TINJAUAN PUSTAKA
1.1. HIV/AIDS
2.1.1 Definisi
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV
(HumanImmunodeficiency
mengakibatkanrusaknya/menurunnya
sistem
Virus)
kekebalan
yang
tubuhterhadap
Dalam tahun yang sama yaitu pada tahun 1981 Amerika Serikat
melaporkan adanyakasus Sarkoma Kapusi dan penyakit infeksi yang jarang
terjadi di kalangan homoseksual. Hal inimenimbulkan dugaan yang kuat
bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual.Pada tahun
1982 CDC-USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat
untukpertamakali membuat defenisi kasus AIDS. Sejak tahun 1982
dilakukan surveilans terhadapkasus-kasus AIDS. Pada tahun 1982 1983
mulai diketahui adanya transmisi diluar jalur hubungan seksual,yaitu
melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh
parapenyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.4,14
Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan
April tahun 1987,pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di
RSUP Sanglah Bali akibat infeksi sekunderpada paru-paru, sampai pada
tahun 1990 penyakit ini masih belum mengkhawatirkan, namunsejak awal
tahun 1991telah mulai adanya peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua
kali lipat(doubling time) kurang dari setahun, bahkan mengalami
peningkatan kasus secara ekponensial.15,16
2.1.3 Epidemiologi
Saat ini diperkirakan ada 5 10 juta orang pengidap HIV (Human
Immuno DeficeincyVirus) yang belum menunjukkan gejala apapun tetapi
potensial sebagai sumber penularan. Disamping itu telah dilaporkan adanya
lebih kurang 100.000 orang penderita AIDS dan 300.000 500.000 orang
penderita ARC (AIDS Related Complex) sampai 1 Maret 1989 telah
bahwa
transmisi
seksual
baik
homo
maupun
tercatatsebanyak
18442
orang
yang
menyebar
di
33
AIDS
AIDS/IDU
Laki-laki/Male
13654
6877
Perempuan/Female
4701
574
Tak Diketahui/Unknown
87
47
Jumlah/Total
18442
7498
pada umur <25 tahun, terdapat 41,7% penderita HIV, dan pada umur >25
tahun ada 57,9% penderita HIV17. Ini dapat dilihat pada gambar 3.
Grafik 2.3 Persentase dari resiko tinggi penderita HIV berdasarkan umur
dan jenis kelamin.17
2.1.4 Gejala
Gejala-gejala yang muncul dari HIV bisa mempengaruhi seseorang
secara bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan
berkembang dengan cepat.Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T)
dan menghancurkan sel-sel darah putih sehingga mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh. Setiap tahapan dari infeksi akan menunjukkan gejala
yang berbeda.Tahap awal dari infeksi virus ini biasanya tidak
menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun, gejala baru akan muncul
setelah dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Seseorang bisa
mengeluh mengalami sakit kepala yang berat dan persisten disertai dengan
demam.5,8Terdapat 4 gejala stadium klinis HIV yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis HIV, yaitu :
CD4
adalah
seorang
cara
ODHA.
yang
terpercaya
Pemeriksaan
dalam
CD4
menilai
melengkapi
Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelumpasien
jatuh sakit atau munculnya IO yang pertama. Perkembanganpenyakit akan
lebih cepat apabila terapi Arv dimulai pada saat CD4 <200/mm3
dibandingkan bila terapi dimulai pada CD4 di atas jumlahtersebut. Apabila
tersedia sarana tes CD4 maka terapi ARV sebaiknyadimulai sebelum CD4
kurang dari 200/mm3. Waktu yang palingoptimum untuk memulai terapi
ARV pada tingkat CD4 antara 200-350/mm3 masih belum diketahui, dan
pasien dengan jumlah CD4tersebut perlu pemantauan teratur secara klinis
maupun imunologis.Terapi ARV dianjurkan pada pasien dengan TB paru
atau infeksibakterial berat dan CD4 < 350/mm3. Juga pada ibu hamil
stadium klinismanapun dengan CD4 < 350 / mm3.18,19,20
Stadium
Klinis
1
Bila tersedia
pemeriksaan
Terapi
antiretroviral
dimulai bila
CD4 <200
Keterangan:
a CD4 dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. Contoh, TB
parudapat muncul kapan saja pada nilai CD4 berapapun dan kondisi lain yang
menyerupaipenyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misal, diare kronis, demam
berkepanjangan).
b Nilai yang tepat dari CD4 di atas 200/mm3 di mana terapi ARV harus dimulai belum
dapatditentukan.
c Jumlah limfosit total 1200/mm3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan CD4
tidakdapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang berkaitan dengan HIV (Stadium II atau
III). Hal ini
tidak dapat dimanfaatkan pada ODHA asimtomatik. Maka, bila tidak ada pemeriksaan
CD4,ODHA asimtomatik (Stadium I ) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada
petandalain yang terpercaya di daerah dengan sumberdaya terbatas.
10
Paduan ARV
Keterangan
Pilihan utama
AZT + 3TC +
NVP
AZT
dapat
menyebabkan
anemia, dianjurkan
untuk pemantauan hemoglobin,
tapi AZT lebih
disuka dari pada stavudin (d4T)
oleh karena
efek toksik d4T (lipoatrofi,
asidosis laktat,
neropati perifer).
Pada awal penggunaan NVP
terutama pada
pasien perempuan dengan CD4
>250 berisiko
untuk timbul gangguan hati
simtomatik, yang
biasanya berupa ruam kulit.
Risiko gangguan
hati simtomatik tersebut tidak
tergantung berat
ringannya
penyakit,
dan
tersering pada 6
minggu pertama dari terapi.
Pilihan
Alternatif
AZT + 3TC +
EFV
Efavirenz
(EFV)
sebagai
substitusi dari NVP manakala
terjadi intoleransi dan bila
pasien juga mendapatkan terapi
rifampisin. EFV tidak boleh
diberikan bila ada peningkatan
enzim alanin aminotransferase
(ALT) pada tingkat 4 atau lebih.
Perempuan hamil tidak boleh
diterapi dengan
EFV. Perempuan usia subur
harus menjalani tes kehamilan
terlebih dulu sebelum mulai
terapi dengan EFV.
d4T dapat digunakan dan tidak
memerlukan pemantauan
laboratorium.
d4T + 3TC +
NVP atau EFV
11
CD4
Paduan yang
Keterangan
Dianjurkan
CD4 <200/ mm3
ketat
CD4 200-350/
mm3
Mulai terapi TB
CD4 tidak
mungkin diperiksa
2.2. Tuberkulosis
2.2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WorldHealth Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan
WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
12
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasusBTA (Basil
Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regionalWHOjumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihatdari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk, seperti terlihat pada tabel Diperkirakan angka kematian akibat
TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO
tahun2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atauangka mortaliti sebesar
39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika
yaitu 83 per100.000 penduduk,
dimana
Kasus
100000
duk
Per
Pendu
Kematia
n akibat
TB
Semua
kasus
(%)
2354 (26)
370 (4)
622 (7)
Sputum
Positif
Sputum
positif
Jumlah
(Ribu)
1000
165
279
Semua
kasus
(%)
350
43
124
149
19
55
556
53
143
Per 100
000
Penduduk
83
6
28
472 (5)
2890 (33)
2090 (24)
8797
(100)
211
1294
939
2887
54
182
122
141
24
81
55
63
73
625
373
1823
8
39
22
29
Jumlah
(Ribu)
Pembagian
daerah
WHO
Afrika
Amerika
Mediteranian
timur
Eropa
Asia Tenggara
Pasifik barat
Global
13
14
15
16
17
18
19
Obat
Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)
Dosis
yg DosisMaks Dosis (mg) / beraty
dianjurkan
(mg)
badan (kg)
Harian Intermitte
(mg/
(mg/Kg/
kgBB / BB/kali)
hari)
<40
8-12
10
10
4060
450
>60
150
300
450
600
600
350
H
4-6
10
300
20-30
25
35
750
1000 1500
15-20
15
30
750
1000 1500
15-18
15
15
1000
Sesuai 750
1000
BB
Dikutip dari pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di
Indonesia12.
20
Fase lanjutan
2 Bulan
BB
4 bulan
6
Bulan
harian
Harian
Harian
3x
seminggu
harian
3x
seming
gu
RHZE1
50/75/
400/275
RHZ
150/75/400
RHZ
150/150/
500
RH
150/
75
RH
150/150
30-37
1,5
38-54
55-70
>71
EH
400/
150
21
TB
melebihi
pelaksanaansepenuhnya
dari
DOTS,
karena
juga
22
23
Grafik 2.3Angka kasus baru TB menurut status HIV per 100.000 orang di
Chiang Rai, Thailand (1987-2000). (Sumber: TB/HIV Research Project, RITJATA, Provincial Health OfficeChiang Rai, Ministry of Public Health,
Thailand)23
24
TB patients
tested for HIV
AFR
492,000 (37%)
AMR
114,000 (49%)
EMR
4,200 (1.1%)
EUR
169,000 (35%)
SEAR
122,000 (5.5%)
WPR
95,000 (6.6%)
Global
996,000 (16%)
% of tested TB
patients HIV +
% of identified
TB patients on
CPT
% of identified
TB patients on
ART
51%
13%
12%
2.5%
15%
7%
30%
66%
36%
35%
52%
37%
45%
63%
29%
77%
65%
16%
17%
28%
30%
25
TB primer. Sebaliknya
infeksi
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
26
27
JENIS KELAMIN
JUMLAH CD4
JENIS TERAPI
: Umur
28
Definisi
penderita
HIV
dengan
infeksi
Tuberkulosis
yang
: kuesioner
Cara Ukur
: Klasifikasi umur :
1. 10 tahun
2. 11-20 tahun
3. 21-30 tahun
4. 31-40 tahun
5. 41-50 tahun
6. 51-60 tahun
2. Variabel
: Jenis Kelamin
Definisi
Alat Ukur
: kuesioner
Cara Ukur
: 1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Variabel
: Jumlah CD4
29
Definisi
: kuesioner
Cara Ukur
kuesioner
Cara Ukur
5. Variabel
30
Definisi
pewarnaan Ziehl-Nielsen
Alat Ukur
: kuesioner
Cara Ukur
: Jenis Terapi
: jenis pengobatan yang diberikan kepada penderita
kuesioner
Cara Ukur
31
BAB 1V
32
METODE PENELITIAN
33
4.5.2
34
Pengolahan
data
dan
naratif
deskriptif
dilakukan
dengan
Penyajian Data
Data yang diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik untuk menggambarkan karakteristik kejadian ko-infeksi HIV/AIDS
dengan Tuberkulosis disertai penjelasan yang sesuai.
4.6
Etika Penelitian
1. Menyerahkan surat pengantar yang ditukan kepada pihak pemerintah
dan Rumah Tahanan sebagai permohonan izin untuk melakukan
penelitian
2. Menyerahkan surat persetujuan yang ditujukan kepada pihak tempat
penelitian untuk melakukan penelitian
3. Kami akan berusaha untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek
penelitian yang terdapat pada data sekunder yang diperoleh, sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian ini
4. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait, khususnya bagi dunia kedokteran dan bagi program
penaggulangan HIV/AIDS dan Tuberkulosis di Indonesia
BAB V
35
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
26
92,9
Perempuan
7,1
Jumlah (n)
28
100,0
36
Frekuensi
Presentase (%)
<10
10-19
3,6
20-29
21
75
30-39
21,4
40-49
50-59
>60
Jumlah (n)
28
100
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
13
92,86
Perempuan
7,14
Jumlah (n)
14
100,0
37
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah pasien TB di Rumah Tahanan Gunung Sari
Makassar peiode 2009 berjumlah 14 orang dimana yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 13 orang (92,86 %) dan perempuan berjumlah 1 orang (7,14 %)
Tabel 5.4. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di
Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
100,0
Perempuan
Jumlah (n)
100,0
38
Frekuensi
Presentase (%)
<10
11 19
20 29
87,5
30 39
12,5
40 49
50 59
>60
Jumlah (n)
100,0
39
Frekuensi
Presentase (%)
12,5
87,5
100,0
CD4
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebanyak 7 orang (87,5%) penderita ko-infeksi
HIV dengan Tuberkulosis tidak dilakukan pemeriksaan CD 4, sedangkan hanya 1
orang (12,5%) penderita yang dilakukan pemeriksaan CD4
Tabel 5.8. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di
Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Pemeriksaan BTA
Frekuensi
Presentase (%)
BTA (+)
BTA (-)
37,5
Tidak Dilakukan
62,5
100,0
Pemeriksaan
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
40
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebanyak 5 orang (62,5%) penderita koinfeksi HIV dengan Tuberkulosis tidak dilakukan pemeriksaan BTA. Pasien koinfeksi yang dilakukan pemeriksaan dan hasilnya adalah BTA (-) sebanyak 3
orang (37,5%). Tidak terdapat pasien dengan hasil pemeriksaan BTA (+).
Frekuensi
Presentase (%)
Mendukung Diagnosis TB
100,0
100,0
TB
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa pasien ko-infeksi HIV dengan TB dengan
hasil foto thoraks mendukung diagnosis TB berjumlah 8 orang (100%). Tidak ada
pasien dengan hasil foto thoraks tidak mendukung diagnosis TB.
41
Frekuensi
Presentase (%)
Terapi ARV
Terapi TB
Terapi Simptomatik
12,5
12,5
Terapi TB dan
75
100,0
Simptomatik
Terapi ARV dan
simptomatik
Simptomatik
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.10. menunjukkan bahwa pasien koinfeksi HIV dengan TB yang
mendapatkan terapi TB dan Simptomatik berjumlah 6 orang (75%), sedangkan
pasien yang mendapatkan terapi ARV, TB, dan simptomatik berjumlah 1 orang
(12,5%). Pasien dengan terapi Simptomatik saja berjumlah 1 orang (12,5%).
Tidak ada pasien yang mendapatkan terapi ARV dan TB secara bersamaan.
42
5.2. PEMBAHASAN
Berdarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
disribusi frekuensi penyakit HIV di Rutan Gunung Sari Makassar periode
2009 berdasarkan tabel 5.1. berjumlah 28 orang dengan distribusi berdasrkan
jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 26 orang (92,9%), dan perempuan 2
orang (7,1%). Hasil ini sesuai dengan statistik dari Ditjen PPM & PL Depkes
RIsampai tahun 2009 yaitu jumlah penderita HIV terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 13654 orang, dan perempuan sebanyak 4701 orang.5Hasil penelitian
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasmaliah (2001) yang
mendapatkan perbandingan laki-laki dengan perempuan 10:1. Akan tetapi,
data ini tidak sesuai dengan pelaporan National AIDS Reports dimana jumlah
penderita berjenis-kelamin perempuan adalah 56,1% dibandingkan dengan
laki-laki yang berjumlah 52,2%.17 Pada penelitian ini, jumlah penderita HIV
adalah 28 orang dari 829 tahanan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
oleh Hariga yang mengatakan bahwa 65 % populasi penjara menderita
HIV/AIDS11
Kelompok umur 20-29 tahun merupakan kelompok umur yang rentan
terhadap HIV/AIDS sesuai dengan hasil pelaporan statistik Ditjen PPM & PL
Depkes RIsampai tahun 2009 bahwa proporsi kumulatif kasus HIV/AIDS
tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun disusul kelompok umur 30-39
tahun, dan kelompok umur 40-49 tahun5.Penderita positif HIV pada usia
tersebut diduga telah meakukan hubungan seksual pada saat mereka masih di
43
bangku SMP ataupun SMA. Meski sebenarnya penularan HIV tak hanya
melalui hubungan intim.
Berdarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
disribusi frekuensi penyakit TBC di Rutan Gunung Sari Makassar periode
2009 berdasarkan tabel 5.3. berjumlah 14 orang dengan distribusi berdasrkan
jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 13 orang (92,9%), dan perempuan 1
orang (7,1%). Hal ini berbeda menurut teori mengatakan bahwa distribusi TB
paru adalah sama pada laki-laki dan perempuan18.
Distribusi frekuensi ko-infeksi HIV dengan TB paru berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa pria lebih banyak menderita TB paru dibanding
perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Rahayu Lubis (2007)
yaitu 72,0 % penderita adalah laki-laki24. Berdasarkan kelompok umur yang
tertinggi menderita TB-HIV adalah kelompok umur 20-29 tahun dimana
sesuai dengan teori bahwa ko-infeksi TB dan HIV menyerang pada usia 2049 tahun. Jumlah penderita ko-infeksi TB HIV di penjara adalah 8 orang.
Hasil ini tidak sesuai dengan data TB in Prison yang mengatakan bahwa
jumlah penderita TB di penjara 50% lebih banyak dari jumlah penderita TB
di populasi umum11.
Hitung sel CD4 digunakan sebagai alat untuk memantau resiko
perkembangan penyakit dan menentukan waktu yang tepat untuk memulai
atau memodifikasi regimen obat. Hitung sel CD4 memberikan informasi
mengenai status imunologik seseorang. Pada penelitian ini, jumlah penderita
ko-infeksi TB-HIV yang dilakukan pemeriksaan CD4 adalah 1 orang, dan
44
45
dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 adalah satu orang yang merupakan dasar
dalam pemberian terapi ARV. Ini sesuai dengan pedoman terapi ARV pada
penderita ko-infeksi TB HIV yaitu Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis yang mana dapat memandu dalam menentukan kapan
pasien memerlukan pengobatan profilaksis terhadap Infeksi oportunistik dan
terapi ARV sebelum penyakitnya berlanjut menjadi lebih parah19.
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik kejadian ko-infeksi
HIV dengan Tuberkulosis paru di Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar
periode 2009, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki.
2. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan umur adalah kelompok umur 20-29 tahun
3. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan Jumlah CD4 adalah tidak dilakukan pemeriksaan
4. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan hasil pemeriksaan BTA adalah tidak dilakukan pemeriksaan
5. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan hasil foto thoraks adalah mendukung diagnosa TB
6. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan Jenis terapi adalah Jenis terapi TB, terapi simptomatik dan
suportif
47
6.2. Saran
1. Dari penelitian ini dapat diketahui masih ada beberapa data pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya yang perlu dilakukan
untuk penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan kontroling pada pasien
ko-infeksi TB dan HIV.
2. Perlunya partisipasi aktif oleh para profesional kesehatan dalam
menangani kejadian ko-infeksi HIV dengan tuberkulosis
3. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan muncul penelitian-penelitian lain
tentang ko-infeksi HIV dengan infeksi tuberkulosis
48
DAFTAR PUSTAKA
1.
Djoerban Z., Djauzy S., HIV/AIDS di Indonesia Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam Jilid III, Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
49
10. TB dan HIV Meningkat di Penjara. (Cited 2010 Okt 13). Available from :
http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=1798
11. TB
in
Prison.
Cited
2010
Okt
13
).
Available
From
http://www.kaisernetwork.org/health_cast/uploaded_files/Carmelia%20Basri
1.pdf
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan
Penatalaksanaan Di indonesia. Jakarta:2006
13. Schwartzstein, Richard. Parker, Michael. The Phyiological Implications of
the Anatomy of The Respiratory System. In Respiratory Physiology, a
Clinical Approach. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia : 2006
14. Gunardi, Wani. Patogenitas dan Virulensi Tuberkulosis. Tugas Problema
Infeksi Secara Umum. Program Pendidikan Dokter spesialis Mikrobiologi
fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. Jakarta:2005
15. Helmia, Manase Lulu. Tuberkulosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.
Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas UNAIR. Surabaya: 2004
16. Soewandojo, Eddy. The management Of HIV/AIDS in Pulmonary TB.
Simposium Nasional TB Update 2002. Surabaya: 2002
17. ................Indonesia Evidence to Action. Country Profile. 2008
18. Janis, Eddy. Sugito. HIV/AIDS di RS. H. Adam Malik Medan. Dalam Jurnal
Respirologi Indonesia. Surakarta ; 2005
19. Aditama,Tcandra.dkk,. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang
Dewasa
dan
Remaja.
Dalam
buku
Pedoman
Nasional
Terapi
50
From
http://www.heart-
intl.net/HEART/Financial/comp/AIDSinprisonproblemspolicie%20pn.pdf
24. Lubis, Rahayu. Ko-infeksi HIV/AIDS dan TB. Departemen Epidemiologi
FKM USU. Medan:2007
25. Sastroasmoro S, Ismael S,.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian klinik. Edisi 3.
Jakarta:Sagung Seto.2008
26. TB
BTA
Negatif.
(cited
2010
Nov
1).
Available
from
www.yayasanspiritia.com.
51