I. PENDAHULUAN
Polimer sintetik tidak pernah lepas dalam kehidupan kita. Mereka telah
menjadi bagian yang erat dan menjadi kebutuhan primer bagi kita. Perlengkapan
rumah tangga, perlengkapan sekolah, perangkat komputer, telepon, kabel, mainan
anak-anak, pembungkus makanan sampai klep jantung buatan, semuanya tidak
lepas dari campur tangan polimer sintetik. Polimer sintetik telah banyak berjasa
dan memberi kemudahan bagi kita dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Namun bukan berarti polimer sintetik tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan
manusia. Salah satu jenis polimer sintetik yang umum ditemukan dalam
kehidupan kita sehari-hari adalah plastik.
Plastik mempunyai karakteristik mudah dibentuk, tahan lama (durable),
dan dapat mengikuti trend permintaan pasar. Plastik telah mampu menggeser
kedudukan bahan-bahan tradisional dimana permintaan dari tahun ke tahunnya
selalu menunjukkan peningkatan. Kebutuhan plastik di Indonesia per kapitanya
mencapai sekitar 7 kg yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya yakni sekitar 20 kg/kapita. Namun dengan jumlah penduduk
yang sangat besar maka total kebutuhan plastik Indonesia mencapai 24% dari total
ASEAN dan berada pada peringkat kedua setelah Thailand (33%). Secara
keseluruhan hingga tahun 2002 diperkirakan total kebutuhan polimer di Indonesia
akan mencapai 1,9 juta ton (Yusman, 2013).
Meningkatnya pasar dan produksi barang plastik tersebut telah memberikan
sumbangan positif terhadap devisa negara. Namun dampak negatif sampah plastik
jauh lebih besar dari fungsinya.
Butuh waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara
terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Saat terurai, partikel-partikel
plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan
menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses
pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin.
Kantong plastik juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim utama di mana
sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan
gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12
juta
barel
minyak
dan
14
juta
pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi (Anonim
2013a).
Dari total konsumsi plastik yang sudah mendekati 2 juta ton pada saat ini
diperkirakan 80% berpotensi menjadi limbah. Jika keberadaan sampah plastik
tersebut dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya dalam penanganannya maka
sudah dapat dipastikan penumpukan limbah plastik akan menjadi masalah yang
besar. Hal ini disebabkan sifat karakterisitik sampah plastik itu sendiri yang sulit
diurai oleh mikroorganisme. Penumpukan sampah plastik yang akhirnya bermuara
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lambat laun akan memperpendek umur TPA
itu sendiri.
Selain masalah lingkungan yang begitu nyata, ada dampak lain yang tidak
bisa begitu saja diabaikan, yaitu dampak terhadap kesehatan pengguna plastikplastik tersebut. Bahan kemasan plastik dibuat dari monomer-monomer yang
berbahaya bagi kesehatan. Hal ini terjadi jika adanya migrasi atau berpindah zat
monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut
tidak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpannya. Migrasi monomer terjadi
karena dipengaruhi
atau
logo daur ulang yang berbentuk segi tiga dengan kode-kode tertentu. Simbol atau
Kode ini dikeluarkan oleh The Society of Plastik Industry pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dan diadopsi oleh lembaga-lembaga pengembangan sistem
10
11
2.4.5. PP ( Polypropylene )
Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP PP
(polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk yang
berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi (Gambar 5).
Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
12
mengkilap. Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik
untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman.
2.4.6. PS ( Polystyrene )
Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS PS
(polystyrene) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari
Jerman, secara tidak sengaja. PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan
styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain (Gambar 6). Polystyrene
merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam
makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.
13
14
Plastik jenis ABS dan SAN amat baik untuk digunakan sebagai kemasan
makanan dan minuman karena kedua jenis tersebut kuat dalam mencegah reaksi
kimia yang bisa membahayakan kesehatan. kedua bahan ini memiliki resistensi
yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat
kekerasan yang telah ditingkatkan. Biasanya SAN terdapat pada mangkuk mixer,
pembungkus termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan
ABS biasanya digunakan sebagai bahan mainan lego dan pipa.
Jenis plastik PC amat berbahaya karena mengandung Bisphenol A yang
dapat merusak sistem kromosom dan hormon, menurunkan kualitas sperma, dan
mempengaruhi sistem kekebalan diri. Plastik jenis ini dapat ditemukan pada botol
susu bayi, gelas anak Batita dan Balita (sippy cup), botol minum polikarbonat, dan
kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. Ironisnya
botol susu sangat mungkin mengalami proses pemanasan, entah itu untuk tujuan
sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau dituangi air
mendidih atau air panas.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) menyarankan agar kita
menghindari penggunaan bahan plastik dengan kode 1,3,6, dan 7 (PC) sebisa
mungkin. Kode plastik 2,4,5, dan 7 (SAN/ABS) lebih aman untuk digunakan
sebagai wadah makanan/minuman (Anonim, 2012a).
15
klorida,
kaprolaktam,
formaldehida,
kresol,
isosianat
16
Menurut Winarno (1993), selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi
kesehatan diantaranya:
1) Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang
populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu
ternyata DBP dan DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen.
Benzen termasuk larutan kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan.
Benzen juga tidak dapat dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat
ini semakin lama semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa
memicu kanker pada darah atau leukemia
2) Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan
pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan
aditif untuk mencegah kerusakan pada plastik.
3) Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam
plastik yang bersifat karsinogenik
4) Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu
sistem endokrin
5) Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan
zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar
resiko pada kehamilan
6) Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai
bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent
dan ikut menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat
dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan
PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan, gangguan
pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat
mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada
keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan
kanker hati
Hal lain yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri
makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Sebagai contoh
adalah penggunaan kantong plastik hitam (kresek) untuk membungkus makanan
17
seperti gorengan dan lain-lain. Zat pewarna hitam ini kalau terkena panas
(misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai, terdegradasi menjadi bentuk
radikal. Zat racun itu bisa bereaksi dengan cepat, seperti oksigen dan makanan.
Kalaupun tak beracun, senyawa tadi bisa berubah jadi racun bila terkena panas.
Sulchan dan Nur (2007) menyatakan bentuk radikal ini karena memiliki satu
elektron tak berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil sehingga dapat
berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang
tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker. Namun, apakah munculnya kanker
ini disebabkan plastik itu atau karena mengkonsumsi makanan tercemar kantong
plastik beracun, harus dibuktikan. Sebab, banyak faktor yang menentukan
terjadinya kanker, misalnya kekerapan orang mengonsumsi makanan yang
tercemar, sistem kekebalan, faktor genetik, kualitas plastik, dan makanan. Bila
terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Efek samping yang ditimbulkan oleh zat-zat tadi diantaranya,
mengakibatkan kanker hati jika digunakan dalam waktu yang lama, timbal
merupakan racun bagi ginjal dan syaraf, kadmium juga bisa merusak hati dan
menyebabkan kanker paru-paru.
Kita harus bijak dalam menggunakan plastik, khususnya plastik dengan
kode 1, 3, 6, dan 7 (khususnya polycarbonate), seluruhnya memiliki bahaya
secara kimiawi. Ini tidah berarti bahwa plastik dengan kode yang lain secara utuh
aman, namun perlu dipelajari lebih jauh lagi. Maka, jika kita harus menggunakan
plastik, akan lebih aman bila menggunakan plastik dengan kode 2, 4, 5, dan 7
(kecuali polycarbonate) bila memungkinkan. Bila tidak ada kode plastik pada
kemasan tersebut, atau bila tipe plastik tidak jelas (misalnya pada kode 7, di mana
tidak selamanya berupa polycarbonate), cara terbaik yang paling aman adalah
menghubungi produsennya dan menanyakan mereka tentang tipe plastik yang
digunakan untuk membuat produk tersebut.
Berikut ada beberapa tips dari Anonim (2010) dalam upaya meminimalisir
dampak buruk pengunaan plastik bagi tubuh kita :
1) Cegah penggunaan botol susu bayi dan cangkir bayi (dengan lubang
penghisapnya) berbahan polycarbonate, cobalah pilih dan gunakan botol susu
bayi berbahan kaca, polyethylene, atau polypropylene. Gunakanlah cangkir
18
19
Karena sifatnya yang sulit diurai, sering kali sampah plastik dibakar. Asap
dari hasil pembakaran tersebut juga sangat berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan manusia, karena mengandung zat beracun. Kantong plastik juga
menyebabkan banjir karena menyumbat saluran air dan bahkan bisa merusak
turbin waduk.
3.3. Dampak terhadap Sosial Ekonomi
Upaya pendaur ulangan merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju
timbulnya limbah plastik. Hal ini menyebabkan banyaknya industri daur ulang
limbah plastik. Keberadaan industri daur ulang limbah plastik di Indonesia telah
memberikan nilai tambah bagi sebagain besar jenis sampah plastik dan mampu
menciptakan suatu iklim usaha yang cukup menjanjikan serta mampu menyerap
tenaga kerja yang cukup besar pula.
Daur ulang sampah plastik terutama dari jenis plastik keras seperti LDPE,
HDPE, PP, dan lain-lain sudah tidak dapat disangkal lagi mempunyai prospek
ekonomi yang baik. Prospek tersebut dapat dilihat dari banyaknya pemulung yang
terlibat dalam proses daur ulang plastik..
Laju kegiatan usaha daur ulang plastik yang telah banyak menyerap tenaga
kerja disektor informal ini ditentukan oleh permintaan dan pemasokan terhadap
pasar. Masuknya sampah plastik impor dari berbagai negara tetangga akan
merusak stabilitas harga sehingga harga ditingkat pemulung akan jatuh ke level
yang sangat rendah. Hal tersebut pernah dialami Indonesia hingga awal tahun 90an hingga pada akhirnya pemerintah melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan
peraturan No. 349/Kp/XI/1992 tentang Larangan Impor Sampah Plastik Masuk ke
Indonesia.
Namun menurut Kadir (2012), cara pendaur ulangan ini tidaklah terlalu
efektif, karena hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di
tempat penampungan sampah. Hal tersebut menimbulkan bernagai dampak
negatif, diantaranya adalah :
1. Banyaknya timbunan sampah plastik akan merusak pemandangan, sehingga
berdampak negatif terhadap kepariwisataan
20
21
IV.
MEMINIMALISIR DAMPAK BURUK PENGUNAAN PLASTIK
DENGAN MENERAPKAN KONSEP 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
Sebagai masyarakat modern kita tidak mungkin sama sekali tidak
menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian kita dapat
menimimalisir dampak negatif dari penggunaan plastik dengan cara Menerapkan
Konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
c
Menurut Anonim (2013 ) sampai saat ini paradigma yang dipakai oleh
Pemerintah dalam hal pengelolaan sampah, umumnya masih sangat
konvensional/kuno yaitu : kumpul; angkut dan buang. Paradigma ini dapat
terimplementasikan dalam teknologikonvensional dalam pengendalian sampah,
yang dikenal dengan Sanitary Landfill. Teknis sanitary landfill yaitu digali lubang
luas sedalam kurang lebih 15-20 meter, dan kemudian dilapisi geoplastik agar
sampah tidak merembes kedalam tanah dan menyebar kebagian lain, serta
dibagian bawahnya diberi saluran air agar cairan yang timbul dari sampah bisa
dikendalikan. Sampah kemudian dimasukan kedalam lubang setinggi 1,5-2 meter
kemudian dilapisi tanah dengan ketinggian yang sama. Demikian seterusnya
berlapis dan selang seling antara tanah dan sampah hingga mencapai ketinggian
tertentu. Selanjutnya jika ketinggian telah mencapai tinggi yang optimum (sekitar
15 meter) maka daerah tersebut dibiarkan selama beberapa tahun hingga mencapai
suatu waktu yang aman sehingga permukaan lahan tersebut dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain.
Metode landfill maupun TPA membawa konsekuensi akan kebutuhan lahan
penampungan yang makin meluas, yang tidak mungkin diakomodasikan oleh
lahan perkotaan yang makin sempit dan mahal. Oleh karena itu Pengelolaan
sampah dengan metode : kumpul, angkut dan buang seperti ini perlu diimbangi
dengan metode lain yang terpadu, efektif dan berdaya guna agar daya dukung
pemanfaatan lahan diperkotaan dapat meningkat kembali baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Karena itu perlu diterapkan gagasan pengelolaan sampah yang dikenal
dengan KONSEP 3 R, yaitu REDUCE (mengurangi volume), REUSE
(menggunakan kembali) dan RECYCLE (mendaur ulang).
22
23
tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan
terhindar dari kemungkinan tercecer.
Selain menimalkan pemakaian plastik masyarakat juga perlu meminimalisir
penumpukan sampah plastik dengan cara memilah-milah dan mewadahi
sampahnya dalam dua wadah yang berbeda antara sampah organic dan non
organic. Pemerintah bisa memfasilitasinya dengan penjualan wadah-wadah
sampah murah yang kualitas konstruksinya memenuhi standar. Selanjutnya
masyarakat dapat mengumpulkan sampah dirumahnya sendiri atau dikumpulkan
ke TPS kecil terdekat untuk diolah lebih lanjut.
4.2. Olah (Reuse dan Recycling)
Reuse dan Recyle, berati Menggunakan kembali barang-barang yang masih
bisa dimanfaatkan dan mendaur ulang menjadi produk baru, sehingga mempunyai
nilai ekonomis (Gambar 8). Setelah dipilah-pilah sampah-sampah tersebut dapat
dikumpulkan pada suatu wadah masyarakat, misalnya bank sampah yang bisa
diperkarsai oleh perkumpulan atau organisasi yang umumnya ada disetiap
pemukiman. plastik dapat dikumpulkan kemudian didaur ulang menjadi bendabenda lain yang bermanfaat oleh penduduk setempat atau dikirim ke pabrik
pengolahan atau ke pabrik asal/produsen untuk digunakan kembali.
24
Dan untuk menjamin agar system ini dapat berkelanjutan maka pemerintah
menerapkan system insentif kepada dua pihak. Pihak pertama yaitu setiap orang
yang menyerahkan sampah ke unit mobil tersebut diberi imbalan (walaupun
nilainya kecil sekedar pengganti transport) sesuai dengan jumlah sampahnya.
Biasanya orang tua sering menugaskan anaknya untuk melakukan tugas ini
sehingga mereka mendapatkan tambahan uang jajan. Pihak kedua yaitu
perseorangan yang mau menjadi pengelola diberikan kemudahan berupa kredit
25
lunak untuk pembelian unit-unit mobil tersebut, bahkan pada beberapa tempat
pemerintah lokal memberikannya secara cuma-cuma.
4.3. Keterlibatan Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Sampah
Untuk menerapkan konsep 3R ini diperlukan keterlibatan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
4.3.1. Aspek Teknologi
Untuk saat ini, teknologi yang banyak digunakan dalam pengolahan sampah
plastik hanyalah teknologi pencucian, penghancuran sampah plastik dan teknolgi
pembuatan bijih plastik. Teknologi tersebut digunakan hanya untuk proses daur
ulang jenis sampah plastik tertentu. Plastik yang terbuang sebagai sampah seperti
plastik lembaran bekas kemasan makanan anak-anak belum dapat tertangani dan
memenuhi lahan pembuangan akhir dan badan air. Sampah jenis ini dapat diolah
untuk produk baru melalui teknologi pelelehan (ekstrusi).
Aspek teknologi merupakan hal yang cukup penting dalam sistem
pengelolaan sampah plastik. Sampai saat ini teknologi pemusnahan sampah
plastik yang efisien dan aman masih sangat sedikit. Teknologi pemusnahan yang
paling umum dilakukan adalah membakar sampah plastik berikut sampah lainnya
sehingga terurai menjadi unsur-unsur CO, CO2, H2O, dan polutan lain yang
terbawa asap hasil pembakaran dan teknologi ini dianggap sangat mempunyai
risiko pada pencemaran lingkungan terutama udara. Upaya lain dalam
penanganan sampah plastik adalah dengan cara penimbunan tanah atau yang
dikenal dengan sanitary landfill. Cara ini banyak dilakukan yakni dengan
memasukan limbah plastik yang masih kurang diminati untuk didaur ulang
bersamaan dengan sampah padat lainnya kedalam tanah kemudian ditimbun
dengan tanah. Penimbunan dengan cara ini tentunya memerlukan berbagai
persyaratan agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Cara daur ulang plastik
(recycling) sudah banyak dilakukan di Indonesia dimana pada umumnya sampah
plastik yang berasal dari berbagai sumber diproses dengan cara penggilingan dan
pelelehan kemudian dibentuk menjadi berbagai macam produk.
Menurut Noviasri (2013), Pirolisis merupakan upaya lain dalam mendaur
ulang sampah plastik, namun belum banyak dilakukan di Indonesia (Gambar 10).
Cara ini merupakan cara dekomposisi fisik maupun kimiawi dengan
26
menggunakan panas tanpa adanya oksigen. Melalui cara ini plastik akan
terdekomposisi menjadi molekul yang lebih kecil atau monomernya.
Hasil pirolisis dari campuran PE dan PP akan menghasilkan bahan bakar
cair yang setara dengan bensin, kerosene, solar dan heavy oil, dimana persentase
keempatnya tergantung dari persentase campuran PE dan PP yang diinputkan ke
dalam reaktor (Gambar ). Sedangkan cairan hasil pirolisis PS hanya mengandung
styrenemonomer, styrene dimer dan styrene trimer, yang jika dimurnikan akan
menjadi bahan baku dari plastik. Selain itu hasil pirolisis PS juga dapat digunakan
sebagai campuran bahan bakar cair lain dengan persentase kurang dari 20%.
27
akibat proses pembuatan plastik dan produk barang plastik yang sudah tidak
terpakai dan dibuang ke lingkungan.
4.3.3. Aspek kebijakan/peraturan perundang-undangan
Aspek pengaturan merupakan kumpulan peraturan yang mengatur sistem
pengelolaan sampah plastik. Aspek pengaturan dapat dimulai dari penggunaan
sumber daya alam untuk bahan baku plastik sampai pengelolaan sampah plastik.
Dalam hal sampah plastik, baru peraturan S.K Menteri Perdagangan No.
349/Kp/XI/1992 tentang Larangan Impor Sampah Plastik ke Indonesia yang
berkaitan langsung dengan sampah plastik.
Dalam prinsip dasar pencemaran lingkungan akibat buangan bahan yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, maka ada prinsip yang menyatakan
bahwa pembuang limbah yang merusak lingkungan harus menanggung beban
biaya yang ditimbulkan (polluters pay principle). Pengaturan ini dapat saja
diterapkan di Indonesia sehingga perusahaan pembuat produk plastik dapat
beramai-ramai iuran untuk membantu pengelolaan sampah plastik sehingga tidak
mencemari lingkungan.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang telah
diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2012 dan telah ditandatangani oleh
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Oktober 2012. Ada tiga isu
penting seiring disyahkannya PP No. 81 Tahun 2012 ini (Anonim, 2012b):
1) Mulai tahun 2013 seluruh pemerintah kabupaten/kota harus mengubah
sistem open dumpingpada tempat pemprosesan akhir (TPA) menjadi
berwawasan lingkungan.
2) Kalangan dunia usaha, dalam hal ini produsen, importir, distributor, dan
retaile, bersama pemerintah harus segera merealisasikan penerapan extended
producer responsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah, artinya pihak yang
memproduksi barang diharuskan untuk mengelola sampah yang timbul akibat
penggunaan barang tersebut atau produsen harus menarik kembali sampah
yang sulit diurai sehingga konsep 3R (reduce, reuse, recycle) bisa diterapkan.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Kriya Limbah Plastik. Diakses dari http://id.indonesian-craft.com/.
Diakses tanggal 10 Maret 2013
______, 2010. Pencegahan terhadap Bahaya Plastik bagi Kesehatan. Diakses dari
http://koranindonesiasehat.wordpress.com. Diakses tanggal 10 maret
2013.
______, 2011. Sampah Plastik sebagai Tambang Minyak Baru. Diakses dari
http://howgreenareyou.wordpress.com. Diakses tanggal 20 Januari
2013
_______ 2012a. Mengenal Simbol Kode Jenis Plastik dan Bahayanya. Diakses
dari http://uniqpost.com/. Diakses tanggal 20 Januari 2013
_______, 2012b. Pengelolaan Sampah Berbasis 3R Diberlakukan. Diakses dari
http://www.tataruangindonesia.com. Diakses tanggal 10 Maret 2013
_______, 2013a. Bahaya Sampah Plastik bagi Lingkungan dan Kesehatan. Diakses
dari http://bplh.bekasikota.go.id. Diakses tanggal tanggal 7 Januari
2013
b
_______, 2013 . Isu Strategis. Diakses dari http://www.pu.go.id. Diakses tanggal
7 Januari 2013
c
_______, 2013 . Arti 7 Simbol Daur Ulang pada Plastik Diakses dari
http://www.whooila.com. Diakses tanggal 20 Januari 2013
_______, 2013d. Penyuluhan Lingkungan dan Bank Sampah untuk Kader PKK.
Diakses dari http://www.narotama.ac.id. Diakses tanggal 20 Januari
2013
Alamendah, 2009. Mengenal Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek. Diakses dari
http://alamendah.wordpress.com. Diakses tanggal 5 Januari 2013
Anies H. 2002. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan. Diakses dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0201/28/ragam1.htm. Diakses
tanggal 8 Januari 2013
30
Kadir. 2012. Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik sebagai Sumber Bahan Bakar
Cair. Jurnal Ilmiah Tehnik Mesin 3 (2) : 223-225
Noviasri, P. 2013.Melongok Model Pengolahan Sampah Plastik Menjadi BBM di
Jepang. Diakses dari: http://olahsampah.com. Diakses tanggal 10
Maret 2013
Saptono, R. 2008. Pengetahuan Bahan. Departemen Metalurgi dan Material FTUI,
Jakarta.
Sulchan, M dan W. E Nur. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan
Styrofoam. Jurnal Kedokteran Indonesia 57 (2) : 54-59.
Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta,:165-6.
Yusman,