JULIANA (1203121108)
MAULIA MUZITA (1203121182)
ROHAYA (1203121156)
SELVINA A.MUIS (1203121165)
ZULFAHMI SHOLIHAH (1203121158)
RINGKASAN
Zeolit merupakan alumina silikat hidrat yang mengandung logam alkali dan alkali
tanah. Salah satu pemanfaatan zeolit dalam berbagai penelitian adalah sebagai
katalis. Esterifikasi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Penggunaan Zeolit
Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas kelompok kimia katalisa.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada DR. NURHAYATI, M.Sc yang
telah bersedia memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
.................................................................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1
1.2
1.3
Biodiesel ........................................................................................
1.3.2
1.3.3
Karakterisasi biodiesel....................................................................
1.3.4
1.3.5
Katalis ............................................................................................
.........................................................................................................
10
1.3.6
Zeolit ..............................................................................................
.........................................................................................................
11
1.3.7
Karakterisasi katalis........................................................................
.........................................................................................................
15
1.3.8
Reaksi katalis................................................................................. .
.........................................................................................................
15
1.3.9
Sintesis katalis.................................................................................
.........................................................................................................
17
iii
.................................................................................................................................
18
2.1 Hasil ..........................................................................................................
...................................................................................................................
18
2.2 Pembahasan ..............................................................................................
...................................................................................................................
18
III. PENUTUP.......................................................................................................
............................................................................................................................
21
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................
...................................................................................................................
21
3.2 Saran .........................................................................................................
...................................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
iv
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data statistik dunia tahun 2009, bahwa cadangan minyak dunia
diperkirakan masih 1,333 triliun barrel yang akan habis dalam waktu 45,7 tahun (BP
Statistical Review of World Energy, 2010). Cadangan minyak bumi yang semakin
menipis mendorong eksplorasi bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Rudolf
Diesel, pada tahun 1900 menciptakan mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar
minyak nabati (minyak kacang tanah) (Knothe et al., 1997; Khan, 2002). Penelitian
awal masih memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam berbagai macam aspek
teknis dan ekonomis.
Biodiesel umumnya disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan
katalis basa seperti natrium alkoksida, natrium dan kalium hidroksida, atau natrium
dan kalium karbonat (Pinto et al., 2005). Kendala yang dihadapi dalam penggunaan
biodiesel adalah harganya yang lebih mahal dibandingkan bahan bakar solar.
Penggunaan bahan baku yang melimpah dan murah merupakan upaya dalam
menekan biaya produksi biodiesel.
Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang melimpah.
Minyak jelantah (minyak goreng bekas) mempunyai kandungan asam lemak bebas
yang tinggi hingga 5-30% b/b (Gerpen, 2005), 3-40% b/b (Srivastava & Prasad,
2000). Kadar asam lemak bebas ini akan menimbulkan reaksi penyabunan apabila
bereaksi dengan kalium atau natrium hidroksida (Yan et al., 2009; Salimon et al.,
2012), sehingga menghambat pembentukan biodiesel. Salah satu metode untuk
mengatasinya yaitu melakukan esterifikasi (pra-transesterifikasi) terhadap minyak
jelantah
untuk mengurangi
transesterifikasi. Tujuan esterifikasi mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester
(biodiesel). Esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis asam seperti HCl dan H 2SO4
(Pinto et al., 2005), namun dengan pertimbangan kemudahan pemisahan dan
ekonomis maka perlu dicari katalis alternatif menggunakan katalis heterogen. Katalis
heterogen yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel seperti clay dan zeolit
(Lee et al. 2009).
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan memahami
penggunaan zeolit alam sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel yang dilakukan
oleh Aziz, et al pada tahun 2011.
1.3
Landasan Teori
1.3.1
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak yang
bisa diperbaharui yaitu minyak nabati atau hewani. Biodiesel dapat bekerja pada
mesin diesel konvensional, meskipun tanpa perlu ada modifikasi ataupun dengan
penambahan converter kit.
Biodiesel terdiri dari 11 persen oksigen dan tidak mengandung balerang,
sehingga penggunaan biodiesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon yang
tak terbakar, karbon monoksida dan partikulat kasar seperti karbon dan debu. Selain
2
itu, dapat pula memperpanjang umur mesin karena lebih berpelumas dibanding
petroleum diesel (Saputera, 2001).
Menurut Saiyfuddin dan Chua (2004), biodiesel akan menjadi energi yang
mempunyai prospek dan masa depan yang cerah karena ramah lingkungan, dapat
didegradasi dan bebas sulfur. Pada lingkungan aquatik biodiesel terdegradasi 85,5 88,5% sedangkan solar hanya mampu 26,24%. Hal ini menjadikan biodiesel
memungkinkan untuk beberapa kategori pada industri seperti rekreasi, niaga, patrol
pantai ataupun riset. Selain aman dibawa dan disimpan seperti petrodiesel dan 80%
petrodiesel atau yang lebih dikenal B20. Semakin besar komposisi biodiesel pada
campuran dengan petrodiesel, semakin berkurang pula emisi gas yang dihasilkan.
1.3.2 Proses sintesis biodiesel
pergantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang
menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi
bahan yang digunakan bukan air melainkan alkohol (Hambali, 2006).
Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi
bentuk ester yang lain. Suatu ester adalah rantai hidrokarbon yang akan terikat
dengan molekul yang lain. Satu molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester yang
terikat pada satu molekul gliserol. Sekitar 20% molekul minyak nabati adalah
gliserol.
Dalam suatu transesterifikasi atau reaksi alkoholisis satu mol trigliserida
bereaksi dengan tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol
alkil ester asam lemak berikutnya. Proses tersebut merupakan suatu rangkaian dari
reaksi reversible, yang di dalamnya molekul trigliserida diubah tahap demi tahap
menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol (Hanna dan Ma, 1999).
Dari persamaan reaksi dibawah ini dapat dilihat bahwa tiap mol molekul
trigliserida mengandung 3 gugus asam lemak bebas, jadi tiap mol trigliserida akan
bereaksi dengan metanol sehingga menghasilkan 1 mol trigliserida dan 3 mol ester
asam lemak. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan
metil ester (biodiesel) :
CH2
COR1
3CH3OH + CH2
COR2
R2COOCH3 + CHOH
CH2
COR3
R3COOCH3
CH2OH
Metil Ester
Gliserol
Metanol
Trigliserida
Gambar 1.
Faktor
OH-
penting
R1COOCH3
CH2OH
mempengaruhi
reaksi
transesterifikasi
adalah
perbandingan molar antara trigliserida dan alkohol, jumlah metanol, dan natrium
hidroksida, temperatur reaksi dan waktu reaksi. Perbandingan molar antara
trigliserida dan alkohol yang digunakan biasanya 6:1-30:1 (Demirbas, 2006).
Selain proses transesterifikasi, ada beberapa cara lain yang bisa digunakan
untuk memproduksi biodiesel yaitu proses blending, pirolisis dan mikroemulsifikasi.
Proses blending merupakan pencampuran antara minyak nabati dengan bahan bakar
diesel dengan perbandingan tertentu. Proses ini menghasilkan endapan karbon dan
viskositas yang tinggi serta pengentalan minyak pelumas. Pirolisis menunjukkan
reaksi yang terdekomposisi termal maksudnya reaksi yang terurai akibat adanya
energi panas, dimana kelemahan dari proses ini adalah viskositasnya terlalu tinggi,
abu
dan
residu
karbonnya
melebihi
nilai
diesel
fosil.
Sementara
itu,
Metoda
Nilai
Massa Jenis pada 40 C
850-890 Kg/m3
Viskositas pada suhu 2,3-6,0 mm2/s
ASTM D 1289
ASTM D 445
Setara
ISO 3675
ISO 3104
400C
Titik Nyala
Min.
ASTM D 93
ISO 2710
Kandungan Air
100
Maks.
%volume
ASTM D 2709
Angka asam
0.05
Maks.
Mg KOH/g
Residu karbon
0.8
0.03
%-m
ASTM D 4530
1. Bilangan asam
5
itu,
keberadaan
air
akan
menyebabkan
korosi
dan
pertumbuhan
mikroorganisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat
menyebabkan penyumbatan dan kerusakan mesin.
5. Titik nyala
Titik nyala adalah temperatur terendah dari sampel saat api pencoba dapat
menyalakan uap diatas permukaan sampel pada saat pemeriksaan. Tujuan penentuan
titik nyala ini adalah untuk keamanan dalam penanganan, transportasi dan
penyimpanan bahan bakar tersebut (Silaban, 1993).
6. Karbon residu
Residu karbon adalah kandungan karbon yang masih tersisa setelah
mengalami pembakaran selama waktu tertentu yang biasanya ditentukan dengan
persen berat.
1.3.4 Minyak goreng
Minyak goreng adalah produk turunan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa
sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor dua di dunia.
Karena kandungan asam lemak jenuhnya tinggi (hampir 50%), maka minyak sawit
kadang-kadang dianggap sama dengan minyak hewan yang juga jenuh seperti
mentega dan lard (lemak babi).
Tabel 2. Komponen asam lemak minyak kelapa sawit (Ketaren, 2005)
Asam Lemak
Kadar (%)
Asam kaprilat
Asam kaproat
Asam laurat
Asam miristat
1.1-2.5
Asam palmitat
40-46
Asam stearat
3.6-4.7
Asam oleat
39-45
Asam linoleat
7-11
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu: zat warna alamiah dan
zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna terbuat
7
antara lain terdiri dari dan karoten, xantofil, dan anthosyianin. Zat warna ini
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan
kemerah-merahan.
Pigmen yang merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang
bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tak
jenuh dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten juga ikut terhidrogenasi sehingga
intensitas warna kulit kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu
tinggi dan jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning akan hilang
(Kateran, 1986).
1. Minyak goreng bekas
Selama penggorengan minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi 170-1800C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawasenyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan
kesehatan manusia. Proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan.
Kerusakan minyak mengakibatkan bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan
lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), perubahan indeks refraksi,
angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa
dan adanya kotoran dari bumbu bahan yang digoreng. Semakin sering digunakan
tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.
2. Bahaya minyak goreng bekas
Minyak bukan hanya media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai
makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorpsi dan masuk
kebagian luar minyak goreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air.
Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-50% minyak. Konsumsi minyak yang
rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam
pembuluh darah dan penurunan nilai cerna lemak.
Berdasarkan penelitian juga disebutkan kemungkian adanya senyawa
karsinogenik dalam minyak yang dipanaskan. Ini dibuktikan dari bahan pangan
8
berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu
selama penggorengan juga akan terbentuk senyawa akrolein yang bersifat racun dan
menimbulkan rasa gatal pada tenggrokan.
3. Pemurnian minyak goreng bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, baik untuk dikonsumsi kembali maupun digunakan sebagai bahan baku
produk. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta
bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan
sebelum digunakan kembali. Pemurnian minyak goreng ini meliputi 4 tahap proses
menurut Wijana (2005), yaitu:
1. Penghilangan bumbu (despicing)
Despicing merupakan proses penendapan dan pemisahan kotoran akibat
bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel
halus tersuspensi atau berbentuk koloid sperti protein, karbohidrat, garam,
gula dan bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam
minyak.
2. Netralisasi
Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak dengan mereaksikan asam lemak bebas tersebut dengan larutan basa
sehingga terbentuk sabun. Proses ini juga dapat menghilangkan bahan
penyebab warna gelap, sehingga minyak menjadi lebih jernih.
3. Pemucatan
Pemucatan adalah usaha untuk menghilangkan zat warna alami dan zat warna
lain yang merupakan degradasi zat alamiah, dan warna akibat oksidasi.
4. Pengilangan bau (deodorisasi)
Deodorisasi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang menentukan rasa
dan bau tidak enak pada minyak.
4.
Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat menigkatkan laju reaksi kimia dan zat
tersebut tidak terlibat dalam reaksi secara permanen. Dengan demikian, pada akhir
reaksi katalis tidak bergabung dengan senyawa produk reaksi. Entalpi reaksi dan
faktor-faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan
produk, sehingga tidak dapat diubah dengan katalis. Dengan adanya katalis dapa
mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi,
sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain.
Berdasarkan fasanya, katalis dapat digolongkan menjadi katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis homogen ialah katalis yang mempunyai fasa yang sama
dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang
berbeda dengan campuran reaksinya. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan
katalis homogen karena heterogenitas permukaannya.
Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak menggunakan katalis homogen,
seperti asam dan basa. Penggunaan katalis homogen ini menimbulkan permasalahan
pada produk yang dihasilkan, misalnya masih mengandung katalis, yang harus
dilakukan separasi lagi. Selain itu penggunaan katalis basa juga dapat menimbulkan
reaksi samping yaitu reaksi penyabunan sehingga mempengaruhi proses pembuatan
biodiesel (Buchori dan Widayat, 2009).
10
1.3.6
Zeolit
Kata zeolit berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu zeo yang berarti
mendidih dan litos yang berarti batu. Zeolit merupakan alumina silikat hidrat yang
mengandung
logam
alkali
dan
alkali
tanah
dengan
rumus
empiris
(M2+,M2+)O.Al2O3.xSiO2.yH2O, (M+ adalah Na atau K, dan M2+ adalah Mg, Ca, atau
Fe) termasuk dalam kelompok tektosilikat, memiliki bentuk tetrahedral SiO 4 tiga
dimensi supercages.
Struktur zeolit
Struktur tektosilikat (Gambar 2) mengandung beberapa atom Si digantikan
oleh atom Al melalui substitusi isomorfik, menghasilkan struktur bermuatan negatif
yang berasal dari perbedaan muatan antara tetrahedral (AlO4)5- dan (SiO4)4-. Sisi
negatif ini diseimbangkan oleh kation yang dapat dipetukarkan, biasanya oleh alkali
dan alkali tanah, dapat digantikan oleh kation lain dalam larutan seperti Pb, Cd, Cu,
Zn, dan Mn, sehingga memungkinkan zeolit bersifat sebagai penukar ion (Valdes et
al., 2006).
Zeolit alam
Zeolit terdapat secara alami di bumi. Penggunaan zeolit alam untuk remediasi
lingkungan (senyawa organik dan ion logam berat) telah banyak dilaporkan. Aplikasi
11
zeolit alam yang paling awal adalah untuk menghilangkan dan memurnikan
radioisotop cesium (Cs) dan stronsium (Sr). Zeolit alam diklasifikasikan sebagai
adsorben murah karena keberadaannya yang luas dan ekstraksi serta persiapannya
yang murah. Zeolit alam juga memberikan ketertarikan yang tersendiri bagi kalangan
ilmuwan, terutama karena sifatnya seperti kemampuan pertukaran ion dan luas
permukaan yang tinggi. Zeolit menawarkan potensi untuk berbagai kegunaan seperti
penyaring molekul, penukar ion, adsorben, katalis, bahan pengisi deterjen, penghilang
kation dari sumber pembuangan asam dan air limbah industri. Zeolit memiliki afinitas
yang kuat untuk ion logam berat (Jamil et al., 2010).
Jenis zeolit alam
Jenis zeolit alam yang sudah ditemukan dan dikelompokkan menjadi tiga
bagian berdasarkan perbandingan Si/Al, yaitu: kadar silika rendah, kadar silika
sedang dan kadar silika tinggi. Klinoptilolit dan mordenit adalah jenis zeolit alam
dengan kandungan silika tinggi. Struktur kristal klinoptilolit memiliki rongga 2dimensi, yang dibentuk oleh lapisan tetrahedral. Rongga A (tersusun dari 10-unit
cincin, diameter 0,44 x 0,72 nm) dan rongga B (tersusun dari 8-unit cincin, diameter
0,41 x 0,47 nm) yang sejajar satu sama lain, sementara rongga C (tersusun dari 8-unit
cincin, diameter 0,40 x 0,55 nm) merupakan perpotongan rongga A dan B.
Pengutuban dari 8 dan 10-unit cincin membentuk sistem saluran non polar (Korkuna
et al. 2006). Menurut Ghiara et al. (1999), secara konvensional, komposisi batas
klinoptilolit adalah Si/A1> 4.0 dan (Na + K) > (Ca + Sr + Ba).
Struktur Klinoptilolit tidak hancur setelah pemanasan selama 12 jam pada
suhu 750C. Namun, struktur Klinoptilolit yang mengandung kapur akan hancur
antara suhu 450-550C. Struktur kristal mordenit lebih rumit dibandingkan
klinoptilolit. Mordenit terdiri dari dua jenis rongga pori yang berbeda jenisnya dan
sistem kosong. Rongga A dibentuk oleh himpunan 12-unit cincin, yang masingmasing memiliki 12 atom oksigen. Rongga B terbentuk dari 8-unit cincin di mana
masing-masing memiliki 8 atom oksigen. Rongga A berbentuk elips, dengan diameter
0,65 x 0,70 nm, sedangkan diameter 8-unit cincin adalah 0,26 x 0,57 nm. Rongga A
dan B saling berhubungan tegak lurus melalui rongga tabung B, dalam bentuk
12
kantong kecil (Korkuna et al., 2006). Mordenit sering bersamaan dengan klinoptilolit,
menunjukkan kondisi yang sama dalam pembentukan. Mordenit menunjukkan rasio
Si/A1 berkisar 4.2-5.9, memiliki Ca 1.6-2.5, Na 2.0-5.0, dan K 0.1-0.8 atom per
satuan sel. Rasio Si/A1 sangat tinggi dalam mordenit menghasilkan stabilitas termal
yang tinggi. Struktur rangka menunjukkan sedikit perubahan akibat dari dehidrasi,
dan mineral yang stabil sampai 900 C (Ghiara et al., 1999). Gambar 3 dan 4,
berturut-turut menunjukkan struktur kristal klinoptilolit dan mordenit.
13
Zeolit alam pada umumnya memiliki stabilitas termal yang tidak terlalu
tinggi, ukuran pori tidak seragam dan aktivitas katalitik rendah sehingga perlu
dilakukan modifikasi atau aktivasi. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan perlakuan
asam, yaitu mereaksikan zeolit dengan larutan asam seperti HCl, HF, dan NH 4Cl
(Trisunaryanti et al., 2000), HCl, HNO3, H2SO4, dan H3PO4 (Heraldy et al., 2003).
Zeolit alam teraktivasi dimungkinkan dapat digunakan sebagai katalis asam dalam
reaksi esterifikasi pada pembuatan biodiesel.
Zeolit alam dapat digunakan sebagai alternatif potensial untuk esterifikasi
katalis dengan meminimalkan keberadaan air yang memiliki pengaruh kandungan air
pada yield hasil konversi. Sebelum digunakan sebagai katalis, zeolit alam terlebih
dahulu diaktivasi. Harjanti (2008) mengaktifkan zeolit alam klinoptilolite yang
berasal dari Lampung dengan merebusnya di dalam larutan NaOH 1 N selama 3 jam
pada suhu 100C dan didapatkan Na-zeolit. Trisunaryanti (2005) mengaktifkan zeolit
dengan merendamnya ke dalam 125 mL larutan HCl 6 N kemudian disaring dan
dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3,
dikeringkan pada suhu 130oC selama 3 jam dalam oven. Zeolit yang didapatkan
berbentuk H-Zeolit.
Keuntungan penggunaan katalis zeolit alam pada pembuatan biodiesel adalah
proses esterifikasi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas dapat
dilakukan sekaligus dengan reaksi transesterifikasi trigliserida (Aziz et al, 2011).
Suirta (2009) dan Yuliani (2008) melakukan dua tahap reaksi untuk mendapatkan
biodiesel dari minyak goreng bekas. Tahap pertama dilakukan reaksi esterifikasi asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas menggunakan katalis asam.
Tahap kedua dilakukan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa.
Dengan menggunakan katalis zeolit kedua reaksi tersebut dapat dilakukan sekaligus
karena zeolit dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi maupun
transesterifikasi (Susanto, 2008). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak
balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan
hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan
pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan.
14
1.3.7
Karakterisasi Katalis
Karakterisasi katalis meliputi analisis penentuan situs asam dan pengaruh
Reaksi Katalisis
Reaksi pada katalisis heterogen terjadi pada permukaan katalis, adapun
kesetimbangan pada satu adsorbat atau akan dihasilkan produk baru ketika fasa
gas teradsorpsi.
4. Produk terdesorpsi
Produk yang dihasilkan akan terdesorpsi yang disebabkan oleh tumbukan
langsung atau bisa juga disebabkan oleh factor-faktor yang menyebabkan
kesetimbangan kimia. Pada saat reaksi terjadi reaktan berada pada konsentrasi
dan tekanan yang konstan. Ketika terjadi reaksi kimia pada permukaan katalis
oleh fasa gas akan membentuk produk pada temperature dan tekanan yang
tinggi. Pada proses ini katalis bertindak sebagai adsorben, logam atau gas yang
bertindak sebagai reakan akan menyerang katalis sehingga akan terentuk
produk.
5. Diffusi produk dari permukaan
Diffusi produk dari permukaan terjadi sangat cepat.
Berikut ini adalah reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis:
I.3.9
Sintesis katalis
Sintesis zeolit dikembangkan pada tahun 1960an untuk proses FCC ( Fluid
Catalytic Cracking) yaitu reaksi perengkahan berkatalis. Reaksi ini terjadi melalui
senyawa antara ion karbonium sehingga dikatalisis oleh asam Bronsted. Karakteristik
katalis yang berhubungan langsung dengan aktivitasnya adalah desorptivitas dan
16
2.1 Hasil
2.1.1 Pengaruh konsentrasi zeolit
17
Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi zeolit dengan yield biodiesel (Waktu 5 jam,
suhu 60 oC, perbandingan minyak : metanol (1:4).
2.2
2.2.1
Pembahasan
Pembuatan biodiesel
Pada penelitian yang dilakukan Aziz, et al (2011) pencampuran zeolit dan HCl
dilakukan dengan proses perendaman saja. Sementara itu, proses pembuatan biodiesel
sesuai penelitian oleh Kartika (2008) dilakukan dengan diaduk dengan stirrer terlebih
dahulu untuk mempercepat terjadinya reaksi pertukaran kation. Hal ini dikarenakan,
tekanan yang lebih besar menyebabkan tumbukan antara partikel zeolit dan HCl lebih
cepat dan efektif untuk terjadinya reaksi. Untuk proses penyempurnaan reaksi juga
diperlukan proses pemanasan (refluks), karena partikel padat zeolit yang kurang
homogen akan lebih sulit bereaksi jika dikontakkan dengan larutan HCl.
Secara umum kenaikan suhu akan menyebabkan gerakan molekul semakin
cepat (tumbukan antara molekul reaktan meningkat) atau energi kinetik yang dimiliki
molekul reaktan semakin besar sehingga terdapat lebih banyak molekul dapat
mengatasi energi aktivasi atau dengan kata lain peningkatan suhu akan meningkatkan
probabilitas molekul dengan energi yang sama atau lebih tinggi dari energi aktivasi
(Pachenkov dan Lebedev 1976). Keadaan ini menyebabkan kecepatan reaksi semakin
meningkat sehingga konversinya meningkat.
18
Setelah proses mengontakkan zeolit dan HCl, zeolit dikeringkan pada suhu
1050C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada
zeolit. Kandungan air harus dihilangkan agar kinerja zeolit menjadi optimum. Proses
aktivasi yang paling penting adalah pada proses kalsinasi. Proses kalsinasi
menyebabkan pori-pori zeolit menjadi terbuka, sehingga efektif untuk digunakan
sebagai katalis. Pada penelitian Kartika (2008), zeolit yang diperoleh dinamakan
Zeolit Alam-H (ZAH). Sementara itu, zeolit yang digunakan oleh Aziz, et al (2011)
belum homogen mengikat ion H+ dan memiliki pori-pori yang sebagian besar masih
tertutup oleh mineral-mineral ataupun senyawa organik karena tidak dikalsinasi. Hal
ini tentunya membuat kinerja zeolit yang digunakan pada penelitian ini menjadi
kurang efektif.
Menurut Aziz, et al (2011) dengan katalis zeolit proses esterifikasi asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas dapat dilakukan sekaligus
dengan reaksi transesterifikasi trigliserida. Berdasarkan penelitian katalis yang
digunakan adalah zeolit yang teraktivasi oleh ion H+ (ZAH). ZAH bersifat asam
karena menurut Bronsted defenisi asam adalah akseptor PEB/donor proton (H+).
Kartika (2012) melakukan 2 tahapan dalam pembuatan biodiesel dengan
menggunakan katalis ZAH, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi
merupakan perlakuan awal pada minyak jelantah sebagai usaha untuk menurunkan
kandungan asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Dengan semakin kecilnya
kadar asam lemak bebas, maka sabun yang terbentuk semakin sedikit dan hasil metil
ester yang diperoleh semakin besar atau dengan kata lain trigliserida sisa yang tidak
terkonversi semakin kecil. Keadaan ini dapat terjadi karena proses esterifikasi dengan
ZAH mengubah asam lemak bebas menjadi metil ester sehingga meminimalkan
reaksi penyabunan. Sehingga, penelitian yang dilakukan oleh Aziz, et al (2011) hanya
menggunakan proses esterifikasi tanpa proses transesterifikasi dengan menggunakan
ZAH.
H+
RCOOH
CH3OH
19
RCOOCH3 +
H2O
Asam Lemak
2.2.2
Metanol
Metil Ester
Air
konsentrasi katalis dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
pada konsentrasi katalis 0,5%, biodiesel yang dihasilkan mencapai 6%. Penambahan
katalis sampai 1% menyebabkan peningkatan hasil biodiesel. Pada kondisi ini
biodiesel yang dihasilkan mencapai 12%. Pada dasarnya katalis ZAH merupakan
zeolit alam yang diaktivasi dengan HCl 6N telah mengalami dealuminasi sehingga
rasio Si/Al dalam kristal zeolit meningkat diiringi pula dengan kenaikan
keasamannya (Rabo et al. dalam Rebeiro 1984) dengan demikian sifat katalis ZAH
adalah asam. Dengan semakin besar jumlah konsentrasi katalis ZAH diharapkan akan
meningkatkan laju reaksi pada pembuatan biodiesel. Kenaikan konsentrasi katalis
tidak menyebabkan pergeseran kesetimbangan ke arah pembentukan metil ester,
tetapi menyebabkan turunnya energi aktivasi. Dengan demikian akan meningkatkan
kualitas tumbukan antar molekul reaktan yang mengakibatkan kecepatan reaksi
esterifikasi menjadi naik maka konversi metil ester juga menjadi semakin tinggi.
Pemakaian katalis untuk pembuatan biodiesel agar diperoleh konversi maksimal
diperlukan konsentrasi katalis yang berbeda-beda bergantung pada jenis katalis dan
kondisi reaksinya.
Pada konsentrasi katalis ZAH 1% terjadi penurunan yield biodiesel. Konsentrasi
katalis 2% mendapatkan yield biodiesel 8%. Yield biodiesel turun sampai 5% pada
konsentrasi katalis 4%. Hal ini diperkirakan karena terjadinya kompetisi dari metanol
dalam reaksi esterifikasi sebagai reaktan dan sebagai pelarut. Selain berperan sebagai
reaktan, metanol juga berperan sebagai pelarut protik yang dapat menyeimbangkan
anion yang terbentuk dari katalis setelah melepaskan proton (dari situs asam Bronsted
katalis). Pada penggunaan katalis sebanyak 2%, semakin banyaknya anion yang
terbentuk setelah situs asam Bronsted dari katalis melepaskan proton untuk proses
katalitik. Akibatnya semakin banyak pula metanol yang dibutuhkan untuk
menyeimbangkan anion dari katalis tersebut. Hal ini mengakibatkan metanol yang
20
terlibat dalam reaksi akan berkurang dari seharusnya, sehingga reaksi esterifikasi
menjadi tidak optimal dan asam lemak bebas yang ada dalam minyak jelantah tidak
seluruhnya menjadi ester. Adanya asam lemak bebas akan mengganggu dalam reaksi
transesterifikasi sehingga mengakibatkan konversi biodiesel yang dihasilkan menjadi
berkurang.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al., (2011) dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Zeolit teraktivasi HCl (ZAH) dapat digunakan sebagai katalis dalam proses
pra-transesterifikasi (esterifikasi) dalam pembuatan biodiesel.
2. Kondisi terbaik untuk pembuatan biodiesel dengan menggunakan zeolit
sebagai katalis didapat pada waktu reaksi 5 jam dan konsentrasi zeolit 1%.
Yield biodiesel yang dihasilkan pada kondisi terbaik sebesar 12%.
3.2 Saran
Agar penelitian ini dapat terus dikembangkan maka disarankan untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut misalnya: melakukan penelitian yang sama tetapi dengan
analisis karakterisasi biodiesel yang dihasilkan. Dengan demikian, dapat diketahui
produksi biodiesel memenuhi standar untuk digunakan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
21
22
Rebeiro, F.R., Rodrigues, A.E., Rollman, L.D. & Naccache, C. 1984. Zeolite Science
and Technology. Denhaag: Martinus Nijhoff Publisher.
Rohaeti E. 2007. Pencegahan pencemaran lingkungan oleh logam berat krom limbah
cair penyamakan kulit (studi kasus di kabupaten Bogor) [disertasi].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salimon, J., Abdullah, B.M & Salih, N 2.012. Saponification of jatropha curcas seed
oil: optimization by D-optimal design. Int J chem eng 2012: 574780.
Srivastava, A & Prasad, R. 2000. Triglycerides-based diesel fuels. renew Sust Energ
Rev 4(2): 111-133.
Sudarmadji, M., Haryanto, B., Suhardi., 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Suirta, I.W., 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal
Kimia, Vol.3. No.1, 1-6.
23
24
25