Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KIMIA KATALISA

PENGGUNAAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS


DALAM PEMBUATAN BIODIESEL
DISUSUN OLEH

JULIANA (1203121108)
MAULIA MUZITA (1203121182)
ROHAYA (1203121156)
SELVINA A.MUIS (1203121165)
ZULFAHMI SHOLIHAH (1203121158)

DOSEN PEMBIMBING : DR. NURHAYATI, M.Sc

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PEKANBARU
UNIVERSITAS RIAU
2014

PENGGUNAAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS DALAM


PEMBUATAN BIODIESEL

RINGKASAN
Zeolit merupakan alumina silikat hidrat yang mengandung logam alkali dan alkali
tanah. Salah satu pemanfaatan zeolit dalam berbagai penelitian adalah sebagai
katalis. Esterifikasi

minyak jelantah menjadi biodiesel telah dilakukan

menggunakan katalis zeolit alam aktif (ZAH). Pembuatan biodiesel dilakukan


pada suhu 60oC, perbandingan minyak dan metanol 1:4 (b/b) dengan
memvariasikan waktu reaksi dan konsentrasi katalis zeolit. Aktivasi zeolit melalui
proses perendaman dengan HCl, dilanjutkan pengeringan pada suhu 1050C.
Pengaruh konsentrasi katalis ZAH dikaji dengan variasi konsentrasi 0,5; 1; 2; 3; 4
dan 5% (b/b) pada suhu konstan. Pengaruh waktu dikaji dengan variasi 1, 3, 5
dan 7 jam pada konsentrasi katalis konstan. Konversi biodiesel ditentukan dengan
perbandingan massa biodiesel yang didapat dengan massa awal minyak jelantah
yang digunakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu reaksi 5 jam dan
konsentrasi katalis zeolit 1% memberikan yield biodiesel terbesar yaitu 12%. Dari
hasil penelitian ZAH dapat digunakan sebagai katalis dalam proses pratransesterifikasi (esterifikasi) dalam pembuatan biodiesel.

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Penggunaan Zeolit
Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas kelompok kimia katalisa.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada DR. NURHAYATI, M.Sc yang
telah bersedia memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam

menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang


berlipat ganda atas semua kebaikan yang diberikan.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Pekanbaru, 01 Oktober 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
.................................................................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1
1.2

Latar Belakang ...........................................................................................


Tujuan Penulisan ........................................................................................

1.3

Landasan Teori ..........................................................................................


1.3.1

Biodiesel ........................................................................................

1.3.2

Proses sintesis biodiesel .................................................................

1.3.3

Karakterisasi biodiesel....................................................................

1.3.4

Minyak goreng ...............................................................................

1.3.5

Katalis ............................................................................................
.........................................................................................................
10

1.3.6

Zeolit ..............................................................................................
.........................................................................................................
11

1.3.7

Karakterisasi katalis........................................................................
.........................................................................................................
15

1.3.8

Reaksi katalis................................................................................. .
.........................................................................................................
15

1.3.9

Sintesis katalis.................................................................................
.........................................................................................................
17

1.3.10 Gliserol ...........................................................................................


.........................................................................................................
17
II. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................

iii

.................................................................................................................................
18
2.1 Hasil ..........................................................................................................
...................................................................................................................
18
2.2 Pembahasan ..............................................................................................
...................................................................................................................
18
III. PENUTUP.......................................................................................................
............................................................................................................................
21
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................
...................................................................................................................
21
3.2 Saran .........................................................................................................
...................................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

iv

I.
1.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data statistik dunia tahun 2009, bahwa cadangan minyak dunia

diperkirakan masih 1,333 triliun barrel yang akan habis dalam waktu 45,7 tahun (BP
Statistical Review of World Energy, 2010). Cadangan minyak bumi yang semakin
menipis mendorong eksplorasi bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Rudolf
Diesel, pada tahun 1900 menciptakan mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar
minyak nabati (minyak kacang tanah) (Knothe et al., 1997; Khan, 2002). Penelitian
awal masih memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam berbagai macam aspek
teknis dan ekonomis.
Biodiesel umumnya disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan
katalis basa seperti natrium alkoksida, natrium dan kalium hidroksida, atau natrium
dan kalium karbonat (Pinto et al., 2005). Kendala yang dihadapi dalam penggunaan
biodiesel adalah harganya yang lebih mahal dibandingkan bahan bakar solar.
Penggunaan bahan baku yang melimpah dan murah merupakan upaya dalam
menekan biaya produksi biodiesel.
Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang melimpah.
Minyak jelantah (minyak goreng bekas) mempunyai kandungan asam lemak bebas
yang tinggi hingga 5-30% b/b (Gerpen, 2005), 3-40% b/b (Srivastava & Prasad,
2000). Kadar asam lemak bebas ini akan menimbulkan reaksi penyabunan apabila
bereaksi dengan kalium atau natrium hidroksida (Yan et al., 2009; Salimon et al.,
2012), sehingga menghambat pembentukan biodiesel. Salah satu metode untuk
mengatasinya yaitu melakukan esterifikasi (pra-transesterifikasi) terhadap minyak
jelantah

untuk mengurangi

kadar asam lemak

bebas sebelum dilakukan

transesterifikasi. Tujuan esterifikasi mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester
(biodiesel). Esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis asam seperti HCl dan H 2SO4
(Pinto et al., 2005), namun dengan pertimbangan kemudahan pemisahan dan
ekonomis maka perlu dicari katalis alternatif menggunakan katalis heterogen. Katalis
heterogen yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel seperti clay dan zeolit
(Lee et al. 2009).

Indonesia memiliki cadangan deposit zeolit alam yang melimpah dengan


kandungan utama mordenit dan klinoptilolit dengan kadar bervariasi. Zeolit alam ini
masih banyak bercampur dengan pengotor (impurities). Zeolit alam pada umumnya
memiliki stabilitas termal yang tidak terlalu tinggi, ukuran pori tidak seragam dan
aktivitas katalitik rendah sehingga perlu dilakukan modifikasi atau aktivasi. Aktivasi
zeolit dapat dilakukan dengan perlakuan asam, yaitu mereaksikan zeolit dengan
larutan asam seperti HCl, HF, dan NH 4Cl (Khairinal & Trisunaryant 2000), HCl,
HNO3, H2SO4, dan H3PO4 (Heraldy et al., 2003). Zeolit alam teraktivasi
dimungkinkan dapat digunakan sebagai katalis asam dalam reaksi esterifikasi pada
pembuatan biodiesel. Ketersediaan minyak jelantah dan zeolit alam yang melimpah
membuat Indonesia berpotensi memproduksi biodiesel dengan biaya produksi ringan.
Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan biodiesel dengan satu tahap reaksi
berbahan baku minyak jelantah dan zeolit alam sebagai sumber katalis asam untuk
esterifikasi. Esterifikasi dilakukan dengan memvariasikan waktu dan konsentrasi
katalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dan konsentrasi
katalis terhadap konversi biodiesel.
1.2

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan memahami

penggunaan zeolit alam sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel yang dilakukan
oleh Aziz, et al pada tahun 2011.
1.3

Landasan Teori

1.3.1

Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak yang

bisa diperbaharui yaitu minyak nabati atau hewani. Biodiesel dapat bekerja pada
mesin diesel konvensional, meskipun tanpa perlu ada modifikasi ataupun dengan
penambahan converter kit.
Biodiesel terdiri dari 11 persen oksigen dan tidak mengandung balerang,
sehingga penggunaan biodiesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon yang
tak terbakar, karbon monoksida dan partikulat kasar seperti karbon dan debu. Selain
2

itu, dapat pula memperpanjang umur mesin karena lebih berpelumas dibanding
petroleum diesel (Saputera, 2001).
Menurut Saiyfuddin dan Chua (2004), biodiesel akan menjadi energi yang
mempunyai prospek dan masa depan yang cerah karena ramah lingkungan, dapat
didegradasi dan bebas sulfur. Pada lingkungan aquatik biodiesel terdegradasi 85,5 88,5% sedangkan solar hanya mampu 26,24%. Hal ini menjadikan biodiesel
memungkinkan untuk beberapa kategori pada industri seperti rekreasi, niaga, patrol
pantai ataupun riset. Selain aman dibawa dan disimpan seperti petrodiesel dan 80%
petrodiesel atau yang lebih dikenal B20. Semakin besar komposisi biodiesel pada
campuran dengan petrodiesel, semakin berkurang pula emisi gas yang dihasilkan.
1.3.2 Proses sintesis biodiesel

Pada umumnya pembuatan biodiesel terbagi menjadi dua tahapan, yaitu:


esterifikasi dan transesterifikasi. Perlakuan pendahuluan terhadap minyak yang
mengandung asam lemak tinggi adalah proses esterifikasi dengan metanol dan katalis
asam, sehingga diperoleh minyak dengan asam lemak bebas kurang dari 0,5% b/b
sebelum dilakukan proses transesterifikasi basa. Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh
jumlah pereaksi metanol, asam lemak bebas, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis
dan kandungan air dalam minyak. Suhu 650C memberikan hasil metil ester yang
memadai (Anggraini, 1999). Esterifikasi dilakukan dengan menggunakan katalis
asam kuat seperti asam sulfat dan asam posfat untuk mengkatalisa asam lemak bebas.
Reaksi ini tidak menghasilkan sabun karena tidak menggunakan basa. Terdapat
masalah terhadap penggunaan katalis asam yaitu terdapat produksi air dari proses
produksi. Air yang dihasilkan dari proses esterifikasi akan menghambat proses
sehingga laju esterifikasi berkurang seiring dengan waktu esterifikasi, proses
pemisahan sulit dalam skala besar.
Biodiesel kemudian dibuat melalui proses transesterifikasi. Pada prinsipnya
adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya
dengan alkohol (misalnya metanol) menjadi alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester /
FAME) atau biodiesel (Anggraini, 1999). Pada proses transesterifikasi terjadi

pergantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang
menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi
bahan yang digunakan bukan air melainkan alkohol (Hambali, 2006).
Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi
bentuk ester yang lain. Suatu ester adalah rantai hidrokarbon yang akan terikat
dengan molekul yang lain. Satu molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester yang
terikat pada satu molekul gliserol. Sekitar 20% molekul minyak nabati adalah
gliserol.
Dalam suatu transesterifikasi atau reaksi alkoholisis satu mol trigliserida
bereaksi dengan tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol
alkil ester asam lemak berikutnya. Proses tersebut merupakan suatu rangkaian dari
reaksi reversible, yang di dalamnya molekul trigliserida diubah tahap demi tahap
menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol (Hanna dan Ma, 1999).
Dari persamaan reaksi dibawah ini dapat dilihat bahwa tiap mol molekul
trigliserida mengandung 3 gugus asam lemak bebas, jadi tiap mol trigliserida akan
bereaksi dengan metanol sehingga menghasilkan 1 mol trigliserida dan 3 mol ester
asam lemak. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan
metil ester (biodiesel) :
CH2

COR1

3CH3OH + CH2

COR2

R2COOCH3 + CHOH

CH2

COR3

R3COOCH3

CH2OH

Metil Ester

Gliserol

Metanol

Trigliserida

Gambar 1.
Faktor

OH-

penting

R1COOCH3

CH2OH

Reaksi transesterifikasi ( Sumber : Saputera, 2001).


yang

mempengaruhi

reaksi

transesterifikasi

adalah

perbandingan molar antara trigliserida dan alkohol, jumlah metanol, dan natrium
hidroksida, temperatur reaksi dan waktu reaksi. Perbandingan molar antara
trigliserida dan alkohol yang digunakan biasanya 6:1-30:1 (Demirbas, 2006).

Selain proses transesterifikasi, ada beberapa cara lain yang bisa digunakan
untuk memproduksi biodiesel yaitu proses blending, pirolisis dan mikroemulsifikasi.
Proses blending merupakan pencampuran antara minyak nabati dengan bahan bakar
diesel dengan perbandingan tertentu. Proses ini menghasilkan endapan karbon dan
viskositas yang tinggi serta pengentalan minyak pelumas. Pirolisis menunjukkan
reaksi yang terdekomposisi termal maksudnya reaksi yang terurai akibat adanya
energi panas, dimana kelemahan dari proses ini adalah viskositasnya terlalu tinggi,
abu

dan

residu

karbonnya

melebihi

nilai

diesel

fosil.

Sementara

itu,

mikroemulsifikasi merupakan pembentukan dispersi stabil secara termodinamis dari


dua cairan yang biasanya tidak saling melarutkan. Tetapi dari proses ini pembakaran
yang dihasilkan tidak sempurna, membentuk deposit karbon dan meningkatkan
kekentalan minyak pelumas (Hanna dan Ma, 1999).
1.3.3 Karakterisasi biodiesel

Untuk menentukan karakterik biodiesel kita dapat melakukan beberapa


pengujian berdasarkan ASTM (American Society for Testing Materials). Secara
umum, parameter yang menjadikan standar mutu biodiesel adalah bilangan asam,
kandungan air, massa jenis, viskositas, residu karbon, dan titik nyala.
Tabel 1. Standar mutu biodiesel Indonesia SNI-04-7182-2006
Parameter
Batas
Satuan
Metoda Uji

Metoda

Nilai
Massa Jenis pada 40 C
850-890 Kg/m3
Viskositas pada suhu 2,3-6,0 mm2/s

ASTM D 1289
ASTM D 445

Setara
ISO 3675
ISO 3104

400C
Titik Nyala

Min.

ASTM D 93

ISO 2710

Kandungan Air

100
Maks.

%volume

ASTM D 2709

Angka asam

0.05
Maks.

Mg KOH/g

AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03

Residu karbon

0.8
0.03

%-m

ASTM D 4530

1. Bilangan asam
5

Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk


menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak. Bilangan asam
digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak yang terdapat di dalam minyak.
2. Berat jenis
Massa jenis menunjukkan perbandingan berat persatuan volume, karakteristik
ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan
volume bahan bakar (Sutjahjo, 2006). Minyak berasal dari satu sumber, dengan
kenaikan massa jenis biasanya menunjukkan kenaikan dalam viskositas dan
penurunan dalam penguapan.
3. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Karakteristik ini sangat penting karena
mempengaruhi kinerja injektro dalam mesin diesel. Viskometer Ostwald merupakan
salah satu alat penentuan viskositas yang mempergunakan kecepatan alir cairan.
Cairan mempunyai gaya yang lebih besar untuk mengalir daripada gas, hingga cairan
mempunyai koefisien vsikositas yang lebih besar daripada gas. Viskositas bertambah
dengan naiknya temperatur, sedangkan viskositas cairan berkurang dengan turunnya
temperatur. Koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu besar, tidak tergantung
tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan (Sukardjo, 2002).
4. Kandungan air dan sedimen
Kandungan air berkaitan dengan temperatur suatu tempat, pada daerah dengan
suhu rendah atau negara dengan musim dingin, kandungan air yang terkandung dalam
bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar.
Selain

itu,

keberadaan

air

akan

menyebabkan

korosi

dan

pertumbuhan

mikroorganisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat
menyebabkan penyumbatan dan kerusakan mesin.

5. Titik nyala
Titik nyala adalah temperatur terendah dari sampel saat api pencoba dapat
menyalakan uap diatas permukaan sampel pada saat pemeriksaan. Tujuan penentuan
titik nyala ini adalah untuk keamanan dalam penanganan, transportasi dan
penyimpanan bahan bakar tersebut (Silaban, 1993).
6. Karbon residu
Residu karbon adalah kandungan karbon yang masih tersisa setelah
mengalami pembakaran selama waktu tertentu yang biasanya ditentukan dengan
persen berat.
1.3.4 Minyak goreng

Minyak goreng adalah produk turunan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa
sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor dua di dunia.
Karena kandungan asam lemak jenuhnya tinggi (hampir 50%), maka minyak sawit
kadang-kadang dianggap sama dengan minyak hewan yang juga jenuh seperti
mentega dan lard (lemak babi).
Tabel 2. Komponen asam lemak minyak kelapa sawit (Ketaren, 2005)
Asam Lemak
Kadar (%)
Asam kaprilat
Asam kaproat

Asam laurat

Asam miristat

1.1-2.5

Asam palmitat

40-46

Asam stearat

3.6-4.7

Asam oleat

39-45

Asam linoleat

7-11

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu: zat warna alamiah dan
zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna terbuat
7

antara lain terdiri dari dan karoten, xantofil, dan anthosyianin. Zat warna ini
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan
kemerah-merahan.
Pigmen yang merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang
bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tak
jenuh dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten juga ikut terhidrogenasi sehingga
intensitas warna kulit kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu
tinggi dan jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning akan hilang
(Kateran, 1986).
1. Minyak goreng bekas
Selama penggorengan minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi 170-1800C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawasenyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan
kesehatan manusia. Proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan.
Kerusakan minyak mengakibatkan bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan
lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), perubahan indeks refraksi,
angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa
dan adanya kotoran dari bumbu bahan yang digoreng. Semakin sering digunakan
tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.
2. Bahaya minyak goreng bekas
Minyak bukan hanya media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai
makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorpsi dan masuk
kebagian luar minyak goreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air.
Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-50% minyak. Konsumsi minyak yang
rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam
pembuluh darah dan penurunan nilai cerna lemak.
Berdasarkan penelitian juga disebutkan kemungkian adanya senyawa
karsinogenik dalam minyak yang dipanaskan. Ini dibuktikan dari bahan pangan
8

berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu
selama penggorengan juga akan terbentuk senyawa akrolein yang bersifat racun dan
menimbulkan rasa gatal pada tenggrokan.
3. Pemurnian minyak goreng bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, baik untuk dikonsumsi kembali maupun digunakan sebagai bahan baku
produk. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta
bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan
sebelum digunakan kembali. Pemurnian minyak goreng ini meliputi 4 tahap proses
menurut Wijana (2005), yaitu:
1. Penghilangan bumbu (despicing)
Despicing merupakan proses penendapan dan pemisahan kotoran akibat
bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel
halus tersuspensi atau berbentuk koloid sperti protein, karbohidrat, garam,
gula dan bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam
minyak.
2. Netralisasi
Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak dengan mereaksikan asam lemak bebas tersebut dengan larutan basa
sehingga terbentuk sabun. Proses ini juga dapat menghilangkan bahan
penyebab warna gelap, sehingga minyak menjadi lebih jernih.
3. Pemucatan
Pemucatan adalah usaha untuk menghilangkan zat warna alami dan zat warna
lain yang merupakan degradasi zat alamiah, dan warna akibat oksidasi.
4. Pengilangan bau (deodorisasi)
Deodorisasi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang menentukan rasa
dan bau tidak enak pada minyak.
4.

Asam lemak bebas (FFA)

Menurut Sudarmadji, et al (1997) asam lemak bebas ditentukan sebagai


kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Dengan
demikian berat molekul asam lemak terbanyak yang terkandung dapat dipakai
sebagai tolak ukur jenis minyak.
Kualitas minyak goreng bekas dipengaruhi oleh kadar air dan asam lemak
bebas. Semakin tinggi kadar asam lemak bebasnya maka produk minyak tersebut
kurang bagus. Asam lemak bebas dapat memberi pengaruh negatif, dengan adanya
asam lemak bebas dan air dapat menyebabkan terbentuknya sabun, bereaksi dengan
katalis dan keefektifan kerja katalis berkurang yang dapat mengurangi hasil produksi
ester.
1.3.5

Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat menigkatkan laju reaksi kimia dan zat

tersebut tidak terlibat dalam reaksi secara permanen. Dengan demikian, pada akhir
reaksi katalis tidak bergabung dengan senyawa produk reaksi. Entalpi reaksi dan
faktor-faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan
produk, sehingga tidak dapat diubah dengan katalis. Dengan adanya katalis dapa
mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi,
sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain.
Berdasarkan fasanya, katalis dapat digolongkan menjadi katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis homogen ialah katalis yang mempunyai fasa yang sama
dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang
berbeda dengan campuran reaksinya. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan
katalis homogen karena heterogenitas permukaannya.
Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak menggunakan katalis homogen,
seperti asam dan basa. Penggunaan katalis homogen ini menimbulkan permasalahan
pada produk yang dihasilkan, misalnya masih mengandung katalis, yang harus
dilakukan separasi lagi. Selain itu penggunaan katalis basa juga dapat menimbulkan
reaksi samping yaitu reaksi penyabunan sehingga mempengaruhi proses pembuatan
biodiesel (Buchori dan Widayat, 2009).

10

1.3.6

Zeolit
Kata zeolit berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu zeo yang berarti

mendidih dan litos yang berarti batu. Zeolit merupakan alumina silikat hidrat yang
mengandung

logam

alkali

dan

alkali

tanah

dengan

rumus

empiris

(M2+,M2+)O.Al2O3.xSiO2.yH2O, (M+ adalah Na atau K, dan M2+ adalah Mg, Ca, atau
Fe) termasuk dalam kelompok tektosilikat, memiliki bentuk tetrahedral SiO 4 tiga
dimensi supercages.
Struktur zeolit
Struktur tektosilikat (Gambar 2) mengandung beberapa atom Si digantikan
oleh atom Al melalui substitusi isomorfik, menghasilkan struktur bermuatan negatif
yang berasal dari perbedaan muatan antara tetrahedral (AlO4)5- dan (SiO4)4-. Sisi
negatif ini diseimbangkan oleh kation yang dapat dipetukarkan, biasanya oleh alkali
dan alkali tanah, dapat digantikan oleh kation lain dalam larutan seperti Pb, Cd, Cu,
Zn, dan Mn, sehingga memungkinkan zeolit bersifat sebagai penukar ion (Valdes et
al., 2006).

Gambar 2. Kerangka struktur zeolit (Sumber : Valdes et al., 2006)

Zeolit alam
Zeolit terdapat secara alami di bumi. Penggunaan zeolit alam untuk remediasi
lingkungan (senyawa organik dan ion logam berat) telah banyak dilaporkan. Aplikasi

11

zeolit alam yang paling awal adalah untuk menghilangkan dan memurnikan
radioisotop cesium (Cs) dan stronsium (Sr). Zeolit alam diklasifikasikan sebagai
adsorben murah karena keberadaannya yang luas dan ekstraksi serta persiapannya
yang murah. Zeolit alam juga memberikan ketertarikan yang tersendiri bagi kalangan
ilmuwan, terutama karena sifatnya seperti kemampuan pertukaran ion dan luas
permukaan yang tinggi. Zeolit menawarkan potensi untuk berbagai kegunaan seperti
penyaring molekul, penukar ion, adsorben, katalis, bahan pengisi deterjen, penghilang
kation dari sumber pembuangan asam dan air limbah industri. Zeolit memiliki afinitas
yang kuat untuk ion logam berat (Jamil et al., 2010).
Jenis zeolit alam
Jenis zeolit alam yang sudah ditemukan dan dikelompokkan menjadi tiga
bagian berdasarkan perbandingan Si/Al, yaitu: kadar silika rendah, kadar silika
sedang dan kadar silika tinggi. Klinoptilolit dan mordenit adalah jenis zeolit alam
dengan kandungan silika tinggi. Struktur kristal klinoptilolit memiliki rongga 2dimensi, yang dibentuk oleh lapisan tetrahedral. Rongga A (tersusun dari 10-unit
cincin, diameter 0,44 x 0,72 nm) dan rongga B (tersusun dari 8-unit cincin, diameter
0,41 x 0,47 nm) yang sejajar satu sama lain, sementara rongga C (tersusun dari 8-unit
cincin, diameter 0,40 x 0,55 nm) merupakan perpotongan rongga A dan B.
Pengutuban dari 8 dan 10-unit cincin membentuk sistem saluran non polar (Korkuna
et al. 2006). Menurut Ghiara et al. (1999), secara konvensional, komposisi batas
klinoptilolit adalah Si/A1> 4.0 dan (Na + K) > (Ca + Sr + Ba).
Struktur Klinoptilolit tidak hancur setelah pemanasan selama 12 jam pada
suhu 750C. Namun, struktur Klinoptilolit yang mengandung kapur akan hancur
antara suhu 450-550C. Struktur kristal mordenit lebih rumit dibandingkan
klinoptilolit. Mordenit terdiri dari dua jenis rongga pori yang berbeda jenisnya dan
sistem kosong. Rongga A dibentuk oleh himpunan 12-unit cincin, yang masingmasing memiliki 12 atom oksigen. Rongga B terbentuk dari 8-unit cincin di mana
masing-masing memiliki 8 atom oksigen. Rongga A berbentuk elips, dengan diameter
0,65 x 0,70 nm, sedangkan diameter 8-unit cincin adalah 0,26 x 0,57 nm. Rongga A
dan B saling berhubungan tegak lurus melalui rongga tabung B, dalam bentuk
12

kantong kecil (Korkuna et al., 2006). Mordenit sering bersamaan dengan klinoptilolit,
menunjukkan kondisi yang sama dalam pembentukan. Mordenit menunjukkan rasio
Si/A1 berkisar 4.2-5.9, memiliki Ca 1.6-2.5, Na 2.0-5.0, dan K 0.1-0.8 atom per
satuan sel. Rasio Si/A1 sangat tinggi dalam mordenit menghasilkan stabilitas termal
yang tinggi. Struktur rangka menunjukkan sedikit perubahan akibat dari dehidrasi,
dan mineral yang stabil sampai 900 C (Ghiara et al., 1999). Gambar 3 dan 4,
berturut-turut menunjukkan struktur kristal klinoptilolit dan mordenit.

Gambar 3. Struktur kristal klinoptilolit (Sumber : Rohaeti, 2007).

Gambar 4. Struktur kristal mordenit (Sumber : Rohaeti, 2007).


Seperti diketahui zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini
diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang
tertentu. Oleh karena itu, zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring, penukar ion,
adsorben dan katalis (Susilawati, 2006).

13

Zeolit alam pada umumnya memiliki stabilitas termal yang tidak terlalu
tinggi, ukuran pori tidak seragam dan aktivitas katalitik rendah sehingga perlu
dilakukan modifikasi atau aktivasi. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan perlakuan
asam, yaitu mereaksikan zeolit dengan larutan asam seperti HCl, HF, dan NH 4Cl
(Trisunaryanti et al., 2000), HCl, HNO3, H2SO4, dan H3PO4 (Heraldy et al., 2003).
Zeolit alam teraktivasi dimungkinkan dapat digunakan sebagai katalis asam dalam
reaksi esterifikasi pada pembuatan biodiesel.
Zeolit alam dapat digunakan sebagai alternatif potensial untuk esterifikasi
katalis dengan meminimalkan keberadaan air yang memiliki pengaruh kandungan air
pada yield hasil konversi. Sebelum digunakan sebagai katalis, zeolit alam terlebih
dahulu diaktivasi. Harjanti (2008) mengaktifkan zeolit alam klinoptilolite yang
berasal dari Lampung dengan merebusnya di dalam larutan NaOH 1 N selama 3 jam
pada suhu 100C dan didapatkan Na-zeolit. Trisunaryanti (2005) mengaktifkan zeolit
dengan merendamnya ke dalam 125 mL larutan HCl 6 N kemudian disaring dan
dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3,
dikeringkan pada suhu 130oC selama 3 jam dalam oven. Zeolit yang didapatkan
berbentuk H-Zeolit.
Keuntungan penggunaan katalis zeolit alam pada pembuatan biodiesel adalah
proses esterifikasi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas dapat
dilakukan sekaligus dengan reaksi transesterifikasi trigliserida (Aziz et al, 2011).
Suirta (2009) dan Yuliani (2008) melakukan dua tahap reaksi untuk mendapatkan
biodiesel dari minyak goreng bekas. Tahap pertama dilakukan reaksi esterifikasi asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas menggunakan katalis asam.
Tahap kedua dilakukan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa.
Dengan menggunakan katalis zeolit kedua reaksi tersebut dapat dilakukan sekaligus
karena zeolit dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi maupun
transesterifikasi (Susanto, 2008). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak
balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan
hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan
pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan.
14

1.3.7

Karakterisasi Katalis
Karakterisasi katalis meliputi analisis penentuan situs asam dan pengaruh

kalsinasi terhadap kristalinitas katalis menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Uji


karakterisasi katalis zeolit dilakukan dengan difraktometer sinar X dengan panjang
gelombang 1,5 untuk zeolit alam dan spektrometer inframerah. Hasil analisis
dengan XRD menunjukkan bahwa zeolit alam yang digunakan lebih dari 80 %
merupakan klinoptilolit tetapi juga memiliki kandunga silica yang tinggi. Refleksi
dengan intensitas yang tajam pada daerah 2 = 9,82; 13,46; 19,69; 22,35; 23,15;
25,68; 36,34; dan 27,74 menunjukkan karakteristik mordenit. Secara keseluruhan
pada zeolit alam baik terkalsinasi maupun tidak masih memiliki kandungan amorf
yang dapat dilihat pada baseline difraktogram yang masih melebar. Proses kalsinasi
terhadap zeolit alam menyebabkan turunnya intensitas beberapa puncak. Pada 2 =
22,46 dan 25,81 terjadi penurunan intensitas puncak. Puncak pada 2 = 22,46 dan
25,81 merupakan puncak yang menunjukkan karakteristik kristal klinoptilolit.
Struktur kristal klinoptilolit sedikit rusak akibat proses termal dari kalsinasi. Puncak
klinoptilolit pada 2 = 28,22 tidak nampak pada difraktogram setelah kalsinasi.
Pada 2 = 27,85 terjadi kenaikan intensitas. Kenaikan intensitas terjadi karena
amorf sekitar kristal hilang.
1.3.8

Reaksi Katalisis
Reaksi pada katalisis heterogen terjadi pada permukaan katalis, adapun

langkah-langkah reaksinya yaitu:


1. Diffuse reaktan pada permukaan
2. Reaktan teradsorpsi pada permukaan katalis
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi
kimia. Adsorpsi fisika terjadi akibat adanya gaya vanderwaals, sedangkan
adsorpsi kimia terjadi karena adanya perpindahan electron dan ikatan kimia
antara molekul gas yang teradsorpsi pada permukaan logam atau katalis.
3. Terjadi reaksi pada permukaan
Reaksi pada permukaan akan membentuk molekul (produk) baru yang telah
diadsorpsi pada permukaan katalis yang akhirnya akan membentuk
15

kesetimbangan pada satu adsorbat atau akan dihasilkan produk baru ketika fasa
gas teradsorpsi.
4. Produk terdesorpsi
Produk yang dihasilkan akan terdesorpsi yang disebabkan oleh tumbukan
langsung atau bisa juga disebabkan oleh factor-faktor yang menyebabkan
kesetimbangan kimia. Pada saat reaksi terjadi reaktan berada pada konsentrasi
dan tekanan yang konstan. Ketika terjadi reaksi kimia pada permukaan katalis
oleh fasa gas akan membentuk produk pada temperature dan tekanan yang
tinggi. Pada proses ini katalis bertindak sebagai adsorben, logam atau gas yang
bertindak sebagai reakan akan menyerang katalis sehingga akan terentuk
produk.
5. Diffusi produk dari permukaan
Diffusi produk dari permukaan terjadi sangat cepat.
Berikut ini adalah reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis:

I.3.9

Sintesis katalis
Sintesis zeolit dikembangkan pada tahun 1960an untuk proses FCC ( Fluid

Catalytic Cracking) yaitu reaksi perengkahan berkatalis. Reaksi ini terjadi melalui
senyawa antara ion karbonium sehingga dikatalisis oleh asam Bronsted. Karakteristik
katalis yang berhubungan langsung dengan aktivitasnya adalah desorptivitas dan

16

adsorptivitas (kemampuan adsorpsi dan desorpsi) katalis terhadap zat-zat yang


berpengaruh dalam reaksi. Untuk mengetahui karakter tersebut, dapat dilakukan
dengan karaktersisasi Temperature Programmed Desorption (TPD). Aktifasi katalis
zeolit alam mengacu pada prosedur yang telah dilakukan Trisunaryanti (2005). Zeolit
alam sebanyak 5 g direndam ke dalam 125 ml larutan HCl 6N kemudian disaring dan
dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3,
dikeringkan pada suhu 130oC selama 3 jam dalam oven. Setelah itu diayak dengan
ayakan 70 mesh. Zeolit yang didapatkan berbentuk H-Zeolit. Ini nantinya digunakan
sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel.
1.3.10 Gliserol
Hasil samping proses transesterifikasi yaitu gliserin yang merupakan bahan
dasar 1600 macam produk antara lain adalah sabun. Alkohol dapat dipergunakan
kembali untuk proses pembuatan biodiesel dan fertilizer digunakan untuk pemupukan
kebun. Gliserin merupakan produk samping yang prospektif, karena harganya lebih
tinggi daripada reaktan metanol (Prokoso, 2005).
II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil
2.1.1 Pengaruh konsentrasi zeolit

Pengaruh konsentrasi katalis dipelajari dari 0,5% sampai 5% berat. Pengaruh


konsentrasi katalis dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa
pada konsentrasi katalis 0,5%, biodiesel yang dihasilkan mencapai 6%. Penambahan
katalis sampai 1% menyebabkan peningkatan hasil biodiesel. Pada kondisi ini
biodiesel yang dihasilkan mencapai 12%. Pada konsentrasi katalis diatas 1% terjadi
penurunan yield biodiesel. Konsentrasi katalis 2% mendapatkan yield biodiesel 8%.
Yield biodiesel turun sampai 5% pada konsentrasi katalis 4%.

17

Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi zeolit dengan yield biodiesel (Waktu 5 jam,
suhu 60 oC, perbandingan minyak : metanol (1:4).
2.2
2.2.1

Pembahasan
Pembuatan biodiesel
Pada penelitian yang dilakukan Aziz, et al (2011) pencampuran zeolit dan HCl

dilakukan dengan proses perendaman saja. Sementara itu, proses pembuatan biodiesel
sesuai penelitian oleh Kartika (2008) dilakukan dengan diaduk dengan stirrer terlebih
dahulu untuk mempercepat terjadinya reaksi pertukaran kation. Hal ini dikarenakan,
tekanan yang lebih besar menyebabkan tumbukan antara partikel zeolit dan HCl lebih
cepat dan efektif untuk terjadinya reaksi. Untuk proses penyempurnaan reaksi juga
diperlukan proses pemanasan (refluks), karena partikel padat zeolit yang kurang
homogen akan lebih sulit bereaksi jika dikontakkan dengan larutan HCl.
Secara umum kenaikan suhu akan menyebabkan gerakan molekul semakin
cepat (tumbukan antara molekul reaktan meningkat) atau energi kinetik yang dimiliki
molekul reaktan semakin besar sehingga terdapat lebih banyak molekul dapat
mengatasi energi aktivasi atau dengan kata lain peningkatan suhu akan meningkatkan
probabilitas molekul dengan energi yang sama atau lebih tinggi dari energi aktivasi
(Pachenkov dan Lebedev 1976). Keadaan ini menyebabkan kecepatan reaksi semakin
meningkat sehingga konversinya meningkat.

18

Setelah proses mengontakkan zeolit dan HCl, zeolit dikeringkan pada suhu
1050C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada
zeolit. Kandungan air harus dihilangkan agar kinerja zeolit menjadi optimum. Proses
aktivasi yang paling penting adalah pada proses kalsinasi. Proses kalsinasi
menyebabkan pori-pori zeolit menjadi terbuka, sehingga efektif untuk digunakan
sebagai katalis. Pada penelitian Kartika (2008), zeolit yang diperoleh dinamakan
Zeolit Alam-H (ZAH). Sementara itu, zeolit yang digunakan oleh Aziz, et al (2011)
belum homogen mengikat ion H+ dan memiliki pori-pori yang sebagian besar masih
tertutup oleh mineral-mineral ataupun senyawa organik karena tidak dikalsinasi. Hal
ini tentunya membuat kinerja zeolit yang digunakan pada penelitian ini menjadi
kurang efektif.
Menurut Aziz, et al (2011) dengan katalis zeolit proses esterifikasi asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas dapat dilakukan sekaligus
dengan reaksi transesterifikasi trigliserida. Berdasarkan penelitian katalis yang
digunakan adalah zeolit yang teraktivasi oleh ion H+ (ZAH). ZAH bersifat asam
karena menurut Bronsted defenisi asam adalah akseptor PEB/donor proton (H+).
Kartika (2012) melakukan 2 tahapan dalam pembuatan biodiesel dengan
menggunakan katalis ZAH, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi
merupakan perlakuan awal pada minyak jelantah sebagai usaha untuk menurunkan
kandungan asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Dengan semakin kecilnya
kadar asam lemak bebas, maka sabun yang terbentuk semakin sedikit dan hasil metil
ester yang diperoleh semakin besar atau dengan kata lain trigliserida sisa yang tidak
terkonversi semakin kecil. Keadaan ini dapat terjadi karena proses esterifikasi dengan
ZAH mengubah asam lemak bebas menjadi metil ester sehingga meminimalkan
reaksi penyabunan. Sehingga, penelitian yang dilakukan oleh Aziz, et al (2011) hanya
menggunakan proses esterifikasi tanpa proses transesterifikasi dengan menggunakan
ZAH.
H+
RCOOH

CH3OH
19

RCOOCH3 +

H2O

Asam Lemak
2.2.2

Metanol

Metil Ester

Air

Pengaruh konsentrasi zeolit


Pengaruh konsentrasi katalis dipelajari dari 0,5% sampai 5% berat. Pengaruh

konsentrasi katalis dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
pada konsentrasi katalis 0,5%, biodiesel yang dihasilkan mencapai 6%. Penambahan
katalis sampai 1% menyebabkan peningkatan hasil biodiesel. Pada kondisi ini
biodiesel yang dihasilkan mencapai 12%. Pada dasarnya katalis ZAH merupakan
zeolit alam yang diaktivasi dengan HCl 6N telah mengalami dealuminasi sehingga
rasio Si/Al dalam kristal zeolit meningkat diiringi pula dengan kenaikan
keasamannya (Rabo et al. dalam Rebeiro 1984) dengan demikian sifat katalis ZAH
adalah asam. Dengan semakin besar jumlah konsentrasi katalis ZAH diharapkan akan
meningkatkan laju reaksi pada pembuatan biodiesel. Kenaikan konsentrasi katalis
tidak menyebabkan pergeseran kesetimbangan ke arah pembentukan metil ester,
tetapi menyebabkan turunnya energi aktivasi. Dengan demikian akan meningkatkan
kualitas tumbukan antar molekul reaktan yang mengakibatkan kecepatan reaksi
esterifikasi menjadi naik maka konversi metil ester juga menjadi semakin tinggi.
Pemakaian katalis untuk pembuatan biodiesel agar diperoleh konversi maksimal
diperlukan konsentrasi katalis yang berbeda-beda bergantung pada jenis katalis dan
kondisi reaksinya.
Pada konsentrasi katalis ZAH 1% terjadi penurunan yield biodiesel. Konsentrasi
katalis 2% mendapatkan yield biodiesel 8%. Yield biodiesel turun sampai 5% pada
konsentrasi katalis 4%. Hal ini diperkirakan karena terjadinya kompetisi dari metanol
dalam reaksi esterifikasi sebagai reaktan dan sebagai pelarut. Selain berperan sebagai
reaktan, metanol juga berperan sebagai pelarut protik yang dapat menyeimbangkan
anion yang terbentuk dari katalis setelah melepaskan proton (dari situs asam Bronsted
katalis). Pada penggunaan katalis sebanyak 2%, semakin banyaknya anion yang
terbentuk setelah situs asam Bronsted dari katalis melepaskan proton untuk proses
katalitik. Akibatnya semakin banyak pula metanol yang dibutuhkan untuk
menyeimbangkan anion dari katalis tersebut. Hal ini mengakibatkan metanol yang

20

terlibat dalam reaksi akan berkurang dari seharusnya, sehingga reaksi esterifikasi
menjadi tidak optimal dan asam lemak bebas yang ada dalam minyak jelantah tidak
seluruhnya menjadi ester. Adanya asam lemak bebas akan mengganggu dalam reaksi
transesterifikasi sehingga mengakibatkan konversi biodiesel yang dihasilkan menjadi
berkurang.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al., (2011) dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Zeolit teraktivasi HCl (ZAH) dapat digunakan sebagai katalis dalam proses
pra-transesterifikasi (esterifikasi) dalam pembuatan biodiesel.
2. Kondisi terbaik untuk pembuatan biodiesel dengan menggunakan zeolit

sebagai katalis didapat pada waktu reaksi 5 jam dan konsentrasi zeolit 1%.
Yield biodiesel yang dihasilkan pada kondisi terbaik sebesar 12%.
3.2 Saran
Agar penelitian ini dapat terus dikembangkan maka disarankan untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut misalnya: melakukan penelitian yang sama tetapi dengan
analisis karakterisasi biodiesel yang dihasilkan. Dengan demikian, dapat diketahui
produksi biodiesel memenuhi standar untuk digunakan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Anggaraini, A.A., 1999. Peluang Biodiesel di Indonesia Besar. Universitas Gajah


Mada, Yogyakarta.

21

BP Statistical Review of World Energy. 2010. Energy in 2009 from recession to


recovery.bp.com/statisticalreview (20 Mei 2010).
Atkins, P.W., 1997. Kimia Fisika Jilid Dua. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Aziz, I., Nurbayti, S., Rahman, A. 2012. Penggunaan Zeolit Alam Sebagai Katalis
dalam Pembuatan Biodiesel. Jurnal Valensi, Vol. 2. No. 4, 511-515.
Demirbas, A., 2003. Biodiesel fuels from Vegetable Oil Via Catalytic and NonCatalytic supercritical Alcohol Transesterification and Other Methods: a
survey. Energy Conversion and Management, Vol. 44: 2093-2109.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 1994. Kimia Organik. Terjemahan A.H.
Putjaatmaka. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gerpen, J.V. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Process Technol 86:
10971107.
Ghiara RM, Petti C, Franco E, Lonis R, Luxoro S, Gnazzo L. 1999. Occurrence of
clinoptilolite and mordenite in tertiary calc-alkaline pyroclastites from
Sardinia (Italy). Clays and Clay Minerals 47: 319-328.
Hambali, E., 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penerbit Penebar
Swadaya, Jakarta.
Heraldy, E., Hisyam, S.W & Sulistyono. 2003. Karakterisasi dan aktivasi zeolit alam
Ponorogo. Indo J Chem 3(2):91-97.
Jamil TS, Ibrahim HS, El-Maksoud IHA, El-Wakeelet ST. 2010. Application of zeolite
prepared from Egyptian kaolin for removal of heavy metal: I. Optimum
conditions. Desalination 258: 34-40.
Kartika, D. 2008. Hidrogenasi katalitik metil palmitat menjadi etil alkohol dengan
katalis Ni/NZSiA. Tesis Pasca Sarjana. Yogyakarta: UGM.
Kartika, D., Widyaningsih, S. 2012. Konsentrasi Katalis dan Suhu Optimum pada
Reaksi Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit Alam Aktif (ZAH) dalam
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal Natur Indonesia 14(3):
219-226.
KEA-Kebijakan Energi Alternatif. 2006. Executive Summary Sumber Energi
Alternatif
menuju
Ketahanan
Energi
Nasional.
http://www.lemhannas.go.id. Diakses pada 20 Desember 2013.
Khan, A.K. 2002. Research into Biodiesel, Kinetics & Catalyst Development.
Brisbane: Department of Chemical Engineering Queensland University.

22

Khairinal & Trisunaryanti, W. 2000. Dealuminasi zeolit alam wonosari dengan


perlakuan asam dan proses hidrotermal. Prosiding Seminar Nasional Kimia
VIII. Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. Yogyakarta: FMIPA-UGM.
Knothe, G., Dunn, R.O & Bagby, M.O. 1997. Biodiesel: The use of vegetable oils and
their derivatives as alternative diesel fuels, fuels and chemicals from
biomass. ACS Symposium Series, V, 666.
Korkuna O, Leboda R, Skubiszewska-Zieba J, Vrublevska T, Gunko VM,
Ryczkowski J. 2006. Structural and physicochemical properties of natural
zeolites: clinoptilolite and mordenite. Microporous and Mesoporous
Materials 87: 243254.
Lee, D.W., Park Y.M & Lee, K.Y. 2009. Heterogeneous base catalysts for
transesterification in biodiesel synthesis. Catal Surv Asia 13: 6377.
Ma, F dan Hanna, M. A., 1999. Biodiesel Production: A Review. Bioresource
technology, Volume 70:1-15.
Pachenkov, G.M & Lebedev, V.P. 1976. Chemical Kinetic and catalysis,2 edEd.
Moscow: Mir Publishers.
Pinto, A.C., Guarieiro, L.L.N., Rezende, M.J.C., Ribeiro, N.M., Torres, E.A., Lopes,
W.A., de P Pereira, P.A & de Andrade, J.B. 2005. Biodiesel: An overview.
Braz Chem Soc 16(6B): 1313-1330.
Prokoso.

2006. Perguruan Tinggi Minati Biodiesel. http; //www.pikiran


rakyat.com/cetak/2005/0705/21/Cakrawal/Penelitian.html. Diakses pada 20
Desember 2013.

Rebeiro, F.R., Rodrigues, A.E., Rollman, L.D. & Naccache, C. 1984. Zeolite Science
and Technology. Denhaag: Martinus Nijhoff Publisher.
Rohaeti E. 2007. Pencegahan pencemaran lingkungan oleh logam berat krom limbah
cair penyamakan kulit (studi kasus di kabupaten Bogor) [disertasi].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salimon, J., Abdullah, B.M & Salih, N 2.012. Saponification of jatropha curcas seed
oil: optimization by D-optimal design. Int J chem eng 2012: 574780.
Srivastava, A & Prasad, R. 2000. Triglycerides-based diesel fuels. renew Sust Energ
Rev 4(2): 111-133.
Sudarmadji, M., Haryanto, B., Suhardi., 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Suirta, I.W., 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal
Kimia, Vol.3. No.1, 1-6.
23

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.


Susanto, BH., Nasikin, M., dan Sukirno. 2008. Sintesis Pelumas Dasar Bio melalui
Esterifikasi Asam Oleat menggunakan Katalis Asam Heteropoli/Zeolit.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Semarang.
Susilowati. 2006. Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit. Jurnal
Teknik Kimia, Vol.1, No.1, hal 10-14.
Syarief, E., 2004. Melawan Ketergantungan pada Minyak Bumi. Penerbit Insist-Press,
Yogyakarta.
Trisunaryanti, W., Bambang, S & Nazarudin. 2000. Determination of an Indonesian
Natural Zeolite by Acids and Hydrothermal. Prosiding Seminar Nasional.
FMIPA-UGM, Yogyakarta.
Trisunaryanti, W., Triwahyuni, E., dan Sudiono, S., 2005. Preparasi, modifikasi dan
karaterisasi katalis Ni-Mo/Zeolit alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. Jurnal
Teknoin, Vol.10,N0.4, hal.269-283.
Valdes MG, Perez-Cordoves AI, Diaz-Garcia ME. 2006. Zeolites and zeolit based
materials in analytical chemistry. Trends in Analytical Chemistry 25: 24-30.
Wijana, S., 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Penerbit Trubus Agrisarana,
Surabaya.
Yan, S., Salley, S.O & Simon Ng. K.Y. 2009. Simultaneous transesterification and
esterification of unrefined or waste oils over ZnO-La2O3 catalysts. Appl
Catal A-Gen 353: 203212.
Yuliani et al, 2008. Pengaruh Katalis Asam Sulfat dan Suhu Reaksi pada Esterifikasi
Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensi) menjadi biodiesel. Chemical
Enggineering Journal, Vol.3, No.1.

24

25

Anda mungkin juga menyukai