Anda di halaman 1dari 19

Diagnosis dan Penatalaksanaan Polisitemia Vera

Yunita Sofianti
102009208
Alamat korespondensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Email: sophieanti_1691@yahoo.com

Pendahuluan
Polisitemia Vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk hematopoitik dengan
karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan volume darah total, biasanya disertai
lekositosis, trombositosis dan splenomegali.Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum sepenuhnya
dimengerti, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya
kariotip abnormal di sel induk hematopoisis. Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena
peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan
penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya
oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ
menyebabkan iskemia/infark seperti di otak, mata, telingga, jantung, paru, dan ekstremitas.1
Pembahasan
Skenario : seorang laki-laki 25 tahun datang ke poliklinik RS UKRIDA dengan keluahan utama
sakit kepala hebat sejak 1 bulan SMRS. Selain pusing, pasien juga merasa cepat lelah dan
berdebar-debar. Pemeriksaan fisik : kulit wajah kemerahan, congjuntiva tidak anemis,
pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab : Hb : 19 g/dL, Ht : 65 %, Eritrosit :
6.000.000, Leukosit : 28.000, Trombosit : 650.000, Retikulosit : 2,5 %

1.Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau
keluarga pasien.Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh
dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte
rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih
bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen
anamnesis komprehensif mencakup :
1.

Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis


Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat
mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien.

2.

Mengidentifikasi data pribadi pasien


Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan.
Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga, teman atau data
rekam medis sebelumnya.

3.

Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan
sehingga

mengakibatkan

pasien

melakukan

kujungan

klinik.Usahakan

untuk

mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya sakit kepala
hebat.Terkadang pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada
pemeriksaan rutin berkala.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, diabetes, penyakit jantung
perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa
kecil.
5. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau
penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek,
saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang
2

dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes,


gangguan thyroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta
keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.
2.Pemeriksaan
2.1 Pemeriksaan Fisik
1. Menilai keadaan umum pasien dan pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan di daerah kepala, yaitu: konjungtiva, sklera, bibir, mata, telinga dan lidah.
3. Pemeriksaan thoraks, jantung dan abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Pemeriksaan ektermitas: inspeksi, palpasi
Dalam kasus ini di temukan hasil pemeriksaan fisik berupa wajah kemer ahan, konjungtiva tidak
anemis dan pemeriksaan lain dalam batas normal. Pada keadaan polisitemia vera dalam
pemeriksaan fisik akan ditemukan: peningkatan tekanan darah, gangguan penglihatan,
trombosis vena, pembesaran limpa dan liver, tofus.
2.2 Pemeriksaan penunjang
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah
didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit
dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali
jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi
ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.2
2. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia, berkisar antara 12-25
ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat
basofilia.2
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL.
Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.2
4. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula
menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus
3

policitemia.2
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap
penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis
leukosit.Sitologi sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik
berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari
gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang
patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik policitemia.2
6. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik
dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi abnormalitas sitogenetik dapat
dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan
pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya.2
7. Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl
8. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %
9. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
10. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.
11. Serum eritropoitin, pada PV serum eritropoetin menurun atau normal sedangkan pada
polisitemia sekunder serum eritropoetin meningkat.4
12. Pemeriksaan JAK2V617F ditemukan 90% pasien Polisitemia Vera dan 50% pasien
Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik.5,6
3.Diagnosis
3.1Working diagnosis
Polisitemia vera, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif
yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang. Mulainya diam-diam tetapi
progresif, kronik dan belum diketahui penyebabnya.Seperti diketahui pada orang dewasa sehat,
eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum
tulang.Polisitemia Vera dapat menyulitkan dalam menegakkan diagnosis karena gambaran klinis
yang hampir sama, sehingga tahun 1970Polycythenia Vera Study Group menetapkan kriteria
diagnosis berdasarkan Kriteria mayor dan Kriteria minor.1,2
4

Tabel 3. Kriteria Diagnosis menurut Polycythemia Vera Study Group 19701

KRITERIA MAYOR

KRITERIA MINOR

1. Massa eritrosit : laki-laki >36 1. Trombositosis > 400.000 / mm3


ml / kg, perempuan > 32 ml / kg

2. Lekositosis > 12.000 / mm3

2. Saturasi Oksigen > 92 %

3. Aktivasi Alkali fosfatase lekosit

3. Splenomegali

>100 ( tanpa ada demam / infeksi )


4. B 12 serum > 900 pg / ml atau
UBBC (Unsaturated B12 Binding
Capasity )> 2200 pg / ml

DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA


1. 3 kriteria mayor, atau
2. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor
(Sumber : Internis wordpress files,2011)
Beberapa kriteria ( alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang sensitif, sehingga
dilakukan revisi kriteria diagnostik Polisitemia Vera sebagai berikut 1,2:
Kriteria kategori A :
A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal.
A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder.
A3. Splenomegali
A4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal ).

Kriteria kategori B :
B1. Trombositosis : 400.000/mm3
B2. Leukositosis : 12.000/mm3 (tidak ada infeksi).
B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
B4. Penurunan serum eritropoitin.
Diagnosis Polisitemia Vera :Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau
Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B
3.2 Different diagnosis
1. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder terjadi saat volme plasma yang beredar di dalam pembuluh darah
berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetapi volume total dari SDM di dalam sirkulasi
normal. Oleh karena itu, hematokrit pad laki-laki meningkat sampai kira-kira 57% dan
peremmpuan meningkat kira-kira 54%. Penyebab yang paling sering adalah dehidrasi,
ketinggian. Bentuk lain disebut sebagai pseudo atau stres polisitemia. Walaupun penyebab
pastinya tidak diketahui, insiden paling banyak pada laki-laki usia pertengahan, obese,
sangan cemas dan hipertensi. Merokok sigaret tampaknya mengeksaserbasi keadaan ini
karena pajanan karbon monoksida jangka lama meningkatakan eritrositosis. Kondisi medis
mendasare yang merangsang produksi eritropoetin meliputi penyakit paru dan hipoventilasi
alveoler, penyakit jantung kongenital dengan sianosis, penyakit ginjal (hidronefrosis, kista,
karsinoma), tumor seperti fibroma uteri, hepatoma, hemangiobalstoma dan cerebellum.1
2. Leukemia granulositik kronis
Leukemia,mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih,
adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan difrensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoietik yang secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan
dana penggantian sumsum tulang yang normal. Walaupun penyebab dasar leukemia tidak
diketahui, predisposisi genetik maupun faktor lingungan kelihatannya memainkan peranan.

Leukemia granulositik kronik (LGK) atau leukemia mielositik kronik (LMK)


menerangkan 15% leukemia, paling sering mengenai usia pertengahan, tetapi dapat juga
timbul pada setiap kelompok umur. Tidak seperti LGA, LGK memiliki awitan yang lambat,
sering ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan darah rutin atau skrining darah.LGK
dianggap sebagai suatu gangguan mieloproliferatif karena sumsum tulang hiperseluler
dengan proliferasi pada garis difrensiasi sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari
30.000/mm3.Walaupun pematangannya terganggu sebagian besar sel tetap menjadi matang
dan berfungsi.Penggeseran ke kiri terjadi dengan kurang dari 5% blas dalam darah
tepi.Basofil dan eusinofil sering ditemukan. Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan
hipermetabolik: kelelahan, penurunan berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan
panas. Lien membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh di abdomen dan
mudah merasa kenyang. Anemia biasanya tidak diobservasi pada presentasi, tetapi bila
terdapat anemia, pasien akan mengalami takikardi, pucat dan napas pendek. Memar dapat
terjadi akibat fungsi trombosit yang abnormal. Tujuan pengobatan adalah mengurangi
kromosom philadelphia dan BCR-ABL onkogenik yang terbentuk akibat translokasi 9 ke 22
t(9;22). Gen ini dianggap mencetuskan pertumbuhan sel leukemik yang tidak terkontrol.1
Pengobatan saat ini dengan kemoterapi interminten menggunakan hidroksi urea dan alfainterferon. Uji klinis menggunakan homoherringtonine, suatu alkaloid tanaman dan sitosin
arabinoid, suatu metabolit telah terbukti efektif pada lebih dari 65% pasien. Sebagian besar
pengobatan menyebabkan supresi pada hematopoesis dan pengurangan ukuran lien.
Interferon mengurangi jumlah sel positif kromosom philadelphia, yang meningkatakan
harapan hidup baik, angka harapan hidup pasien rerata dengan atau tanpa pengobatan 5-6
tahun. Kematian terjadi pada dalam beberapa minggu sampai bulan setelah transformasi
.trasnpalntasi sel induk alogenik dilakuakan pada pasien dengan fase kronik stabil LGK
menawarkan harapan hidup pada penyakit yang fatal.1

3. Myelofibrosis (myeloproliferative disolder)


Merupakan suatu penyakit klonal akibat proliferasi sel yang berasal dari sel induk
mieloid karena dapat mengenai seri granulositik, monositik, eritroid, megakariosit.penyakit
proliferatif dibagi menjadi 2 golongan bear:

1. Penyakit mieloproloferatif yang jelas menunjukkan sifat maligna (frank hematologic


malignancies) , yaitu:
a. Leukemia mieloid akut
b. Leukemia mielositik kronik
c. Leukemia mielomonositik kronik
2. Penyakit mieloproliferatif yang tingkat keganasan masih perlu dibuktikan (nonleukemic
myeloproliferative disolder), yaitu:
a. Polisitemia vera
b. Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia
c. Trombositemia esensial
d. Metaplasia mieloid tanpa mielofibrosis
Sifat-sifat penyakit mieloproliferatif nonmaligna adalah:
1. Selalu menjadi megakariosit
2. Proses mengenai lebih dari satu seri sel
3. Selalu terjadi prolifersi jaringan hemopoetik ekstra medule sehingga menimbulkan
splenomegali.
Penyakit-penyakit ini berhubungan sangat erat, terdapat bentuk transisi dan dapat terjadi evolusi
dari satu bentuk ke bentuk yang lain selama perjalanan penyakit.Penyakit mielofibrosis dengan
metaplasia mieloid (MMM) ditandai dengan fibrosis progresif sumsum tulang disertai dengan
pembentukan hemophoesis di dalam hati dan limpa ( dikenal dengan metaplasia mieloid), hal ini
menyebabkan hepatosplenomegali dan anemia. Gamabrna klinik penyakit ini adalah:
a. Umur penderita tua, lebih dari 50 tahun
b. Gejala hipermertabolik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, keringat malam
c. Splenomegali masif
d. Leukositosis > 50.0000/mm3, tingginya jumlah leukosit tidak sebanding dengan
besarnya splenomegali
e. Anemia sering berat
f. Tear drop cell dalam apusan darah tepi dan gambarna leukoeritroblastik
g. Neutrophil alkaline phosphatase normal, lactic dehydrogenase dan asam urat
meningkat
h. Sumsum tulang: fibrosis dengan cluster sel megakariosit
8

MMM perlu dibedakan dengan leukemia mieloid kronik, dimana MMM peningkatan
leukosit tidak sebanding dengan splenomegali, fosfatase alkali neutrofil normal dan tidak
dijumpai kromosom philadelphia. Terapi MMM berupa terapi paliatif untuk mengatasi anemia
dan splenomegali.Trasfusi dan asam folat diberikan secara teratur untuk mengatasi
anemia.Hidroksiurea dapat mengurangi splenomegali dan gejala hipermetabolik.Splenektomi
hanya dipertimbangkan jika gejala splenomegali sangat mencolok diserai sindroma
hipersplenisme berat.1
4. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadangkadang ditemukan + 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera
ialah 7 per satu juta penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa,
walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria
didapatkan dua kali lebih banyak dibandingkan pada wanita.2
5. Etiologi
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, policitemia terjadi karena
sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal. Berbeda dengan
keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk
proses pematangannya (eritropoetin serum , 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari
eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis
(wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan
dengan saturasi oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkta secara non
fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi
eritropoetin. Di dalam sirkulais darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai
hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma,
dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17
mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL).
Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi
juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan.2

6. Patofisiologi
Polisitemia Vera merupakan penyakit kronik progresif dan belum diketahui penyebabnya,
suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya kariotip
abnormal di sel induk hemopoisis yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, dan trisomi
9. Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting pada etiopatogenesis
Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia Vera lebih mudah. JAK2 merupakan
golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul
signal intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai dengan ikatan eritropoitin
(EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi pada protein JAK, yang
selanjutnya mengaktivasi molekul STAT ( Signal Tranducers and Activator of Transcription),
molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi proses transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi
mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617F) sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean
quanin-timin menjadi valin-fenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan
eritropoitin. sehingga pada pasien Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4
mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL.5,6
Hal ini jelas membedakan dari Polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat
secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), atau eritopoetin
meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik yang mensekresi eritropoetin.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena penurunan volume plasma
tanpa peningkatan sel darah merah disebut polisitemia relatif, misalnya pada dehidrasi berat,
luka bakar dan reaksi alergi.1,2,7
Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan proliferasi sel induk
hematopoitik adalah1 :

Tidak terkontrolnya proliferasi sel induk hematopoitik yang bersifat Neoplastik.

Adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang mempengaruhi

proliferasi sel induk

hematopoitik normal

Peningkatan sensitivitas sel induk hematopoitik terhadap eritropoitin, Interleukin 1,3,


GMCSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating

Factor), Stem cell factor.


10

Gambar 1. Etiopatogenesis Polisitemia Vera


( Sumber : Molecular basis of the diagnosis and treatment of Polycythemia Vera an Essensial
Thrombocythemia)
7. Gejala klinis
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :2
1.

Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan :

penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebihjauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak,
mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.2
11

2.

Penurunan shear rate


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi
trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun
jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus policitemia,
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.

3.

Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).


Trombositosis dapat menimbulkan trombosis.Pada policitemia tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis.Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi
pada 30-50% kasus policitemia.

4.

Basofilia (hitung basofil >65/mL)


Lima puluh persen kasus policitemia datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh
terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria
suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai
akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena
peningktana kadar histamin.2

5.

Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi
sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6.

Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular.

7.

Laju siklus sel yang tinggi


Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan
meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.
Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.

12

8.

Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.


Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin
B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus policitemia karena penggunaan/ metabolisme
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin
B12 (UB12 protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus.
Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan
kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.2

Tabel 2. Tanda dan gejala Polisitemia Vera 8

Signs and Symptoms of Polycythema vera


More common

Less Common

Hematocrit level > 52 % inwhite

Bruising/epistaxis

men, > 47 % in blacks and

Budd-chiari Syndrome

women

Erythromelalgia

Hemoglobin Level > 18 g / dL in

Gout

white men, > 16 g / dL in blacks

Hemorrhagic Events

and women

Hepatomegaly

Plethora

Ischemic digit

Pruritus after bathing

Thrombotic events

Splenomegaly

Transient

Weight loss

Complaints(headache,

Sweating

tinnitus Dizziness, blurred)

Neuralgic

Atypical chest pain

( Sumber : Internis wordpress file,2011)

13

Tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase 1.2


1. Gejala awal (early symptoms)
Gejala awal dari Polisitemia Vera sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun
telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal biasanya sakit kepala (48 %), telinga
berdenging (43 %), mudah lelah (47 %), gangguan daya ingat, susah bernafas (26 %),
hipertensi (72 %), gangguan penglihatan (31 %), rasa panas pada tangan / kaki (29 %),
pruritus (43 %), perdarahan hidung, lambung (24 %), sakit tulang (26 %).
2. Gejala akhir (later symptom) dan komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien Polisitemia Vera mengalami perdarahan / trombosis,
peningkatan asam urat (10 %) berkembang menjadi gout dan peningkatan resiko ulkus
peptikum.
3. Fase Splenomegali (Spent phase )
Sekitar 30 % gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada

fase ini terjadi

kegagalan Sum-sum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan tranfusi meningkat,
hati dan limpa membesar.
8. Penatalaksanaan
A. Prinsip pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik
pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
- Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
14

- Leukositosis progresif
- Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
- Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
B. Media Pengobatan2
1. Flebotomi
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien polisitemia
selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi flebotomi :2
- polisitemia vera fase polisitemia
- polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target Ht < 55%)
- polisitemia sekunder nonfisiologis bergtantung pada derajat beratnya gejala yang
ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate, sebagai penatalaksanaan
terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Pada policitemia tujuan prosedur flebotomi tersebut adalah mempertahankan hematokrit <
42%
pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan
shear rate. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan
pada pasien yang masih dalam usia subur.2
2. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi.Saat ini lebih dianjurkan
menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan
penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi
15

karena afek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih
membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada policitemia.2

Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatik :


- hanya untuk polisitemia rubra primer (policitemia)
- flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan . 2 kali sebulan
- trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
- urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
- splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa
Cara pemberian kemoterapi sitostatik :

Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau


diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah tercapai target
dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

Klorambusil (Leukeran 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kgBB/hari


selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. o
Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8mg/m2/hari, jika telah
tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu
sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :
- Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
- Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%
3. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3), produk biologi yang digunakan adalah
16

Interferon (Intron-A 3&5 juta IU, Roveron-A 3 & 9 juta IU) digunakan terutama pada
keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta
IU/m2/subkutan atau intramuskular 3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan 25 mg
& 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri atau target telah tercapai
(hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
100mg/m3 1-2 kali seminggu.
4. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan
penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga dapat
menekan trombopoesis.2
Pembedahan Darurat
Sedapat-dapatnya ditunda atau dihindari. Dalam keadaan darurat, dilakukan flebotomi agresif
dengan pronsip isovolemik dengan mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4%
atau cairan plasma ekspander lainnya, bukan cairan isotonis/ garam fisiologis, suatu prosedur
yang merupakan tindakan penyelamatan hidup (life-saving).Splenektomi sangat berbahaya
untuk dilakukan pada semua fase polisitemia, dan harus dihindari karena dalam perjalanan
penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang diharapkan sebagai
pengganti hemopoesisnya.2

17

9. Pencegahan
Dalam usaha untuk mencegah berjanjutnya penyakit, suatu prosedur medis flebotomi
dilakukan, guna mengeluarkan darah secara teratur untuk mengurangi kekentalan darah.
Penderita polisitemia vera disarankan untuk mengkonsumsi aspirin dosis rendah untuk
mengurangi risiko terbentuknya bekuan darah. Pada beberapa kasus, kemoterapi dapat juga
diberikan untuk mengurangi jumlah sel darah merah yang dihasilkan pada sumsum tulang.
10.Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa pengobatan kelangsungan hidup penderita ratarata 18 bulan. Dengan Plebotomi kelangsungan hidup 13,9 tahun, dengan terapi

32

kelangsungan hidup 11,8 tahun dan 8,9 tahun pada penderita dengan terapi klorambusil.2
Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah 2,9
1. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien, tergantung pada pengendalian penyakit tersebut
dan 10-40 % penyebab utama kematian.
2. Kompilkasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
menyebabkan kematian.
3. Terdapat 3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia.
4. Polisitemia Vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom mielodisplasia pada
1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi.
Peningkatan resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2
% dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi32 P. Terdapat juga 5,9 % dalam 15 tahun resiko
terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden leukemia akut
meningkat pada pasien yang mendapat 32 P atau kemoterapi dengan Khlorambusil.2
Penutup
Kesimpulan
Polisitemia Vera merupakan penyakit yang termasuk Penyakit Mieloproliferativ.
Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian sitogenetik
menyatakan adanya kelainan molekular yaitu kariotip abnormal di sel induk hematopoisis.Dan
18

tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, ini merupakan hal penting pada etiopatogenesi PV.
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan
meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran
darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen.
Penatalaksanaan Polisitemia Vera pada prinsipnya menurunkan hematokrin untuk mencegah
terjadinya komplikasi trombosis.2

Daftar Pustaka
1. Supandiman I,Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi
Onkologi Medik.2003: p.83-90.
2. Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Penerbit IPD FKUI. 2009: p.1214-19.
3. George TI. Polycythemia Vera.In Chconic Myeloproliferative Syndromes. Wintrobes
Atlas of Clinical Hematology.2007: p.104-8.
4. Wernig G. Expression of JAK2V617F cause a Polycythemia vera like disease with
associated myelofibrosis. Blood.2006; p.4274-81.
5. Levine RL, Gilliland DG.Myeloproliferative Disorders. Blood.2008; p. 112:2190-98.
6. Mazza, Joseph J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical
Hematology.2002: p. 137-42.
7. Stuart B J,Viera AJ.Polycythemia Vera.Polycythemia :primary and Secundary.Practical
diagnosis of hematologyc disordrers.2000: p. 221-227
8. Hillman.Robert S.Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical Practice.2005; p.125.
9. Shimoda K. Myeloproliferative Disorders. Education Book. The XXXII

nd

World

Congress of The International Society of Hematology. Bangkok, Thailand. 2008; p. 2835.

19

Anda mungkin juga menyukai