Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Limfoma adalah salah satu jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu sel
darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat
dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya. Limfoma dapat muncul di berbagai bagian
tubuh, seperti nodus limfa, limpa, sumsum tulang, darah, atau organ lainnya, yang pada
akhirnya akan membentuk tumor, yang tumbuh dan mengambil ruang jaringan dan organ di
sekitarnya, sehingga menghentikan asupan oksigen dan nutrien untuk jaringan atau organ
tersebut.
Pada Hodgkins dengan disease, juga disebut Hodgkin limfoma, limfosit abnormal yang
terkena adalah sel Reod Sternborf (limfosit B). Tipe limfosit ini tidak ditemukan di tipe
limfoma lain.
Secara klasifikasi spesifik perbedaan antara LH dan LNH adalah pada pemeriksaan
mikroskop bila ditemukan suatu sel spesifik (sel Reed-Sternberg) berarti LH, namun bila
tidak ditemukan berarti termasuk dalam LNH. Bila dilihat dari gejala klinis maka
perbedaannya adalah pada LNH perkembangan gejala lebih agresif. Lokasi kelenjar getah
bening yang terkena pada LNH adalah limpa, hati, dan sumsum tulang yang mengakibatkan
pasien mengalami anemia, trombositopenia dan leukopenia. Organ tubuh diluar kelenjar
getah bening yang terkena pada LNH adalah otak, paru, lambung, usus halus, tulang, dan
testis. Berbeda dengan LH, dimana tidak didapatkan gejala di organ tubuh diluar kelenjar
getah bening. Dan biasanya pada LNH, tumor dirasakan lebih keras dibandingkan pada LH.

BAB II
PEMBAHASAN
LIMFOMA HODKIN
A. DEFINISI

Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang berasal dari
sistem limfatika dan terutama melibatkan sistem limfe. (Keperawatan Medikal Bedah 2, 2002
: hlm.957).
Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit klonal, yang berasal dari suatu sel yang abnormal.
Populasi sel abnormal tidak diketahui tetapi tampaknya berasal dari sel B atau T, atau suatu
monosit. Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel Reed-Steinberg. Sel-sel ini
terselip diantara jaringan limfoid normal yang terdapat di organ-organ limfoid. (Elizabeth j.
Corwin:135)
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan
berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Steinberg, yang memiliki
tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Steinberg memiliki limfositosis besar yang
ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang
diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
(Medicastore, 2009)
Penyakit Hodgkin (Hodgkin Disease) atau Limfoma Hodgkin ialah limfoma maligna yang
khas ditandai oleh adanya sel Reed Steinberg dengan latar belakang sel radang pleomorf
(limfosit, eosinofil, sel plasma dan histiosit). (Hematologi Klinik Ringkas, 2007)

Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya kelenjar limfe dan limfa.
Penyakit ini adalah salah satu kanker yang tersering dijumpai pada orang dewasa muda,
terutama pria muda.
Terdapat empat klasifikasi penyakit Hodgkin, berdasarkan sel yang terlibat dan apakah
bentuk neoplasmanya nodular atau tidak. Dari penentuan stadium penyakit Hodgkin sangat
perlu dilakukan, karena dapat memberi petunjuk mengenai pengobatan dan sangat
mempengaruhi hasil akhir. Stadium-stadium awal penyakit Hodgkin, stadium I dan II,
biasanya dapat disembuhkan. Angka kesembuhan untuk stadium III dan IV cenderung
masing-masing adalah 75% dan 60%.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti limfoma Hodgkin masih belum diketahui (idiopatik). Namun, orang yang
mengidap penyakit ini atau yang sudah mengalami remisi memperlihatkan mengalami
penurunan imunitas yang diperantarai oleh sel T. selain itu kelompok kelompok kasus
sporadic mengisyaratkan bahwa suatu virus, mungkin dari kelompok herpes, ikut berperan.

Mungkin terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Diperkirakan aktivasi
gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk
limfoma. , yaitu suatu sel tumor raksasa yang khas, dengan morfologi unik dua batas sel tidak
jelas. Sel ini merupakan tanda patologis dan merupakan kriteria diagnostik yang penting dari
penyakit Hogkin.
Sel ganas pada penyakit hodgkin adalah Reed Sternburg cellsPenyebabnya tidak diketahui,
walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr
dan penyakit ini tampaknya tidak menular. Namun terdapat beberapa faktor risiko terkait
timbulnya penyakit limfoma, yaitu :
Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau yang mendapat
terapi imunosupresan memiliki risiko tinggi untuk timbulnya limfoma.
Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida, misalnya petani
Infeksi virus Epstien-Barr atau human T-cell lymphocytotropic virus (HTVL).
HTVL menyebabkan limfoma sel T
Genetik
Jenis kelamin

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Limfoma Hodgkin
Menurut Brunner&Suddart, untuk memudahkan dan menentukan penanganan, beratnya
penyakit Hodgkin diklasifikasikan sebagai berikut:
Tahap I
Penyakit terbatas pada satu nodus dan struktur disekitarnya, atau suatu organ atau
tempat diluar sistem limfatik.
Tahap II
Penyakit melibatkan lebih dari satu nodus atau kelompok nodus, tetapi masih terbatas
pada satu sisi diagfragma saja.
Tahap III
Penyakit ada dikedua sisi diatas dan bawah diagrfagma dan bisa hanya melibatkan
limpa, satu tempat diluar sistem limfatik atau keaduanya.
Tahap IV
Penyakit telah menyebar merata ke satu atau ekstra limfatik dengan atau tanpa
keterlibatan nodus limfe yang bersangkutan.

Menurut Rye, penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan


karakteristik dasar jaringan yang terlihat di bawah mikroskop.
Tipe Limfosit Predominan (Lymphocyte Predominance)
Tipe ini merupakan 3% - 5% dari kasus penyakit Limfoma Hodgkin. Gambaran
mikroskopik dari tipe ini yaitu terdapat limfosit kecil yang banyak dan hanya sedikit
sel Reed-Steinberg yang dijumpai. Dapat bersifat nodular atau difus. Perjalanan
penyakit ini tergolong lambat.
Tipe Sklerosis Noduler (Nodular Sclerosis)
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, sekitar 40% - 69% dari seluruh
penyakit Hodgkin, dimana gambaran mikroskopisnya ditandai oleh fibrosis dan
sklerosis yang luas, dimana suatu jaringan ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian
masuk ke dalam, mengelilingi kapsul abnormal. Dijumpai sel lakuna dan sejumlah
kecil sel Reed-Steinberg. Perjalanan penyakit ini tergolong sedang.
Tipe Selularitas Campuran (Mixed Cellularity)
Tipe ini merupakan 25%-30% dari penyakit Hodgkin. Pada gambaran mikroskopik
terdapat sel Reed-Steinberg dalam jumlah yang sedang dan seimbang dengan jumlah
limfosit
Tipe Deplesi Limfosit (Lymphocyte Depleted)
Tipe satu ini merupakan penyakit yang jarang ditemui yaitu sekitar kurang dari 5%
kasus dari Limfoma Hodgkin, namun tipe ini termasuk tipe yang cepat dan agresif.
Pada gambaran mikroskopik ditemukan banyak sel Reed-Steinberg sedangkan sedikit
sel limfosit.
Tipe ini dibagi menjadi dua yaitu subtipe retikuler (sel Reed-Steinberg dominan dan
sedikit limfosit) dan subtipe fibrosis difus (kelenjar getah bening diganti oleh jaringan
ikat yang tidak teratur, dijumpai sedikit limfosit, dan sel Reed-Steinberg juga
terkadang dalam jumlah yang sedikit.

Menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dan klasifikasi Ann Arbor (1971),
Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :
Stadium I : Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar getah bening saja atau
pada satu organ
Stadium II : Pada stadium ini, sudah melibatkan dua kelenjar getah bening yang
berbeda, namun masih terbatas dalam satu wilayah atas atau bawah diafragma tubuh

Stadium III : Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah bening atas dan juga bawah
diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar getah bening ke organ lainnya.
Stadium IV : Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada stadium iniyang terkena
bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian tubuh lainnya, seperti sumsum
tulang atau hati.
Menurut klasifikasi Ann Arbor, penentuan stadium didasarkan jenis patologi dan tingkat
keterlibatan. Jenis patologi (tingkat rendah, sedang, atau tinggi) didasarkan pada formulasi
kerja yang baru.
Formulasi kerja yang baru
Tingkat rendah: Tipe yang baik
1. Limfositik kecil.
2. Sel folikulas, kecil berbelah.
3. Sel folikulas dan campuran sel besar dan kecil berbelah
Tingkat sedang: Tipe yang tidak baik
1. Sel folikulis, besar.
2. Sel kecil berbelah, difus
3. Sel campuran besar dan kecil, difus.
4. Sel besar, difus
Tingkat tinggi: Tipe yang tidak menguntungkan
1. Sel besar imunoblastik.
2. Limfoblastik.
3. Sel kecil tak berbelah

Klasifikasi menurut WHO :


Nodular lymphocyte predominance Hodgkin lymphoma (nodular LPHL) : tipe ini
mempunyai sel limfosit dan histiocyte, CD-20 positif tetapi tidak memberikan
gambaran RS-cell.
Classic Hodgkin Lymphoma : Lymphocyte rich, nodular sclerosis, mixed cellularity,
lymphocyte depleted.
A: bila tanpa gejala sistemik
B : bila disertai gejala sistemik yaitu: panas badan 38C yang tak jelassebabnya;
penurunan berat badan 10 % atau berkeringat malam atau setiapkombinasi dari 3
gejala itu selama 6 bulan terakhir penyakit ini.

X : bila ada bulky mass ( 1/3 lebar thorax dan 10 cm untuk ukuran kelenjar).
S : bila limpa (spleen) terkena.Untuk menentukan luasnya penyakit diperlukan
prosedur staging tertentu.

Perbedaannya dengan Limfoma Non Hodgkin

D. PATOFISIOLOGI
P e n ya k i t H o d g k i n b i a s a n ya b e r a w a l s e b a g a i p e m b e s a r a n n o d u s l i m f e
t a n p a n ye r i . D u l u d i ya k i n i

b a h w a penyakit Hodgkin merupakan reaksi

radang luar biasa (mungkin terhadap agen infeksi)yang berperilaku seperti


neoplasma. Tetapi, kini secara luas diterima bahwa penyakitHodgkin merupakan
kelainan neoplasi dan bahwa sel Reed-Sternberg merupakan seltransformasi.
Tetapi asal-usul sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-teki. Sel Reed-Sternberg
tidak membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak seperti monosit, tidak memiliki
komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah menentukan berdasarkandari
penderita dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang agaknya berasal dari sel
Reed-Sternberg.
Sel Reed-Sternberg adalah sel B yang berkembang menjadi besar secara abnormal, menjadi
sel-sel kanker. Jika seharusnya sel-sel ini menjalani siklus sel normal hidup dan mati, namun
sel-sel ini tidak mati dan terus memproduksi sel B yang abnormal secara progresif. Kelenjar

getah bening membesar karena sel-sel ini juga menarik sel-sel kekebalan tubuh lainnya yang
normal.
Sel B merupakan jenis sel getah bening yang menjadi bagian penting dari respon sistem
kekebalan terhadap benda asing. Untuk melawan infeksi, biasanya sel B bekerja dengan sel T
yang matang dalam timus.
Diagnosis penyakit Hodgkin tergantung pada ditemukannya sel Reed-sternberg di nodus
limfatikus yang diambil. Begitu diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan pengkajian untuk
mengidentifikasi setiap lesi tumor didalam dan diluar sistem limfatik dan keterlibatan
keseluruhan tumor.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan limfoma Hodgkin, antara lain :
Pembesaran nodus limfe tanpa nyeri pada satu sisi leher dan kemudian menyebar.
Gangguan menelan akibat pembesaran nodus limfe.
Paralisis faringeal dan neural brakhial akibat penekanan pada saraf.
Edema ekstremitas akibat penekanan pada vena.
Obstruksi ikterik akibat penekanan pada kandung empedu.
Limpa teraba dan hepatomegali.
Anemia progresif.
Demam tinggi akibat peningkatan jumlah leukosit, dan jumlah PMN meningkat
secara abnormal.
Penurunan berat badan
Nyeri

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormal. Pada tahap
I sedikit klien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.
SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
SDM dan Hb/Ht : menurun.

Pemeriksaan SDM : dapat menunjukkan normositik ringan sampai sedang, anemia


normokromik (hiperplenisme).
LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit
malignansi. Berguna untuk mengawasi klien pada perbaikan dan untuk mendeteksi
bukti dini pada berulangnya penyakit.
Kerapuhan eritrosit osmotik : meningkat
Trombosit : menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan oleh
limfoma dan oleh hipersplenisme)
Test Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun, hasil negatif
biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
Besi serum dan TIBC : menurun.
Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
Kalsium serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
Asam urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi nukleoprotein dan
keterlibatan hati dan ginjal.
BUN : mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL
(SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi
keterlibatan organ.
Hipergamaglobulinemia umum : hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
Foto dada : dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus
atau efusi pleural
Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang
nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
Tomografi paru secara keseluruhan atau scan CT dada : dilakukan bila adenopati
hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediatinum.
CT scan abdominal : mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus
pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
Ultrasound

abdominal

mengevaluasi

luasnya

keterlibatan

nodus

limfa

retroperitoneal.
Scan tulang : dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit
nodul, khususnya diatas diagfragma.

Biopsi sumsum tulang : menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum


tulang terlihat pada tahap luas.
Biopsi nodus limfa : membuat diagnosa penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya
sel Reed-Steinberg.
Mediastinoskopi : mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus
mediastinal.
Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen nodus
retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa (Splenektomi adalah
kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak
biasa dilakukan kecuali klien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV.
Laporoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil
spesimen.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi.
Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma Hodgkin stadium I atau II
dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya adalah :
Radiasi.
Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja.
Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan
bersamaan dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka
diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama jika
klien berusia < 30 tahun. Umumnya klien anak diterpai dengan kemoterapi
kombinasi, tapi mungkin juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah.
Kemoterapi.
Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan kelenjar getah bening yang lebih
banyak atau organ lainnya, maka kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen
kemoterapi yang umum diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP, Stanford V, dan
MOPP. Regimen MOPP (terdiri dari mechlorethamine, Oncovin, procarazine, dan
prednisone) merupakan regimen standar, namun bersifat sangat toksik, sedangkan
regimen ABVD (terdiri dari doxorubicin/Adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan

dacarbazine) merupakan regimen yang lebih baru dengan efek samping yang lebih
sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini. Kemoterapi diberikan dalam beberapa
siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya kemoterapi diberikan sekitar 6-10
bulan.
Transplantasi sumsum tulang.
Jika penyakit kembali kambuh setelah remisi dicapai dengan kemoterapi inisial, maka
kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang atau sel induk perifer
autologus (dari diri sendiri) dapat membantu memperpanjang masa remisi penyakit.
Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak sumsum tulang, maka sebelumnya
dikumpulkan dulu sel induk darah perifer atau sumsum tulang.

PenyakitTahap Awal

Terapi

Prognosis Jinak ( stage 1 dan II tanpa faktor Radiasi atau 4-6 siklus ABVD atau EBVD
resiko)

plus radiasi

Prognosis Ganas (stage 1 dan II dengan faktor 4-6 siklus ABVD/MOPP plus radiasi
resiko)
Penyakit tahap lanjut

6-8 siklus ABVD, atau MOPP/ ABVD plus


radiasi pada limfoma sisa

Penyakit Kambuh
Kambuh setelah Radiasi

6-8 siklus kemoterapi dengan atau tanpa


radiasi

Relaps setelah kemoterapi primer

Kemoterapi salvage (ulangan) pada dosis


konvensional atau kemoterapi dosis tinggi dan
transplasntasi sel

I. KOMPLIKASI
Ketidakmampuan untuk memiliki keturunan (infertilitas)
Gagal fungsi hati
Gangguan pada paru-paru
Penyakit-penyakit kanker

Efek samping dari radiasi (seperti nausea, disfagia, esofagitis, dan hipotiroid) dan
kemoterapi (seperti penurunan jumlah sel darah, dapat menyebabkan meningkatnya
risiko pendarahan, infeksi, dan anemia).

J. ASUHAN KEPERAWATAN

LIMFOMA NON HODKIN


A. DEFINISI
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma
ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar
dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan
dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan
kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu
limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga dari kasus
yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah
orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma
mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar
kekelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.

B. ETIOLOGI
C. KLASIFIKASI
1.

Limfoma non Hodgkin agresif

Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
cepat atau level tinggi.karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini
tumbuh dengan cepat. Meskipun nama agresif kedengarannya sangat menakutkan,
limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun
pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,
sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya,

limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada
limfoma non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala,
dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering
ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab
lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening
pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah,
atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian
diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang
paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan,
biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam
stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.

D. PATOFISIOLOGI
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala

Penyebab

Kemungkinan
timbulnya gejala

Gangguan

Pembesaran kelenjar getah 20-30%

pernafasan

bening di dada

Pembengkakan
wajah
nafsu Pembesaran kelenjar getah 30-40%

Hilang

bening di perut

makan
Sembelit
Nyeri

berat

perut

perut kembung

atau

Pembengkakan

Penyumbatan pembuluh getah 10%

tungkai

bening di selangkangan atau


perut
berat Penyebaran limfoma ke usus 10%>

Penurunan

halus

badan
Diare
Malabsorbsi

Penyumbatan pembuluh getah 20-30%

Pengumpulan
cairan

di

sekitar bening di dalam dada

paru-paru
(efusi pleura)
Daerah

kehitaman Penyebaran limfoma ke kulit

10-20%

dan menebal di kulit


yang terasa gatal
berat Penyebaran

Penurunan

limfoma

ke 50-60%

seluruh tubuh

badan
Demam
Keringat di malam
hari
Anemia

Perdarahan ke dalam saluran 30%,

pada

(berkurangnya

pencernaan

bisa

jumlah
merah)

sel

akhirnya

darah Penghancuran

sel

merah

limpa

oleh

darah mencapai 100%


yang

membesar & terlalu aktif


Penghancuran

sel

darah

merah oleh antibodi abnormal


(anemia

hemolitik)

Penghancuran sumsum tulang


karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan

sumsum

tulang untuk menghasilkan


sejumlah sel darah merah
karena

obat

atau

terapi

penyinaran
Mudah

terinfeksi Penyebaran

oleh bakteri

ke

sumsum 20-30%

tulang dan kelenjar getah


bening,

menyebabkan

berkurangnya

pembentukan

antibody

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
H. PENATALAKSANAAN
I. KOMPLIKASI
Akibat langsung penyakitnya
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan
Aplasia sumsum tulang.
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
Neuritis oleh obat vinkristin6

J. ASUHAN KEPERAWATAN

DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC.
Brunner&Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Vol: 2. Jakarta: EGC.
FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
3. BagianIlmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.

Anda mungkin juga menyukai