untuk menyimpan makanan atau minuman
7) Cegah penggunaan piring dan alat makan plastik untuk masakan. Gunakanlah
alat makan berbahan stainless steel, kaca, keramik, dan kayu.
8) Terapkan, sebarkan dan ajaklah setiap orang di lingkungan rumah, kantor,
sekolah, kampus, dan di manapun untuk mengetahui informasi ini dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.2. Dampak terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, plastik juga mempunyai dampak yang besar
bagi lingkungan. Apabila sampah plastik dikubur, maka dibutuhkan waktu yang
sangat lama untuk mengurainya, bahkan butuh waktu 1000 tahun untuk agar
plastik ini terurai secara sempurna. Setelah terurai secara sempurnapun sampah
plastik tersebut akan mencemari tanah.

19

Karena sifatnya yang sulit diurai, sering kali sampah plastik dibakar. Asap
dari hasil pembakaran tersebut juga sangat berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan manusia, karena mengandung zat beracun. Kantong plastik juga
menyebabkan banjir karena menyumbat saluran air dan bahkan bisa merusak
turbin waduk.
3.3. Dampak terhadap Sosial Ekonomi
Upaya pendaur ulangan merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju
timbulnya limbah plastik. Hal ini menyebabkan banyaknya industri daur ulang
limbah plastik. Keberadaan industri daur ulang limbah plastik di Indonesia telah
memberikan nilai tambah bagi sebagain besar jenis sampah plastik dan mampu
menciptakan suatu iklim usaha yang cukup menjanjikan serta mampu menyerap
tenaga kerja yang cukup besar pula.
Daur ulang sampah plastik terutama dari jenis plastik keras seperti LDPE,
HDPE, PP, dan lain-lain sudah tidak dapat disangkal lagi mempunyai prospek
ekonomi yang baik. Prospek tersebut dapat dilihat dari banyaknya pemulung yang
terlibat dalam proses daur ulang plastik..
Laju kegiatan usaha daur ulang plastik yang telah banyak menyerap tenaga
kerja disektor informal ini ditentukan oleh permintaan dan pemasokan terhadap
pasar. Masuknya sampah plastik impor dari berbagai negara tetangga akan
merusak stabilitas harga sehingga harga ditingkat pemulung akan jatuh ke level
yang sangat rendah. Hal tersebut pernah dialami Indonesia hingga awal tahun 90an hingga pada akhirnya pemerintah melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan
peraturan No. 349/Kp/XI/1992 tentang Larangan Impor Sampah Plastik Masuk ke
Indonesia.
Namun menurut Kadir (2012), cara pendaur ulangan ini tidaklah terlalu
efektif, karena hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di
tempat penampungan sampah. Hal tersebut menimbulkan bernagai dampak
negatif, diantaranya adalah :
1. Banyaknya timbunan sampah plastik akan merusak pemandangan, sehingga
berdampak negatif terhadap kepariwisataan

20

2. Pengolahan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat


kesehatan masyarakat. Hal terpenting disini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung (mengobati orang sakit) dan pembiayaan tak langsung (tidak
masuk kerja dan produktivitas rendah).
3. Pembuangan sampah plastik dibadan air akan menyebabkan banjir sehingga
memberi dampak bagi fasilitas umum, seperti jalan, jembatan, drainase dan
mencemari ekosistem di perairan tersebut.

21

IV.
MEMINIMALISIR DAMPAK BURUK PENGUNAAN PLASTIK
DENGAN MENERAPKAN KONSEP 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
Sebagai masyarakat modern kita tidak mungkin sama sekali tidak
menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian kita dapat
menimimalisir dampak negatif dari penggunaan plastik dengan cara Menerapkan
Konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
c
Menurut Anonim (2013 ) sampai saat ini paradigma yang dipakai oleh
Pemerintah dalam hal pengelolaan sampah, umumnya masih sangat
konvensional/kuno yaitu : kumpul; angkut dan buang. Paradigma ini dapat
terimplementasikan dalam teknologikonvensional dalam pengendalian sampah,
yang dikenal dengan Sanitary Landfill. Teknis sanitary landfill yaitu digali lubang
luas sedalam kurang lebih 15-20 meter, dan kemudian dilapisi geoplastik agar
sampah tidak merembes kedalam tanah dan menyebar kebagian lain, serta
dibagian bawahnya diberi saluran air agar cairan yang timbul dari sampah bisa
dikendalikan. Sampah kemudian dimasukan kedalam lubang setinggi 1,5-2 meter
kemudian dilapisi tanah dengan ketinggian yang sama. Demikian seterusnya
berlapis dan selang seling antara tanah dan sampah hingga mencapai ketinggian
tertentu. Selanjutnya jika ketinggian telah mencapai tinggi yang optimum (sekitar
15 meter) maka daerah tersebut dibiarkan selama beberapa tahun hingga mencapai
suatu waktu yang aman sehingga permukaan lahan tersebut dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain.
Metode landfill maupun TPA membawa konsekuensi akan kebutuhan lahan
penampungan yang makin meluas, yang tidak mungkin diakomodasikan oleh
lahan perkotaan yang makin sempit dan mahal. Oleh karena itu Pengelolaan
sampah dengan metode : kumpul, angkut dan buang seperti ini perlu diimbangi
dengan metode lain yang terpadu, efektif dan berdaya guna agar daya dukung
pemanfaatan lahan diperkotaan dapat meningkat kembali baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Karena itu perlu diterapkan gagasan pengelolaan sampah yang dikenal
dengan KONSEP 3 R, yaitu REDUCE (mengurangi volume), REUSE
(menggunakan kembali) dan RECYCLE (mendaur ulang).

22

4.1. Minimalkan (Reduce)


Reduce berarti kita mengurangi sampah yang kita hasilkan atau mengurangi
penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. Pada tahap pertama
inilah peran serta masyarakat perlu ditingkatkan karena dari sinilah produksi
sampah dimulai. Pihak penjual/pengusaha pasar swalayan atau mall dapat
dimotivasi untuk membuat kemasan belanja dari bahan organik. Di Indonesia
telah banyak penelitian tentang plastik ramah lingkungan ini.
Namun Hardayanto (2012) menyatakan bahwa negara-negara di Eropa dan
USA tidak mengenjurkan penggunaan kantung plastik berteknologi ramah
lingkungan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik sekali
pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2 tahun
tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat sesuai dengan
harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet terbesar dari penjualan
kantung plastik sekali pakai dibanding plastik jenis lain
Dengan demikian, menurut Hardayanto (2012) sebagai masyarakat yang
perlu dilakukan untuk meminimalisir pengunaan plastik diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Menggunakan tas pakai ulang atau membawa keranjang dari rumah untuk
berbelanja . tas pakai ulang kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga
menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika
kita membeli barang dengan jumlah tertentu.
2. Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak
membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak. Penggunaan
kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi pemulung/tukang
rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda dengan kantung plastik
(keresek/kantung asoy) yang tidak ada harganya.
3. Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa digunakan
berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik
konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim
ramah lingkungan.
4. Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang
berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan

23

tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan
terhindar dari kemungkinan tercecer.
Selain menimalkan pemakaian plastik masyarakat juga perlu meminimalisir
penumpukan sampah plastik dengan cara memilah-milah dan mewadahi
sampahnya dalam dua wadah yang berbeda antara sampah organic dan non
organic. Pemerintah bisa memfasilitasinya dengan penjualan wadah-wadah
sampah murah yang kualitas konstruksinya memenuhi standar. Selanjutnya
masyarakat dapat mengumpulkan sampah dirumahnya sendiri atau dikumpulkan
ke TPS kecil terdekat untuk diolah lebih lanjut.
4.2. Olah (Reuse dan Recycling)
Reuse dan Recyle, berati Menggunakan kembali barang-barang yang masih
bisa dimanfaatkan dan mendaur ulang menjadi produk baru, sehingga mempunyai
nilai ekonomis (Gambar 8). Setelah dipilah-pilah sampah-sampah tersebut dapat
dikumpulkan pada suatu wadah masyarakat, misalnya bank sampah yang bisa
diperkarsai oleh perkumpulan atau organisasi yang umumnya ada disetiap
pemukiman. plastik dapat dikumpulkan kemudian didaur ulang menjadi bendabenda lain yang bermanfaat oleh penduduk setempat atau dikirim ke pabrik
pengolahan atau ke pabrik asal/produsen untuk digunakan kembali.

Gambar 8 . Contoh kerajinan dari limbah plastik (Sumber : Anonim, 2009)


Pemerintah perlu memfasilitasi terbentuknya organisasi atau perorangan
yang bertindak sebagai pengumpul (asosiasi pemulung, misalnya) disertai dengan

24

fasilitas penunjangnya. Kampanye untuk menyadarkan masyarakat agar terlibat


secara aktif dalam pengelolaan sampah perlu dilakukan secara kontinyu melalui
berbagai media, yaitu sekolahan, televisi dan koran-koran. Dengan langkah ini
diharapkan masalah pengelolaan sampah telah menjadi bagian kesadaran yang
wajib dimiliki setiap warga negaranya. Tindakan kampanye tersebut ditindak
lanjuti oleh Pemerintah setempat dengan langkah kongkrit yaitu menempatkan
unit-unit mobil pengumpulan sampah recycling diberbagai permukiman dan
pusat-pusat perbelanjaan seperti supermarket dan mall.
Unit-unit mobil pengumpulan sampah recycling tersebut dilengkapi dengan
alat pemroses sampah kemasan kaleng dansampah kemasan plastik, sedangkan
wadah-wadah atau kemasan yang dapat dipakai ulang akan dikumpulkan sesuai
dengan merk nya masing masing. Selanjutnya sampah ini kemudian dikirimkan
ke pabrik asalnya untuk digunakan kembali (re-use) (Gambar 9).

Gambar 9 . Kegiatan Pengelolaan Sampah (Sumber : Anonim, 2013d )

Dan untuk menjamin agar system ini dapat berkelanjutan maka pemerintah
menerapkan system insentif kepada dua pihak. Pihak pertama yaitu setiap orang
yang menyerahkan sampah ke unit mobil tersebut diberi imbalan (walaupun
nilainya kecil sekedar pengganti transport) sesuai dengan jumlah sampahnya.
Biasanya orang tua sering menugaskan anaknya untuk melakukan tugas ini
sehingga mereka mendapatkan tambahan uang jajan. Pihak kedua yaitu
perseorangan yang mau menjadi pengelola diberikan kemudahan berupa kredit

25

lunak untuk pembelian unit-unit mobil tersebut, bahkan pada beberapa tempat
pemerintah lokal memberikannya secara cuma-cuma.
4.3. Keterlibatan Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Sampah
Untuk menerapkan konsep 3R ini diperlukan keterlibatan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
4.3.1. Aspek Teknologi
Untuk saat ini, teknologi yang banyak digunakan dalam pengolahan sampah
plastik hanyalah teknologi pencucian, penghancuran sampah plastik dan teknolgi
pembuatan bijih plastik. Teknologi tersebut digunakan hanya untuk proses daur
ulang jenis sampah plastik tertentu. Plastik yang terbuang sebagai sampah seperti
plastik lembaran bekas kemasan makanan anak-anak belum dapat tertangani dan
memenuhi lahan pembuangan akhir dan badan air. Sampah jenis ini dapat diolah
untuk produk baru melalui teknologi pelelehan (ekstrusi).
Aspek teknologi merupakan hal yang cukup penting dalam sistem
pengelolaan sampah plastik. Sampai saat ini teknologi pemusnahan sampah
plastik yang efisien dan aman masih sangat sedikit. Teknologi pemusnahan yang
paling umum dilakukan adalah membakar sampah plastik berikut sampah lainnya
sehingga terurai menjadi unsur-unsur CO, CO2, H2O, dan polutan lain yang
terbawa asap hasil pembakaran dan teknologi ini dianggap sangat mempunyai
risiko pada pencemaran lingkungan terutama udara. Upaya lain dalam
penanganan sampah plastik adalah dengan cara penimbunan tanah atau yang
dikenal dengan sanitary landfill. Cara ini banyak dilakukan yakni dengan
memasukan limbah plastik yang masih kurang diminati untuk didaur ulang
bersamaan dengan sampah padat lainnya kedalam tanah kemudian ditimbun
dengan tanah. Penimbunan dengan cara ini tentunya memerlukan berbagai
persyaratan agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Cara daur ulang plastik
(recycling) sudah banyak dilakukan di Indonesia dimana pada umumnya sampah
plastik yang berasal dari berbagai sumber diproses dengan cara penggilingan dan
pelelehan kemudian dibentuk menjadi berbagai macam produk.
Menurut Noviasri (2013), Pirolisis merupakan upaya lain dalam mendaur
ulang sampah plastik, namun belum banyak dilakukan di Indonesia (Gambar 10).
Cara ini merupakan cara dekomposisi fisik maupun kimiawi dengan

26

menggunakan panas tanpa adanya oksigen. Melalui cara ini plastik akan
terdekomposisi menjadi molekul yang lebih kecil atau monomernya.
Hasil pirolisis dari campuran PE dan PP akan menghasilkan bahan bakar
cair yang setara dengan bensin, kerosene, solar dan heavy oil, dimana persentase
keempatnya tergantung dari persentase campuran PE dan PP yang diinputkan ke
dalam reaktor (Gambar ). Sedangkan cairan hasil pirolisis PS hanya mengandung
styrenemonomer, styrene dimer dan styrene trimer, yang jika dimurnikan akan
menjadi bahan baku dari plastik. Selain itu hasil pirolisis PS juga dapat digunakan
sebagai campuran bahan bakar cair lain dengan persentase kurang dari 20%.

Gambar 10. Tehnik Pirolisis (Sumber : Anonim, 2011)

4.3.2. Aspek kelembagaan


Aspek kelembagaan meliputi instansi dan organisasi yang khusus
menangani sampah plastik khususnya dan barang plastik pada umumnya.
Kelembagaan mempunyai fungsi yang penting dalam mengeluarkan sistem
pengelolaan sampah plastik secara menyeluruh dan komprehensif termasuk
didalamnya penerbitan peraturan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan
sampah plastik pada khususnya dan plastik pada umumnya. Sampai saat ini,
instansi yang terkait dengan sistem pengelolaan sampah plsatik adalah
Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang mengatur secara langsung
sistem pengelolaan plastik dari bahan baku sampai ke produk.
Kementerian Lingkungan Hidup mempunyai tugas dan fungsi dalam
pengelolaan lingkungan hidup termasuk berbagai dampak yang ditimbulkan

27

akibat proses pembuatan plastik dan produk barang plastik yang sudah tidak
terpakai dan dibuang ke lingkungan.
4.3.3. Aspek kebijakan/peraturan perundang-undangan
Aspek pengaturan merupakan kumpulan peraturan yang mengatur sistem
pengelolaan sampah plastik. Aspek pengaturan dapat dimulai dari penggunaan
sumber daya alam untuk bahan baku plastik sampai pengelolaan sampah plastik.
Dalam hal sampah plastik, baru peraturan S.K Menteri Perdagangan No.
349/Kp/XI/1992 tentang Larangan Impor Sampah Plastik ke Indonesia yang
berkaitan langsung dengan sampah plastik.
Dalam prinsip dasar pencemaran lingkungan akibat buangan bahan yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, maka ada prinsip yang menyatakan
bahwa pembuang limbah yang merusak lingkungan harus menanggung beban
biaya yang ditimbulkan (polluters pay principle). Pengaturan ini dapat saja
diterapkan di Indonesia sehingga perusahaan pembuat produk plastik dapat
beramai-ramai iuran untuk membantu pengelolaan sampah plastik sehingga tidak
mencemari lingkungan.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang telah
diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2012 dan telah ditandatangani oleh
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Oktober 2012. Ada tiga isu
penting seiring disyahkannya PP No. 81 Tahun 2012 ini (Anonim, 2012b):
1) Mulai tahun 2013 seluruh pemerintah kabupaten/kota harus mengubah
sistem open dumpingpada tempat pemprosesan akhir (TPA) menjadi
berwawasan lingkungan.
2) Kalangan dunia usaha, dalam hal ini produsen, importir, distributor, dan
retaile, bersama pemerintah harus segera merealisasikan penerapan extended
producer responsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah, artinya pihak yang
memproduksi barang diharuskan untuk mengelola sampah yang timbul akibat
penggunaan barang tersebut atau produsen harus menarik kembali sampah
yang sulit diurai sehingga konsep 3R (reduce, reuse, recycle) bisa diterapkan.

28

3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan komersial,


kawasan husus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, harus
segera memilah, mengumpulkan, dan mengolah sampah di masing-masing
kawasan.
Peran serta masyarakat sangat penting peranannya dalam sistem pengelolaan
sampah plastik. Di beberapa negara maju, masyarakat sudah terbiasa tidak
menggunakan kantung plastik untuk membawa barang yang dibeli dari super
market atau mall. Mereka telah menyadari dampak buruk yang diakibatkan oleh
pembuangan maupun pembakaran sampah plastik. Dengan demikian, buangan
sampah plastik dari jenis kantung dan kemasan dapat banyak terkurangi.
Di Indonesia terutama masyarakat diperkotaan, sudah sangat sulit
mengurangi budaya penggunaan plastik. Agar kebiasaan ini tidak semakin parah,
maka masyarakat perlu disadarkan dan diingatkan melalui sosialisasi yang
dilakukan oleh pihak berwenang seperti DISPERINDAG, DKK, BPOM dan
Badan Lingkungan Hidup. Dengan demikian masyarakat sdar bahwa penggunaan
plastik yang berlebihan tidak hanya merusak kesehatannya tapi juga merusak
lingkungan yang kemudian akan berdampak buruk terhadap generasi berikutnya.

29

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Kriya Limbah Plastik. Diakses dari http://id.indonesian-craft.com/.
Diakses tanggal 10 Maret 2013
______, 2010. Pencegahan terhadap Bahaya Plastik bagi Kesehatan. Diakses dari
http://koranindonesiasehat.wordpress.com. Diakses tanggal 10 maret
2013.
______, 2011. Sampah Plastik sebagai Tambang Minyak Baru. Diakses dari
http://howgreenareyou.wordpress.com. Diakses tanggal 20 Januari
2013
_______ 2012a. Mengenal Simbol Kode Jenis Plastik dan Bahayanya. Diakses
dari http://uniqpost.com/. Diakses tanggal 20 Januari 2013
_______, 2012b. Pengelolaan Sampah Berbasis 3R Diberlakukan. Diakses dari
http://www.tataruangindonesia.com. Diakses tanggal 10 Maret 2013
_______, 2013a. Bahaya Sampah Plastik bagi Lingkungan dan Kesehatan. Diakses
dari http://bplh.bekasikota.go.id. Diakses tanggal tanggal 7 Januari
2013
b
_______, 2013 . Isu Strategis. Diakses dari http://www.pu.go.id. Diakses tanggal
7 Januari 2013
c
_______, 2013 . Arti 7 Simbol Daur Ulang pada Plastik Diakses dari
http://www.whooila.com. Diakses tanggal 20 Januari 2013
_______, 2013d. Penyuluhan Lingkungan dan Bank Sampah untuk Kader PKK.
Diakses dari http://www.narotama.ac.id. Diakses tanggal 20 Januari
2013
Alamendah, 2009. Mengenal Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek. Diakses dari
http://alamendah.wordpress.com. Diakses tanggal 5 Januari 2013
Anies H. 2002. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan. Diakses dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0201/28/ragam1.htm. Diakses
tanggal 8 Januari 2013

30

Hardayanto, M. 2012. Jangan Terkecoh Kantung Plastik Ramah Lingkungan


(eps. Raperda- 2). Diakses dari http://green.kompasiana.com. Diakses
tanggal 10 Maret 2013

Kadir. 2012. Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik sebagai Sumber Bahan Bakar
Cair. Jurnal Ilmiah Tehnik Mesin 3 (2) : 223-225
Noviasri, P. 2013.Melongok Model Pengolahan Sampah Plastik Menjadi BBM di
Jepang. Diakses dari: http://olahsampah.com. Diakses tanggal 10
Maret 2013
Saptono, R. 2008. Pengetahuan Bahan. Departemen Metalurgi dan Material FTUI,
Jakarta.
Sulchan, M dan W. E Nur. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan
Styrofoam. Jurnal Kedokteran Indonesia 57 (2) : 54-59.
Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta,:165-6.

Yusman,

M. 2012. Pengelolaan Limbah Plastik di Indonesia : Tantangan,


Peluang dan Strategi. http:// 3rindonesia.blogspot.com
Zulfikar, 2010. Polimer Sintetik. Diakses dari http://www.chem-is-try.org.
Diakses tanggal 10 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai