Anda di halaman 1dari 51

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. HIV/AIDS
2.1.1 Definisi
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV

(HumanImmunodeficiency

mengakibatkanrusaknya/menurunnya

sistem

Virus)
kekebalan

yang
tubuhterhadap

berbagai penyakit.Apabila HIV ini masuk ke dalam peredaran darah


seseorang, maka HIV tersebutmenyerap sel-sel darah putih. Sel-sel darah
putih ini adalah bagian dari sistem kekebalan tubuhyang berfungsi
melindungi tubuh dari serangan penyakit. HIV secara berangsur-angsur
merusaksel darah putih hingga tidak bisa berfungsi dengan baik.1,4,6
2.1.2 Sejarah
Penyakit ini pertama kali timbul di Afrika, Haiti, dan Amerika Serikat
pada tahun 1978.Pada tahun 1979 pertama kali dilaporkan adanya kasuskasus Sarkoma Kaposi dan penyakit-penyakitinfeksi yang jarang terjadi di
Eropa, penyakit ini menyerang orang-orang Afrika yangbermukim di Eropa.
Sampai saat ini belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasuskasustersebut adalah AIDS.Sindrom yang kini telah menyebar ke seluruh
dunia ini pertama kali dilaporkan olehGotlieb dan kawan-kawan di Los
Angeles pada tahun 1981. Orang yang terinfeksi virus HIV akanberpotensi
sebagai pembawa dan penular virus selama hidupnya walaupun orang
tersebut tidakmerasa sakit dan tampak sehat.4,13

Dalam tahun yang sama yaitu pada tahun 1981 Amerika Serikat
melaporkan adanyakasus Sarkoma Kapusi dan penyakit infeksi yang jarang
terjadi di kalangan homoseksual. Hal inimenimbulkan dugaan yang kuat
bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual.Pada tahun
1982 CDC-USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat
untukpertamakali membuat defenisi kasus AIDS. Sejak tahun 1982
dilakukan surveilans terhadapkasus-kasus AIDS. Pada tahun 1982 1983
mulai diketahui adanya transmisi diluar jalur hubungan seksual,yaitu
melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh
parapenyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.4,14
Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan
April tahun 1987,pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di
RSUP Sanglah Bali akibat infeksi sekunderpada paru-paru, sampai pada
tahun 1990 penyakit ini masih belum mengkhawatirkan, namunsejak awal
tahun 1991telah mulai adanya peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua
kali lipat(doubling time) kurang dari setahun, bahkan mengalami
peningkatan kasus secara ekponensial.15,16
2.1.3 Epidemiologi
Saat ini diperkirakan ada 5 10 juta orang pengidap HIV (Human
Immuno DeficeincyVirus) yang belum menunjukkan gejala apapun tetapi
potensial sebagai sumber penularan. Disamping itu telah dilaporkan adanya
lebih kurang 100.000 orang penderita AIDS dan 300.000 500.000 orang
penderita ARC (AIDS Related Complex) sampai 1 Maret 1989 telah

dilaporkan141.000 kasus AIDS ke WHO oleh 145 negara. AIDS adalah


suatu penyakit yang sangatberbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate
100 % dalam 5 tahun, artinya dalam waktu 5tahun setelah diagnosis AIDS
ditegakkan, semua penderita akan meninggal. Pada populasinormal Adult
Mortality Rate adalah 50/10.000 bila seroprevalensi infeksi HIV adalah 10
% makadalam 5 tahun mendatang Adult Mortality Rate ini akan meningkat
dua kali menjadi 100/10.0004,16. Dari Tahun 2001 2007, terjadi
peningkatan penderita HIV dari 93.000-270.000.

Grafik 2.1 Estimasi angka manusia yang hidup dengan HIV17


Distribusi umur penderita AIDS di AS, Eropa dan Afrika tidak
berbeda jauh, kelompokterbesar berada pada umur 30 39 tahun, dan
menurun pada kelompok umur yang lebih besardan lebih kecil. Hal ini
membuktikan

bahwa

transmisi

seksual

baik

homo

maupun

heteroseksualmerupakan pola transmisi utama. Mengingat masa inkubasi


AIDS yang berkisar dari 5 tahun keatas, maka infeksi terbesar terjadi pada

kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20 30tahun11,12. Distribusi


penderita HIV menurut umur dapat dilihat dari gambar 2.

Grafik2.2. Distribusi penderita HIV/AIDS menurut umur17.


Depkes RI melaporkan bahwa sampai pada tahun 2009 kasus
HIV/AIDS

tercatatsebanyak

18442

orang

yang

menyebar

di

33

Propinsi.Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia dapat dilihat pada


tabel berikut :5
Tabel 2.1 Perkembangan HIV AIDS di Indonesia
Jenis Kelamin/Sex

AIDS

AIDS/IDU

Laki-laki/Male

13654

6877

Perempuan/Female

4701

574

Tak Diketahui/Unknown

87

47

Jumlah/Total

18442

7498

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia


Sumber : Ditjen PPM & PL Depkes RI5

Rasio jenis kelamin pria wanita adalah 10 15 : 1 karena


sebagianbesar penderita adalah kaum homoseksual. Perbandingan antara
penderita dari daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan)umumnya lebih
tinggi di daerah urban, karena di kota lebih banyak dilakukan
promiskuitas(hubungan seksual dengan banyak mitra seksual), maka
kelompok masyarakat berisiko tinggiadalah kelompok masyarakat yang
melakukan promiskuitas, yaitu kaum homoseksual termasukkelompok
biseksual, heteroseksual, dan penyalahguna narkotik suntik, serta penerima
transfusidarah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit darah,
anak dan bayi yang lahir dari ibupengidap HIV.Prevalensi infeksi HIV
dikalangan ini terus meningkat denganpesat. Di San Fransisco pada tahun
1978, hanya 4 % kaum homoseksual diperkirakan mengidapHIV, 3 tahun
kemudian angka ini bertambah menjadi 24 %, 8 tahun kemudian menjadi 80
% danpada saat ini telah menjadi 100 %. 4, 18
Kelompok heteroseksual risiko tinggi ini di Indonesia adalah para
WTS, para pramupijat,pramuria bar dan club malam dan para pelanggannya.
Kelompok penyalah guna narkotik suntik,mereka ini menggunakan alat
suntik bersama dan sering masih terdapat sisa darah di dalamjarum atau alat
suntik. Kelompok ini di Eropa meliputi 11 % dari semua kasus AIDS dan
diAmerika Serikat 25 % dari seluruh kasus AIDS4.
Menurut data dari National AIDS reports, jumlah penderita HIV
sebanyak 56,1 % pada perempuan, dan 52,2 % pada laki-laki. Sedangkan

pada umur <25 tahun, terdapat 41,7% penderita HIV, dan pada umur >25
tahun ada 57,9% penderita HIV17. Ini dapat dilihat pada gambar 3.

Grafik 2.3 Persentase dari resiko tinggi penderita HIV berdasarkan umur
dan jenis kelamin.17
2.1.4 Gejala
Gejala-gejala yang muncul dari HIV bisa mempengaruhi seseorang
secara bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan
berkembang dengan cepat.Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T)
dan menghancurkan sel-sel darah putih sehingga mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh. Setiap tahapan dari infeksi akan menunjukkan gejala
yang berbeda.Tahap awal dari infeksi virus ini biasanya tidak
menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun, gejala baru akan muncul
setelah dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Seseorang bisa
mengeluh mengalami sakit kepala yang berat dan persisten disertai dengan
demam.5,8Terdapat 4 gejala stadium klinis HIV yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis HIV, yaitu :

Tabel 2.2 Stadium klinis untuk mendiagnosis HIV


Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Kondisi dengan tanda* perlu diagnosis dokter yang dapat diambil dari rekam medis RSsebelumnya

Dikutip dari DEPKES RI Pedoman Nasional Terapi AntiretroviralEdisi II


200719

2.1.5 Penularan AIDS.


HIV dapat ditularkan melalui :
A. Hubungan seksual (homoseksual ataupun heteroseksual) dengan
seorang yang mengidapHIV.
B. Transfusi darah yang tercemar HIV.
C. Melalui alat suntik, alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) bekas
dipakai orang yangmengidap HIV.
D. Pemindahan HIV dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang
dikandungnya.18,19
2.1.6Penilaian Imunologi
Jumlah
statusimuunitas

CD4

adalah

seorang

cara

ODHA.

yang

terpercaya

Pemeriksaan

dalam

CD4

menilai

melengkapi

pemeriksaanklinis yang mana dapat memandu dalam menentukan kapan


pasienmemerlukan pengobatan profilaksis terhadap IO dan terapi ARV
sebelum penyakitnya berlanjut menjadi lebih parah.18,19
2.1.7 Terapi ARV
A. Tidak tersedia tes CD4
Dalam hal tidak tersedia tes CD4, semua pasien dengan stadium3 dan 4
harus memulai terapi ARV. Pasien dengan stadium klinis 1 dan2 harus
dipantau secara seksama, setidaknya setiap 3 bulan sekaliuntuk pemeriksaan
medis lengkap atau manakala timbul gejala atautanda klinis yang baru.18,19

B. Tersedia tes CD4

Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelumpasien
jatuh sakit atau munculnya IO yang pertama. Perkembanganpenyakit akan
lebih cepat apabila terapi Arv dimulai pada saat CD4 <200/mm3
dibandingkan bila terapi dimulai pada CD4 di atas jumlahtersebut. Apabila
tersedia sarana tes CD4 maka terapi ARV sebaiknyadimulai sebelum CD4
kurang dari 200/mm3. Waktu yang palingoptimum untuk memulai terapi
ARV pada tingkat CD4 antara 200-350/mm3 masih belum diketahui, dan
pasien dengan jumlah CD4tersebut perlu pemantauan teratur secara klinis
maupun imunologis.Terapi ARV dianjurkan pada pasien dengan TB paru
atau infeksibakterial berat dan CD4 < 350/mm3. Juga pada ibu hamil
stadium klinismanapun dengan CD4 < 350 / mm3.18,19,20

Tabel 2.3 Saat memulai terapi pada ODHA dewasa

Stadium
Klinis
1

Bila tersedia
pemeriksaan
Terapi
antiretroviral
dimulai bila

Bila tidak tersedia


pemeriksaan CD4
Terapi ARV tidak
diberikan

CD4 <200

Bila jumlah total


limfosit <1200

Jumlah CD4 200 Terapi ARV dimulai


350/mm3,
tanpamemandang
pertimbangkan terapi jumlah limfosit
sebelum
CD4 <200/mm3
Pada kehamilan atau
TB:
Mulai terapi ARV
pada semua ibu
hamil denganCD4
,350
Mulai terapi ARV
padasemua ODHA
dengan
CD4<350
dengan TB paru atau
infeksi
bakterial
berat
Terapi ARV dimulai
4
tanpamemandang
jumlah CD4
Dikutip dari DEPKES RI Pedoman Nasional Terapi AntiretroviralEdisi
II 200719
3

Keterangan:
a CD4 dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. Contoh, TB
parudapat muncul kapan saja pada nilai CD4 berapapun dan kondisi lain yang
menyerupaipenyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misal, diare kronis, demam
berkepanjangan).
b Nilai yang tepat dari CD4 di atas 200/mm3 di mana terapi ARV harus dimulai belum
dapatditentukan.
c Jumlah limfosit total 1200/mm3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan CD4
tidakdapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang berkaitan dengan HIV (Stadium II atau
III). Hal ini
tidak dapat dimanfaatkan pada ODHA asimtomatik. Maka, bila tidak ada pemeriksaan
CD4,ODHA asimtomatik (Stadium I ) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada
petandalain yang terpercaya di daerah dengan sumberdaya terbatas.

Panduan ARV lini pertama yang dianjurkan adalah :

10

1. Pilih lamivudin (3TC), ditambah


2. Pilih salah satu obat dari golongan nucleoside revere transcriptase
inhibitor (NRTI), zidovudine (AZT) atau stavudin (d4T)
Tabel 2.4 Pilihan Paduan ARV untuk Lini- Pertama
Anjuran

Paduan ARV

Keterangan

Pilihan utama

AZT + 3TC +
NVP

AZT
dapat
menyebabkan
anemia, dianjurkan
untuk pemantauan hemoglobin,
tapi AZT lebih
disuka dari pada stavudin (d4T)
oleh karena
efek toksik d4T (lipoatrofi,
asidosis laktat,
neropati perifer).
Pada awal penggunaan NVP
terutama pada
pasien perempuan dengan CD4
>250 berisiko
untuk timbul gangguan hati
simtomatik, yang
biasanya berupa ruam kulit.
Risiko gangguan
hati simtomatik tersebut tidak
tergantung berat
ringannya
penyakit,
dan
tersering pada 6
minggu pertama dari terapi.

Pilihan
Alternatif

AZT + 3TC +
EFV

Efavirenz
(EFV)
sebagai
substitusi dari NVP manakala
terjadi intoleransi dan bila
pasien juga mendapatkan terapi
rifampisin. EFV tidak boleh
diberikan bila ada peningkatan
enzim alanin aminotransferase
(ALT) pada tingkat 4 atau lebih.
Perempuan hamil tidak boleh
diterapi dengan
EFV. Perempuan usia subur
harus menjalani tes kehamilan
terlebih dulu sebelum mulai
terapi dengan EFV.
d4T dapat digunakan dan tidak
memerlukan pemantauan
laboratorium.

d4T + 3TC +
NVP atau EFV

Dikutip dari DEPKES RI Pedoman Nasional Terapi AntiretroviralEdisi


II 200719

Tabel2.5Terapi ARV untuk Pasien dengan Koinfeksi TB dan HIV

11

CD4

Paduan yang

Keterangan

Dianjurkan
CD4 <200/ mm3

Mulai terapi TB.


Mulai terapi ARV segera
setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara 2 minggu
hingga 2 bulan)
Paduan yang mengandung
EFV
(AZT atau d4T) + 3TC + EFV
(600 atau 800 mg/hari).
Setelah OAT selesai maka
bila
perlu EFV dapat diganti
dengan
NVP
Bila NVP terpaksa harus
digunakan disamping OAT,
maka dapat dilakukan dengan
melakukan pemantauan fungsi
hati (SGOT/SGPT) secara

Saat mulai ART pada 2 8


minggu setelah OAT

ketat
CD4 200-350/
mm3

Mulai terapi TB

Setelah 8 minggu terapi TB

CD4 >350/ mm3

Mulai terapi TB.

Tunda terapi ARVe , evaluai


kembali pada saat minggu ke
8
terapi TB dan setelah terapi
TB
lengkap

CD4 tidak
mungkin diperiksa

Mulai terapi TB.

Pertimbangkan terapi ARV


mulai 2 8 minggu setelah
terapi TB dimulai

Dikutip dari DEPKES RI Pedoman Nasional Terapi AntiretroviralEdisi II


200719

2.2. Tuberkulosis
2.2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WorldHealth Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan
WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

12

tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasusBTA (Basil
Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regionalWHOjumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihatdari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk, seperti terlihat pada tabel Diperkirakan angka kematian akibat
TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO
tahun2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atauangka mortaliti sebesar
39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika
yaitu 83 per100.000 penduduk,

dimana

prevalensi HIV yang cukup tinggi

mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.21,22


Tabel 2.6 Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002
Kasus

Kasus
100000
duk

Per
Pendu

Kematia
n akibat
TB

Semua
kasus
(%)
2354 (26)
370 (4)
622 (7)

Sputum
Positif

Sputum
positif

Jumlah
(Ribu)

1000
165
279

Semua
kasus
(%)
350
43
124

149
19
55

556
53
143

Per 100
000
Penduduk
83
6
28

472 (5)
2890 (33)
2090 (24)
8797
(100)

211
1294
939
2887

54
182
122
141

24
81
55
63

73
625
373
1823

8
39
22
29

Jumlah
(Ribu)

Pembagian
daerah
WHO
Afrika
Amerika
Mediteranian
timur
Eropa
Asia Tenggara
Pasifik barat
Global

Dikutip dari pedoman diagnosis dan penatalaksanaa Tuberkulosis di Indonesia12

13

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus


TB setelah India dan China. Setiap tahunterdapat 250.000 kasus baru TB
dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah
pembunuhnomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung danpenyakit pernapasan akut
pada seluruh kalangan usia.Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. berbentuk batang lurus
atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.Bakteri ini
berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M.
tuberculosis sangat kompleks, terdiri darilapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor,
dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalamvirulensi. Asam mikolat
merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan
denganarabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester.9,10,12,13
2.2.2 Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatusarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di
bagian mana sajadalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah beningmenuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

14

getah bening di hilus (limfadenitisregional). Afek primer bersama-sama


dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer iniakan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara Perkontinuitatum, secara bronkogen, hematogen
dan limfogen
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa,localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadiproblem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarangdini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnyaberbentuk suatu
sarang pneumonik kecil.9,12,16
2.2.3 Klasifikasi Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura
Berdasarkan Pemeriksaan dahak, Tuberkulosis pari dibagi menjadi :

15

Tuberkulosis Paru BTA (+)


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif, Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkangambaran
tuberkulosis aktif, Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif12,17,19

Tuberkulosis Paru BTA (-)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologikmenunjukkan tuberkulosis
aktif, Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M. tuberculosis positif12,17,20

Berdasarkan Tipe Pasien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
b. Kasus kambuh (relaps)
c. Kasus defaulted atau drop out
d. Kasus gagal
e. Kasus kronik / persisten
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjargetah bening, selaput
otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,

16

alat kelamin dan lain-lain.Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur


positif atau patologi anatomi.12
2.2.4 Gambaran Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaanbakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya12
2.2.4.1 Gejala klinik
1. Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
2.2.4.2 Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

17

bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan


biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)12
2.2.4.3 Pemeriksaan Radiologik12
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.Gambaran radiologik yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif9,12,19 :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu,
dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

18

Gambar 2.1. Alur Diagnosis TBC


Dikutip dari pedoman diagnosis dan penatalaksanaa Tuberkulosis di
Indonesia12
2. 2.6 Pengobatan TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduanobat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.9,12,15

19

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Tabel 2.7 Jenis dan Dosis OAT

Obat

Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)

Dosis
yg DosisMaks Dosis (mg) / beraty
dianjurkan
(mg)
badan (kg)
Harian Intermitte
(mg/
(mg/Kg/
kgBB / BB/kali)
hari)

<40

8-12

10

10

4060
450

>60

150

300

450

600

600

350
H

4-6

10

300

20-30

25

35

750

1000 1500

15-20

15

30

750

1000 1500

15-18

15

15

1000

Sesuai 750

1000

BB
Dikutip dari pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di
Indonesia12.

20

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang


penting untuk menyembuhkan pasien danmenghindari MDR TB
(multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemi TBmerupakan prioriti utama WHO. International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan
WHOmenyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primerpada tahun 1998. Dosis
obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat
pada tabel 8.12,23
Tabel 2.8 Dosis Obat Anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase Intensif

Fase lanjutan

2 Bulan
BB

4 bulan

6
Bulan
harian

Harian

Harian

3x
seminggu

harian

3x
seming
gu

RHZE1
50/75/
400/275

RHZ
150/75/400

RHZ
150/150/
500

RH
150/
75

RH
150/150

30-37

1,5

38-54

55-70

>71

EH
400/
150

Dikutip dari pedoman diagnosis dan penatalaksanaan Tuberkulosis


Indonesia12
2.2.3 Hubungan HIV dengan TB
HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TB), terutama TB paru, saat ini
merupakan masalah kesehatan global. TB paru merupakan infeksi

21

oportunistik paling sering terjadi pada penderita HIV/AIDS di dunia,


sebagian besar disebabkan karena menyebarnya penderita HIV di daerah
dimana prevalensi TB tinggi. Di negara-negara sedang berkembang diduga
sekitar 3-4,5 juta penduduk di Afrika, sub sahara , menderita HIV dan TB
secara bersamaan.16,22,23
HIV meningkatkan epidemi TB denganbeberapa cara.. Telah
diketahui bahwa HIVmerupakan faktor risiko yang paling potensialuntuk
terjadinya TB aktif baik pada orang yangbaru terinfeksi maupun mereka
dengan infeksiTB laten. Risiko terjadinya TB pada orangdengan ko-infeksi
HIV/TB berkisar antara 5 10% per tahun. Sekitar 60% orang
denganHIV/AIDS (ODHA) dan Purified ProteinDerivative (PPD) positif
berkembang menjadiTB aktif semasa hidupnya, sedangkan pada PPDpositif dan
HIV negatif adalah sekitar 10%.(lihat Gambar 4). HIV meningkatkan
angkakekambuhan TB, baik disebabkan oleh reaktifasiendogen atau re-infeksi
eksogen. Peningkatankasus TB pada ODHA akan meningkatkanrisiko penularan
TB pada masyarakat umumdengan atau tanpa terinfeksi HIV. PencegahanHIV
terkait

TB

melebihi

pelaksanaansepenuhnya

dari

DOTS,

karena

juga

mencakuppencegahan infeksi HIV sejak awal, pencegahan berkembangnya infeksi


TB laten menjadipenyakit aktif serta ketentuan dan penyediaanpengobatan dan
perawatan HIV/AIDS.16,22,23

22

Gambar 2.2. Perkembangan TB dan AIDS dengan melihat pemeriksaan


PPD23
Sekitar 72% jumlah penderita TB dunia terdapat di Asia, dan lebih
dari 1,3 juta orang dewasa di Asia diperkirakan terinfeksi dengan HIV dan
TB secara bersamaan. Di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi
seperti Indonesia maka setidaknya 50% atau lebih penduduk dewasanya
telah terinfeksi kuman TB dan di dalam tubuhnya terdapat kuman TB dalam
keadaan dorman. Mereka tidak menjadi sakit karena daya tahan tubuh yang
baik. Bila daya tahan menurun akibat HIV maka penyakit TB dapat muncul
akibat reaktivasi endogen kuman dorman dalam tubuh. Di pihak lain,
mereka yang terinfeksi HIV tidak dapat menahan dirinya terhadap
kemungkinan infeksi baru TB secara eksogen.17Program nasional TB di
negara-negaradengan beban HIV yang tinggimelaporkan terjadinya peningkatan
casefatalityrate (CFR) sampai 25% pada pasiendengan BTA positif dan 40 50%

23

padapasien TB paru dengan BTA negatif. Diseluruh dunia terdapat 350.000


kematianakibat HIV dengan TB pada tahun 2000. Halini dapat disebabkan oleh
keterlambatandiagnosis dan pengobatan TB23,24.

Grafik 2.3Angka kasus baru TB menurut status HIV per 100.000 orang di
Chiang Rai, Thailand (1987-2000). (Sumber: TB/HIV Research Project, RITJATA, Provincial Health OfficeChiang Rai, Ministry of Public Health,
Thailand)23

Sejumlah publikasi dari beberapatempat tertentu di Thailand dan


Indiamelaporkan bahwa proporsi TB dengan HIVseropositif meningkat
tajam setelah tahun1991. Dari register TB di Rumah SakitPropinsi Chiang
Rai, yang mulaimelaksanakan tes HIV secara sukarela danrahasia pada
Oktober 1989, menunjukkanpeningkatan jumlah dan proporsi yang cepatdan
konsisten dari pasien TB dengan HIVseropositif dari 1,5% pada tahun
1990menjadi 45,5% pada tahun 1994 serta 72,0%pada pasien laki-laki dan
65,8% pada pasienperempuan pada tahun 1998. Data periode-10-tahun yang

24

serupa diperoleh dari Pune,India angka HIV seropositif pada pasienTB


yang baru didiagnosis meningkat secarakonsisten dari 4% pada tahun1991
menjadi20% pada tahun 1996.Meluasnya epidemi HIV/TB di AsiaTenggara
tergantung epidemi HIV dimasamendatang dan upaya pengendalian TB23,24.
Menurut Data dari WHO HIV Department, didapatkan jumlah
penderita TBC yang dites HIV sebanyak 996.000 (16%), ternyata yang
positif HIV adalah 30 % penderita. Distribusi penderitanya dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 2.9 Persentase Pasien TBC yang dites HIV tahun 2007

HIV testing and treatment, 2007


Region

TB patients
tested for HIV

AFR

492,000 (37%)

AMR

114,000 (49%)

EMR

4,200 (1.1%)

EUR

169,000 (35%)

SEAR

122,000 (5.5%)

WPR

95,000 (6.6%)

Global

996,000 (16%)

% of tested TB
patients HIV +

% of identified
TB patients on
CPT

% of identified
TB patients on
ART

51%
13%
12%
2.5%
15%
7%
30%

66%
36%
35%
52%
37%
45%
63%

29%
77%
65%
16%
17%
28%
30%

Dikutip dari Marco Victoria, WHO HIV department20.

TB adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


yang dapat menyerang semua organ tubuh, terutama paru. TB merupakan

25

infeksi oportunistik yang potensial untuk penderita HIV/AIDS, karena


kondisi imunosupresif seluler yang terjadi pada penderita HIV/AIDS
mempermudah penyebaran infeksi

TB primer. Sebaliknya

infeksi

M.tuberculosis pada penderita HIV akan mempercepat perjalanan infeksi


HIV stadium dini menjadi stadium lanjut. 16

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

26

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti


Berdasarkan kerangka teori, terdapat banyak karakteristik kejadian
koinfeksi HIV dengan Tuberculosis yaitu umur, jenis kelamin, status gizi,
lama menderita HIV, Status perkawinan, faktor resiko berupa riwayat
berhubungan seks dengan banyak pasangan, riwayat penggunaan jarum
suntik, riwayat kontak dengan penderita TBC, jumlah CD4, hasil Foto
thoraks, hasil pemeriksaan BTA, dan pemberian terapi. Akhirnya dipilih
beberapa variabel untuk diteliti yaitu umur, jenis kelamin, jumlah CD4, foto
thoraks, hasil pemeriksaaan BTA, dan pemberian terapi.Sedangkan faktor
yang lain tidak dilakukan penelitian karena keterbatasan data yang ada di
rekam medik.

3.2. Kerangka Konsep Penelitian


UMUR

27

JENIS KELAMIN

KO-INFEKSI HIV DENGAN


TUBERKULOSIS

JUMLAH CD4

HASIL FOTO THORAKS

HASIL PEMERIKSAAN BTA

JENIS TERAPI

3.3. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Variabel

: Umur

28

Definisi
penderita

: lamanya hidup seseorang mulai lahir hingga saat


didiagnosis

HIV

dengan

infeksi

Tuberkulosis

yang

dinyatakan dalam satuan tahun.


Alat Ukur

: kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarknn hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria Objektif

: Klasifikasi umur :
1. 10 tahun
2. 11-20 tahun
3. 21-30 tahun
4. 31-40 tahun
5. 41-50 tahun
6. 51-60 tahun

2. Variabel

: Jenis Kelamin

Definisi

: Identitas subjek berdasarkan organ seksualnya

Alat Ukur

: kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria objektif

: 1. Laki-laki
2. Perempuan

3. Variabel

: Jumlah CD4

29

Definisi

: sebuah marker atau penanda sistem kekebalan

tubuh yang diperiksa pada awal perawatan. Berdasarkan kategori CDC


(Centers for Disease Control) untuk pemeriksaan CD4.
Alat Ukur

: kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria objektif

1. Dilakukan pemeriksaan Jumlah CD4 dengan pengelompokkan


sebagai berikut :
Kategori 1 : >500 l limfosit CD4+/l
Kategori 2 : 200 - 499 l limfosit CD4+/l
Kategori 3 : <200 l limfosit CD4+/l
2. Tidak dilakukan pemeriksaan jumlah CD4
4. Variabel
Definisi

: Hasil Foto Thoraks


: jenis pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk

menunjang diagnosis penyakit.


Alat Ukur

kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria objektif

: 1. Mendukung diagnosis TBC


2. Tidak mendukung diagnosis TBC

5. Variabel

:Hasil Pemeriksaan BTA

30

Definisi

: Hasil pemeriksaan sputum dengan menggunakan

pewarnaan Ziehl-Nielsen
Alat Ukur

: kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarknn hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria objektif : pemeriksaan BTA mempunyai kategori sebagai
berikut :
1. Kategori 1 : BTA (+)
2. Kategori 2 : BTA (-)
3. Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Variabel
Definisi

: Jenis Terapi
: jenis pengobatan yang diberikan kepada penderita

HIV/AIDS dengan infeksi tuberkulosis.


Alat Ukur

kuesioner

Cara Ukur

: Berdasarknn hasil jawaban kuesioner yang

diperoleh dari pencatatan rekam medik


Kriteria objektif : Pemberian terapi pada penelitian ini adalah jenis
pengobatan yang diberikan atau tidak diberikan oleh dokter yang
memeriksa penderita HIV/AIDS dengan infeksi tuberkulosis, dengan
jenis terapi sebagai berikut :
1. Obat Antiretrovirus
2. Obat untuk Infeksi tuberkulosis
3. Pengobatan Simptomatis dan suportif.

31

4. Obat ARV, Obat TB, dan pengobatan simptomatis serta suportif


5. Obat ARV dan obat TB
6. Obat ARV dan obat Simptomatis serta suportif
7. Obat TB dan Obat simptomatis

BAB 1V

32

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan Karakteristik kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan TB di
Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar25. Data yang diperoleh selanjutnya
digambarkan berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah tahanan Gunung Sari yang terletak
di jalan Sultan Alauddin, makassar selama 2 minggu mulai tanggal 18-31
Oktober 2010.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita HIV/AIDS
dengan infeksi tuberkulosis di Rumah tahanan Gunung Sari Makassar.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita HIV/AIDS dengan
infeksi tuberkulosis di Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar yang
terdaftar di rekam medik.

3.3.3. Kriteria Seleksi

33

4.3.3.1 Kriteria Inklusi


1. Rekam Medik tahanan yang menderita HIV/AIDS dengan Infeksi
Tuberkulosis yang tercatat di Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar
2. Rekam Medik Pasien HIV/AIDS selama periode Januari Desember
2009
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Rekam Medik yang tidak mempunyai data yang lengkap
2. Rekam Medik yang hilang dan tercecer
4.3.4 Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dimana
mengambil seluruh sampel data rekam medik yang tersedia dan memenuhi
kriteria seleksi berdasarkan tahun 200921
4.4 Data dan Instrumen Penelitian
4.4.1 Jenis Data
Data Sekunder dari bagian rekam medik Rumah Tahanan Gunung Sari
Makassar
4.4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekam medik
4.5. Manajemen Data
4.5.1

Teknik Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder di baina
rekam medik rumah tahanan gunung sari Makassar

4.5.2

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

34

Pengolahan

data

dan

naratif

deskriptif

dilakukan

dengan

menggunakan komputer melalui program Microsoft Excel dan SPSS for


Windows 15
4.5.3

Penyajian Data
Data yang diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik untuk menggambarkan karakteristik kejadian ko-infeksi HIV/AIDS
dengan Tuberkulosis disertai penjelasan yang sesuai.

4.6

Etika Penelitian
1. Menyerahkan surat pengantar yang ditukan kepada pihak pemerintah
dan Rumah Tahanan sebagai permohonan izin untuk melakukan
penelitian
2. Menyerahkan surat persetujuan yang ditujukan kepada pihak tempat
penelitian untuk melakukan penelitian
3. Kami akan berusaha untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek
penelitian yang terdapat pada data sekunder yang diperoleh, sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian ini
4. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait, khususnya bagi dunia kedokteran dan bagi program
penaggulangan HIV/AIDS dan Tuberkulosis di Indonesia

BAB V

35

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 22 Oktober 2010 di Rumah
Tahanan Gunung Sari Makassar dengan menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari data rekam medik pasien. Dalam penelitian ini, didapatkan jumlah
pasien HIV sepanjang tahun 2009 berjumlah 28 orang, dan yang menderita
Tuberkulosis sebanyak 14 orang. Dari 28 orang ini yang memiliki ko-infeksi
dengan tuberkulosis berjumlah 8 orang.
Tabel 5.1. Distribusi Pasien HIV menurut Jenis Kelamin di Rumah Tahanan
Gunung Sari Makassar periode Januari-Desember 2009
Jenis Kelamin

Frekuensi

Presentase (%)

Laki-laki

26

92,9

Perempuan

7,1

Jumlah (n)

28

100,0

Sumber : data sekunder 2009


Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV di Rumah Tahanan
Gunung Sari Makassar lebih banyak laki-laki, yaitu 26 orang (92,9 %), sedangkan
perempuan berjumlah 2 orang (7,1 %).

36

Tabel 5.2. Distribusi Pasien HIV menurut Kelompok Umur di Rumah


Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari-Desember 2009

Kelompok Umur (Tahun)

Frekuensi

Presentase (%)

<10

10-19

3,6

20-29

21

75

30-39

21,4

40-49

50-59

>60

Jumlah (n)

28

100

Sumber : data sekunder 2009


Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kelompok umur 20 29 tahun terbanyak
pada pasien HIV di Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar sebanyak 21 orang
(75 %), sedangkan tidak ada pasien yang berumur di bawah 10 tahun dan di atas
40 tahun. Dengan umur terendah 19 tahun, tertinggi 34 tahun..
Tabel 5.3. Distribusi Pasien Tuberkulosis di Rumah Tahanan Gunung Sari
Makassar periode Januari Desember 2009
Jenis Kelamin

Frekuensi

Presentase (%)

Laki-laki

13

92,86

Perempuan

7,14

Jumlah (n)

14

100,0

Sumber : data sekunder 2009

37

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah pasien TB di Rumah Tahanan Gunung Sari
Makassar peiode 2009 berjumlah 14 orang dimana yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 13 orang (92,86 %) dan perempuan berjumlah 1 orang (7,14 %)
Tabel 5.4. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di
Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi

Presentase (%)

Laki-laki

100,0

Perempuan

Jumlah (n)

100,0

Sumber : data sekunder 2009


Tabel 5.4 menunjukkan bahwa jumlah pasien ko-infeksi HIV dengan
Tuberkulosis di Rumah Tahanan Gunung Sari periode 2009 adalah 8 orang.
Semua pasien ko-infeksi HIV dengan TB berjenis kelamin laki-laki.

38

Tabel 5.6.Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di


Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Umur

Kelompok Umur (Tahun)

Frekuensi

Presentase (%)

<10

11 19

20 29

87,5

30 39

12,5

40 49

50 59

>60

Jumlah (n)

100,0

Sumber : data sekunder 2009


Tabel 5.6 menunjukkan bahwa kelompok umur terbanyak pada pasien Koinfeksi HIV dengan Tuberkulosis tahun 2009 adalah kelompok umur 20-29 tahun
dengan jumlah 7 orang (87,5 %), sedangkan kelompok umur 30-39 tahun
berjumlah 1 orang (12,5 %), dan tidak ada pasien yang berumur di bawah 20
tahun dan diatas 40 tahun.

39

Tabel 5.7. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di


Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Jumlah CD4
Pemeriksaan CD4

Frekuensi

Presentase (%)

Dilakukan Pemeriksaan CD4

12,5

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

87,5

100,0

CD4
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebanyak 7 orang (87,5%) penderita ko-infeksi
HIV dengan Tuberkulosis tidak dilakukan pemeriksaan CD 4, sedangkan hanya 1
orang (12,5%) penderita yang dilakukan pemeriksaan CD4
Tabel 5.8. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di
Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Pemeriksaan BTA

Hasil Pemeriksaan BTA

Frekuensi

Presentase (%)

BTA (+)

BTA (-)

37,5

Tidak Dilakukan

62,5

100,0

Pemeriksaan
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009

40

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebanyak 5 orang (62,5%) penderita koinfeksi HIV dengan Tuberkulosis tidak dilakukan pemeriksaan BTA. Pasien koinfeksi yang dilakukan pemeriksaan dan hasilnya adalah BTA (-) sebanyak 3
orang (37,5%). Tidak terdapat pasien dengan hasil pemeriksaan BTA (+).

Tabel 5.9. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di


Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Hasil Foto Thoraks
Hasil Foto Thoraks

Frekuensi

Presentase (%)

Mendukung Diagnosis TB

100,0

Tidak Mendukung Diagnosis

100,0

TB
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa pasien ko-infeksi HIV dengan TB dengan
hasil foto thoraks mendukung diagnosis TB berjumlah 8 orang (100%). Tidak ada
pasien dengan hasil foto thoraks tidak mendukung diagnosis TB.

41

Tabel 5.10. Karakteristik Pasien Ko-infeksi HIV dengan Tuberkulosis di


Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar periode Januari Desember 2009
berdasarkan Jenis Terapi
Jenis Terapi

Frekuensi

Presentase (%)

Terapi ARV

Terapi TB

Terapi Simptomatik

12,5

Terapi ARV, TB, dan

12,5

Terapi ARV dan TB

Terapi TB dan

75

100,0

Simptomatik
Terapi ARV dan
simptomatik

Simptomatik
Jumlah (n)
Sumber : data sekunder 2009
Tabel 5.10. menunjukkan bahwa pasien koinfeksi HIV dengan TB yang
mendapatkan terapi TB dan Simptomatik berjumlah 6 orang (75%), sedangkan
pasien yang mendapatkan terapi ARV, TB, dan simptomatik berjumlah 1 orang
(12,5%). Pasien dengan terapi Simptomatik saja berjumlah 1 orang (12,5%).
Tidak ada pasien yang mendapatkan terapi ARV dan TB secara bersamaan.

42

5.2. PEMBAHASAN
Berdarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
disribusi frekuensi penyakit HIV di Rutan Gunung Sari Makassar periode
2009 berdasarkan tabel 5.1. berjumlah 28 orang dengan distribusi berdasrkan
jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 26 orang (92,9%), dan perempuan 2
orang (7,1%). Hasil ini sesuai dengan statistik dari Ditjen PPM & PL Depkes
RIsampai tahun 2009 yaitu jumlah penderita HIV terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 13654 orang, dan perempuan sebanyak 4701 orang.5Hasil penelitian
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasmaliah (2001) yang
mendapatkan perbandingan laki-laki dengan perempuan 10:1. Akan tetapi,
data ini tidak sesuai dengan pelaporan National AIDS Reports dimana jumlah
penderita berjenis-kelamin perempuan adalah 56,1% dibandingkan dengan
laki-laki yang berjumlah 52,2%.17 Pada penelitian ini, jumlah penderita HIV
adalah 28 orang dari 829 tahanan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
oleh Hariga yang mengatakan bahwa 65 % populasi penjara menderita
HIV/AIDS11
Kelompok umur 20-29 tahun merupakan kelompok umur yang rentan
terhadap HIV/AIDS sesuai dengan hasil pelaporan statistik Ditjen PPM & PL
Depkes RIsampai tahun 2009 bahwa proporsi kumulatif kasus HIV/AIDS
tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun disusul kelompok umur 30-39
tahun, dan kelompok umur 40-49 tahun5.Penderita positif HIV pada usia
tersebut diduga telah meakukan hubungan seksual pada saat mereka masih di

43

bangku SMP ataupun SMA. Meski sebenarnya penularan HIV tak hanya
melalui hubungan intim.
Berdarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
disribusi frekuensi penyakit TBC di Rutan Gunung Sari Makassar periode
2009 berdasarkan tabel 5.3. berjumlah 14 orang dengan distribusi berdasrkan
jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 13 orang (92,9%), dan perempuan 1
orang (7,1%). Hal ini berbeda menurut teori mengatakan bahwa distribusi TB
paru adalah sama pada laki-laki dan perempuan18.
Distribusi frekuensi ko-infeksi HIV dengan TB paru berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa pria lebih banyak menderita TB paru dibanding
perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Rahayu Lubis (2007)
yaitu 72,0 % penderita adalah laki-laki24. Berdasarkan kelompok umur yang
tertinggi menderita TB-HIV adalah kelompok umur 20-29 tahun dimana
sesuai dengan teori bahwa ko-infeksi TB dan HIV menyerang pada usia 2049 tahun. Jumlah penderita ko-infeksi TB HIV di penjara adalah 8 orang.
Hasil ini tidak sesuai dengan data TB in Prison yang mengatakan bahwa
jumlah penderita TB di penjara 50% lebih banyak dari jumlah penderita TB
di populasi umum11.
Hitung sel CD4 digunakan sebagai alat untuk memantau resiko
perkembangan penyakit dan menentukan waktu yang tepat untuk memulai
atau memodifikasi regimen obat. Hitung sel CD4 memberikan informasi
mengenai status imunologik seseorang. Pada penelitian ini, jumlah penderita
ko-infeksi TB-HIV yang dilakukan pemeriksaan CD4 adalah 1 orang, dan

44

jumlah penderita yang tidak dilakukan pemeriksaan CD4 adalah 7 orang.


Banyaknya penderita yang tidak dilakukan pemeriksaan CD4 karena sebelum
penderita diperiksa, banyak diantaranya yang meninggal atau pindah rumah
tahanan. Tidak ditemukan referensi yang membahas mengenai pemeriksaan
CD4 di penjara.
Distribusi frekuensi ko-infeksi TB dan HIV berdasarkan hasil
pemeriksaan BTA adalah sebanyak 3 orang BTA negatif, 4 orang tidak
dilakukan pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan artikel yayasan spiritiva yang
menyatakan bahwa pada penderita infeksi TBC dengan HIV lebih banyak
menghasilkan BTA negatif. Adapun banyaknya penderita yang tidak
dilakukan pemeriksaan dikarenakan pihak dari rutan menghentikan
pemeriksaan BTA terhadap tahanan yang dicurigai TBC karena hasil negatif
yang selalu diperoleh26.
Distribusi frekuensi ko-infeksi TB dan HIV berdasarkan hasil
pemeriksaan foto thoraks menujukkaan bahwa jumlah penderita yang
dicurigai TBC setelah dilakukan pemeriksaan foto thoraks, 100% mendukung
diagnosa TB. Oleh karena itu, keluhan pasien dan foto thoraks dijadikan alat
diagnosis TB di penjara. Hal ini sesuai dengan alur diagnosis TB menurut
pedoman diagnosa dan penatalaksanaan TB di Indonesia12.
Distribusi frekuensi penderita ko-infeksi TB dan HIV berdasarkan jenis
terapi yang diberikan menunjukkan 6 orang (75%) diberikan terapi TB dan
simptomatik. Hanya 1 orang penderita yang mendapat terapi lengkap yaitu
terapi ARV, terapi TB dan terapi simptomatik. Hal ini karena penderita yang

45

dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 adalah satu orang yang merupakan dasar
dalam pemberian terapi ARV. Ini sesuai dengan pedoman terapi ARV pada
penderita ko-infeksi TB HIV yaitu Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis yang mana dapat memandu dalam menentukan kapan
pasien memerlukan pengobatan profilaksis terhadap Infeksi oportunistik dan
terapi ARV sebelum penyakitnya berlanjut menjadi lebih parah19.

46

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik kejadian ko-infeksi
HIV dengan Tuberkulosis paru di Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar
periode 2009, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki.
2. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan umur adalah kelompok umur 20-29 tahun
3. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan Jumlah CD4 adalah tidak dilakukan pemeriksaan
4. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan hasil pemeriksaan BTA adalah tidak dilakukan pemeriksaan
5. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan hasil foto thoraks adalah mendukung diagnosa TB
6. Distribusi kejadian ko-infeksi HIV/AIDS dengan tuberkulosis paru
berdasarkan Jenis terapi adalah Jenis terapi TB, terapi simptomatik dan
suportif

47

6.2. Saran
1. Dari penelitian ini dapat diketahui masih ada beberapa data pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya yang perlu dilakukan
untuk penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan kontroling pada pasien
ko-infeksi TB dan HIV.
2. Perlunya partisipasi aktif oleh para profesional kesehatan dalam
menangani kejadian ko-infeksi HIV dengan tuberkulosis
3. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan muncul penelitian-penelitian lain
tentang ko-infeksi HIV dengan infeksi tuberkulosis

48

DAFTAR PUSTAKA

1.

Djoerban Z., Djauzy S., HIV/AIDS di Indonesia Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam Jilid III, Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006

2.

Amiruddin D., Penyakit Menular Seksual Kausa Virus HIV (Human


Immunodeficiency Virus) Dalam Penyakit Menular Seksual. Makassar :
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin : 2004

3.

Djuanda A., Penyakit Kelamin AIDS (Aqcuired Immuno Deficincy


Syndrome) Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-4. Jakarta :
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : 2005

4.

Rasmaliah., Epidemiologi HIV/AIDS dan Upaya Penanggulangannya.Medan


: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara:2001

5.

Ditjen PP & PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2009

6.

Soewandojo, Eddy., The management of HIV/AIDS in Pulmonary


Tuberculosis. TB Update 2002. Surabaya: 2002

7.

UNAIDS, WHO. AIDS Epidemic Update 2007. England. 2007

8.

Yoga, Tjandra. Tuberculosis and Human Immunodeficiency Virus Infection.


MedicalProgress. Jakarta:2005

9.

Tabrani, Rab. Tuberculosis paru. Dalam buku Ilmu Penyakit Paru.


Hipokrates.Jakarta :1996

49

10. TB dan HIV Meningkat di Penjara. (Cited 2010 Okt 13). Available from :
http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=1798
11. TB

in

Prison.

Cited

2010

Okt

13

).

Available

From

http://www.kaisernetwork.org/health_cast/uploaded_files/Carmelia%20Basri
1.pdf
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan
Penatalaksanaan Di indonesia. Jakarta:2006
13. Schwartzstein, Richard. Parker, Michael. The Phyiological Implications of
the Anatomy of The Respiratory System. In Respiratory Physiology, a
Clinical Approach. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia : 2006
14. Gunardi, Wani. Patogenitas dan Virulensi Tuberkulosis. Tugas Problema
Infeksi Secara Umum. Program Pendidikan Dokter spesialis Mikrobiologi
fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. Jakarta:2005
15. Helmia, Manase Lulu. Tuberkulosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.
Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas UNAIR. Surabaya: 2004
16. Soewandojo, Eddy. The management Of HIV/AIDS in Pulmonary TB.
Simposium Nasional TB Update 2002. Surabaya: 2002
17. ................Indonesia Evidence to Action. Country Profile. 2008
18. Janis, Eddy. Sugito. HIV/AIDS di RS. H. Adam Malik Medan. Dalam Jurnal
Respirologi Indonesia. Surakarta ; 2005
19. Aditama,Tcandra.dkk,. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang
Dewasa

dan

Remaja.

Dalam

buku

Pedoman

Nasional

Terapi

Antiretroviral.DEPKES RI. Jakarta. 2007

50

20. Triono. Radiology of Tuberculosis. Simposium Nasional TB Update 2002.


Surabaya; 2002
21. Vitoria, Marco. Management of TB HIV Co-infection. HIV Department.
WHO: Geneva. 2009
22. Yoga,Tcandra. Tuberculosis in the Future. Simposium Nasional TB Update
2002. Surabaya :2002
23. HIV/AIDS in Prison:Problems, Policies, and Potential. (Cited 2010 Okt 13 ).
Available

From

http://www.heart-

intl.net/HEART/Financial/comp/AIDSinprisonproblemspolicie%20pn.pdf
24. Lubis, Rahayu. Ko-infeksi HIV/AIDS dan TB. Departemen Epidemiologi
FKM USU. Medan:2007
25. Sastroasmoro S, Ismael S,.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian klinik. Edisi 3.
Jakarta:Sagung Seto.2008
26. TB

BTA

Negatif.

(cited

2010

Nov

1).

Available

from

www.yayasanspiritia.com.

51

Anda mungkin juga menyukai