PENDAHULUAN
Pasien penyakit renal lain gangguan fungsi ginjal akan menyebabkan kerentanan
(Kowalak, Jennifer P., 2011).
BAB II
PEMBAHASAN
darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal masingmasing membentuk simpul dan kapiler satu badam malfigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa
darah dari ginjal ke vena kava inferior.
Ginjal berfungsi :
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan
oleh ginjal sebagai urin (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya
lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan.
2. Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal
dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang
abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare,
muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion penting (mis. Na, K, Cl, Cad an
fosfat).
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan,
campuran makanan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini
disebabkan hasil akhir metabolism protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urin
akan bersifat basa. pH urin bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urin sesuai
dengan perubahan pH darah.
4. Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan,
hasil metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolism. Ginjal menyekresi hormone renin yang mempunyai
peranan penting mengatur tekanan darah (system renin angiotensin aldosterone)
membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D
aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
(Syaifuddin, 2006)
kontaminasi traktus urinarius dengan feses. Penyerangan ginjal oleh bakteri ini
menyebabkan kerusakan progesif tubulus ginjal, glomerulus, dan struktur lain apapun di
dalam lintasan penyerbuan organism tersebut. Sebagai akibatnya, sebagian besar jaringan
fungsional ginjal hilang.
Pielonefritis lebih sering dijumpai pada wanita dan kemungkinan hal ini terjadi karena
uretra yang lebih pendek serta kedekatan meatus uretra dengan vagina dan rectum, kedua
kondisi ini membuat bakteri lebih mudah mencapai kandung kemih (Kowalak, Jennifer P.,
2011).
Infeksi pada pielonefritis
korteks. Karena salah satu fungsi utama medulla adalah untuk mengadakan mekanisme
`counter-current` untuk memekatkan urina, penderita pielonefritis sering mempunyai fungsi
ginjal yang cukup normal kecuali ketidakmampuan untuk memekatkan urin mereka.
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut, yang juga dikenal sebagai nefritis tubulointerstitial infeksiosa akuta,
merupakan keadaan inflamasi mendadak oleh bakteri yang pada awalnya mengenai
daerah interstitial dan pelvis renis atau yang lebih jarang lagi, mengenai tubulus renal.
Kondisi ini merupakan salah satu penyakit renal yang paling sering ditemukan dan
dapat mengenai satu atau kedua ginjal. Dengan pengobatan dan perawatan lanjut
(follow-up) yang kontinu, prognosisnya cukup baik dan kerusakan permanen yang luas
jarang terjadi (Kowalak, Jennifer P., 2011).
Pielonefritis akut dapat mempengaruhi sementara fungsi ginjal, tetapi jarang
berkembang sampai gagal ginjal (Baradero, Mary et al, 2008).
2.3.2 Pielonefritis Kronik
Pielonefritis kronik (PN) adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan
pembentukan jaringan parut parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh
infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal (Price, Sylvia Anderson;
Wilson, Lorraine M., 2005).
Pielonefritis kronis merupakan keadaan inflamasi yang persisten pada ginjal dan dapat
menyebabkan pembentukan parut dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis.
Etiologinya bisa bakteri, metastase kanker, atau urogenus. Penyakit ini paling sering
ditemukan pada pasien yang mengalami obstruksi urinarius atau refluks vesikoureter
(Kowalak, Jennifer P., 2011).
Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen karena inflamasi
yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas (Baradero, Mary et al,
2008).
2.
3.
4.
Kehamilan.
5.
Refluks vesikoureter.
6.
7.
8.
9.
Penyakit ginjal.
2.5 Etiologi
1.
Tersering disebabkan oleh infeksi mikroorganisme normal yaitu Escherichia coli. E. coli
merupakan penghuni normal pada kolon. Organisme lain yang juga dapat menimbulkan
infeksi adalah golongan Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas (Price,
Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M., 2005).
2.
3.
Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke
dalam ureter.
4.
Kehamilan.
5.
Kencing manis.
6.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran
air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih
(misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung
kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Pathway
Obstruksi saluran
kemih
Pengosongan
kandung kemih tdk
adekuat
Penumpukan bakteri
pada kandung
kemih
Refluk vesikoureter
Bakteri mencapai
pelvis dan medulla
renalis
Menginfeksi renal
Reaksi peradangan
Pielonefritis
Pembengkakan
ginjal
Seluruh
struktur ginjal
terganggu
Fungsi pemekatakan
urin
Kemotaksis
makrofag dan
netrofil
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Urin encer
kerja ginjal
Poliuria
Gagal ginjal
Fagositosis bakteri
Rilis pyrogen
Gangguan pola
eliminasi urine
Meningkatnya suhu
tubuh
Distensi kandung
kemih
Disuria
Hipertermi
Nyeri saat berkemih
Gangguan rasa
nyaman nyeri
2. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal,
kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya.
3. BUN.
4. Creatinin.
5. Biopsi ginjal.
6. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur.
2.9 Penatalaksanaan
Penanganan berfokus pada terapi antibiotic yang tepat terhadap mikoorganisme penyebab
infeksi setelah dilakukan indentifikasi melalui pemeriksaan kultur urin dan sensitivitas.
Sebagai contoh :
1. Enterococcus memerlukan terapi dengan ampisilin, penisilin G atau vankomisin.
2. Staphylococcus memerlukan penisilin G atau jika sudah terjadi resistensi, penisilin
semisintetik, seperti nafsilin atau sefalosporin.
3. E. Coli dapat diobatai dengan sulfaksazol, asam nalidiksat, dan nitrofurantoin.
4. Proteus dapat diobati dengan ampisilin, sulfoksazol, asam nalidiksat, dan sefalosporin.
5. Pseudomonas memerlukan gentamisin, tobramisin, atau karbenisilin.
Kalau mikoorganisme penyebab infeksi tidak dapat diidentifikasi, biasanya terapi terdiri
atas antibiotic berspektrum luas, seperti ampisilin atau sefaleksin. Jika pasien seorang ibu
hamil atau usia lanjut, pemberian antibiotic harus dilakukan dengan hati-hati. Obat analgetik
urin, seperti fenazopiridin, juga merupakan preparat yang tepat.
(Kowalak, Jennifer P., 2011)
2.10Komplikasi
Komplikasi dari pielonefritis akut dapat meliputi :
a. Syok septik
b. Pielonefritis kronis
c. Insufisiensi renal yang kronis (Kowalak, Jennifer P., 2011)
Komplikasi dari pielonefritis kronik dapat meliputi :
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali
dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami
supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PIELONEFRITIS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin (wanita lebih beresiko lebih tinggi dari
pada pria), pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, agama, status, alamat, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, diagnosa medik, nomor Rekam Medik.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Klien biasanya mengatakan nyeri pada punggung bagian bawah .
b. Riwayat penyakit sekarang : Biasanya klien datang ke rumah sakit atau ke ptugas
kesehatan karena nyeri pada punggung bagian bawah dan nyeri pada saat kencing,
demam, menggigil.
c. Riwayat penyakit dahulu : Apakah klien pernah menglami penyakit ini
sebelumnya, apakah klien menderita penyakit DM.
d. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya keluarga tidak pernah mengalami penyakit
seperti ini, karena ISK bukan penyakit keturunan.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Head To Toe
1.
2.
Tanda vital :
TD : > 120/70
Nadi : > 100x/menit
Suhu : > 37,5 oC
RR : > 20x/menit
3.
Kepala
4.
Mata
5.
Hidung
: cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), tidak terpasan NGT
6.
Telinga
7.
Leher
8.
Dada
dinding dada
9.
Jantung :
Inspeksi
10. Paru-paru :
Inspeksi
: pernafasan vesikuler
11. Abdomen :
Inspeksi
12. Genetalia
13. Ekstremitas
: tonus otot 4 4
4 4
b. Fungsional Gordon
1.
2.
4.
Pola aktivitas dan latihan : aktivitas sedikit terganggu karena nyeri pada
punggung dan frekuensi BAK yang sering.
5.
Pola istirahat tidur : tidur tidak seperti biasanya, sering terbangun malam
karena kencing (nokturia), dan nyeri pada punggung.
6.
Pola persepsi sensori dan kognitif : tidak ada gangguan pada pola persepsi
sensori dan kognitif, penglihatan masih jelas.
7.
Pola hubungan dengan orang lain : interaksi dengan orang lain masih cukup
baik dalam menjalani keseharian dalam berkomunikasi.
8.
9.
Pola persepsi diri dan konsep diri : terjadi perubahan pada rasa gairah seksual
dalam hubungan.
10. Pola mekanisme koping : klien apabila merasakan tidak nyaman selalu
memegangi punggungnya.
11. Pola nilai kepercayaan / keyakinan : individu ingin penyakitnya sembuh dan
percaya bahwa petugas kesehatan akan memberikan yang terbaik dalam
perawatan.
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis : penampilan : kabur/keruh, bau : ammonia, berat jenis : <1,005,
protein: > 8mg/dL atau >80mg/24jam, SDM : >2 per lapang daya rendah,
serpihan.
2. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu
ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya
3. Creatinin : dewasa, serum : 0,5-1,5 mg/dL; 45-132,5 mmol/L (unitSI)
4. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur saluran perkemihan. Bahan radiopaque disuntikan, dan sinar
x dilakukan pada waktu tertentu. IVP berguna untuk mengetahui lokasi batu dan
tumor dan mendiagnosa penyakit ginjal.
Data
Etiologi
Masalah
Penumpukan
Gangguan rasa
bakteri pada
nyaman nyeri
Dx
1.
Do :
kandung kemih
Wajah meringis
Klien terlihat memegangi punggungnya
Berusaha menahan sakit
Vesikoureter ke
ginjal
Bakteri sampai
di pelvis dan
medulla
T : hilang timbul
Leukosit meningkat > 12000
Pielonefritis
Pembengkakan
ginjal
2.
Infeksi medulla
Do :
Klien terlihat menggigil
Badan lemas
Reaksi
peradangan
TTV :
TD : > 120/70 mmHg
Suhu : > 36,5 37,5 0C
Fagositosis
bakteri
Rilis pyrogen
Meningkatnya
suhu tubuh
Hipertermi
3.
Gangguan pada
Gangguan pola
tubulus ginjal
eliminasi urin :
Do :
Urin encer
Poliuria
Fungsi
pemekatan
Bau menyengat
Urin encer
Poliuria
No.
Jam
Dx
1
Tujuan & KH
Setelah
Intervensi
Rasional
tindakan
keperawatan
klien
berkurang
1. Untuk mengetahui
keadaan
TTD
umum
klien.
dan 2. Kaji
yang
hebat menandakan
hasil :
yang memperberat
adanya infeksi.
K : klien mengetahui
atau meringankan
penyebab
nyeri.
terjadinya
nyeri.
3. Berikan
waktu 3. Klien
A : klien mengetahui
istirahat
cara
aktivitas
merilekskan otot
untuk
menghilangkan nyeri.
yang
yang
istirahat
dapat
dengan
klien
mampu
dapat di toleran.
ototnya.
relaksasi
dan
membantu
klien
distraksi.
jika
berkemih.
P:
kontra indikasi.
mengatakan
nyeri berkurang.
Skala nyeri 0-3
tidak
5. Catat
ada
dalam
lokasi, 5. Membantu
lamanya intensitas
mengevaluasi
skala
tempat
obstruksi
dan
penyebab
(1-10)
penyebaran nyeri.
nyeri.
6. Berikan tindakan 6. Meningkatkan
nyaman,
relaksasi,
lingkungan
menurunkan
istirahat.
tegangan otot.
7. Kolaborasi:
7. Temuan-
temuan
sebelumnya
tanda
kuning
gading-
urine
kuning,
perlu pemeriksaan
jingga
gelap,
berkabut
atau
keruh.
Pola
berkemih berubah,
sring
berkemih
dengan
jumlah
sedikit,
perasaan
ingin
kencing,
menetes
berkemih.
menetap
setelah
Nyeri
atau
luas.
kerusakan
bertambah sakit.
2
Setelah
tindakan
keperawatan
selama
1x24
klien.
menandakan
jam
adanya perubahan
di dalam tubuh.
lingkungan.
jumlah
selimut
K : klien mengetahui
penyebab
mempertahankan
suhu
tubuh
meningkat.
suhu
A : klien mengetahui
normal.
cara
hipertermi.
P
mandi
klien
mampu
melakukan
cara
mengatasi hipertermi.
hangat,
mendekati
membantu
mengurangi
hindari
demam. Catatan :
penggunaan
penggunaan air es /
alcohol.
alcohol
mungkin
P:
menyebabkan
kedinginan,
TTV normal
peningkatan
TD
secara
normal
suhu
actual.
120/70mmHg
Suhu : 36,5 37,5
dapat
mengeringkan
kulit.
RR : 20x/menit
Nadi : 100x/menit 4. Kolaborasi:
Berikan
4. Digunakan
untuk
mengurangi
antipiretik
demam
dengan
misalnya aspirin,
aksi
asetaminofen
pada hipotalamus.
sentralnya
(Tylenol).
3
Setelah
dilakukan 1. Ukur
dan
tindakan
keperawatan
selama
1x24
jam
diharapkan
eliminasi
urine
adanya perubahan
berkemih.
pola
mengetahui
klien
input/output.
untuk 2. Untuk
mencegah
kriteria hasil :
berkemih setiap 2
terjadinya
K : klien mengetahui
3 jam.
penumpukan urine
dalam
eliminasi urin.
urinaria.
untuk
mengatasi
vesika
adanya
distensi
kandung kemih.
urin.
P
klien
melakukan
posisi
berkemih
eliminasi urin.
yang nyaman.
5. Akumulasi
5. Observasi
P:
BAK
normal,
6x/hari
3-
dengan
tidak
mental:,
status
perilaku
atau
frekuensi cc.
Urin
perubahan
terlalu
tingkat
kesadaran.
kandung kemih.
uremik
dan
ketidakseimbangan
elektrolit
dapat
menjadi
toksik
encer.
Tidak ada distensi
sisa
pusat.
6. Kolaborasi:
6. Asam
urin
Awasi-
menghalangi
pemeriksaan
tumbuhnya kuman.
laboratorium;
Peningkatan
elektrolit,
BUN,
kreatinin
dapt
berpengaruh
(Pengawasan
dalm
pengobatan
terhadap disfungsi
infeksi
saluran
ginjal,
Lakukan
tindakan
kemih.
untuk
memelihara asam
urin : tingkatkan
masukan sari buah
berri dan berikan
obat-obat
untuk
meningkatkan
asam urin).
3.5 Implementasi
Tanggal /Jam
No.
Implementasi
Respon Pasien
Dx
21/10/2012
08.00
1, 2, 3 Observasi TTV
Ds : Do :
TTV :
08.15
TD : 110/70mmHg
RR : 20x/menit
N : 60-100x/menit
S : > 37,50C
09.00
1&3
TTD
10.00
10.15
1&3
Do : kooperatif
klien
mengatakan
Do :
Minum air 3-4 liter/hari.
Klien berkemih setiap 2-3
jam
10.30
11.00
Do : kien bedrest
3.6 Evaluasi
Tanggal
No.
Evaluasi
Dx
22/10/2012
TTD
RR : 20x/menit
Skala nyeri 3
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi no 2,3,4 di lanjutkan
2
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Ginjal suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di
belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumblis III, melekat langsung pada
dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua
buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya
ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita. Ginjal berfungsi untuk mengatur
volume air dalam tubuh, mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan
keseimbangan elektrolit, mengatur keseimbangan asam basa, ekskresi sisa hasil
metabolism, fungsi hormonal dan metabolism.
4.1.2 Pielonefritis adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai
didalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal.
4.1.3 Pielonefritis dibagi menjadi dua yaitu pielonefritis akut dan kronis.
4.1.4 Faktor yang menyebabkan terjadinya pielonefritis adalah obstruksi aliran urine
(missal, batu, penyakit prostat), jenis kelamin perempuan, umur yang lebih tua,
kehamilan, refluks vesikoureter, peralatan kedokteran (terutama kateter menetap),
vesika urinaria neurogenic, penyalahgunaan analgesic secara kronik, penyakit ginjal,
dan penyakit metabolic (diabetes, gout, batu urine).
4.1.5 Penyebab dari pielonefritis adalah infeksi bakteri E.Coli, obstruksi urinari track.
Misal batu ginjal atau pembesaran prostat, refluks, yang mana merupakan arus balik
air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter, kehamilan, kencing Manis,
dan keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
4.1.6 Tanda dan gejala dari pielonefritis meliputi nyeri panggul dan nyeri tekan pada sudut
kostovertebra, leukositosis, urinalisis menunjukkan adanya sel darah merah dan
bakteriuria, keluhan urgency dan frequency, rasa terbakar pada saat berkemih,
dysuria, nokturia, dan hematuria (yang biasanya mikroskopik tetapi dapat pula
makroskopik), urin yang tampak keruh dan memiliki bau mirip ammonia atau berbau
amis, dan suhu tubuh 38,9o C atau lebih tinggi, demam menggigil, mual serta
muntah, anoreksia, dan perasaan mudah letih di seluruh tubuh (general fatigue).
4.1.7 Secara khas infeksi menyebar dari kandung kemih ke dalam ureter, kemudian ke
ginjal, seperti terjadi pada refluks vesikoureter. Refluks vesikoureter dapat terjadi
karena kelemahan kongenital pada tempat pertemuan (junction) ureter dan kandung
kemih. Bakteri yang mengalir balik ke jaringan intrarenal dapat menimbulkan koloni
infeksi dalam tempo 24 hingga 48 jam. Infeksi dapat pula terjadi karena
instrumentasi (seperti tindakan kateterisasi, sistoskopi, atau bedah urologi), karena
infeksi hematogen (seperti pasa septisemia atau endocarditis), atau mungkin juga
karena infeksi limfatik.
4.1.8 Pemeriksaan diagnosis yang dapat dilakukan adalah dengan urinalisis, kultur urin,
CT scan dan urografi. Pemeriksaan lain seperti whole blood, USG dan radiologi,
BUN, kreatinin, biopsy ginjal, pemeriksaan IVP.
4.1.9 Penanganan berfokus pada terapi antibiotic yang tepat terhadap mikoorganisme
penyebab infeksi setelah dilakukan indentifikasi melalui pemeriksaan kultur urin dan
sensitivitas. Kalau mikoorganisme penyebab infeksi tidak dapat diidentifikasi,
biasanya terapi terdiri atas antibiotic berspektrum luas, seperti ampisilin atau
sefaleksin. Jika pasien seorang ibu hamil atau usia lanjut, pemberian antibiotic harus
dilakukan dengan hati-hati. Obat analgetik urin, seperti fenazopiridin, juga
merupakan preparat yang tepat.
4.1.10 Komplikasi dari pielonefritis akut meliputi syok septik, pielonefritis kronik, dan
insufisiensi renal yang kronis. Sedangkan komplikasi dari pielonefritis kronik
meliputi nekrosis papilla ginjal, fionefrosis, dan abses perinefrik.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan
makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar.
4.2.2 Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam
pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Rubenstein, David; Wayne, David; Bradley, John. 2007. Lecture Notes : Kedokteran Klinis.
Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.