Anda di halaman 1dari 38

BAB 3.

METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

Pelaksanaan pekerjaan yang diusulkan Konsultan berdasarkan kerangka acuan pekerjaan


yang telah diterima akan dilaksanakan sebagaimana bagam alir pelaksanaan pekerjaan
berikut :
MULAI

PENDAHULUAN

ADMINISTRASI

MOB TENAGA AHLI


&
PERALATAN

PENENTUAN
LETAK PLTMH
RENCANA

SURVEY
LAPANGAN

STUDI AWAL
&
DATA SEKUNDER

LAPORAN
PENDAHULUAN

STUDI
KELAYAKAN

LAPORAN
ANTARA

SURVEY
TOPOGRAFI

PENYELIDIKAN
GEOLOGI

ANALISA
EKONOMI

PENGUKURAN
HIDROMETRI

ANALISA TEKNIK
Hidrologi, Geologi,
Topografi,
Pembangkitan

DATA :
SOSEKBUD,
KELISTRIKAN,
AKSESIBILITAS,

ANALISA
LINGKUNGAN

DESAIN AWAL

KELAYAKAN

LAPORAN
DRAFT AKHIR

DESAIN AWAL
Pekerjaan Sipil
Pekerjaan Elektro-Mekanik

LAPORAN
AKHIR &
GAMBAR

SELESAI

Gambar 1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

III-1

3. 1.

PEKERJAAN PENDAHULUAN

Pada tahap pendahuluan tentunya konsultan perlu melakukan segala persiapan dari sisi
administrasi, pengumpulan dan inventarisasi segala bentuk data penunjang, mempersiapkan
(koordinasi) tenaga ahli serta peralatan survey lapangan.
Tinjauan data-data sekunder maupun informasi yang ada baik dari pengguna jasa,
pemerintah daerah, pemuka adat maupun warga masyarakat sangat menunjang
keberhasilan konsultan dalam mempersempit wilayah potensi pengembangan yang
selanjutnya dilakukan pendalaman melalui survey lapangan.
Desk study dilakukan diatas peta dengan skala 1 : 50.000, untuk menentukan titik potensi
PLTMH di wilayah studi, catchment area yang luas, dan pencapaian yang paling mudah
dijangkau.
Tujuan tahap pekerjaan Pendahuluan ini adalah untuk memastikan bahwa titik-titik potensi
PLTMH yang diinginkan benar-benar prospektif dan secara ekonomis layak dan dapat
dikembangkan. Pengumpulan data sekunder serta Site Reconnaissance dilakukan untuk
mengetahui gambaran/informasi awal mengenai situasi titik potensial, yakni : 1). Apakah
titik potensi berada di lokasi hutan lindung, taman nasional, atau dekat dengan permukiman
penduduk, 2). Apakah titik potensi berada pada jalur gempa, atau dilewati oleh sesar, 3).
Apakah kondisi ekosistem catchment area terpelihara dengan baik, atau sudah rusak.
Analisa Hidrologi Regional dilakukan untuk menentukan debit andalan, yang dilakukan
melalui perhitungan debit sungai andalan, debit rata-rata, analisa data time series curah
hujan, serta fluktuasi debit saat musim kemarau terkering dan musim hujan terbasah.
Setelah hal tersebut diatas dilakukan, disusun rencana penyelidikan lapangan serta
alternative tapak PLTMH.

III-2

3. 2.

PEKERJAAN SURVEY DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN

3.2.1 Survey Topografi


Pekerjaan survey topografi dalm pekerjaan Studi Kelayakan dan Preliminary Desain
Pembangkit Listrik Tenaha Mini Hidro (PLTMH) di Kabupaten Memberamo Tengah di sungai
Broges, kabupaten Tolikara di sungai Kamda, Kabupaten Yahukimo di sungai Bomteh dan
Kabupaten Jayawijaya di sungai Ibele, Propinsi Papua ini adalah untuk memetakan kondisi
rupa bumi di wilayah studi yang diperkirakan berpotensi dan layak untuk dibangun PLTMH.
3.2.1.1 Tujuan Survei
Dalam kegiatan survei topografi mempunyai tujuan untuk mendapatkan data dan gambaran
bentuk permukaan tanah rencana Masterplan drainase yang berupa situasi dan ketinggian
serta posisi kenampakan yang ada.
3.2.1.2 Ruang Lingkup Survei
Kegiatan yang dilaksanakan dalam survei topografi mempunyai ruang lingkup sebagai
berikut:
1.

Pekerjaan pengukuran

2.

Orientasi medan

3.

Pemasangan Bech Mark (BM) dan patok pengukuran

4.

Pengukuran poligon (kerangka dasar horizontal)

5.

Pengukuran sipat datar (kerangka dasar vertikal)

6.

Pengukuran penampang saluran

7.

Perhitungan hasil pengukuran

Survai topografi meliputi kegiatan :


1.

Pemetaan wilayah, yang dipetakan dalam survey topografi ini meliputi wilayah dataran
dan perairan (sungai)

2.

Pemetaan situasi untuk layout PLTMH rencana skala 1:1000 sepanjang 1.5 kilometer
sungai dengan lebar 300 meter per bantaran sungai.

3.

Pengukuran cross section sungai pada lokasi calon PLTM terpilih, di lokasi bendung
(masing-masing 5 cross section) dan tailrace (masing-masing 5 cross section).
Diperkirakan akan terdapat 30 cross section dengan kerapatan disesuaikan kebutuhan.

III-3

4.

Pemetaan detil bangunan skala 1:200 pada lokasi PLTM terpilih (bendung, intake,
kolam pengendap pasir, saluran hantar, bak penenang, pelimpas, jalur pipa pesat,
gedung sentral, switchgear, rumah operator, pos jaga).

5.

Pengikatan ke titik referensi yang terdekat.

6.

Pemasangan 8 titik benchmark pada lokasi PLTM.

7.

Penentuan kerangka horizontal dan vertikal.

3.2.1.3 Metodologi Survei


Metodologi pengukuran yang akan dilaksanakan terdiri dari beberapa kegiatan sebagai
berikut :
1. Pekerjaan Pengukuran
Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek terhadap
koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk pelaksanaan (stake
out) mudah dilakukan. Data koordinat dan ketinggian titik triangulasi diperoleh dari Jawatan
Topografi Angkatan Darat atau dari BAKOSURTANAL. Referensi ketinggian titik triangulasi
adalah permukaan laut rata-rata, sedangkan data koordinat triangulasi berupa koordinat
geografis lintang dan bujur dalam sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator)
yang kemudian ditransformasi ke dalam sistem Koordinat Cartesian (x, y).
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik pada
kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan berada dalam satu
sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak ada/berada jauh sekali dari lokasi
proyek, maka dapat digunakan titik referensi lokal.
Setelah dilakukan pengukuran pengikatan untuk menentukan titik awal proyek, selanjutnya
dilakukan pengukuran titik-titik kontrol, baik titik kontrol horizontal maupun vertikal.
Pengukuran titik-titik kontrol (control survey) adalah pekerjaan pengukuran untuk
pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-titik dasar dalam berbagai
macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh hubungan
posisi diantara titik-titik dasar disebut pengukuran titik-titik kontrol dan hasilnya akan
dipergunakan untuk pengukuran detail.

III-4

2. Orientasi Medan
Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan orientasi
medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang sebelumnya) dan pilar
beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol pengukuran.
b. Meninjau dan mengamati kondisi sungai beserta keadaan daerah sekitarnya.
c. Melacak serta mengamati keadaan di dalam lokasi.
d. Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.
e. Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan, perlengkapan,
material, serta logistik.
f.

Melakukan konsultasi teknis serta

meninjau lokasi

secara bersama-sama dengan

Pengawas Lapangan.
3. Pemasangan BM (Bench Mark) dan Patok Kayu
BM dipasang ditempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM akan
difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z) BM
dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada setiap
pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan pemeriksaan. Tata cara
pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang terdekat. Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench

Mark besar berukuran (20x20x75)cm dengan jumlah BM sebanyak 2 buah. Bench Mark
besar dipasang seperti berikut :
a.

BM harus dipasang pada jarak tertentu sepanjang jalur poligon utama atau cabang.
Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang lebih 50cm (yang
kelihatan di atas tanah kurang lebih 25cm) ditempatkan pada daerah yang lebih aman
dan mudah dicari. Pembuatan

tulangan

dan cetakan BM dilakukan di Base Camp.

Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan. Pembuatan skets lokasi BM untuk


deskripsi. Pemotretan BM dalam posisi "Close Up", untuk lembar deskripsi BM.
b.

Baik patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda Bench Mark (BM) dan nomor
urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah pencariannya.

c.

Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon disekitar patok diberi
cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.

III-5

d.

Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran (3x5x50)cm3
ditanam sedalam 30cm, dicat merah dan dipasang paku diatasnya serta diberi kode dan
nomor yang teratur.

20

Pen kuningan

6 cm

Pipa pralon PVC 6 cm

25

Pelat marmer 12 x 12

Nomor titik

Tulangan tiang 10

Dicor beton

10

15

Beton 1:2:3

20

75

100

65

10

Dicor beton
Sengkang 5-15

20

20

Pasir dipadatkan

40

Benchmark

Control Point
Gambar 2. Contoh Konstruksi BM

4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal


Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka dasar
horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran dengan menggunakan satelit
GPS

(Global

Positioning

System)

dan

dengan

pengukuran

poligon.

Keuntungan

menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar horizontal yaitu:
a.

Waktu pelaksanaan lebih cepat.

b.

Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.

c.

Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.

d.

Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global yaitu

World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic Reference
System 1980.
e.

Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.

f.

Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.

III-6

Sedangkan kerugiannya antara lain:


a.

Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit. Pemakai
harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus mentransformasikannya
ke datum yang digunakannya (transformasi datum).

b.

Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam pengoperasian sistem.


Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala konsekuensinya.

c.

Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah.
Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.

Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini adalah:
a.

Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static atau rapid static.

b.

Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.

c.

Panjang tiap baseline maksimal 2,5km.

d.

Masking angle adalah sebesar 15 derajat.

e.

GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau L2.

f.

RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1mm.

Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus terikat pada
ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan
yaitu jarak dan sudut jurusan. Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan
dengan cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon
ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan
dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga ratarata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan
dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
5. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100m. Tingkat ketelitian hasil
pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara
pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak
pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti gmbar di bawah ini.
Jarak AB = d1 + d2 + d3

III-7

d1

d2

1
d3

Gambar 3. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak optis
pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

6. Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut
pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil
pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut
jurusan sebagai berikut lihat gambar di bawah ini.

AB

AC

A
C

Gambar 4. Pengukuran Sudut Antara Dua Titik

III-8

7. Pengamatan Azimuth Astronomis


Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
a.

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut


terukur dalam jaringan poligon.

b.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu


dengan yang lainnya.

c.

Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang
bersifat lokal/koordinat lokal.

d.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:


Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada gambar di bawah ini,
Azimuth Target (T) adalah:

U (Geografi)
Matahari

M T

Target
A

Gambar 5. Pengamatan Azimuth Astronomis

III-9

T = M + atau T = M + ( T - M )
Dimana:
T

= azimuth ke target

= azimuth pusat matahari

(T) = bacaan jurusan mendatar ke target


(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target
8. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik
jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan
diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi
pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan
terhadap BM. Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti
digambarkan pada Gambar di bawah ini.

Slag 2
Slag 1
b1

m21

b2
m1

Bidang Referensi
D
D

Gambar 6. Pengukuran Waterpass

III-10

Pengukuran waterpass mengikuti ketentuan sebagai berikut:


a.

Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

b.

Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

c.

Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi
rambu muka.

d.

Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.

e.

Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan rambu
ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.

f.

Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya.
Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.

g.

Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.

h.

Bidikan rambu harus diantara interval 0,5m dan 2,75m.

i.

Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah, benang atas
dan benang bawah.

j.

Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB),
yaitu: 2 BT = BA + BB.

Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2mm.


Jarak rambu ke alat maksimum 50m.
Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T

= 10 D mm dimana:

D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu km.


9. Personil Survei
Personil yang melaksanakan kegiatan ini adalah geodetic engineer, chief surveyor, surveyor
topografi, dan tenaga lokal. Dalam pekerjaan ini jika mengalami kesulitan maka tenaga ahli
yang berkaitan dengan pekerjaan ini yaitu ahli geodesi akan turun tangan.

3.2.2 Pekerjaan Investigasi Geologi / Geoteknik

Penyelidikan geologi dlaksanakan untuk mendapatkan gambaran kondisi geologi/geoteknik


yang lebih akurat pada lokasi PLTMH. Diutamakan dalam pekerjaan ini penelitian yang
berkaitan dengan pekerjaan sipil seperti tingkat kekerasan batuan, kondisi lapangan
III-11

tanah/batuan, daya dukung lapisan tanah, kemudahaan dalam penggalian serta kondisi
stabilitas disekitar lokasi yang akan digunakan untuk pembangunan PLTMH.
Pekerjaan ini mencakup :

Pemetaan Geologi. Pembuatan peta yang dapat memberikan informasi kondisi geologi
untuk keperluan perencanaan pekerjaan sipil.

Sumur uji (Test pit). Dibuat pada lokasi tertentu dengan ukuran 1,0 m x 1,0 m, dengan
kedalaman maksimum 3 m.

Puritan uji (Trench). Dibuat pada lokasi tertentu dengan ukuran penampang tegak 1,0 m
x 1,0 m dan panjang maksimum 5 m

Pengambilan contoh tanah. Contoh tanah tak terganggu (undisturbed samples) diambil
untuk keperluan pemeriksaan di laboratorium. Pengambilan contoh tanah denga
menggunakan hand boring

Penyelidikan geologi meliputi kegiatan :


1.

Standard Penetration Test (ASTM D-1586) pada 2 lokasi PLTM terpilih, masing-masing
sebanyak 75 test.

2.

Uji permeabilitas lapangan pada lokasi PLTM, sebanyak 5 buah.

3.

Sumur Uji (test pit) pada lokasi PLTM sebanyak 10 titik.

4.

Pengambilan contoh tanah tak terganggu (UDS) pada lokasi PLTM sebanyak 4 buah
tiap titik bor.

5.

Uji laboratorium terhadap contoh tanah tak terganggu, pada lokasi PLTM, meliputi
index properties (unit weight, specific gravity, angka pori, kadar air, gradasi butir,
batas Atterberg); engineering properties (Triaxial UU untuk mendapatkan c dan
consolidation test), masing-masing lokasi sebanyak 2 buah.

6.

Uji laboratorium terhadap contoh tanah terganggu, pada lokasi PLTM meliputi index
properties, CBR laboratorium, standar proctor masing-masing sebanyak 2 buah untuk
tiap lokasi.

7.

Pemetaan geologi pada tapak proyek untuk lokasi PLTM

III-12

Secara lebih mendetail diuraikan sebagai berikut :


1. Sondir
Test ini biasanya dipakai untuk bangunan yang tidak terlalu besar dan dimaksudkan untuk
mengetahui daya dukung tanah pondasi. Pada test ini akan diperoleh informasi daya dukung
tanah pada setiap lapisan dan hambatan lekatnya.
2. Pemboran Tanah
Dilakukan untuk pengambilan sampel tanah tidak terganggu pada setiap lapisan tanah.
Selain itu dicatat deskripsi/tekstur lapisan tanah berdasarkan pengamatan Visual. Pemboran
dilakukan dengan menggunakan mata bor iwan biasa (Iwan Auger) dengan diameter 10 cm
dan diputar dengan tangan sampai mencapai kedalaman 8,00 meter atau sampai kedalaman
lapisan keras dimana pemboran tidak dapat diperdalam lagi. Dari pemboran ini diambil
contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) yang selanjutnya akan dianalisa di
laboratorium mekanika tanah.
3. Penetration Test
Pengamatan dilakukan pada semua titik pengeboran tanah, ditambah dengan daerah daerah
lain yang pada waktu survey secara visual membutuhkan pengamatan tambahan. Alat yang
digunakan dalam penetration test ini adalah alat penetrometer type sedang (Hand
Penetrometer) yang berkapasitas sampai batas maksimum tekanan ujung P = 100 kg/cm2
atau sampai mencapai kedalaman minimum 8 10 m. Pembacaan tekanan ujung tanah
dilakukan pada setiap kedalaman 20 cm.
4. Test Pit
Posisi titik-titik pengamatan disebar menurut perkiraan pada daerah borrow pit atau rencana
pembuatan saluran atau tanggul keliling. Ukuran lubang uji (test pit) adalah 1.25 m x 1.25
m dengan kedalaman penggalian tanah maksimum 5.00 m. Pada keadaan muka air tanah
dangkal, lubang uji diganti dengan percobaan pemboran dengan menggunakan bor tangan
sampai kedalaman 5.00 m. Pada setiap lobang uji diambil contoh tanah terganggu
(disturbed sample) pada perubahan lapisan seberat 20 kg untuk diuji sifat-sifat
pemadatannya (compaction test) di laboratorium untuk mengetahui karakteristik tanah yang
akan digunakan sebagai bahan timbunan. Dilakukan pengambilan contoh tanah test
permeabilitas dan pencatatan diskripsi visual tanah.

III-13

5. Pencarian lokasi bahan bangunan


Pencarian lokasi bahan bangunan ini hanya bersifat peninjauan lapangan dan kualitas bahan
bangunan hanya bersifat visual tanpa adanya penelitian. Jenis bahan bangunan yang akan
ditinjau adalah batu belah, koral, pasir, batu muka. Bahan bangunan untuk tanah timbunan
tanggul akan digunakan sedapat mungkin bahan setempat (sistim cut and fill) yang digali
dan ditimbunkan untuk tanggul, kalau hal ini tidak mungkin baru akan dicarikan tempat
lainnya yang terdekat dengan lokasi timbunan tanggul.

3.2.3 Pekerjaan Pengukuran Hidrometri

Pekerjaan pengukuran hidrometri pada dasarnya melakukan pengukuran besarnya debit


aliran sungai sesaat selama selang waktu tertentu untuk mendapatkan nilai kalibrasi
terhadap nilai perhitungan debit yang dilakukan dalam analisa hidrologi sebelum atau
sesudah dilakukan pengukuran lapangan.
Selain itu dalam survey hidrometri ini surveyor harus mengumpulkan data sebanyakbanyaknya baik dari kondisi sungai di lapangan maupun informasi dari warga di sekitarnya
mengenai perkiraan tinggi dan besarnya debit banjir maupun aliran di saat kemarau (aliran
kering).
Pekerjaan ini menjadi sangat penting untuk meyakinkan debit andalan yang akan digunakan
oleh pembangkit selanjutnya.
Untuk

maksud tersebut

dalam survey ini juga harus dikumpulkan

semua data

hidrometeorologi yang ada untuk daerah lokasi proyek seperti data curah hujan, data iklim,
penguapan, data debit sungai dan sebagainya.
Pekerjaan ini akan mencakup :
Pengukuran debit sesaat dengan peralatan current meter untuk mendapatkan rating

curve pada lokasi rencana bendung dan gedung sentral


Pengukuran sedimentasi air sungai (pengambilan contoh air dilapangan dan pengukuran
kandungan sedimenlayang dan sedimen dasar sungai di laboratorium)

III-14

3. 3.

PEKERJAAN STUDI KELAYAKAN

3.3.1 Analisa Hidrologi, Hidro energi dan Hidrolika (Strukur Bangunan Air)
Dalam rangka untuk mendapatkan parameter-paremeter desain, dalam hal ini yang ada
kaitannya dengan hidrologi maka perlu dilakukan analisa hidrologi. Adapun dalam kegiatan
analisa hidrologi ini mengikuti bagan alir, seperti yang ada pada gambar di bawah ini.

M u la i

D a ta
C u r a h H u ja n H a ria n
M a k s im u m

A n a lis a F r e k u e n s i C u ra h H u ja n

M e to d e
G u m b e ll

M e to d e N o rm a l

M e to d e L o g N o rm a l
2 P a ra m e te r

M e to d e P e a rs o n III

M e to d e L o g N o rm a l
3 P a ra m e te r

M e to d e L o g P e rs o n III

C u ra h H u ja n R e n c a n a N P e rio d e

U ji K e c o c o k a n
( S m ir n o v - K o lm o g o r o v )

P e m ilih a n H u ja n R e n c a n a

P e r h itu n g a n I n te n s ita s H u ja n &


K u rv a ID F

I n te n s ita s H u ja n

N P e rio d e

P e m ilih a n I n te n s ita s R e n c a n a

H a s il
C u ra h H u ja n R e n c a n a
I n te n s ita s H u ja n
R encana

S e le s a i

Gambar 7. Bagan Alir Analisa Hidrologi

III-15

Curah Hujan Regional


1) Pengisian Data Kosong
Data yang diperoleh dari stasiun curah hujan tidak semua tercatat atau dengan kata lain ada
data yang kosong. Dalam perhitungan intensitas curah hujan dari masing-masing stasiun
harus lengkap, oleh karena itu untuk melengkapi data curah hujan yang kosong ini
dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Rata-rata Aritmatik
Jika ada suatu stasiun hujan terdapat data curah hujan yang hilang dan bila perbedaan
antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya tersebut < 10%, maka
perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dicari dengan mengambil harga ratarata aritmatik dari stasiun-stasiun yang mengelilinginya.

RX

R1 R2 ........ Rn
n

Dimana:
RX = Curah hujan yang hilang
R1, R2, ......Rn =curah hujan pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama

b. Normal Ratio Method


Bila perbedaan antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya tersebut
> 10%, maka perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dihitung dengan metoda
perbandingan normal :

RX

1 NX
N
N

R2 X R2 ..... X Rn
n N1
N2
Nn

Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn =curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama (datanya
lengkap)
NX = curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang hilang datanya.
N1, N2, ......Nn = curah hujan rata-rata pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
III-16

n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama

c. Reciprocal Method
Cara perhitungan yang dianggap lebih baik, adalah cara reciprocal method, yang
memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Hal ini dapat dimengerti
karena korelasi antara dua stasiun hujan menjadi makin kecil dengan besarnya jarak
antar stasiun tersebut. Metode ini dapat digunakan jika dalam DPS terdapat lebih dari
dua stasiun pencatat hujan. Umumnya, dianjurkan untuk menggunakan paling tidak tiga
stasiun acuan.

R
R1 R2
2 2 ...... 2n
d
d
d Xn
RX 2X 1 X22
2
1 / d X 1 1 / d X 2 ........ 1 / d Xn

Dimana:
RX

= curah hujan yang hilang

R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n

untuk tahun yang sama (datanya

lengkap)
n

= jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama.

dX1, dX2, ..., dXn

= jarak stasiun dengan stasiun yang datanya tidak ada.

2) Analisa Curah Hujan Wilayah


Analisa curah hujan wilayah adalah untuk menentukan curah hujan harian maksimum ratarata suatu daerah dari beberapa stasiun pengamat curah hujan yang ada di daerah
bersangkutan. Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan
rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan dibeberapa titik pos penakar
atau pencatat curah hujan.
a. Cara Tinggi Rata-rata
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung

(arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut:

R1 R2 R3 ........ Rn
n

III-17

Dimana:
R

= tinggi curah hujan rata-rata.

R1, R2, R3 ...Rm


N

= tinggi curah hujan pada pos penakar.

= jumlah pos penakar hujan.

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya
ditempatkan secara merata di area tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos
penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

b. Cara poligon thiessen


Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar
mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu
tegak lurus terhadap garis penghubung diantara dua pos penakar yang berdekatan.

2
A2

1
A4

A1

4
A3

A5

A7

A6

7
6

Gambar 8. Poligon Thiesen

R1 A1 R2 A2 ....... R7 A2
A1 A2 .......... A7

Dimana:
R

= tinggi curah hujan rata-rata.

R1, R2,........R7

= tinggi curah hujan pada pos penakar.

A1

= luas daerah pengaruh pos penakar 1.

A2

= luas daerah pengaruh pos penakar 2.

A7

= luas daerah pengaruh pos penakar 7.


III-18

c. Cara isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambarkan dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti gambar di bawah:

R4

R6

R5

R7

R3

R2
R1

A
A

A
5

Gambar 9. Penggambaran Isohyet

Kemudian luas bagian diantara isoyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rataratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, sebagai berikut:

R R7
R1 R2
R R3
A6

A1 2
A2 ...... 6
2
2

R
A1 A2 ........... A6
Dimana:
R

= tinggi curah hujan rata-rata.

R1, R2,........R7

= tinggi curah hujan pada isohyet.

A1, A2, ........, A6

= luas daerah yang dibatasi oleh isohyet-isohyet berdekatan.

3) Analisa Curah Hujan Rencana


Besaran yang digunakan sebagai beban rencana adalah hujan harian maksimum tahunan,
yaitu curah hujan terbesar dalam setahun yang turun dalam kurun waktu 24 jam. Dalam

III-19

ilmu probabilitas diperkenalkan konsep probabilitas terlampaui yaitu probabilitas kejadian


sama atau melampaui suatu nilai yang ditetapkan serta analisis return period.

Probabilitas Terlampaui

Tool pertama yang diperkenalkan disini adalah Formulasi Weibull

untuk probabilitas

terlampaui yang dirumuskan sebagai berikut:

m
N 1

Dimana:
p = probabilitas terlampaui.
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil.
N = jumlah titik data.
Penggunaan Formulasi Weibull terbatas pada interval data yang diketahui, sedangkan hujan
merupakan kejadian acak yang mungkin sekali terjadi diluar interval yang diketahui
tersebut. Untuk itu, dalam hal ini diperkenalkan konsep periode ulang yaitu jangka waktu
hipotetik dimana secara statistik berdasarkan data dimasa lalu, suatu besaran angka
tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
Secara impiris hubungan probabilitas terlampaui dan periode ulang dapat dinyatakan
sebagai berikut:

p Pr(X X T )

1
Tr

Dimana:
P

= probabilitas terlampaui.

= besaran yang ditinjau.

XT

= harga X dengan periode ulang Tr.

Pr(X XT)

= probabilitas harga XT dilampaui.

Tr

= periode ulang.

Dalam bentuk lain dinyatakan seperti dibawah ini:


Jika Pr( X X T ) 1 Pr( X X T )

Pr( X X T ) 1 F ( X T )
III-20

Maka

F ( XT )

Tr 1
Tr

Dimana: F(XT) = probabilitas kumulatif


4) Analisis Harga Ekstrim dengan Periode Ulang
Berikut ini akan diuraikan metoda analisa harga ekstrim dengan menggunakan fungsi
distribusi, antara lain:
Distribusi Normal
Distribusi Gumbel
Pearson
Log Pearson type III
Distribusi Log Normal

a. Distribusi Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi normal dirumuskan:

F ( x)

1 x 2
1
f ( x)dx
exp
dx
2
2

Dimana:

rata rata
deviasi s tan dar
Z 1 F ( x)
^

X .Z
Dalam distribusi ini harus mengubah parameter = 0 dan = 1
b. Distribusi Gumbel
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari ditribusi Gumbel dirumuskan:

F ( x) exp exp( y )
Dimana:

x 0.5772
III-21

Untuk x = xT maka

1
yT Ln Ln
F ( xT

Tr
yT Ln Ln

Tr 1
Menurut Gumbel persamaan peramalan dinyatakan sebagai berikut:

xT x KT S
Tr
6

0.5772 Ln Ln

Tr 1

KT

Dimana:
yN = reduced mean
SN = reduced standar deviasi
c. Pearson Type III
Parameter yang ada dalam perhitungan stastitik Pearson:
1)

nilai rata-rata (mean)

2)

Standar deviasi

3)

koefisien

Garis besar dalam menghitungnya:

X1, X2, X3,.......Xn

X
N

Hitung nilai mean: X

Hitung standar deviasi: S =

Hitung koefisien kemencengan: C S

Hitung curah hujan: X T X S * K T

log X log X

N 1 * N 2 * S 3

III-22

d. Distribusi Log Pearson type III


Fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari distribusi Log Pearson dirumuskan:

c cx / 2

x
f ( x ) po 1 e
a

dx

Dimana: 2 adalah varian dan (x) adalah fungsi gamma


Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi log Pearson Tipe III
adalah:
a. Nilai rata-rata (mean)
b. Standar deviasi
c. Koefisien
Garis besar dalam menghitungnya:
Ubah data hujan X1, X2, X3,.......Xn menjadi LogX1, LogX2, LogX3,.......LogXn.
Hitung nilai mean: log X

log X
N

Hitung standar deviasi: Slog =

LogX Log X
N 1

Hitung koefisien kemencengan: CS

LogXi LogXi

N 1 * N 2 * Slog 3

Hitung logaritma hujan: log X T log X Slog * KT

e. Log Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi Log Normal dirumuskan:

F ( x)

1 x 2
1
n
dx
f ( x)dx
exp
2

Dimana:

n rata rata untuk y Lnx


n deviasi s tan dar untuk y Lnx
Dalam perhitungannya sama sedangan distribusi Log Pearson Type III, tetapi
dengan mengambil harga koefisien asimetri Cs = 0.

III-23

5) Uji Kecocokan
Dalam menghitung curah hujan maksimum digunakan beberapa distribusi, dari beberapa
distribusi ini hanya satu yang akan dipakai. Untuk menentukan distribusi mana yang akan
dipakai dilakukan uji kecocokan dengan maksud untuk memberikan informasi apakah suatu
distribusi data sama atau mendekati dengan hasil pengamatan dan kelayakan suatu fungsi
distribusi. Ada empat metoda yang digunakan untuk pengujian tersebut:

Rata-rata prosentase error, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas


dan fungsi kerapatan kumulatif.

Deviasi, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas dan fungsi kerapatan
komulatif.

Chi-Kuadrat, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas.

Kolmogorof-Smirnov, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan kumulatif.

a. Rata-rata Prosentase Error


Pengujian dengan rata-rata prosenase error digunakan untuk menentukan nilai
prosentase kesalahan antara nilai analitis dengan data lapangan, dinyatakan dalam:
^

Xi X
Rata-rata error =

* 100% i

Dimana:
^

X i = nilai analitis
Xi = nilai aktual
i

= nomor urut data (1,2,3, ......N)

N = jumlah data
Jika nilai rata-rata prosentase error mendekati 100% atau lebih, maka suatu fungsi
distribusi memiliki nilai kepercayaan error besar, dengan kata lain fungsi distribusi
tidak cocok dengan data lapangan, dan sebaliknya.
b. Deviasi
Nilai deviasi sebanding dengan nilai simpangan data analisa terhadap data lapangan.
Semakin kecil nilai deviasi maka sebaran nilai fungsi akan mendekati, dengan data

III-24

pengamatan dan sebaliknya jika nilai deviasi besar maka sebaran fungsi tersebut
akan menjahui data. Nilai deviasi dinyatakan dengan:

X i X1

i 1
N 1
N

Fungsi distribusi dikatakan cocok dengan data lapangan jika memiliki nilai deviasi
kecil jika dibandingkan terhadap fungsi yang lain maka yang dipilih adalah yang
tekecil.
c. Chi-Kuadrat
Pengujian

Chi-kuadrat

yaitu

dengan

membandingkan

frekuensi-frekuensi

pengamatan n1, n2, n3, .....nk sejumlah nilai-nilai variat (atau dalam k selang)
terhadap frekuensi-frekuensi pengamatan e1, e2, e3, .....ek yang bersangkutan dari
suatu fungsi distribusi. Dasar untuk memeriksa kebenaran perbandingan ini
digunakan distribusi dari besaran:
k

i 1

ni ei C
ei

1 f

Dimana C1-f adalah nilai distribusi komulatif (1- ) dari Xf2 distribusi teoritis yang
diasumsikan merupakan model yang dapat diterima pada taraf nyata . Biasanya
nilai yang digunakan adalah 5%. Jumlah drajat kebebasan untuk fungsi distribusi
dengan jumlah c buah parameter dilakukan dengan (k c - 1) drajat kebebasan.
Untuk memberikan hasil yang memuaskan digunakan k5 dan ei5.
d. Kolmogorof-Smirnov
Prinsip dari metoda ini yaitu membandingkan probabilitas kumulatif lapangan dengan
distribusi komulatif fungsi yang ditinjau. Data yang ditinjau berukuran N, diatur
dengan urutan semakin meningkat. Dari data yang diatur ini akan membentuk suatu
fungsi frekuensi kumulatif tangga sebagai berikut:

G ( x)

k
N
1

x x1
xk x xk 1
x xN

III-25

Dimana:
xi

= nilai data ke i

= nomor urut data (1,2,3,4,.......,N)

G (x)

= CDF data aktual

G(x)

= CDF data teoritis

Selisih maksimum antara G (x) dan G(x) untuk seluruh rentang x merupakan ukuran
penyimpangan dari model teoritis terhadap data aktual. Selisih maksimum
dinyatakan dalam:

DN G( x) G( x)
Secara teoritis, DN merupakan suatu variabel acak yang ditribusinya tergantung pada
N. Untuk taraf nyata yang tertentu, pengujian K-S membandingkan selisih
maksimum pengamatan dengan nilai kritis

P( DN

, yang didefinisikan dengan:

) 1

Jika DN yang diamati kurang dari nilai kritis

, maka distribusi dapat diterima pada

taraf yang ditentukan, jika tidak maka distribusi akan ditolak.

6) Intensitas Curah Hujan Rencana


Lengkung Intensitas Hujan (IDC = Intensity Duration Curve)
Intensitas curah hujan rencana merupakan besarnya curah hujan yang terjadi pada kurun
waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Lengkung intensitas curah hujan adalah kurva
yang menggambarkan hubungan antara lamanya pengaliran dan intensitas curah hujan.
Dalam membuat IDC memperlukan data lengkap dari stasiun pengamat. Apabila data tidak
lengkap atau tidak ada maka dapat digunakan data pembanding suatu daerah dengan
anggapan sifat dan ciri curah hujan di daerah tersebut kurang lebih sama dengan daerah
yang ditinjau untuk kasus yang dihadapi.
Intensitas hujan di Indonesia, dapat mengacu pada pola grafik IDC dari:
a. V. Breen
Yang dapat didekati dengan persamaan:

III-26

IT

54RT 0,707RT2
tc 0,31RT

Dimana:
IT

= intensitas hujan pada PUH T dan pada waktu konsentrasi tc (mm/jam)

RT

= tinggi hujan pada PUH T (mm/hari)

b. DR. Mononobe (Jepang)

IT

RT 24

42 t

2/3

(mm / jam)

L
( jam)
v

H
t 72
(km / jam)
L
0, 6

Dimana:
IT

= intensitas hujan (mm/jam)

RT = hujan harian dengan PUH (tahun ) dalam (mm)


T

= waktu tempuh aliran disaluran dalam (jam)

= kecepatan aliran

H = beda tingi hulu-hilir (km)

c. Formula Talbot
Formula Talbot dirumuskan sebagai berikut :

a
t b

Dimana:
I

= intensitas hujan (mm/jam)

= waktu konsentrasi

a, b

= konstanta

I .t . I I .t I
N I I
2

III-27

I .t . I N I .t
b
N I I
2

= jumlah data.

d. Formula Sherman
Formula sherman adalah:

a
tn

Dimana:
I

= intensitas hujan (mm/jam)

= waktu konsentrasi

a,n

= konstanta

log( I ). log(t ) log(t ). log( I ) log(t )


log( a )
N log(t ) log(t )
2

n
N

log( I ). log(t ) N log(t ).log( I )


N log(t ) log(t )
2

= banyaknya data

e. Formula Ishiguro
Formula Ishiguro dapat dirumuskan sebagai berikut :

a
t b

Dimana:
I

= intensitas hujan (mm/jam)

= waktu konsentrasi

a, b

= konstanta

I . t . I I . t I
a
N I I
2

III-28

I . t I N I
b
N I I

. t

= jumlah data.

7) Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan untuk air hujan dari daerah terjauh
dalam cathment area untuk mengalir menuju suatu titik atau profil melintang saluran yang
ditinjau. Dalam drainase, pada umumnya waktu konsentrasi (tc) terdiri dari penjumlahan
dua komponen, yaitu:
Waktu yang diperlukan untuk titik air yang terjauh dalam cathment area mengalir pada

per mukaan tanah ke alur saluran permulaan yang terdekat (tof).


Waktu yang dibutuhkan untuk air mengalir dari alur saluran permulaan menuju ke suatu

profil melintang saluran tertentu yang ditinjau (tdf).

tc t0 f t df

t df

Ld
vd

Dimana:
Ld

= panjang saluran dari awal sampai akhir titik yang ditinjau (m)

Vd

= kecepatan rerata sepanjang saluran yang ditinjau.

Untuk menghitung tof (overland flow time) dapat dilakukan beberapa pendekatan empiris,
antara lain:
a. Jepang
1/ 6

2
n.d
tof 3,28 Lo

so
3

(menit)

Dimana:
Lo

= panjang pengaliran (m)

n.d

= koefisien hambat.
Beton (aspal) : n.d = 0,013
Rerumputan : n.d = 0,200

So

= kemiringan permukaan (%)


III-29

b. Kerby

r.L1,5
tof 3,03

0 , 467

( jam)

Rumus ini berlaku untuk


L < 4 km
r = koefisien permukaan
r = 0,02 (permukaan halus)
r = (0,3-0,4) untuk rerumputan
L = Panjang permukaan (km)
H = beda tinggi permukaan (m)

c. Izzard

tof

0,024 i

0,33

878k

CH

0, 67 0, 67

20,67 L0,67 ( jam)

Berlaku untuk:
i.L 3,8
i = intensitas hujan (mm/jam)
k = koefisien permukaan terdiri dari
K = 0,07 (aspal halus)
K = 0,012 (beton)
L = panjang permukaan (km)
C = koefisien limpasan
H = beda tinggi permukaan (m)

d. Brasby-William

0,96 L1, 2
tof 0,33 0,1 ( jam )
H A
Dimana:
L = panjang permukaan
H = beda tinggi permukaan (m)

III-30

A = luas daerah tadah (km2)

e. Aviation agency

tof

3,64 (1,1 C ) L0,83


( jam )
H 0,33

Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
H = beda tinggi permukaan (km)
Rumus lain tof

3,64(1,1 C ) L0,5
S

(menit)

Dimana :
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
S = kemiringan lahan (%)
Atau tof

0,784(1,1 C ) L0,5
S

(menit)

Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
S = kemiringan lahan (m/m)

8. Debit Perencanaan
Dalam kegiatan desain bangunan air perlu dilakukan terlebih dahulu perhitungan berbagi
debit desain dengan kriteria-kriteria desain. Untuk menentukan debit desain tersebut perlu
dihitung atau diketahui debit saluran di tempat lokasi studi dengan berbagai frekuensi
kejadiannya. Debit desain yang diambil ini harus ada kaitannya dengan keamanan dan
resiko terhadap masalah/hambatan/dampak yang akan timbul. Debit desain ini diantaranya
meliputi:

III-31

1. Debit desain kriteria bahaya/resiko pelimpahan dan tekanan aliran harus diambil debit
besar.
2. Debit desain kriteria bahaya/resiko penggerusan setempat.
3. Debit desain kriteria bahaya/resiko agradasi, degradasi.
4. Debit desain kriteria bahaya/resiko muatan sedimen.
5. Debit desain kriteria bahaya/resiko daerah genangan berhubungan dengan pembebasan
tanah, dan sebagainya.

Dalam penentuan debit dengan menggunakan data hujan dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda rasional dan hidrograf.
a. Metode Rasional
Dengan meggunakan metoda rasional, debit sungai dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q C p .RT . A
Dimana:
Q = debit
Cp = koefisien pengaliran run off
RT = curah hujan dengan periode ulang tertentu
A = luas daerah tangkapan hujan
b. Metode Hidrograf
Penentuan debit banjir rencana dengan Metode Unit Hidrograf (Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu), dipergunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
Qp

C A Ro
3,6 ( 0,3Tp T0,3 )

Dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3 / detik)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3

= waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30 % dari debit puncak (jam)

Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan mempunyai persamaan :


III-32

t
Qa Qp 2, 4
T
p

Dimana:
Qa
t

= limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik)


= Waktu (jam)

Bagian lengkung turun (decreasing limb)


t Tp

: Qd Qp* 0.3

Qd > 0,3 Qp

T0 , 3
t Tp 0, 5 T0 , 3

0,3 Qp > Qd >0,3 Qp: Qd Qp * 0,3

1, 5T0 , 3

t Tp 1, 5 T0 , 3
2

: Qd Qp * 0.3

0,3 Qp > Qd

2 T0 , 3

Sedangkan waktu sampai ke puncak banjir, Tp = tg + 0,8 tr, dengan parameter untuk
L < 15 km

tg = 0,21 L0,7

L > 15 km

tg = 0,4 + 0,058 L

Dimana:
L = panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = 0,5 tg sampai tg (jam)
Dengan besarnya :
-

daerah pengaliran biasa = 2

bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat = 15

bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat = 3

Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan ini adalah :


1) Panjang sungai
2) Luas catchment area
3) Koefisien pengaliran

3.3.2 Analisa Topografi


Analisa topografi pada dasarnya merupakan kegiatan olah data hasil dari pengukuran
lapangan. Pada dasarnya telah diuraikan pada sub bab survey topografi. Hasil dari kegiatan
III-33

(survey dan pengolahan data) topografi adalah peta dasar, peta situasi termasuk potongan
memanjang, potongan melintang baik daerah dataran maupun peraian. Peta dasar dan
detail ini seluruhnya menjadi dasar dalam penentuan desain awal maupun penentuan
kelayakan pembangunan selanjutnya.
Kegiatan ini harus dilakukan oleh geodetic engineer (Ahli Geodesi) untuk memastikan
akurasi pengukuran dan pengolahan data. Sebagaimana diketahui dalam perencanaan dan
pembangunan PLTMH elevasi merupakan parameter yang sangat penting, oleh karena itu
ketepatan pengukuran dan pengolahan data juga menjadi signifikan.
3.3.3 Analisa Geologi (Geo teknik)
Terdapat dua hal penting dalam kegiatan analisa geologi teknik, yaitu :
1. Pemeriksanaan hasil sampel tanah di laboratorium
2. Perhitungan daya dukung tanah di lokasi rencana seluruh tapak PLTMH termasuk
antisipasi kemungkinan terjadinya settlement akibat konsolidasi dan atau dari kondisi
geologis di lapangan yang memungkinkan terjadinya kegagalan struktur seperti
kemungkinan land slide atau retakan dan lain-lain.
Contoh-contoh tanah yang diambil dari lapangan dibawa ke laboratorium untuk diuji guna
mendapatkan

besaran-besaran

sifat

karakteristik

fisik

dan

mekanika

tanah.

Test

laboratorium yang dilakukan antara lain :


Penyelidikan sifat fisik tanah :
a.

Berat jenis (ASTM D.3456)

b.

Berat Volume (ASTM D.854)

c.

Ruang pori total (ASTM D.2216)

d.

Atterberg Limit (ASTM D.4318)

e.

Gradasi butiran (ASTM D.42)

f.

Permeabilitas (Constant head test/Falling head test)

Penyelidikan sifat mekanika tanah :


a.

Konsolidasi (ASTM D.2435)

b.

Triaxial test (ASTM D.565)

III-34

Pengujian contoh tanah terganggu:


a.

Penyelidikan sifat fisik tanah

b.

Berat jenis

c.

Atterberg limit

d.

Gradasi butiran

e.

Penyelidikan sifat Mekanis

f.

Percobaan pemadatan (compaction test modified ASSHO)

Sedangkan untuk pengujian contoh tanah tak terganggu adalah meliputi:


a.

Penyelidikan sifat fisik tanah

b.

Berat jenis

c.

Atterberg limit

d.

Gradasi butiran

e.

UnconfinedCompression Test

f.

Triaxial Test

g.

Consolidation Test

3.4

DESAIN AWAL

Desain awal (preliminary design) ini terbatas pada konsep awal perencanaan teknis
menindaklanjuti hasil kelayakan yang dilakukan pada tahap sebelumnya, meliputi garis
besar rencana bangunan sipil yang terdiri dari bendung dan bangunan pelengkap, bangunan
penyadap, saluran penghantar, bak penenang, pipa pesat, pintu air dan saringan, gedung
sentral, saluran pembuang, rumah operator, jalan masuk, pagar lokasi, dan water resistance
dan garis besar rencana peralatan elektro mekanik yang terdiri dari turbin, governor, valve,
generator, trafo, panel-panel, overhead crane, battery, instalasi tenaga dan penerangan.
Beberapa hal yang dapat dituangkan dalam desain awal antara lain :

Rancang dasar adalah rancangan yang memuat tata letak (lay out) dari bangunan sipil
utama dan penyusunan spesifikasi bagi peralatan elektromagnetik.

Bangunan sipil meliputi bangunan utama termasuk pintu air dan katup-katup yang
diperlukan, rumah operator, kantor, jalan masuk dan sebagainya.

Rancang dasar peralatan Elektro Mekanik lebih diarahkan kepada penentuan jenis
turbin, kapasitas pembangkit dan jumlah unit yang disesuaikan dengan pola operasi

III-35

PLTMH apakah islated atau terinterkoneksi dengan jaringan yang sudah ada, kondisi
beban dan segi ekonomisnya.

Rancang dasar Peralatan Elektro Mekanik bersifat pembuatan kriteria untuk menyusun
spesifikasi teknik yang diarahkan kepada standarisasi.

Bangunan Sipil, terdiri dari :

Bendung Pengalih (weir) beserta bangunan pelengkap

Bangunan penyadap di sungai (river intake)

Saluran penghantar, termasuk bangunan penangkap pasir dan pelimpas-pelimpasnya.

Bak Penenang (Head Tank) dan Pengambilan Pipa Pesat (Penstock Intake) lengkap
dengan saluran penguras dan bangunan pelimpasnya.

Kolam reservoir harian (daily reservoir pond) apabila diperlukan

Pipa pesat, pintu air dan saringan

Gedung sentral

Saluran pembuang (Tail Race)

Rumah operator dan Kantor

Jalan Masuk

Pagar lokasi

Instalasi Air Bersih

Peralatan Elektro Mekanik, yang terdiri dari :

Turbin

Governor

Valve

Generator

Transformer

Panel-panel

Overhead Crane

Battery

Serandang Hubung (Switch Yard)

Instalasi tenaga dan penerangan

Peralatan komunikasi

Tools dan suku cadang (spare parts)


III-36

Membuat disain awal jaringan distribusi20 KV atau feeder dari gedung sentral PLTMH
ke jaringan 20 KV terdekat ke Gardu induk 150 KV serta rencana up grade jaringan 20
KV.

Beberapa hasil yang diperoleh dari studi kelayakan dan desain awal pada pekerjaan ini
adalah diantaranya sebagai berikut :
1. Wilayah Administratif
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
Koordinat
2. Hidrologi
Sungai
Luas Daerah Tangkapan Air
Hujan Tahunan rata-rata
Debit aliran rata-rata
3. Topografi
Lembar Peta
Elevasi tapak proyek
4. Akses ke Lokasi
Jalan masuk
panjang
5. Bendung (Intake/Weir)
Tipe
Elevasi Mercu Bendung Pintu Pengambilan (Intake)
6. Saluran Penghantar (Waterway)
Tipe
Jumlah
Panjang
7. Pipa Pesat (Penstock)
Tipe
Jumlah
Panjang
III-37

8. Gedung Sentral (Powerhouse)


Tipe
Elevasi Tail Water Level (TWL)
9. Daya dan Tenaga (energi)
Debit Andalan
Tinggi Jatuh Kotor
Kapasitas Terpasang
Total Energi per tahun
10. Turbin
Tipe
Jumlah Unit
Kapasitas
11. Generator
Tipe
Jumlah Unit
Kapasitas Frekuensi Power Factor
12. Transformator
Tipe
Kapasitas
13. Jaringan

III-38

Anda mungkin juga menyukai