Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I

Materi :
IODO-IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI

Oleh :
Kelompok
: 3 / Rabu Pagi
Bernadeth Ivannia
21030113140119
Prana Mahisa
21030113120008
Noor Hanifah Angga Putra 21030113130162

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I

Materi :
IODO-IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI

Oleh :
Kelompok
: 3/Rabu Pagi
Bernadeth Ivannia
21030113140119
Prana Mahisa
21030113120008
Noor Hanifah Angga Putra 21030113130162

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Pratikum

: Iodo-Iodimetri dan Permanganometri

Nama

: Bernadeth Ivannia
Prana Mahisa

21030113140119
21030113120008

Noor Hanifah Angga Putra 21030113130162


Kelompok/Hari

: 3/Rabu Pagi

Mengetahui,
Semarang,

Desember 2013
Asisten

Puji Lestari
(21030111130055)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum Dasar
Teknik Kimia I dengan lancer dan sesuai harapan kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Puji Lestari sebagai asisten laporan
iodo-iodimetri dan permanganometri kami serta semua asisten yang telah
membimbing kami sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu baik dari
segi waktu maupun motivasi.
Laporan Resmi Praktikum Dasar Teknik Kimia I ini berisi tentang materi
iodo-iodimetri dan permanganometri. Redoks adalah proses yang berhubungan
dengan perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi lain. Permanganometri
adalah analisa kuantitatif volumetrik yang didasarkan pada reaksi oksidasi ion
permanganat. Tujuan dari percobaan iod-iodimetri yaitu menentukan kadar Cu2+ di
dalam sampel. Tujuan dari percobaan permanganometri yaitu Menentukan kadar Fe
yang terdapat di dalam sampel.
Hanya sedikit laporan yang bisa kami ajukan saat ini. Maka dari itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami perlukan.

Semarang, 20 Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
INTISARI
SUMMARY
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
I.2 TUJUAN PERCOBAAN
I.3 MANFAAT PERCOBAAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III.METODE PERCOBAAN
III.1 BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
III.2 GAMBAR ALAT
III.3 KETERANGAN ALAT
III.4 CARA KERJA
BAB IV.HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL PERCOBAAN
IV.2 PEMBAHASAN
BAB V. PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
V.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
INTISARI
SUMMARY
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
I.2 TUJUAN PERCOBAAN
I.3 MANFAAT PERCOBAAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III.METODE PERCOBAAN


III.1 BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
III.2 GAMBAR ALAT
III.3 KETERANGAN ALAT
III.4 CARA KERJA
BAB IV.HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL PERCOBAAN
IV.2 PEMBAHASAN
BAB V. PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
V.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. LEMBAR PERHITUNGAN
B. LAPORAN SEMENTARA
C. REFERENSI
LEMBAR ASISTENSI

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Standarisasi Na2S2O3


Tabel IV.2 Kadar Cu2+
Tabel IV.1 Standarisasi KMnO4
Tabel IV.2 Kadar Fe

INTISARI
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara
luas oleh analisa titrimetrik. Ion dari suatu unsur dapat muncul dalam kondisi
oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks.
Tujuan percobaan ini yaitu menentukan kadar Cu2+ dalam sampel. Manfaat
percobaan ini yaitu dapat menentukan kadar Cu2+ dalam sampel.
Redoks adalah proses yang berhubungan dengan perpindahan elektron dari
suatu pereaksi ke pereaksi lain. Reduksi adalah penangkapan satu elektron atau
lebih oleh atom, ion atau molekul. Oksidasi adalah pelepasan satu elektron atau
lebih oleh atom, ion atau molekul. Iodometri adalah analisa titrimetrik tidak
langsung untuk zat bersifat oksidator. Iodimetri adalah analisa titrimetrik langsung
untuk zat bersifat reduktor. Amilum adalah indikator kuat terhadap iodin.
Langkah pertama melakukan standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01 N.
Mengambil 10 ml K2Cr2O7 dan diencerkan dengan akuades sampai 40 ml.
Menambahkan 2,4 ml HCl dan 12 ml KI 0,1 N. Titrasi dengan Na 2S2O3 sampai
warna kuning hampir hilang. Menambahkan 3-4 tetes amilum hingga berwarna biru
kemudian melanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Catat kebutuhan Na2S2O3.
Langkah kedua menentukan kadar Cu2+ dalam sampel. Mengambil 10 ml sampel.
Jika terlalu asam tambahkan NH4OH dan tambahkan H2SO4 jika terlalu basa hingga
pH 3-5. Menambahkan 12 ml KI 0,1 N. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning
hampir hilang. Menambahkan 3-4 tetes amilum hingga berwarna biru kemudian
melanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Catat kebutuhan Na2S2O3.
Kadar yang kami temukan dalam percobaan lebih kecil dari kadar aslinya.
Hal ini disebabkan karena yang pertama, penambahan indikator amilum terlalu
cepat. Penambahan amilum harus dilakukan sebelum TAT agar perubahan warna
sampel terlihat jelas. Yang kedua, sebagian I2 menguap. Hal ini mengakibatkan
volume Na2S2O3 berkurang sehingga TAT terjadi sebelum TE. Yang ketiga, ketidak
sesuaian pH. pH sebaiknya 3-5 agar perubahan warna saat TAT jelas dan akurat.
Aplikasi redoks yaitu dalam makanan dan minuman anggur, proses iodisasi garam,
dan pengolahan logam. Amilum terdiri dari tiga lapisan; alpha-amilosa, betaamilase, dan amilopektin. Lapisan yang digunakan sebagai indikator adalah lapisan
betha-amilase karena terjadi pembentukan kompleks iodin kanji terhadap iodin.
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu pertama, penyebab kadar yang
ditemukan lebih kecil karena penambahan indikator amilum terlalu cepat, sebagian
I2 menguap, dan ketidaksesuaian pH. Kedua, aplikasi redoks yakni dalam makanan
dan minuman anggur, proses iodisasi garam, dan pengolahan logam. Ketiga, lapisan
amilum terdiri dari alpha-amilosa, betha-amilase, dan amilopektin. Lapisan yang
digunakan sebagai indikator yakni betha-amilase. Saran dari percobaan ini yaitu
cermat dalam melakukan titrasi, pH sampel sekitar 3-5, menghindarkan amilum dari
cahaya dan udara secara langsung, menghindarkan KI berkontak langsung dengan
udara luar, dan setelah larutan mencapai TAT sebaiknya didiamkan beberapa saat
untuk mengecek bahwa larutan tersebut telah benar-benar mengalami TAT.

SUMMARY
Chemical reactions involving oxidation-reduction is widely used by
titrimetric analysis. Ion of an element can appear in conditions different oxidation,
resulting in the possibility of redox reactions. The purpose of this experiment is
determining the levels of Cu2+ in the sample. The benefits of this experiment is to
determine the levels of Cu2+ in the sample.
Redox is a process associated with the transfer of electrons from one reactant
to another reactant. Reduction is catching one or more electrons by atoms, ions or
molecules. Oxidation is the release of one or more electrons by atoms, ions or
molecules. Iodometry is indirect titrimetric analysis to be an oxidizing agent.
Iodimetri is a direct titrimetric analysis for substances are reducing agents. Starch is
a strong indicator of the iodine.
The first step to standardize Na 2S2O3 with K2Cr2O7 0,01 N. Take 10 ml and
diluted with distilled water K2Cr2O7 and 40 ml. Adding 2,4 ml of HCl and 12 ml of
0,1 N KI titration with Na2S2O3 until the yellow color almost disappeared. Add 3-4
drops of starch to blue then continue the titration until the blue color disappeared.
Note the needs of Na2S2O3. The second step determines the levels of Cu2+ in the
sample. Take 10 ml of the sample. If too sour add NH 4OH and add H2SO4 if too
alkaline to pH 3-5. Add 12 ml of 0,1 N KI titration with Na2S2O3 until the yellow
color almost disappeared. Add 3-4 drops of starch to blue then continue the titration
until the blue color disappeared. Note the needs of Na2S2O3.
Levels we found in the experiment is smaller than the original levels. This is
because first, the addition of starch indicator too fast. The addition of starch to be
done before the TAT in order to sample the color change is clearly visible. Secondly,
partly evaporate I2. This results in reduced volume of Na2S2O3 so TAT occurred
before TE. Third, the pH mismatch pH should be 3-5 that changes color when the
TAT is clear and accurate. Application of redox namely in food and wine, the process
of iodized salt, and metal processing. Starch is composed of three layers; alphaamylose, beta-amylase, and amylopectin. Layer is used as an indicator of betaamylase layer due to the formation of the iodine starch iodine complex.
The conclusion from this experiment: first, the cause of the levels found are
smaller because of the addition of starch indicator too fast, I2 partially evaporated,
and the pH mismatch. Second, the redox applications in food and wine, the process
of iodized salt, and metal processing. Third, a layer of starch consists of alphaamylose, beta-amylase, and amylopectin. Layer is used as an indicator of the betaamylase. Suggestion of this experiment is meticulous in doing the titration, the
sample pH around 3-5, avoid starch from direct light and air, KI avoid direct contact
with the outside air, and after the solution reaches the TAT should be allowed to
stand a few moments to check that the solution is correct TAT-true experience.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas
oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi
oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks.
Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
analisis titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.

I.2

Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Cu2+ di dalam sampel.

I.3

Manfaat Percobaan
Sebagai alat bantu dalam penentuan kadar Cu 2+ secara aplikatif dalam berbagai
sampel yang didalamnya mengandung ion Cu2+.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Reduksi-Oksidasi


Proses reduksi-oksidasi (redoks) adalah suatu proses yang menyangkut
perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi lain. Reduksi adalah
penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau molekul.
Sedangkan oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom,
ion atau molekul.
Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia dan pelepasan elektron oleh suatu
zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian yang lain,
dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Dalam reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang
mengadakan reaksi. Di sini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke
pasangan pengoksidasi.
Kedua reaksi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sebagai
berikut:
red oks + n + e
Di mana red menunjukkan bentuk tereduksi (reduktan atau zat pereduksi), oks
adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi), n adalah jumlah
elektron yang ditransfer, dan e adalah elektron.
II.2 Reaksi Redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat-zat
anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi redoks
dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator. Contoh
dari reaksi redoks:
5Fe2+ + MnO4 + 8H+ 5Fe3+ +Mn2+ +H2O
Di mana:
5Fe2+ 5Fe3+ +5e merupakan reaksi oksidasi
MnO4 + 8H+ +5e Mn2+ + 4H2O merupakan reaksi reduksi
II.3 Iodometri

Adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II, di mana zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan
dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidator + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
II.4 Iodimetri
Adalah analisa titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor
atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan
larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 2INa2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6
II.5 Teori Indikator Amilum
Amilum merupakan indikator kuat terhadap iodin yang akan berwarna biru bila
suatu zat positif mengandung iodin. Alasan dipakainya amilum sebagai
indikator, diantaranya:
1. Harganya murah.
2. Mudah didapat.
3. Perubahan warna saat TAT jelas.
4. Reaksi spontan (tanpa pemanasan).
5. Dapat dipakai sekaligus dalam iodo-iodimetri.
Sedangkan kelemahan indiKator ini adalah:
1. Tidak stabil (mudah terhidrolisa).
2. Mudah rusak (terserang bakteri).
3. Sukar larut dalam air.
Cara pembuatan indikator amilum:
1. 3 gram kanji dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu ditetesi
akuades sampai terbentuk pasta.

2. Masukkan air yang telah dipanaskan pada suhu 60-650C sebanyak 100 cc ke
dalam beaker glass yang berisi pasta amilum tersebut kemudian diaduk
sampai amilum benar-benar larut.
3. Bila perlu tambahkan 3 tetes KI sebagai pelindung dari peruraian bakteri.
4. Diamkan sampai mengendap, setelah dingin ambil bagian tengah larutan
sebagai indikator.
II.6 Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi adalah tahapan-tahapan reaksi yang menggambarkan
seluruh rangkaian suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi iodo-iodimetri:
2Cu2+ + 4I- 2I- + I2
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62I2 + I- I3Amilum + I3- AmilumI- (biru)
II.7 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, di dalam erlenmeyer
tanpa katalis agar mengurangi oksidasi I- oleh O2 dari udara menjadi I2.
2. Na2S2O3 adalah larutan standar sekunder yang harus distandarisasi terlebih
dulu.
3. Penambahan indikator di akhir titrasi (sesaat sebelum TAT).
4. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium asam kuat karena akan terjadi
hidrolisa amilum.
5. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium alkali kuat karena I 2 akan
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat.
6. Larutan Na2S2O3 harus dilindungi dari cahaya karena cahaya membantu
aktivitas bakteri thioparus yang mengganggu.
II.8 Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. Na2S2O3.5H2O (Natrium Tiosulfat)
a. Fisis:
BM = 158,09774 gr/mol
BJ = 1,667 gr/cm3, solid

TL = 48,30C
TD = terdekomposisi
b. Chemist:
Anion tiosulfat bereaksi secara khas dengan asam (H +) menghasilkan
sulfur, sulfur dioksida dan air.
S2O3(aq) + 2H(aq) S(s) + SO2(g) + H2O(l)
Anion tiosulfat berekasi secara stiokiometri dengan iodin dan terjadi
reaksi redoks.
2S2O32-(aq) + I2(aq) S4O62-(aq) + 2I-(aq)
2. HCl
a. Fisis:
BM

= 36,47 gr/mol

BJ

= 1,268 gr/cc

TL

= -1100C

TD

= 850C

Kelarutan dalam 100 bagian air 00C = 82,3


Kelarutan dalam 100 bagian air 1000C = 56,3
b. Chemist:
Bereaksi dengan Hg2+ membentuk endapan putih Hg2Cl2 yang tidak
larut dalam air panas dan asam encer tapi larut dalam amoniak encer,
larutan KCN serta tiosulfat.
2HCl + Hg2+ 2H+ + Hg2Cl2
Hg2Cl2 + 2NH3 Hg(NH4)Cl + Hg + NH4Cl
Bereaksi dengan Pb2+ membentuk endapan putih PbCl2.
2HCl + Pb2+ PbCl2 + 2H+
Mudah menguap apalagi bila dipanaskan.
Konsentrasi tidak mudah berubah karena udara atau cahaya.
Merupakan asam kuat karena derajat disosiasinya tinggi.
3. KI (Potasium Iodida)
a. Fisis:
BM

= 166,0 gr/mol

BJ

= 3,13 gr/cm3

TL

= 6810C

TD

= 13300C

Kelarutan dalam air pada suhu 60C = 128 gr/100ml


b. Chemist:
Ion iodida merupakan reducing agent sehingga mudah teroksidasi
menjadi I2 oleh oxidizing agent kuat seperti Cl2.
2KI(aq) + Cl2(aq) 2KCl + I2(aq)
KI membentuk I3- ketika direaksikan dengan iodin.
KI(aq) + I2(s) KI3(aq)

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Bahan dan Alat Yang Digunakan


III.1.1 Bahan
1.

Sampel

2.

Na2S2O3

3.

K2Cr2O7 0,01N

4.

HCl pekat

5.

KI 0,1N

6.

Amilum

7.

NH4OH dan H2SO4

8.

Akuades

III.1.2 Alat
1. Buret, statif, klem
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Beaker glass
5. Pipet
6. Indikator pH
III.2 Gambar Alat
1.

2.

3.

4.

5.

6.

III.3 Keterangan Alat

1. Buret

: Mengeluarkan larutan dengan volume tertentu.

Statif

: Menegakkan buret.

Klem

: Memegang buret yang digunakan saat titrasi.

2. Erlenmeyer : Menyimpan dan menampung filtrat hasil penyaringan.


3. Gelas ukur

: Mengukur volume pada berbagai ukuran volume.

4. Beaker glass : Menampung dan menyimpan larutan.


5. Pipet

: Memindahkan larutan dari wadah satu ke wadah lain dalam

skala yang kecil.


6. Indikator pH : Menentukan pH larutan.
III.4 Cara Kerja
III.4.1 Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01 N
1. Ambil 10 ml K2Cr2O7, encerkan dengan akuades sampai 40 ml.
2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat.
3. Tambahkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang.
5. Tambahkan 3-4 tetes amilum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

III.4.2 Menentukan kadar Cu2+ dalam sampel


1. Ambil 10 ml sampel.
2. Tes sampel, jika terlalu asam tambah NH 4OH sampai pH 3-5 dan
jika terlalu basa tambah H2SO4 sampai pH 3-5.
3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai wara kuning hampir hilang.
5. Tambahkan 3-4 tetes amilum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

atau

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


IV.1.1 Tabel Standarisasi Na2S2O3
V TAT1
16,3 ml

V TAT2
1,3 ml

V K2Cr2O7
10 ml

N K2Cr2O7
0,001 N

N Na2S2O3
5,682.10-3 N

IV.1.2 Tabel Kadar Cu2+


Sampel

II

III

Berat

Berat

Sampel

TAT1

TAT2

Prana

10 ml

7,1 ml

2,9 ml

Cu2+
360,807

Asli
1078,26

Vannia

10 ml

6,0 ml

3,9 ml

ppm
357,199

ppm
1078,26

Hanif

10 ml

6,6 ml

3,0 ml

ppm
346,745

ppm
1078,26

Prana

10 ml

4,2 ml

2,3 ml

ppm
234,525

ppm
718,84

Vannia

10 ml

3,7 ml

2,9 ml

ppm
238,133

ppm
718,84

Hanif

10 ml

5,2 ml

1,0 ml

ppm
223,700

ppm
718,84

Prana

10 ml

3,4 ml

2,1 ml

ppm
198,444

ppm
599,04

Vannia

10 ml

3,5 ml

1,6 ml

ppm
184,012

ppm
599,04

Hanif

10 ml

4,7 ml

1,5 ml

ppm
223,700

ppm
599,04

ppm

ppm

Nama

% Eror
66,54 %
66,87 %
67,88 %
67,37 %
66,87 %
68,88 %
66,87 %
69,28 %
62,66%

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Kadar Yang Ditemukan Lebih Kecil dari Kadar Asli
1. Penambahan indikator amilum terlalu cepat
Dengan mekanisme reaksi:
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2 (Underwood, 299)
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62- (Underwood, 298)
I2 + I- I3- (Underwood, 296)
Amilum +I3- AI3- (biru) (Underwood, 297)
Proses penambahan amilum harus dilakukan sesaat sebelum TAT.
Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus iod yang
menyebabkan sukar lepas kembali. Hal itu mengakibatkan warna
biru pada sampel sulit untuk berubah sehingga TAT tidak terlihat
jelas. Apabila iod masih dalam jumlah yang cukup banyak bahkan
dapat menguraikan amilum, terjadi perubahan warna pada larutan.
Akan tetapi sebenarnya larutan tersebut belum mengalami TAT
karena perubahan warna tersebut, TAT seolah-olah terjadi lebih cepat
dan menyebabkan volume titran yang dibutuhkan semakin kecil
sehingga kadar yang kami temukanpun kecil.
(Afizd Ahmad, 2010)
2. Sebagian I2 menguap
Pada sampel ditambahkan dengan KI, ada sebagian I 2 yang menguap
karena sifatnya yang sensitif dengan udara. Reaksi yang terjadi:
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

(Underwood, 299)

Adanya cahaya matahari membuat I2 menguap dan mengakibatkan I2


yang tersisa dalam sampel sedikit. Padahal I2 sangat berguna untuk
mengikat I- dan menghasilkan I3- dengan reaksi:
Amilum +I3- AmilumI3- (biru)

(Underwood, 297)

Jadi dengan sebagian I2 yang menguap menyebabkan volume


Na2S2O3 yang seharusnya menjadi berkurang sehingga TAT yang
terjadi sebelum TE
(Underwood, 298)
3. Ketidaksesuaian pH

Jika pH dalam keadaan basa (di atas 9), tiosulfat dapat teroksidasi
secara parsial menjadi sulfat. Adapun reaksi yang terjadi:
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Sedangkan dalam larutan netral, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Kalium
dikromat yang direaksikan dengan iodida dilakukan di dalam sekitar
0,2 sampai 0,4 N asam dan selesai dalam 5 sampai 10 menit. pH
yang sesuai untuk mereaksikan iodium pada KI dengan amilum
adalah 3-5. Ini dikarenakan amilum hanya peka dengan iodin dalam
kondisi sedikit asam (3-5)
(Underwood, 298)
pH kami adalah 6 sehingga proses pengamatan perubahan warna
titrasi terganggu. Selain itu sesuai reaksi:
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2 (1) dengan indikator amilum
Bila titrasi dilakukan pada suasana asam kuat (pH<3) maka akan
terjadi hidrolisa amilum yang menyebabkan proses pengamatan
terganggu. Jika titrasi dilakukan pada suasana basa (pH>5) maka
reaksi (1) akan bergeser kea rah kanan dengan lambat atau bahkan
dapat menggeser reaksi (1) ke kiri sehingga proses pembentukkan I2
terganggu padahal I2 berfungsi untuk mengikat I- dan menghasilkan
I3- akan bereaksi dengan I3.
Amilum +I3- AmilumI3- (biru) (2)
AmilumI3- menimbulkan warna biru dan menjadi indikator pada saat
TAT dengan kata lain apabila pembentukkan I2 terganggu maka
indikator amilum tidak akan bekerja dengan akurat. Oleh karena itu,
sebaiknya pH dibuat 3-5. Hal ini dilakukan untuk menggeser reaksi
(1) ke kanan agar I2 terbentuk dengan sempurna dan perubahan
warna saat TAT jelas dan akurat.
(Underwood, 299)
IV.2.2 Aplikasi Redoks
1. Penentuan sulfit dalam minuman anggur dengan menggunakan iodin
sulfit dalam makanan khususnya minuman anggur perlu ditentukan
ada atau tidaknya karena sulfit digunakan sebagai bahan pengawet,

senyawa sulfit yang digunakan biasanya berupa bubuk kering.


Penggunaan sulfit untuk mengawetkan makanan ditemukan dapat
mengganggu kesehatan konsumen. Untuk itu perlu pengecekan
terhadap sejumlah makanan atau minuman anggur dengan iodin
berdasarkan titrasi redoks. Iodin yang digunakan ini sebagai bahan
kimia untuk sanitasi dalam minuman anggur.
2. Proses iodisasi garam dengan cara fortifikasi barium ke dalam garam
untuk menanggulangi masalah gangguan akibat kekurangan iodium.
Tetapi dalam perkembangannya, penggunaan garam beriodium tidak
efektif karena kadar iodiumnya akan berkurang bahkan hilang
apabila dicampur dengan bumbu dapur. Untuk mengetahui lebih
jauh, maka perlu dilakukan analisis keberadaan iodat dalam bumbu
dapur dengan metode iodometri.
3. Pengolahan logam. Logam banyak didominasi oleh logam besi dan
paduannya terutama di bidang permesinan. Logam aluminium dan
paduannya juga meningkat penggunaannya karena ringan. Dalam
penggunaannya di bidang teknik, diharuskan memilih bahan logam
yang sesuai keperluan sehingga hasil yang diperoleh maksimal.
(Anonim, 2011)
IV.2.3 Amilum
Lapisan amilum terdiri dari 3 , yaitu:
1. alpha-amilosa
Merupakan endapan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan
alpha-Cl pada amilosa dan amilopektin menghasilkan glikosakarida
dari sejumlah kecil glukosa.
2. betha-amilase
Merupakan enzim golongan hydrolase kelas 14 yang digunakan
dalam proses sakarifikasi pati (sejenis karbohidrat). Sakarifikasi
banyak berperan dalam pemecahan makromolekul karbohidrat rantai
pendek. Betha-amilase adalah lapisan untuk mengikat lapisan bethaamilosa bila ditambah iodin berwarna biru. Reaksi:
Amilum +I3- AI3- (biru)
3. amilopektin

Merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer alpha-glukosa.


Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan
karena merupakan satu dari dua senyawa penyusun pati bersamasama dengan amilase.
Indikator yang digunakan adalah betha- amilase karena terjadi
pembentukkan kompleks iodin kanji terhadap iodin. Kepekatan tersebut
lebih besar dalam larutan sedikit asam dan makin bertambah besar
ketika ada ion iodida. Oleh karena itu, pH sampel dibuat 3-5. Warna
terjadi biru tua jika amilum bertemu iodin. Jika menggunakan alphaamilosa akan muncul warna merah jika bertemu iodin.
(Riana Septyaningrum, 2009)

BAB V
PENUTUP

V.1

Kesimpulan
1. Kadar yang kami temukan dalam percobaan lebih kecil dari kadar aslinya.
Hal ini disebabkan oleh faktor penambahan amilum yang terlalu cepat,
sebagian I2 menguap, dan ketidaksesuain pH.
2. Aplikasi redoks yaitu dalam makanan dan minuman anggur, proses iodisasi
garam, dan pengolahan logam.
3. Amilum terdiri dari 3 lapisan yaitu alpha-amilosa, betha-amilase, dan
amilopektin.

V.2

Saran
1. Cermat dalam melakukan titrasi agar TAT dapat sesuai.
2. pH sampel dibuat sesuai prosedur sekitar 3-5.
3. Hindari indikator amilum dari cahaya secara langsung dan udara luar.
4. Setelah larutan mencapai TAT, sebaiknya didiamkan beberapa waktu untuk
mengecek bahwa larutan tersebut telah benar-benar mengalami TAT dan
tidak berubah warna seperti semula.
5. Hindarkan KI berkontak langsung dengan udara luar karena KI mudah
teroksidasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Afidz. 2010. http://fidz91.blogspot.com/2010/08/laporan_praktek_ iodo_


iodimetri.html. diakses 15 November 2013 09:10
Anonim. 2011. www.scribd.com/doc/101106329/makalah-redoks. diakses 19
November 2013 16:15
R.A. Day,Jr; A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. 5th Ed.
Erlangga:Jakarta
Septyaningrum, Riana. 2009. http://chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/iodimetri/indikator. diakses 15 November
2013 09:21
Vogel, A.I. 1989. The Textbook Of Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed. Longman

INTISARI
Reaksi redoks digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat anorganik maupun
organik. Untuk menetapkan TAT dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan
bantuan indikator. Analisis volumetri yang berdasarkan redoks adalah
permanganometri. Tujuan percobaan ini yaitu menentukan kadar Fe dalam sampel.
Manfaat percobaan ini yaitu dapat mengetahui kadar Fe dalam sampel.
Permanganometri adalah analisa kuantitatif volumetrik yang didasarkan pada
reaksi oksidasi ion permanganat. Larutan standar yang digunakan yakni KMnO 4.
Sebelum digunakan untuk titrasi, KMnO4 harus distandarisasi terlebih dahulu
karena bukan larutan standar primer. Oksidasi ion permanganat dapat berlangsung
dalam suasana asam, netral, dan alkalis.
Langkah pertama standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4. Mengambil 10 ml
Na2C2O4 0,1 N. Menambahkan 6 ml H2SO4 6 N kemudian dipanaskan 70-800C.
Titrasi dengan KMnO4 dalam keadaan panas dan hentikan titrasi jika muncul warna
merah jambu. Kemudian catat kebutuhan KMnO4. Langkah kedua menentukan kadar
Fe dalam sampel. Mengambil sampel dan menambahkan 20 ml H2SO4 encer. Titrasi
dengan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah jambu.
Dalam percobaan, kadar Fe yang ditemukan lebih kecil dari kadar aslinya.
Hal ini disebabkan oleh yang pertama faktor adanya zat lain yang dioksidasi
KMnO4. Volume yang seharusnya hanya untuk mengoksidasi besi menjadi berkurang
disebabkan KMnO4 juga mengoksidasi klorida sehingga kebutuhan KMnO4 sebagai
titran hingga berlangsung TAT menjadi bertambah. Yang kedua, suhu pemanasan
yang kurang optimum. Pada saat standarisasi KMnO 4, dipanaskan hingga suhu
optimum 700C sampai 800C tetapi pada saat titrasi terjadi perubahan suhu dari suhu
optimum sehingga reaksi yang terjadi lama karena MnO 2 yang terbentuk sedikit.
Yang ketiga, kadar KMnO4 yang digunakan untuk titrasi mempengaruhi ion Cl-. Di
dalam sampel, tidak hanya ada Fe tetapi ada juga zat lain yang dapat berikatan
dengan MnO2 sehingga mengakibatkan kadar Fe yang ditemukan besar karena
kadar MnO4- sebagai penitran bertambah. Aplikasi dari permanganometri yaitu
yang pertama, mereduksi H2O2. Ion MnO4- dapat mereduksi racun H2O2 dalam zat
makanan. Yang kedua, kalsium. Yang ketiga, penentuan besi dalam bijih besi. Mulamula bijih besi dilarutkan dalam HCl kemudia direduksi menjadi Fe2+ kemudian
menentukan kadarnya.
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu pertama, penyebab kadar Fe yang
ditemukan lebih besar dari kadar asli karena adanya zat lain yang dioksidasi oleh
KMnO4, suhu kurang optimum, dan kadar KMnO4 yang digunakan untuk titrasi
mempengaruhi ion Cl-. Kedua, aplikasi permanganometri yaitu mereduksi H2O2,
kalsium, dan penentuan besi dalam bijih besi. Saran dari percobaan ini yaitu
menjaga suhu larutan konstan saat standarisasi, KMnO 4 yang ditambahkan
sebaiknya tetes demi tetes, cermat dalam melakukan titrasi, setelah larutan
mencapai TAT sebaiknya didiamkan beberapa waktu untuk mengecek bahwa larutan

tersebut telah benar-benar mengalami TAT, dan menghindarkan KMnO4 berkontak


langsung dengan cahaya.

SUMMARY
Redox reactions are used in titrimetric analysis of inorganic and organic
substances. To set the TAT can be either potentiometric or with the help of
indicators. Redox -based volumetric analysis was permanganometri. The purpose of
this experiment is determining the Fe content in the samples. The benefits of this
experiment is to determine levels of Fe in the sample.
Permanganometri is quantitative volumetric analysis based on permanganate
ion oxidation reaction. Used the standard solution of KMnO4. Before being used for
titration, KMnO4 should be standardized in advance because it is not a primary
standard solution. Permanganate ion oxidation can take place under acidic, neutral,
and alkaline.
The first step to standardize KMnO4 with Na2C2O4. Take 10 ml of 0.1 N
Na2C2O4. Add 6 ml of 6 N H2SO4 and then heated 70-800C. Titration with KMnO4 in
hot conditions and stop the titration if it appears pink. Then note the need KMnO 4.
The second step determines the Fe content in the samples. Take a sample and add 20
ml of dilute H2SO4. Titration with 0.1 N KMnO4 to a pink color arises.
In the experiments, the levels of Fe were found to be smaller than the original
levels. This is caused by the presence of other substances first factor KMnO 4
oxidized. Volume should only be reduced to oxidize the iron oxidizes chloride also
caused KMnO4. KMnO4 as the titrant that needs to take place TAT be increased.
Secondly, the heating temperature is less than optimum. At the time of
standardization of KMnO4, heated to the optimum temperature of 700C to 800C but
the titration occurs when the temperature changes from the optimum temperature so
long as the reaction MnO2 formed a little. Third, levels of KMnO4 used to titrate
affect Cl- ions. In the sample, not only Fe but there are also other substances that
can bind to MnO2 resulting in a large Fe content were found for levels of MnO 4- as
penitran increases. Application of permanganometri, first, reduce H2O2. MnO4- ion
H2O2 can reduce toxins in food substances. Secondly, calcium. Third, the
determination of iron in iron ore. At first iron ore is dissolved in HCl were then
reduced to Fe2+ and then determining the levels.
The conclusion from this experiment : first , the cause of the Fe content was
found to be greater than the original levels due to the presence of other substances
which are oxidized by KMnO4, less optimum temperature, and the concentration of
KMnO4 used to titrate affect Cl- ions. Second, applications that reduce H2O2
permanganometri, calcium, and iron determination in iron ore. Suggestions from
these experiments that keep the temperature constant while standardizing solution,
KMnO4 is added preferably dropwise, meticulous in performing titrations, after the
solution reaches the TAT should be allowed to stand some time to check that the
solution has really experienced TAT, and avoid direct contact KMnO4 with light.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat-zat
anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir titrasi pada reaksi
redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan menggunakan
bantuan indikator. Analisa volumetri yang berdasarkan reaksi redoks salah
satunya adalah permanganometri.

I.2

Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Fe yang terdapat di dalam sampel.

I.3

Manfaat Percobaan
Mengetahui besarnya kadar Fe di dalam sampel dan dapat menerapkan analisa
ini dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Permangometri


Permanganometri adalah salah satu analisa kuantitatif volumetrik yang
didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Larutan standar yang
digunakan adalah KMnO4. Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan KMnO4
distandarisari terlebih dahulu kaena bukan merupakan larutan standar primer.
Selain itu KMnO4 mempunyai karateristik sebagai berikut:
1.
2.
3.

4.

5.
6.

Tidak dapat diperoleh secara murni.


Mengandung oksida MnO dan Mn2O3.
Larutanya tidak stabil (jika ada zat organik ).
Reaksi:
4MnO4- + 2H2O 4MnO2 + 3O2 + 4OHTidak boleh disaring dengan kertas saring (zat organik) melainkan dengan
glass wool.
Sebaiknya disimpan dalam botol coklat.
Distandarisasi dengan larutan standar primer.
Zat standar primer yang biasa digunakan antara lain: As 2O3, Na2C2O4,

H2C2O4, Fe(NH4)2(SO4)2, K4Fe(CN)6, logam Fe, KHC2O4H2C2O4.2H2O


Oksidasi ion permanganatdapata berlangsung dalam suasana asam, netral dan
alkalis.
1. Dalam suasana asam pH 1
Reaksi:
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator dan umumnya titrasi
dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik
akhir titrasinya.
2. Namun dalam beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam
suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, dan tiosulfat.
Reaksi dalam suasana netral yaitu:
MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O
3. Reaksi dalam suasana alkalis yaitu:

MnO4- + 3e MnO42MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OHMnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OHII.2 Kelebihan dan Kekurangan Analisa dengan Permangometri
Kelebihan:
1. Larutan standarnya yaitu KMnO4 mudah diperoleh dan harganya murah.
2. Tidak memerlukan indikator untuk TAT. Hal itu disebabkan karena KMnO 4
dapat bertindak sebagai indikator.
3. Reaksinya cepat dengan banyak indikator.
Kekurangan:
1. Harus ada standarisasi awal terlebih dahulu.
2. Dapat berlangsung lebih baik jika dilakukan dalam suasana asam.
3. Waktu yang diperlukan untuk analisa cukup lama.
II.3 Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1.

KMnO4
Berat Molekul: 158,03
Warna, bentuk kristalinnya and refractive index: purple, rhb
Berat jenis: 2,703
Titik lebur (0C) : d 240
Kelarutan dalam 100 bagian: air dingin : 2,83

Air panas : 32,35750


2. H2SO4
Berat Molekul: 98,08
Warna, bentuk kristalinnya and refractive index: col, viscous lq
Berat jenis: 1.834418
Titik lebur (0C): 10,49
Titik didih (0C): d. 340
Kelarutan dalam 100 bagian: air dingin:
Air panas:

BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Bahan
1. Sampel
2. KMnO4 0,1N
3. H2SO4 encer

III.1.2 Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Erlenmeyer
Beaker glass
Gelas ukur
Kompor listrik
Bunsen
Buret, statif, klem
Kertas saring
Corong
Pipet

III.2 Gambar Alat


1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.
8.

9.

III.3

Keterangan Alat
1. Erlenmeyer

:Menyimpan dan menampung filtrat hasil penyaringan.

2.
3.
4.
5.

: Menampung dan menyimpan larutan.


: Mengukur volume pada berbagai ukuran volume.
: Memanaskan larutan.
: Membakar zat dan memanaskan larutan.

Beaker glass
Gelas ukur
Kompor listrik
Bunsen

6. Buret

: Mengeluarkan larutan dengan volume tertentu.

Statif

: Menegakkan buret.

Klem
7. Kertas saring

: Memegang buret yang digunakan saat titrasi.


: Memisahkan partikel suspensi dengan cairan atau

untuk memisahkan antara zat terlarut dengan zat padat.


8. Corong
: Memasukan atau memindah larutan dari satu tempat
ke tempat lain dan untuk proses penyaringan dengan memberi kertas saing
pada bagian atas.
9. Pipet

: Memindahkan larutan dari wadah satu ke wadah lain

dalam skala yang kecil.

III.4 Cara Kerja


III.4.1 Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4
1. Ambil 10 ml larutan Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan kedalam
2.

erlenmeyer
Tambahkan 6 ml larutan H2SO4 6 N

5.

Panaskan 70-80
Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4
Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak hilang

6.

dengan pengocokan
Catat kebutuhan KMnO4

3.
4.

III.4.2 Menentukan Kadar Fe di dalam sampel


1. Persiapkan sampel serta alat dan bahan
2. Ambil sampel dan tambahkan 20 ml asam sulfat ence
3. Titrasi dengan kalium permanganat 0,1 N hingga timbul warna
merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokan
Reaksi yang terjadi:
MnO4- + 8H+ + 5Fe 2+ Mn2+ + 4H2O + 5 Fe 3+
Perhitungan:
mg zat = ml titran x N titran x BE zat

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


1. Standarisasi KMnO4
Volume

N Na2C2O4

V KMnO4

N KMnO4

Percobaan I

10 ml

0,1 N

8,2 ml

0,122 N

2. Kadar Fe Dalam Sampel


Berat Sampel
3,52 gr
3,15 gr
3,15 gr

V KMnO4
0,30 ml
0,25 ml
0,27 ml

Kadar Fe
0,0581 %
0,0541 %
0,0584 %

Kadar Asli
0,0387 %
0,0347%
0,0409 %

% Eror
50,13 %
55,91 %
42,79 %

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Kadar Fe Yang Ditemukan Lebih Besar dari Kadar Asli
1. Adanya zat lain yang dioksidasi oleh KMnO4
Oksidasi ion klorida oleh permanganat berlangsung lambat
sedangkan oksidasi besi (II) lebih cepat. Meski besi merupakan zat
pereduksi yang lebih kuat dan cepat daripada ion klorida, ion ini
teroksidasi serempak dengan ion klorida lain. Sering dikatakan
bahwa besi menginduksi oksida ion klorida. Dengan kata lain
KMnO4 yang dialirkan pada larutan sampel (semen) tidak hanya
mengoksidasi klorida menjadi besi (II) menjadi besi (III) tetapi juga
bereaksi dengan ion klorida dan mengoksidasi klorida menjadi
klorin. Dengan demikian, setiap volume atau tetes titran yang
seharusnya hanya untuk mengoksidasi besi menjadi berkurang
dikarenakan KMnO4 juga harus mengoksidasi klorida sehingga
dalam perhitungan kebutuhan KMnO4 sebagai titran sampai
berlangsung TAT menjadi bertambah. Hal ini menyebabkan kadar
yang kami temukan lebih besar dimana volume titran sebanding
dengan kadar Fe yang dicari.
(Underwood, 290 dan 291)
2. Suhu pemanasan yang kurang optimum
Pada standarisasi KMnO4, larutan Na2C2O4 ditambah dengan H2SO4
dipanaskan pada suhu optimum antara 700C sampai 800C. Pada saat
melakukan titrasi, terjadi perubahan suhu dari suhu optmal. Pada
suhu inilah mengakibatkan KMnO4 yang terbentuk merupakan
katalis penguraian larutan permanganat sehingga akan terbentuk
MnO2 yang lebih sedikit sesuai reaksi:
2Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+

sehingga reaksi yang terjadi lama karena MnO 2 yang terbentuk


sedikit. Hal ini menyebabkan TAT lebih lama tercapai sehingga
KMnO4 yang dibutuhkan banyak. Oleh karena itu, kadar Fe yang
ditemukan lebih besar.
(Underwood, 290)
3. Kadar KMnO4 yang dipakai untuk titrasi tidak hanya mempengaruhi
Fe tapi juga ion lain seperti ion Cl-.
Di dalam sampel seberat sekian gram, missal sampel II= 3,15 gram
terdapat Fe sebesar 0,0347 % (asli) namun tidak diketahui apakah
persen sisanya berupa zat apa sehingga ada kemungkinan zat lain
berikatan dengan MnO2. Sebenarnya kadar tidak berubah namun
dalam perhitungan kadar MnO4- sebagai penitran bertambah
sehingga mengakibatkan kadar Fe yang ditemukan besar.
(Underwood, 293)
IV.2.2 Aplikasi Permanganometri
1. Hidrogen peroksida atau H2O2 bersifat racun dan biasanya
dinetralisasikan dalam hati. Zat KMnO4 dimana ion MnO4- dapat
mereduksi racun H2O2 dalam zat makanan dimana H2O2 direduksi
menjadi Mn(H2O).
2. Kalsium. Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4. Setelah
penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam sulfat
dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat.
3. Penentuan besi dalam bijih besi. Penentuan besi dalam bijih besi
merupakan aplikasi terpenting dalam permanganometri. Mula-mula
bijih besi dilarutkan dalam HCl lalu besi direduksi menjadi Fe 2+.
Setelah semua besi berada sebagai Fe2+, kadarnya ditentukan dengan
cara titrasi:
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 3Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

BAB V
PENUTUP

V.1

Kesimpulan
1. Kadar Fe yang kami temukan dalam percobaan lebih besar dari kadar
aslinya karena adanya zat lain yang dioksidasi oleh KMnO4, suhu kurang
optimum, dan kadar KMnO4 juga memepengaruhi ion lain.

2. Aplikasinya yaitu mereduksi H2O2, kalsium, dan penentuan besi dalam


bijih besi.
V.2

Saran
1. Menjaga suhu larutan konstan saat standarisasi.
2. Titran KMnO4 yang ditambahkan sebaiknya tetes demi tetes agar TAT
terlihat jelas.
3. Cermat dalam melakukan titrasi agar TAT sesuai.
4. Setelah larutan mencapai TAT sebaiknya didiamkan beberapa waktu untuk
mengecek bahwa larutan tersebut telah benar-benar mengalami TAT dan
tidak berubah warna seperti semula.
5. Hindari KMnO4 berkontak langsung dengan cahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Robert H. 1973. Chemical Engineers Handbook. 5th Ed. McGraw-Hill


R.A. Day,Jr; A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. 5th Ed.
Erlangga:Jakarta
Vogel, A.I. 1989. The Textbook Of Quantitative Chemical Analysis. 5th Ed. Longman

LEMBAR PERHITUNGAN

1. STANDARISASI Na2S2O3
V TAT1= 16,3 ml
V TAT2= 1,3 ml
V total= 17,6 ml

2. KADAR Cu2+
a. Individu
Sampel I
V TAT1= 6,0 ml
V TAT2= 3,9 ml
V total= 9,9 ml

Kadar asli= 1078,26 ppm

Sampel II
V TAT1= 3,7 ml
V TAT2= 2,9 ml
V total= 6,6 ml

Kadar asli= 718,84 ppm

Sampel III
V TAT1= 3,5 ml

V TAT2= 1,6 ml
V total= 5,1 ml

Kadar asli= 599,04 ppm

b. Kelompok
Sampel I
- Prana Mahisa
V TAT1= 7,1 ml
V TAT2= 2,9 ml
V total= 10 ml

Kadar asli= 1078,26 ppm

- Noor Hanifah Angga Putra


V TAT1= 6,6 ml
V TAT2= 3,0 ml
V total= 9,6 ml

Kadar asli= 1078,26 ppm

Sampel II
- Prana Mahisa
V TAT1= 4,2 ml
V TAT2= 2,3 ml
V total= 6,5 ml

Kadar asli= 718,84 ppm

- Noor Hanifah Angga Putra


V TAT1= 5,2 ml
V TAT2= 1,0 ml
V total= 6,2 ml

Kadar asli= 718,84 ppm

Sampel III
- Prana Mahisa
V TAT1= 3,4 ml
V TAT2= 2,1 ml
V total= 5,5 ml

Kadar asli= 599,04 ppm

- Noor Hanifah Angga Putra


V TAT1= 4,7 ml
V TAT2= 1,5 ml
V total= 6,2 ml

Kadar asli= 599,04%

c. Rata-rata
Sampel I

Sampel II

Sampel III

LEMBAR PERHITUNGAN

1. STANDARISASI KMnO4
V KMnO4= 8,2 ml

2. KADAR Fe
a. Individu
V KMnO4= 0,25 ml

Kadar asli= 0,0347%

b. Kelompok
Prana Mahisa
V KMnO4= 0,3 ml

Kadar asli= 0,0387%

Noor Hanifah Angga Putra


V KMnO4= 0,27 ml

Kadar asli= 0,0409%

c. Rata-rata

LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I

Materi :
IODO-IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI

NAMA

: Bernadeth Ivannia

GROUP

: 3 / Rabu Pagi

REKAN KERJA

: Prana Mahisa

NIM

: 21030113140119

Noor Hanifah Angga Putra

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA


TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
I.

TUJUAN PERCOBAAN
I.1 Iodo-iodimetri
Menentukan kadar Cu2+ di dalam sampel.
I.2 Permanganometri
Menentukan kadar Fe yang terdapat di dalam sampel.

II. PERCOBAAN
II.1 Bahan Yang Digunakan
II.1.1 Iodo-iodimetri
1.

Sampel

2.

Na2S2O3

3.

K2Cr2O7 0,01N

4.

HCl pekat

5.

KI 0,1N

6.

Amilum

7.

NH4OH dan H2SO4

8.

Akuades

II.1.2 Permanganometri
1. Sampel
2. KMnO4 0,1N
3. H2SO4 encer
II.2 Alat Yang Dipakai
II.2.1 Iodo-iodimetri
1. Buret, statif, klem
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Beaker glass
5. Pipet
6. Indikator pH
II.2.1 Permanganometri
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Kompor listrik
5. Bunsen
6. Buret
7. Kertas saring
8. Corong
9. Pipet
II.3 Cara Kerja
II.3.1 Iodo-iodimetri
II.3.1 Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01 N
1. Ambil 10 ml K2Cr2O7, encerkan dengan akuades sampai 40
ml.
2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat.
3. Tambahkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang.
5. Tambahkan 3-4 tetes amilum sampai warna biru.

6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.


7. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

II.3.2 Menentukan kadar Cu2+ dalam sampel


1. Ambil 10 ml sampel.
2. Tes sampel, jika terlalu asam tambah NH4OH sampai pH 35 dan jika terlalu basa tambah H2SO4 sampai pH 3-5.
3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai wara kuning hampir hilang.
5. Tambahkan 3-4 tetes amilum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

atau

II.3.2 Permanganometri
II.3.1 Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4
1. Ambil 10 ml larutan Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan

5.

kedalam erlenmeyer.
Tambahkan 6 ml larutan H2SO4 6 N.
Panaskan 70-800C.
Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4.
Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak

6.

hilang dengan pengocokan.


Catat kebutuhan KMnO4.

2.
3.
4.

II.3.2 Menentukan Kadar Fe di dalam sampel


1. Persiapkan sampel serta alat dan bahan.
2. Ambil sampel dan tambahkan 20 ml asam sulfat encer.
3. Titrasi dengan kalium permanganat 0,1 N hingga timbul
warna merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokan.
Reaksi yang terjadi:
MnO4- + 8H+ + 5Fe 2+ Mn2+ + 4H2O + 5 Fe 3+
Perhitungan:
mg zat = ml titran x N titran x BE zat

III. HASIL PERCOBAAN


III.1 Iodo-iodimetri
1. Standarisasi Na2S2O3
V TAT1= 16,3 ml
V TAT2= 1,3 ml
V total= 17,6 ml

2. Kadar Cu2+

Sampel I
V TAT1= 6,0 ml
V TAT2= 3,9 ml
V total= 9,9 ml

Kadar asli= 1078,26 ppm

Sampel II
V TAT1= 3,7 ml
V TAT2= 2,9 ml
V total= 6,6 ml

Kadar asli= 718,84 ppm

Sampel III
V TAT1= 3,5 ml
V TAT2= 1,6 ml
V total= 5,1 ml

Kadar asli= 599,04 ppm

III.2 Permanganometri
1. Standarisasi KMnO4
V KMnO4= 8,2 ml

2. Kadar Fe
V KMnO4= 0,25 ml

Kadar asli= 0,0347%

PRAKTIKAN

MENGETAHUI
ASISTEN

Bernadeth Ivannia
DIPERIKSA
NO

TANGGAL

Puji Lestari
KETERANGAN

TANDA TANGAN

Anda mungkin juga menyukai