Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan

kehamilan

sehingga

maksud

dari

kontrasepsi

adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur


yang matang dengan sel sperma tersebut. 1
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan
untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak, dan meningkatkan
kesejahteraan keluarga agar keluarga dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang
maksimal pada anak. Cara kontrasepsi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
sederhana maupun moderen.1
Metode Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan
senggama terputus (coitus interuptus) dan pantang berkala (metode kalendar).
Sedangkan kontarsepsi dengan alat atau obat dapat dilakukan dengan
menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly, atau tablet berbusa.1
Metode Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi
permanen. Kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant. Sedangkan cara kontrasepsi
permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi
tubektomi (sterilisasi pada wanita) vasektomi (sterilisasi pada pria).1
Pada bahasan ini penulis hanya akan membahas kontrasepsi dengan menggunakan
metode moderen khususnya pil (kontrasepsi oral), AKDR, suntikan, dan tubektomi.

2.1.1 Kontrasepsi Oral (Pil KB)


2.1.1.1 Definisi
Pil KB adalah alat kontrasepsi pencegah kehamilan atau pencegah konsepsi
yang digunakan dengan cara per-oral/kontrasepsi oral. Pil KB merupakan salah satu
jenis kontrasepsi yang banyak digunakan. Pil KB disukai karena relatif mudah didapat
dan digunakan,serta harganya murah.2
Pil KB atau oral contraceptives pill merupakan alat kontrasepsi hormonal yang
berupa obat dalam bentuk pil yang dimasukkan melalui mulut (diminum), berisi hormon
estrogen dan atau progesteron. bertujuan untuk mengendalikan kelahiran atau mencegah
kehamilan dengan menghambat pelepasan sel telur dari ovarium setiap bulannya. Pil
KB akan efektif dan aman apabila digunakan secara benar dan konsisten.2
Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung sintetik estrogen dan
preparat progesteron yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya
ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan FSH,
mempertebal lendir mukosa serviks (leher rahim), dan menghalangi pertumbuhan
lapisan endometrium.2

2.1.1.2 Jenis Jenis kontrasepsi pil KB.

Pil KB kombinasi (Combined Oral Contraceptives = COC).Berisi 2 jenis


hormon yaitu estrogen dan progesteron. Mekanisme kerjanya untuk mencegah
kehamilan adalah sebagai berikut:2

Mencegah pematangan dan pelepasan sel telur ( mencegah ovulasi )

Mengentalkan lendir leher rahim, sehingga menghalangi penetrasi


sperma

Membuat dinding rongga rahim tidak siap untuk menerima dan


menghidupi hasil pembuahan

Pil KB progesteron (Mini pill = Progesterone Only Pill = POP) hanya berisi
progesteron, bekerja dengan mengentalkan cairan leher rahim dan membuat
kondisi rahim tidak menguntungkan bagi hasil pembuahan.2

2.1.1.3 Mekanisme Kerja Kontrasepsi Pil


Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik terhadap
kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap
perkenbangan folikel dan proses ovulasi.Melalui hipotalamus dan hipofisis,estrogen
dapat menghambat pengeluaran folicle stimulating hormone ( FSH ) sehingga
perkembangan dan kematngan folikle de Graff tidak terjadi.Di samping itu
progesteron dapat menghambat pengeluaran hormon luteinizing ( LH ).esttrogen
mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterus
endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi.3,4

Gambar 1. Mekanisme kerja alat kontrasepsi hormonal pada alat reproduksi 3


Fungsi komponen progesteron :1
Rangsangan balik ke hipotalamus dan hipofisis,sehingga pengeluaran
LH tidak dan menghambat ovulasi.

Progesteron mengubah endometrium,sehingga kapasitas spermatozoa


tidak berlangsung
Mengentalkan lendir servik sehingga sulit ditembus spermatozoa.
Menghambat peristaltik tuba,menyulitkan konsepsi.
Menghindari implantasi,melalui perubahan struktur endometrium.
2.1.1.4 Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan
Dapat diandalkan dan
reversible.
Meredakan disminorea dan
menoragi.
Dapat dipakai selama
diinginkan tidak harus
berisirahat dulu.
Tidak mengganggu hubungan
seksual.
Dapat dipakai oelh semua
wanita usia reproduktif.
Sangat dipakai bila dipakai
dengan benar.
Dapat dipakai sebagai
kontrasepsi emergensi
setelah hubungan pasutri yang
tidak terlindung.
Mengurangi resiko anemi.
Kehamilan ektopik lebih
sedikit.
Menurunkan kista ovarium.
Penyakit radanng panggul
lebih sedikit.
Melindungi terjadap kanker
endometrium dan ovarium.
Kesuburan segera kembali
setelah pemakaian pil
dihentikan.

Kerugian
Harus minum pil secara
teratur,secara cermat dan
konsisten.
Dalam waktu panjang menekan
fungsi ovarium.
Meningkatkan berat
badan,rambut rontok,tumbuh
akne.
Mual, sakit kepala ringan,dan
nyeri payudara.
Mempengaruhi fungsi hati dan
ginjal.
Tidak ada perlindungan terhadap
penyakit menular seksual ( PMS )
dan HIV.
Meningkatkan resiko gangguan
sirkulasi,seperti hipertensi,
penyakit arteri dan
tromboembolisme vena.
Efek COC pada kanker payudara.
Tidak cocok untuk perokok
berusia di atas 35 tahun.
Perdarahan bercak dan
breakthrough bleeding.
Ada interaksi dengan beberapa
jenis obat (rifampisin, barbiturat,
fenitoin, fenilbutason dan
antibiotik tertentu).
Dapat mempengaruhi mood.

Keuntungan ( POP )

Tidak menghambat laktasi


sehingga cocok untuk ibu yang
menyusui
Tidak ada bukti meningkatkan
resiko penyakit kardiovaskuler.
Tidak ada bukti meningkatkan
tromboembolisme vena.
Tidak ada bukti peningkatan
hipertensi.
Cocok untuk wanita penderita
diabetes atau migren fokal.
Mengurangi dismenorea.
Dapat
meredakan
gejala
premenenstruasi.
Cocok untuk wanita yang tidak
biasa mengkonsumsi estrogen.

Kerugian (POP )

Agar efektif perlu diminum


secara tertatur.
Siklus menstruasi tidak teratur.
Sejumlah kecil wanita mengalami
kista ovarium fungsional.
Apabila
POP
gagal,
ada
kemungkinan peningkatan angka
kehamilan ektopik.
Efek POP pada kanker payudara.

2.1.1.5 Efek samping pil KB.


Yang umum terjadi: 2
Amenorea.
Kenaikan tekanan darah.
Berat badan naik.
Mual/pusing/muntah.
Tidak ada perdarahan/spotting.
Jerawat.
Payudara mengencang dan nyeri ( mastalgia ).
Nyeri dada ( khususnya jika terjadi pada saat olahraga ).
Depresi ( perubahan mood atau kehilangan libido ).
Yang harus diperhatian : 2
Nyeri dada hebat.
Sakit kepala hebat.
Nyeri tungkai hebat.

Nyeri abdomen hebat.


Kehilangan penglihatan atau kabur.
Tidak terjadi perdarahan setelah minum pil.
2.1.1.6 Kontra Indikasi pil KB.
Kontra indikasi
Kontra indikasi
Kehamilan
Kehamilan.
Menyusui
Perdarahan pervaginam yang
belum diketahui penyebabnya.
Perdarahan pervaginam yang
belum diketahui penyebabnya.
Penyakit hati akut ( hepatitis ).
Penyakit hati akut ( hepatitis ).
Kehamilan ektopik sebelumnya.
Perokok dengan usia > 35 tahun.
Saat ini menderita penyakit
hati/kanker hati.
Riwayat
penyakit
jantung,
Kista ovarium fungsional yang
stroke,atau tekanan darah >
180/110 mmHg.
membutuhkan perawatan di RS.
Riwayat
gangguan
faktor
pembekuan darah atau kencing
manis > 20 tahun.
Kanker payudara atau dicurigai
kanker payudara.
Migrain dan gejala neurologik
fokal ( epilepsi/riwayat epilepsi ).
Tidak dapat menggunakan pil
secara teratur setiap hari.

2.1.1.6 Cara penggunaan kontrasepsi pil KB.


a. Pil kombinasi.2
1. Pil kombinasi sebaiknya diminum setiap hari pada saat yang sama.
2. Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke 7 siklus
haid.
3. Penggunaan pil kombinasi dianjurkan diminum pada hari pertama
haid.
4. Pada kemasan 28 pil : dianjjurkan mulai minum pil plasebo sesuai
dengan hari yang ada pada kemasan.

5. Bila kemasan 28 pil habis : sabaiknya mulai minum pil dari kemasan
yanng baru.
6. Bila kemasan 21 pil habis : tunggu 1 minggu kemudian mulai minum
pil dari kemasan yang baru.
7. Minum pil yang lain,apabila terjadi muntah dalam waktu 2 jam
setelah meminumnya.
8. Penggunaan

pil

kombinasi

dapat

diteruskan,apabila

tidak

memperburuk keadaan saat terjadi muntah hebat atau diare lebih 24


jam.
9. Penggunaan pil apabila terjadi untah dan diare berlangsung sampai 2
hari atau lebih sama dengan aturan minum pil lupa.
10. Tes kehamilan dilakukan apabila tidak haid.
Aturan pil lupa.
Apabila lupa pil minum 1 pil ( hari 1 21 ),maka setelah ingat segera minum 2
pil pada hari yang sama ( tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi
lain).apabila lupa minum 2 pil ( 1 21 ),sebaiknya minum 2 pil setiap sampai
jadwal yang ditetapkan ( sebaiknya menggunakan mettode kontrasepsi lain atau
tidak melakukan hubungan seksual sampai pil habis ).2
Petunjuk untuk pasien post partum yang Tidak Menyusui
Pil kombinasi diminum setelah 3 minggu post partum.Jika sudah 6 minggu post
partum dan sudah melakukan hubungan seksual,sebaiknya menunggu haid dan
gunakan metode barier.2
Petunjuk untuk pasien post partum yang Menyusui.
Petunjuk untuk pasien post partum yang menyusui sam dengan petunjuk umum
dan aturan pil lupa.Sebellum menggunakan pil kombinasi,berikan konseling dan
KIE pada pasien tentang berbagai metode kontrasepsi.2

b. Pil Skuensia.
Cara pemakainnnya dengan diberikan estrogen terlebih dahulu selama 14-16
hari pertama, selanjutnya kombinasi estrogen dan progesteron untuk 5-7 hari.
Khasiatnya untuk menghambat ovulasi.2
( tidak diedarkan di indonesia ).

c. Mini pil atau POP


Mini pil mulai dapat digunakan pada hari pertama sampai hari ke lima pada
siklus haid ( tidak memerlukan metode kontrasepsi lain ) apabila: 2
Lebih dari 6 minggu pasca persalinan dan pasien telah mendapat haid.
Pasien sebelumnya menggunakn kontrasepsi non hormonal dan ingin
ganti dengan mini pil.
Pasien sebelumnya menggunkan AKDR ( termasuk AKDR yang
mengandung hormon ).
Mini pil mulai dapat digunakan setiap saat apabila: 2
Diduga tidak terjadi kehamilan.
Pasien mengalami amenorea ( tidak haid ) dan dipastikan tidak hamil (
sebaiknya jangan melakukan hubungan seksual selama 2 hari atau
gunakan kontrasepsi lain untuk 2 hari ).
Menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan pasca persalinan dan tidak haid (
bila menyusui penuh,tidak memerlukan kontrasepsi tambahan ).
Selain itu,pil mini dapat digunakan saat: 2
Bila sebelumnya pasien menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan
ingin ganti dengan mini pil.Pil dapat segera diberikan dan tidak perlu
menunggu haid berikutnya,apabila penggunaan kontrasepsi sebelumnya
digunakan dengan benar dan tidak hamil.
Bila sebelumnya pasien menggunakan kontrasepsi suntikan dan ingin
ganti mini pil.Pil dapat diberikan pada jadwal suntikan beriktnya dan
tidak memerlukan metode kontrasepsi tambahan lain.

Cara minum pil mini progestin: 2


Mini pil diminum setiap hari pda saat yang sama sampai habis.
Pil pertama setiap hari pada saat yang sama sampai habis.
Metode barier digunakan pada hari ke 7 atau 4 6 minggu post partum
walaupun haid belum kembali.
Pada pasien 9 bulan post partum sebaiknya beralih menggunakan pil
kombinasi karena efektifitas mini pil mulai menurun.
Bila pasien muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil,minum
pil yang lain atau gunakan metode kontrasepsi lain jika akan melakukan
hubungan seksual pada 48 jam berikutnya.
Meskipun pasien belum haid,mulai paket baru sehari setelah paket
terakhir habis.
Bila pasien mendapat haid, mulai paket baru sehari setelah paket terakhir
habis.
Apabila pasien mengalami spotting atau perdarahan selama masa
interval,tetap minum pil sesuai jadwal ( perdarahan biasa terjadi selama
bulan bulan pertama ).
Apabila pasien mengalami kram , nyeri perut hebat atau demam maka
segera periksa ke pelayanan kesehatan.
Sarankan pada pasien untuk menggunakan kondom ataupun spermisida
selain memakai mini pil apabila kemungkinan terinfeksi PMS atau lupa
minum pil.
Aturan lupa minum pil: 2
Bila lupa minum pil atau terlambat minum pil,segera minum pil saat
ingat dan gunakan metode barier selama 48 jam.
Bila pasien lupa minum 1 atau 2 pil ,segera minum pil yang terlupa d an
gunakan metode barier sampai akhir bulan.

Hal yang perlu disampaikan pada pasien antara lain: 2


Penggunaan mini pil akan merubah pola haid initerutama 2 atau 3 bulan
pertama.Pada umumnya perubahan pola haid ini hanya bersifat
sementara dan tidak mengganggu kesehatan.
Penggunaan mini pil akan menimbulkan efek samping seperti
mmual,pusing ataupun nyeri payudara.
Efektifitas mini pil akan menimbulkan akan berkurang,bila pasien
mengkonsumsi obat obatan tuberkulosis epilepsi.
Bila beberapa bulan mengalami haid teratur kemudian terlambat
haid,kemungkinan terjadi kehamilan.
Bila

mengeluh

perdarahan

bercak

disertai

nyeri

hebat

pada

prut,kemungkinan terjadi terjadi kehamilan ektopik.


Masalah penglihatan kabur,nyeri kepala hebat,kemungkinan terjadi
hipertensi atau masalah vaskuler.
Segera ke pelayanan kesehatan apabila menjumpai masalah masalh di
atas.

2.1.2 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


2.1.2.1 Definisi
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah suatu alat kontrasepsi yang
dimasukan ke dalam rahim untuk tujuan mencegah kehamilan. Awalnya penggembalapenggembala unta bangsa Arab dan Turki berabad lamanya melakukan cara ini dengan
memasukkan batu kecil yang bulat dan licin kedalam alat genital unta mereka, dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dalam perjalanan jauh. Sejak itu banyak
tulisan-tulisan ilmiah yang meneliti tentang efektivitasnya pada manusia, yang mana
pada awalnya banyak mendapat pertentangan oleh karena dianggap sebagai sumber
infeksi pada panggul (salpingitis, endometritis, parametritis, dll). Tapi sejak mulai
diketemukannya antibiotik yang dapat mengurangi resiko infeksi, maka penerimaan
AKDR semakin meningkat. 5,6

2.1.2.2 Mekanisme kerja


Mekanisme kerja dari AKDR sampai saat ini belum diketahui dengan pasti,
tetapi pendapat yang terbanyak mengatakan bahwa dengan adanya AKDR dalam kavum
uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan
leukosit yang dapat menghancurkan blastokista dan sperma. Pada pemeriksaan cairan
uterus pada pemakai AKDR sering kali dijumpai sel-sel makrofag (fagosit) yang
mengandung spermatozoa. Disamping itu ditemukan juga sering timbulnya kontraksi
uterus pada pemakai AKDR, yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan
karena meningkatnya prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.6,7
Pada AKDR bioaktif selain kerjanya menimbulkan peradangan, juga oleh karena
ion logam atau bahan lain yang melarut dari AKDR mempunyai pengaruh terhadap
sperma. Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif ialah ion logam tembaga
(Cu)1,3; pengaruh AKDR bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama
makin berkurang. Efektifitasnya tinggi dapat mencapai 0.6 0.8 kehamilan/100
perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 170 kehamilan).6
2.1.2.3 Jenis-jenis AKDR
Sampai sekarang telah banyak ditemukan jenis-jenis AKDR, tapi yang paling
banyak digunakan dalam program KB di Indonesia ialah AKDR jenis copper T dan
spiral (Lippes loop). Bentuk yang beredar dipasaran adalah spiral (Lippes loop), huruf T
(Tcu380A, Tcu200C, dan NovaT), tulang ikan (MLCu350 dan 375), dan batang
(Gynefix). Unsur tambahan adalah tembaga (cuprum), atau hormon (Levonorgestrel).6
2.1.2.4 Keuntungan-keuntungan AKDR
AKDR mempunyai keunggulan terhadap cara kontrasepsi yang lain karena: 6
1. Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu
kali motivasi
2. Tidak menimbulkan efek sistemik
3. Alat itu ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara massal
4. Efektivitas cukup tinggi

5. Reversibel
6. Tidak ada pengaruh terhadap ASI
2.1.2.5 Efek samping AKDR

Perdarahan

Masa haid dapat menjadi lebih panjang dan banyak, terutama pada bulan-bulan
pertama pemakaian

Rasa nyeri dan kejang di perut

Gangguan pada suami

Ekspulsi (pengeluaran sendiri)

2.1.2.6 Komplikasi AKDR

Infeksi
AKDR itu sendiri, atau benangnya yang berada dalam vagina, umumnya tidak
menyebabkan terjadinya infeksi jika alat-alat yang digunakan disucihamakan.
Jika terjadi infeksi, hal ini mungkin disebabkan oleh sudah adanya infeksi yang
subakut atau menahun pada traktus genitalis sebelum pemasangan AKDR. 6

Perforasi
Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan AKDR walaupun bisa terjadi
pula kemudian. 6
Jika perforasi terjadi dengan AKDR yang tertutup, harus segera dikeluarkan
segera karena ditakutkan akan terjadinya ileus, begitu pula dengan yang
mengandung logam. Pengeluaran dapat dilakukan dengan laparotomi jika
dengan laparoskopi gagal, atau setelah terjadi ileus. Jika AKDR yang
menyebabkan perforasi itu jenis terbuka dan linear, dan tidak mengandung
logam AKDR tidak perlu dikeluarkan dengan segera. 6

Kehamilan
Jika terjadi kehamilan dengan AKDR in situ, tidak akan timbul cacat pada bayi
oleh karena AKDR terletak antara selaput ketuban dan dinding rahim. Angka
keguguran dengan AKDR in situ tinggi. Jadi jika ditemukan kehamilan dengan

AKDR in situ sedang benangnya masih kelihatan, sebaiknya dikeluarkan oleh


karena kemungkinan terjadinya abortus setelah dikeluarkan lebih rendah dari
pada dibiarkan terus. Tetapi jka benangnya tidak kelihatan, sebaiknya dibiarkan
saja berada dalam uterus. 6
2.1.2.7 Kontraindikasi pemasangan AKDR
Kontraindikasi pemasangan AKDR dibagi atas 2 golongan, yaitu kontraindikasi yang
relatif dan kontraindikasi mutlak. 6
Yang termasuk kontraindikasi relatif ialah:
1. Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus
2. Insufisiensi serviks uteri
3. Uterus dengan parut pada dindingnya, seperti pada bekas SC, enukleasi mioma,
dsb.
4. Kelainan jinak serviks uteri, seperti erosio porsiones uteri
Yang termasuk kontraindikasi mutlak ialah :
1. Kehamilan
2. Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis (Penyakit Menular Seksual)2
3. Adanya tumor ganas pada traktus genitalis
4. Adanya metrorhagia yang belum disembuhkan
5. Pasangan yang tidak lestari/harmonis

2.1.2.8 Pemasangan AKDR


AKDR dapat dipasang dalam keadaan berikut : 6

Sewaktu haid sedang berlangsung


Pemasangan dapat dilakukan pada hari pertama atau pada hari terakhir haid.
Keuntungannya : pemasangan lebih mudah karena serviks saat itu sedang
terbuka dan lembek, rasa nyeri tidak seberapa keras, perdarahan yang timbul
akibat pemasangan tidak seberapa dirasakan, kemungkinan pemasangan pada
uterus yang sedang hamil tidak ada.

Sewaktu postpartum
Pemasangan AKDR setelah melahirkan dapat dilakukan:
1. Secara dini(immediate insertion); dipasang pada wanita yang melahirkan
sebelum dipulangkan dari rumah sakit.
2. Secara langsung (direct insertion); dipasang dalam masa tiga bulan
setelah partus atau abortus.
3. Secara tidak langsung (indirect insertion); dipasang sesudah masa tiga
bulan setelah partus atau abortus; atau pada saat tidak ada hubungan
sama sekali dengan partus atau abortus.

Bila pemasangan AKDR tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah


bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya AKDR ditangguhkan sampai 6-8
minggu postpartum oleh karena jika pemasangan AKDR dilakukan antara
minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi
lebih besar.

Sewaktu postabortum
Sebaiknya AKDR dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi fisiologi
dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic abortion merupakan
kontraindikasi. 6

Beberapa hari setelah haid terakhir


Dalam hal ini wanita yang bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum
AKDR dipasang. 6

Sebelum dipasang, sebaiknya diperlihatkan ke akseptor bentuk AKDR yang dipasang


dan bagaimana letaknya setelah terpasang. Dan dijelaskan pula kemugkinan efek
samping yang dapat terjadi seperti perdarahan, rasa sakit , AKDR yang keluar sendiri.

Gambar 2. Teknik pemasangan AKDR


Pada umumnya tehnik pemasangan adalah sama pada setiap jenis AKDR, tapi
disini diterangkan mengenai cara pemasangan jenis lippes loop karena yang paling
banyak digunakan di Indonesia. 6
Tekniknya berupa (gambar 2):

Setelah kandung kencing dikosongkan, akseptor dibaringkan diatas meja


ginekologi dalam posisi litotomi.

Bersihkan daerah vulva dan vagina secara a dan antisepsis dengan betadine

Lakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak, bentuk, dan besar


uterus

Spekulum dimasukkan ke dalam vagina, dan serviks uteri dibersihkan dengan


larutan antiseptik. Lalu dengan tenakulum dijepit bibir depan porsio uteri, dan
dimasukkan sonde ke dalam uterus untuk menentukan arah dan panjangnya
kanalis servikalis serta kavum uteri.

AKDR dimasukkan ke dalam uterus dengan tehnik tanpa sentuh, lalu dorong ke
dalam kavum uteri hingga mencapai uterus.

Tahan pendorong (plunger) dan tarik selubung (inserter) ke bawah sehingga


AKDR bebas.

Setelah selubung keluar dari uterus, pendorong juga dikeluarkan, dan tenakulum
juga dilepaskan, benang AKDR digunting sehingga 2 - 3 cm keluar dari
ostium uteri, dan akhirnya spekulum diangkat.

Pemeriksaan setelah pemasangan AKDR dilakukan 1 minggu sesudahnya; pemeriksaan


kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan.
Cooper T-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilepaskan
lebih awal apabila diinginkan. 6
2.1.2.8 Cara mengeluarkan AKDR
Mengeluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan cara menarik benang AKDR yang
keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam.
Kadang-kadang benang tidak tampak dari ostium uteri eksternum. 6
Tidak terlihatnya benang oleh karena :

Akseptor menjadi hamil

Perforasi usus

Ekspulsi yang tidak disadari oleh akseptor

Perubahan letak AKDR sehingga benang tertarik ke dalam rongga uterus,


seperti adanya mioma uterus.

2.1.3 Kontrasepsi Injeksi


2.1.3.1 Definisi
Kontrasepsi injeksi adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan
melalui suntikan hormonal. 8
2.1.3.2 Jenis Kontrasepsi Injeksi
Suntikan KB 1 Bulan
Suntikan KB ini mengandung kombinasi hormon Medroxyprogesterone Acetate
(hormon progestin) dan Estradiol Cypionate (hormon estrogen). Komposisi hormon dan
cara kerja Suntikan KB 1 Bulan mirip dengan pil KB Kombinasi. Suntikan pertama

diberikan 7 hari pertama periode menstruasi, atau 6 minggu setelah melahirkan bila
tidak menyusui. 8
Suntikan KB 3 Bulan atau DMPA
Suntikan KB ini mengandung hormon Depo Medroxyprogesterone Acetate
(hormon progestin) 150 mg. Sesuai dengan namanya, suntikan ini deberikan setiap 3
bulan (12 minggu). Suntikan pertama biasanya diberikan 7 hari pertama periode
menstruasi, atau 6 minggu setelah melahirkan. Suntikan KB 3 Bulanan ada yang
dikemas dalam cairan 3 ml atau 1 ml. 8
2.1.3.3. Cara Penyuntikan Kontrasepsi Injeksi
a. Kontrasepsi suntikan Cyclofem 25 mg Modrokse Progesteron Asetat 5 mg Estrogen
Sipionat diberikan setiap bulan.
b. Memberikan kontrasesi suntikan Noristerat dalam dosis 200 mg sekali setiap 8
minggu atau sekali setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama (= 3 kali suntikan
pertama), kemudian untu selanjutnya setiap 12 minggu.
c. Kontrasepsi suntikan DMPA, setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg secara
intramuskuler dalam-dalam di daerah pantat (bila suntikan terlalu dangkal, maka
penyerapan kontrasepsi suntikan berlangsung lambat, tidak bekerja segera dan
efektif). Suntikan diberikan setiap 90 hari, jangan melakukan massae pada tempat
suntikan.
d. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan alcohol yang telah dibasahi dengan
isopropyl alcohol 60%-90%. Tunggu dulu sampai kulit kering, Kemudian disuntik.
e. Kocok obat dengan baik, cegah terjadinya gelembung udara. Bila terdapat endapan
putih di dasar ampul, hilangkan dengan cara menghangatkannya. Kontrasepsi
suntikan ini tidak perlu didinginkan.
f. Semua obat harus diisip kedalam alat suntikannya. 8
2.1.3.4. Contoh Obat Injeksi beserta Dosisnya
Beberapa contoh obat Injeksi yang biasa digunakan antara lain:
1. Depo Provera (3 ml/150 mg atau 1 ml/150 mg) diberikan setiap 3 bulan (12
minggu)
2. Noristeran (200 mg) diberikan setiap 2 bulan (8 minggu)

3. Cycloferm 25 mg Medroksi Progesteron Asetat dan 5 mg Estrogen Sipionat


diberikan setiap bulan. 8
2.1.3.5. Interaksi Obat
Aminoglutethimide (Cytardren) mungkin dapat meningkatkan eliminasi dari
medroxyprogesteron lewat hati dengan menurunkan konsentrasi medroxyprogesteron
dalam darah dan memungkinkan pengurangan efektivitas medroxyprogesteron. Obat
disimpan pada suhu 20-25 derajat Celcius. 8
2.1.3.6. Cara Pemberian
a. Waktu Pemberian
1.

Setelah melahirkan: 6 minggu pasca salin

2.

Setelah keguguran: segera setelah dilakukan kuretase atau 30 hari setelah

keguguran (asal ibu belum hamil lagi)


3.

Dalam masa haid: Hari pertama sampai hari ke-5 masa haid

b. Lokasi Penyuntikan dengan I.M sampai daerah glutus.


1.

Daerah bokong/pantat

2.

Daerah otot lengan atas

Efektivitas: Keberhasilannya praktis 99,7%.8

2.1.3.7. Indikasi
Indikasi pemakaian kontrasepsi suntik antara lain
a. Jika klien menghendaki pemakaian kontrasepsi jangka panjang, atau klien telah
b. Kontrasepsi ini juga cocok untuk klien yang menghendaki tidak ingin
menggunakan kontrasepsi setiap hari atau saat melakukan sanggama, atau klien
dengan kontraindikasi pemakaian estrogen.
c. Klien yang sedang menyusui
d. Klien yang mendekati masa menapause, atau sedang menunggu proses sterilisasi
juga cocok menggunakan kontrasepsi suntik. 8

2.1.3.8 Kontraindikasi
a.

Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 10000 kelahiran)

b.

Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

c.

Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara. Sampai saat ini
terjadinya kanker payudara diduga akibat interaksi yang rumit dari banyak faktor
genetika, lingkungan dan hormonal yaitu kadar hormon estrogen yang berlebih
dalam tubuh. Pertumbuhan jaringan payudara sangat sensitive erhadap estrogen
pada wanita yang terpapar estrogen dalam jangka waktu yang lama akan
memiliki risiko yang besar terhadap kanker payudara. 8

2.1.3.9. Efek Samping


Rusuknya pola perdarahan terutama pada bulan-bulan pertama dan sudah 3-12
bulan umumnya berhenti dengan tuntas. Seringkali berat badan bertambah sampai 24 kg dalam waktu 2 bulan karena pengaruh hormonal yaitu progesteron. Progesteron
dalam alat kontrasepsi tersebut berfungsi untuk mengentalkan lendir serviks dan
kemampuan rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi. Namun hormon ini juga
mempermudah perubahan karbohidrat menjai lemak, sehingga sering kali efek
sampingnya adalah penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah
dan menurunnya gairah seksual. 8
Beberapa efek samping yang biasa ditemui pada penggunaan Suntikan KB 3
bulan adalah:
1.

Timbul perdarahan ringan (bercak) pada awal pemakaian.

2.

Rasa pusing, mual, sakit dibagian bawah perut juga sering dilaporkan pada awal
penggunaan.

3.

Kemungkinan kenaikan berat badan 1-2 kg. Namun hal ini dapat diatasi dengan
diet dan olahraga yang tepat.

4.

Berhenti haid (biasanya setelah 1 tahun penggunaan, namun bisa lebih cepat).
Namun tidak semua wanita yang menggunakan metode ini terhenti haidnya.

5.

Kesuburan biasanya lebih lambat kembali. Hal ini terjadi karena tingkat hormon
yang tinggi dalam suntikan 3 bulan, sehingga butuh waktu untuk dapat kembali
normal (biasanya sampai 4 bulan).

Sedangkan untuk Suntikan KB 1 bulan, efek samping yang terjadi mirip dengan
efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan pil KB. Berbeda dengan Suntikan KB
3 Bulan. Penggunaan suntikan KB 1 bulan dilaporkan tetap mendapatkan haidnya
secara teratur. Kesuburan pun lebih cepat kembali setelah penghentian metode ini
dibandingkan dengan suntikan KB 3 Bulan. 8

2.1.3.10. Kelebihan
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi sementara yang paling baik, dengan angka
kegagalan kurang dari 0,1 % pertahun (Saifuddin, 1996). Suntikan KB tidak
mengganggu kelancaran air susu ibu (ASI), kecuali Cyclofem Suntikan KB dapat
melindungi ibu dari anemia (kurang darah). Memberi perlindungan terhadap panggul
dan untuk pengobatan kanker bagian dalam rahim.
Kontrasepsi suntik memilik resiko kesehatan yang sangat kecil, tidak
berpengaruh pada hubungan suami-istri. Pemeriksaan dalam todak diperlukan dalam
pemakaian awal, dan dapat dilaksanakan oleh tenaga paramedis baik perawat maupun
bidan. Kontrasepsi suntik yang tidak mengandung estrogen tidak mempengaruhi secara
serius pada penyakit jantung dan reaksi penggumpalan darah. Oleh karena tindakan
dilakukan oleh tenaga medis/paramedis, peserta tidak perlu menyimpan obat suntik,
tidak perlu mengingat setiap hari, kecuali hanya untuk kembali melakukan suntik
berikutnya. 8

2.1.3.11. Kelemahan
Gangguan haid: Siklus haid memendek atau memanjang , perdarahan yang
banyak atau sedikit, spooting, tidak haid sama sekali.
Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.
Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan densitas tulang, kekeringan
pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala nervositas, dan
jerawat. 8

2.1.4. Tubektomi
2.1.4.1 Definisi
Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba fallopii wanita yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan
kehamilan lagi. Metode dengan cara operasi tersebut telah dikenal sejak zaman dahulu.
Hippocrates menyebutkan bahwa tindakan itu dilakukan terhadap orang dengan
penyakit jiwa. Namun, pada saat ini tindakan tubektomi dilakukan secara sukarela atas
kesepakatan suami istri dalam rangka program keluarga berencana.9
Dahulu, tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal.
Sekarang, tindakan ini dilakukan secara lebih ringan dengan alat-alat dan teknik baru
sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Meskipun,banyak prokontra
mengenai pelaksanaan tubektomi di Indonesia, misalnya dari segi norma agama dan
program ini secara resmi tidak termasuk dalam program nasional keluarga berencana di
Indonesia, tubektomi tetap menjadi salah satu bagian penting dalam program keluarga
berencana di Indonesia. Saat ini, telah berdiri Perkumpulan Kontrasepsi Mantap
Indonesia (PKMI) yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.O) atau
kontrasepsi mantap secara sukarela. 9
Keuntungan tubektomi ialah motivasi hanya dilakukan sekali saja, tidak perlu
dilakukan motivasi berulang-ulang, efektivitas tubektomi hampir 100%, tidak
mempengaruhi libido seksualis, serta tidak ada kegagalan yang berasal dari pihak pasien
(patients failure). 9
Waktu pelaksanaan tubektomi metode dengan operasi (m.o) postpartum dan m.o
dalam interval. Tubektomi postpartum dilakukan satu hari setelah partus. Tindakan
yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba fallopii terdiri atas
pembedahan transabdominal seperti laparotomi, laparoskopi, dan pembedahan
transvaginal seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi serta pembedahan transervikal
(transuterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik. 9
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan
berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara
Kroener, cara Aldrige. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Selain cara-cara diatas,

penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba
dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain. 9

2.1.4.2 Indikasi Metode dengan Operasi (M.O)


Metode dengan operasi dewasa ini dijalankan atas dasar sukarela dalam rangka
keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini dapat dianggap tidak
reversibel, walaupun sekarang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali dengan
operasi rekanalisasi pada mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi. Oleh
karena itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang memenuhi syaratsyarat tertentu seperti di bawah ini (berdasarkan seminar Kuldoskopi di Jakarta, 18-19
Desember 1972): 8,9
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup
Pada konferensi khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di
Medan (3-5 Juni 1976) dianjurkan oada umur 25-40 tahun dengan jumlah anak sebagai
berikut2 :
1. Umur 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih
2. Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih
3. Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih
Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah
anak telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu.

Wanita yang Dapat Menjalani Kontrasepsi Tubektomi:


1. Usia lebih dari 26 tahun
2. Sedah mempunyai anak cukup (2 anak), anak terkecil harus berusia
minimak 5 (lima) tahun
3. Yakin telah mempunyai keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
4. Pasangan yg sudah yakin bahwa mereka tidak ingin punya anak lagi
5. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
6. Ibu pasca persalinan

7. Ibu pasca keguguran


8. Ibu yg kalau hamil dapat membahayakan jiwanya
tasuk permanen
Wanita yang Sebaiknya Tidak Menjalani Kontrasepsi Tubektomi
1. Hamil (sudah terdeteksi ata dicurigai)
2. Menderita tekanan darah tinggi
3. Kencing manis (diabetes)
4. Penyakit jantung
5. Penyakit paru-paru
6. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
7. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol)
8. Ibu yang tidak boleh menjalani pembedahan
9. Kurang pati mengenai keinginannnya untuk fertilisasi di masa depan
10. Belum memberikan persetujuan tertulis

2.1.4.3. Mekanisme kerja Tubektomi


Dengan mengoklusi tuba falopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. 9
Tindakan pendahuluan Penutupan Tuba
Tindakan pendahuluan penutupan tuba dapat dilakukan dengan beberapa cara
sebagai berikut.
1. Laparotomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna
tubektomi. Disini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila
wanita bersangkutan perlu dibedah untuk keperluan lain. Misalnya, pada wanita
yang perlu dilakukan seksio sesarea, kadang-kadang tuba kanan dan kiri sekaligus
langsung ditutup apabila tidak diinginkan kehamilan lagi.

2. Laparotomi pospartum
Laparotomi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya adalah
waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaoperasi
dan karena uterus masih besar maka cukup dilakukan sayatan kecil dekat fundus
uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan
semilunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang kurang
lebih 3cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara Pomeroy.

3. Minilaparotomi
Laparotomi mini dilakukan dalam masa interval. Sayatan dibuat di garis
tengah di atas simfisis sepanjang 3cm sampai menembus peritoneum. Untuk
mencapai tuba dimasukkan alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri.
Dengan bantuan alat ini, bila uterus dalam keadaan retrofleksi dijadikan letak
antefleksi dahulu dan kemudian didorong ke arah lubang sayatan. Kemudian,
dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.

4. Laparoskopi
Mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan
maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada
waktu laparoskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di
bawah pusat sepanjang lebih 1cm. Kemudian, di tempat luka tersebut dilakukan
pungsi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum Veres) dan
melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO2 sebanyak 1
sampai 3 liter dengan kecepatan kira-kira 1 liter per menit. Setelah
pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum veres dikeluarkan dan sebagai gantinya
dimasukkan troikar (dengan tabungnya). Sesudah itu, troikar diangkat dan
dimasukkan laparskop melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus
dan adneksa, penderita diletakkan dalam posisi Trendelenburg dan uterus
digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian,dengan cunam
yang masuk dalam rongga peritoneum bersama-sama dengan laparoskopi, tuba
dijepit kemudian dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi atau dengan

memasang pada tuba cincin Yoon, cincin Falope, atau cincin Hulka. Berhubungan
dengan kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang
lebih banyak digunakan cara-cara yang lain.

5. Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi genupektoral (menungging). Setelah
spekulum dimasukkan, bibir belakang serviks uteri dijepit, lalu uterus ditarik ke
luar dan agak ke atas, tampak cavum douglas mekar diantara ligamentum sakrouterinum kanan dan kiri sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan
pungsi dengan jarum Touhy di belakang uterus dan melalui jarum tersebut udara
masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang
diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan
pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus, tuba dijepit dan ditarik ke luar
untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi,
atau pemasangan cincin Falope.
Cara Penutupan Tuba
1. Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga
terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit
dengan cunam kuat-kuat dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang
tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Sekarang,
cara Madlener tidak dilakukan lagi karena angka kegagalannya relatif tinggi,
yaitu 1% sampai 3%.

2. Cara Pomeroy
Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat
bagian tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian
dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu
dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya
terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar antara 0-0,4%.

3. Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap,
ujung proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam miometrium sedangkan ujung
distal ditanamkan ke dalam ligamentum latum.

4. Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian
distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.

5. Cara Uchida
Pada cara ini, tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil
(minilaparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian, di daerah ampulla tuba
dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa
tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut menggembung. Lalu,
dibuat sayatan kecil di daerah kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba
sepanjang kira-kira 4-5cm, tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat,
lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di
bawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada di luar
serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara
ini adalah 0.

6. Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan
dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria.
Jahitan ini diikat dengan dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lainnya
mengelilingi tuba sebelah proksimaldari jahitan sebelumnya.Seluruh fimbriae
dipotong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke
dalam rongga perut. Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara
lain adalah sangat kecil kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum
rotundum. Angka kegagalan 0,19%.

2.1.4.4. Kelebihan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi


Keuntungan kontap wanita dibandingkan dengan kontrasepsi lain adalah:9

1. Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan cara kontrasepsi
lain
2. Lebih praktis, karena hanya memerlukan satu kali tindakan saja
3. Lebih efektif, karena tingkat kegagalannya sangat kecil dan merupakan cara
kontrasepsiyang permanen
4. Lebih ekonomis, karena hanya memerlukan biaya satu kali tindakan saja
Secara khusus keuntungan kontap wanita adalah:
1. Sangat efektif dan permanen
2. Dapat mencegah kehamilan lebih dari 99%
3. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
4. Tidak mempengaruhi proses menyusui
5. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
6. Tidak mengganggu hubungan seksual
7.

Tidak perlu perawatan khusus.

2.1.4.5. Kekurangan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi


1. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
2. Ada kemungkinan mengalami risiko pembedahan
3. Klien dapat menyesal dikemudian hari
4. Risiko komplikasi kecil (meningkat bila menggunakan anestesi)
5. Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
6. Definitif, kesuburan tidak dapat kembali lagi. 9

2.1.4.6. Efek Samping Kontrasepsi Tubektomi


Jarang, ringan, dan bersifat sementara misalnya bengkak, nyeri, dan infeksi pada
luka operasi. Pada vasektomi infeksi dan epididimitis terjadi pada 1-2% pasien. Pada
tubektomi perdarahan, infeksi, kerusakan organ lain dan komplikasi karena anastesi
dapat terjadi.9

2.2.

Gangguan Haid

2.2.1.

Siklus Haid
Rangkaian pengaturan fase yang bermanifestasi sebagai haid yang teratur

digunakan untuk memastikan hanya satu oosit berovulasi pada satu siklus dan
implantasi dari embrio dapat menghentikan proses pelepasan endometrium dan
memastikan kelangsungan hidupnya. Haid bulanan merupakan tanda yang nyata dari
berbagai tingkat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan uterus berfungsi.
Gangguan dari aksis ini pada titik tertentu dapat mengakibatkan gangguan haid.10
Meskipun istilah siklus haid, sejak haid merupakan kejadian bulanan yang nyata
selama fase reproduksi, siklus haid normal paling banyak menggambarkan fase
ovarium. Pemilihan dan pertumbuhan folikel dominan mengakibatkan peningkatan
konsentrasi dari estrogen di darah, stimulasi pertumbuhan endometrium. Kemudian,
melalui LH surge, estrogen ovarium dan progesteron dari korpus luteum menginduksi
perubahan sekretori endometrium dan penurunan pada produksi steroid luteal karena
tidak adanya kehamilan akibat onset dari haid. Karena itu, penggambaran dari hubungan
klinis dari siklus menstruasi harusnya fokus pada fisiologi haid, sementara tidak
mengabaikan peran di hipotalamus dan hipofisis dan pada tingkat uterus. 10
Siklus haid diatur oleh keduanya antara endokrin dan parakrin. Secara
endokrinologi, ada jalur feedback yang memodulasi pelepasan dari hormon
gonadotropin dari hipofisis dengan steroid ovarium sebagai jalur afferen. Beberapa
penelitian telah memulai untuk menguraikan rangkaian kompleks dari proses parakrin
yang berlangsung dalam jaringan ovarium dan uterus untuk menentukan pengaturan
lokal. 10
Siklus haid terdiri dari dua siklus, yaitu siklus ovarium dan siklus endometrium.
Siklus ovarium terdiri dari beberapa fase, yaitu : 10

a.

Fase Folikular/ Preovulasi


Selama fase folikular, kadar estrogen meningkat pada pertumbuhan yang paralel

dari folikel yang dominan dan peningkatan jumlah dari sel granulosa. Sel granulosa
tempat ekslusif dari reseptor FSH. Peningkatan sirkulasi FSH selama fase luteal dari
siklus sebelumnya merangsang peingkatan dari reseptor FSH dan kemampuan untuk

mengaromatisasi sel theka untuk derivat androstenedion menjadi estradiol. FSH


menginduksi enzim aromatase dan pelebaran antrum dari folikel yang bertumbuh.
Folikel dengan kelompok sangat berespon terhadap FSH seperti untuk memproduksi
dan mengawali tanda dari reseptor LH. Setelah terlihat reseptor LH, sel granulosa
preovulasi mulai untuk mensekresi sejumlah progesteron. Sekresi preovulasi
progesteron, walaupun jumlahnya terbatas, dipercaya untuk mengirimkan feedback
positif pada estrogen utama hipofisis yang menyebabkan atau membantu menambah
pelepasan LH. Selama fase folikuler lambat, LH menstimulasi produksi sel theka dari
androgen. Terutama androstenedion, yang kemudian dilanjutkan ke folikel dimana
mereka dimetabolisme menjadi estradiol. Selama fase folikel awal, sel granulosa juga
menghasilkan inhibin B, yang menghambat pelepasan FSH. Karena folikel dominan
mulai berkembang, hasil dari estradiol dan inhibin meningkat, menghasilkan penurunan
FSH. Penurunan ini bertanggung jawab untuk kegagalan dari folikel lain untuk
mencapai preovulasi tingkat folikel the Graaf selama satu siklus. Jadi, 95 persen dari
estradiol plasma diproduksi pada waktu itu disekresi oleh folikel dominan, yang
dipersipakan untuk ovulasi. 10

b. Fase Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran
FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH
merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit
yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur
didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi
ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur
dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum.
Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan
mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. 10

c. Fase Luteal / Postovulasi


Setelah terjadi ovulasi, korpus luteum berkembang dari tetai dominan atau folikel de
Graff pada proses ini disebut sebagai lutenisasi. Ruptur dari folikel mengawali berbagai

perubahan morfologi dan kimiawi mengakibatkan transformasi menjadi korpus luteum.


Membran basalis pemisah dari sel granulosa luteal dan theka luteal rusak, dan hari
kedua postovulasi, pembuluh darah dan kapiler menembus ke lapisan sel granulosa.
Neovaskularisasi yang cepat pada granulosa avaskuler dikarenakan variasi dari faktor
angiogenik meliputi faktor pertumbuhan endotel vaskuler dan produksi lain pada respon
terhadap LH oleh sel theka lutein dan granulosa lutein. Selama luteinisasi, sel itu
mengalami hipertrofi dan meningkat kapasitas mereka untuk mensintesis hormon.
PADa wanita, masa hidup dari korpus luteum tegantung pada LH atau Human
Chorionic Gonadotropin (hCG). Pada siklus normal wanita, korpus luteum
dipertahankan oleh frekuensi rendah, amplitudo tinggi dari sekresi LH oleh
gonadotropin pada hipofisis anterior. 10

Sedangkan siklus endometrium terbagi dalam beberapa fase, yaitu:


a.

Fase Menstruasi
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah

ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang
mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan
progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke
endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari
lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai. Pada fase ini, endometrium terlepas
dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya
stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada
awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun
atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating
Hormon) baru mulai meningkat. 10

b. Fase Proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak
sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari,
hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara
lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam

fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari
semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi
estrogen yang berasal dari folikel ovarium. 10

c.

Fase Sekresi
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode

menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang
dengan sempurna mencapai ketebalan tertentu dan halus. Endometrium menjadi kaya
dengan darah dan sekresi kelenjar.

Gambar 3. Siklus Haid

Gangguan haid atau perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering
menyebabkan seorang perempuan datang berobat kedokter atau tempat pertolongan
pertama. Data di beberapa Negara industry menyebutkan bahwa seperempat penduduk
penrempuan dilaporkan pernah menagalami menoragia, 21% mengeluh siklus haid
memendek, 17% megalami perdarahan anatr haid dan 6% mengeluh perdarahan

pascasenggama. Selain menyebabkan gangguan kesehatan, ganggguan haid ternyata


berpengaruh pada aktivitas sehari-hari yaitu 28% dilaporkan merasa terganggu saat
bekerja sehingga berdampak pada bidang ekonomi. 10

2.2.2. Klasifikasi Gangguan Haid Pada Masa Reproduksi


Gangguan lama dan jumlah darah haid 11
-

Hipermenorea (menoragia)

Hipomenorea

Gangguan siklus haid


-

Polimenorea

Oligomenorea

Amenorea

Gangguan perdarahan diluar siklus haid


-

Menometroragia

Gangguan lain yang berhubungan dengan haid


-

Dismenorea

Sindroma prahaid

Terminologi gangguan haid tersebut berdasarkan karakteristik haid normal yaitu


durasi 4-7 hari, jumlah darah 30-80 ml, dan interval 24-35 hari.
Menoragia

: interval normal teratur tapi jumlah darah dan durasi lebih dari normal

Metroragia

: interval tidak teratur dengan jumlah darah dan durasi lebih dari normal

Oligomenorea : interval lebih dari 35 hari


Polimenore

: interval kurang dari 24 hari

2.2.3. Penyebab Gangguan Haid


Penyebab gangguan haid sangat banyak, dan secara sistematis dibagi menjadi
tiga penyebab utama, yaitu:11
Keadaan patologi panggul
-

Lesi permukaan pada traktus genital

Mioma uteri, adenomiosis

Polip endometrium

Hyperplasia endometrium

Adenokarsinoma endometrium, sarcoma

Infeksi pada serviks, endometrium dan uterus

Kanker serviks, polip

Trauma

Lesi dalam

Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertropi miometrium

Endometriosis

Malformasi arteri vena pada uterus

Penyakit medis sistemik

Gangguan hemostasis: penyakit von Willebrand, gangguan faktor II, V, VII,


VIII, IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets.

Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE

Gangguan hipotalamus hipofisis : adenoma, prolaktinoma, stress, olahraga


berlebih.

Perdarahan uterus disfungsi (PUD)


Perdarahan uterus disfungsi adalah perdarahan uerus abnormal yang terjadi
tanpa adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau
kehamilan. PUD dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anovulasi yang sebagian
besar disebabkan oleh gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisisovarium-endometrium.11
Pada siklus ovulasi terjadi perdarahan uterus disfungsi yang disebakan oleh
terganggunya control lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna untuk
mekanisme membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid. Saat ini
telah diketahui berbagai molekul yang berguna untuk mekasnime control tersebut,
antara lain yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan fungsi
platelet. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabakan terjadinya perdarahan

utereus disfungsi pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persisten dan insufisiensi
korpus luteum. 11
Pada siklus anovulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen)
pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak diikuti
dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar progesterone rendah.
Endometrium menjadi tebal tapi rapuh, jaringan endometrium lepas tidak bersamaan
dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur. Penyebab
anovulasi bermacam-macam mulai dari belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisisovarium sampai suatu keadaan yang mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium
polikistik merupakan contoh salah satu keadaan yang mengganggu aksis hipotalamushipofisis-ovarium sehingga terjadi perdarahan uterus disfungsi anovulasi. Adapun
gambaran klinis PUD menggambarkan spectrum pola perdarahan uterus abnormal yang
dapat terjadi setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan
banyak, perdarahan irregular, metroragia, menometroragia, oligomenore dan menoragia.
PUD dapat terjadi pada setiap umur antara menarke dan menopause, tetapi paling sering
dijumpai pada masa perimenarke dan perimenopause. 11
Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuam yang saling berkaitan,
yaitu yang pertama mengembalikan pertumbuhan dan perkembangan endometrium
abnormal yang menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua membuat haid secara
teratur, siklik dengan volume dan jumlah yang normal. Kedua tujua tersebut dapat
dicapai dengan cara: menghentikan perdaraha dan mengatur haid supaya normal
kembali. Mengatur haid supaya normal kembali tergantung pada dua hal yaitu usia dan
paritas. 11
Usia remaja, dapat diberikan obat:
-

Kombinasi estrogen progesterone (pil kontrasepsi kombinasi)

Progestin siklik, misalnya MPA dosis 10 mg per hari selam 14 hari, 14 hari
berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua pengobatan diatas diulang selama 3
bulan.

Usia reproduksi
-

Bila paritas multipara: berikan kontrasepsi hormone seperti diatas

Bila infertilitas dan ingin hamil: berikan obat induksi ovulasi

Usia perimenopause
-

Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA

Selain ketiga faktor penyebab tersebut bila perdarahan uterus abnormal terjadi
pada perempuan usia reproduksi harus dipikirkan gangguan kehamilan sebagai
penyebab. Abortus, kehamilan ektopik, solusio plasenta perlu dipikirkan karena juga
memberikan keluhan perdarahan. Penyebab iatrogenik seperti penggunaan pil
kontrasepsi, alat kontrasepsi dalam rahim, obat anti koagulansia, antipsikotik, dan
preparat hormon bisa juga menyebabkan perdarahan sehingga harus dipikirkan pula saat
evaluasi perdarahan uterus abnormal. 11
2.2.4. Penanganan Perdarahan Uterus Abnormal4
-

Penanganan pertama
Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan
perbaikan keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera
dilakukan penanganan untuk menghentikan perdarahan seperti tertera di
bawah ini. 11

Perdarahan akut dan banyak


Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada tiga kondisi yaitu
pada remaja dengan gangguan koagulopati, dewasa dengan mioma
uteri, dan pada pemakaian obat antikoagulansia. Ditangani dengan 2
cara, yaitu dilatasi kuret dan medikamentosa.
o Dilatasi dan kuretase
Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan
dan kegagalan dengan terapi medikamentosa. Perdarahan
uterus abnormal dengan risiko keganasan yaitu bila usia >35
tahun, obesitas, dan siklus anovulasi kronis.
o Penanganan medikamentosa
Terdapat beberapa macam obat hormone yang dapat dipakai
untuk terapi perdarahan uterus abnormal.
Kombinasi estrogen progestin

Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik


bila

diobati

dengan

kombinasi

estrogen

dan

progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Dosis


dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan setelah
terjadi perdarahan lucut dilanjutkan 1x1 tablet selama
3-6 siklus. Dapat pula diberikan dengan dosis tapering
4x1 tablet selama 4 hari, diturunkan dosis menjadi
3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, 1x1
tablet selama 3 minggu kemudian berhenti tanpa obat
selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1x1 tablet
selama 3 ssiklus.
Pemakaian

pil

kontrasepsi

kombinasi

akan

mengurangi jumlah darah haid sampai 60% dan


patofisiologi

terjadinya

kondisi

anovulasi

akan

terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak akan


disembuhkan.
Estrogen
Terapi estrogen dapat diberikan dalam 2 bentuk,
intravena atau oral. Pemberian estrogen oral dosis
tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan
uterus abnormal, yaitu estrogen konjugasi dengan
dosis 1,25 mg atau 17 estradiol 2mg setiap 6 jam
selama

24

dilanjutkan

jam.
dengan

Setelah

perdarahan

pemberian

pil

berhenti

kontrasepsi

kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada pemberian


terapi estrogen.
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti
tanpa obat selama 14 hari, diulang selama 3 bulan.
Biasanya progestin diberikan bila ada kontraindikasi
terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan

progestin oral yang bisa digunakan yaitu medroksi


progesterone asetat (MPA) dengan dosis 2x10mg,
noretisteron asetat dosis 2x5mg. dalam pemilihan
jenis progestin harus diperhatikan dosis yang kuat
untuk menghentikan perdarahan uterus abnormal.
Progestin merupakan

anti estrogen

yang akan

menstimulasi aktivitas enzim 17 hidroksisteroid


dehidrogenase

dan

sulfotransferase

sehingga

mengonversi ekstradiol menjadi estron. Progestin


akan mencegah terjadinya endometrium hyperplasia.

Perdarahan ireguler
Perdarahan ireguler dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia,
oligomenore, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam
hitungan minggu atau bulan dan beberapa bentuk pola perdarahan
lainnya. Sebelum memulai dengan terapi hormone sebaiknya
penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti yang dilakukan di
bawah ini.
o Periksa TSH: evaluasi penyakit hipotiroid dan hipertiroid
o Periksa prolaktin: bila ada oligomenore atau hipomenore
o Lakukan

PAP

smear:

bila

didapatkan

perdarahan

pascasanggama
o Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium:
lakukan biopsy endometrium dan pertimbangan untuk
melakukan pemeriksaan dengan USG transvagina. Bila
terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi seperti
tersebut diatas dapat segera melakukan pengobatan seperti di
bawah ini, yaitu :
Kombinasi estrogen progestin
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1x1 tablet
sehari, diberikan secara siklik selama 3 bulan.
progestin

bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi


kombinasi, dapat diberikan progestin misalnya: MPA
10mg 1x1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan
selama 14 hari dan dihentikan selama 14 hari.
Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan.

Menoragia
Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti
dibawah ini yaitu:
o Kombinasi estrogen progestin
o Progestin
o NSAID (obat antiinflamsi non steroid)
o Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi levonorgestrel

Penanganan dengan medikamentosa nonhormon


Penanganan medikamentosa diberikan bila tidak ditemukan keadaan patologi
pada panggul. Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi jumlah
darah yang keluar, menurunkan risiko anemia dan meningkatkan kualitas
hidup. Medikamentosa non hormone yang dapat digunakan untuk
perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut: 11
o Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID)
Terdapat 5 kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yaitu
(1) salisilat (aspirin) (2) analog asam indoleastetik (indometasin), (3)
derivate asam aril proponik (ibuprofen), (4) Fenamat (asam
mefenamat), (5) Coxibs (celecoxib). Empat kelompok pertama
bekerja dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan
kelompok terakhir berkerja menghambat siklooksigenase-2 (COX-2)
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500mg, 2-4 kali
sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 600-1200 mg per hari.
NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan mampu
menurunkan jumlah darah haid 20-50%. Efek samping secara umum

adalah dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan merupakan


kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.
o Antifibrinolisis
Endometrium memiliki system fibrinolitik. Pada perempuan dengan
keluha menoragia ditemukan kadar activator plasminogen pada
endometrium yang lebih tinggi dari normal. Penghambat activator
plasminogen atau obat antifibrinolisis dapat digunakan untuk
pengobatan menoragia.
Asam traksemat bekerja menghambat plasminogen secara
reversible dan bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah
perdarahan 40-50%. Efek samping asam traneksamat adalah keluhan
gastrointestinal dan tromboemboli yang ternyata kejadiannya tidak
berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada populasi normal.

Penanganan dengan terapi bedah


Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada
kegagalan terapai medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan
mencapai 100%. Angka kepuasan cukup tinggi mencapai 95% setelah 3
tahun pascaoperasi. Walaupun demikian, komplikasi tetap bisa terjadi
berupa perdarahan, infeksi dan masalah penyembuhan luka operasi. Sat ini
telah dikembangkan prosedur bedah invasive minimal dengan cara ablasi
untuk mengurangi ketebalan endometrium. Cara ini diduga lebih muda
dilakukan dan sedikit komplikasi. Beberapa prosedur bedah yang saat ini
digunakan pada penanganan perdarahan uterus abnormal adalah ablasi
endometrium, reseksi transervik, histeroskopi operatif, miomektomi,
histerektomi dan oklusi atau emboli arteri uterine. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Everett,Suzanne.2007.Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif.Jakarta: EGC.


2. Sulistyawati.Ari.2011. Pelayanan Keluarga Berencana.Jakarta: Salemba Medika.
3. Prawirohardjo,Sarwono.2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta : YBP SP.
4. MT.Indriarti.2007. Panduan Lengkap kehamilan,Persalinan & Perwatan bayi.
Yogyakarta: DIGLOSIA MEDIA.
5. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi kedua cetakan ketiga. Jakarta, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002
6.

Speroff, Leon. 2003. Pedoman Klinis Kontrasepsi. Edisi 2. Hal.199-205.


Jakarta:EGC

7. Cunningham F, Gant.2006.Williams Obstetri.Edisi ke-21 Volume 2. Jakarta:EGC.


8. Pinem Saroha, 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM
9. Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis pelayanan Kontrasepsi PK54-PK58.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. Ledger William.2007.The menstrual cycle. In: Edmonds Keith editor. Dewhursts
Textbook of Obstetric and Gynecology Seventh Edition.. United States: Blackwell
Publishing
11. Prawirohardjo, Sarwono.2011.Ilmu Kandungan.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai