Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan


perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus kegawatdaruratan mata. Perlukaan
yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma
mata. Di sini, kita akan membahas tentang trauma kimia pada mata yang melibatkan
trauma akibat basa dan asam pada mata. (1)
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh
zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan
struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,
konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada
kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan
kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan
bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang
harus segera dilakukan. (1)
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat
mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta
pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam
penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat
menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari

800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap
tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata
4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan
1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%)
merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1
sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan
karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan
di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. (2)
Pada referat ini juga, kita akan membahas tentang anatomi mata yang penting
kaitannya dengan trauma kimia pada mata ini.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah Meet the Expert ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui penatalaksanaan dari trauma alkali pada mata.
1.3. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan refrat ini diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
mata, khususnya mengenai penatalaksanaan trauma alkali.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut
mengenai penatalaksanaan trauma basa.

BAB 2
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang
dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak. Di sini akan di bahas struktur dan fungsi mata. Mata kita terdiri
dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya. Struktur dari mata itu
sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea,
pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang
masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri. (3)

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna
putih dan relatif kuat.

Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian luar sklera.

Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan


pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan
cahaya.

Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang


kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata dengan cara merubah ukuran pupil.

Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola
mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari
retina ke otak.

Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan
bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata).

Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:


1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang
merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior
sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris,
dan bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam keadaan normal,
humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik
anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung
iris.
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,
berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Otot Mata, Saraf Mata, dan Pembuluh Darah
Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja
sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang
orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu : (3)

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke


otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan


merangsang otot pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh
darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang. (3)

Fotoreseptor Mata.
Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis, yaitu sel-sel batang
dan sel-sel kerucut. Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih
5

125 juta sel batang untuk setiap mata. Sel-sel batang merupakan sel-sel yang sangat
peka terhadap cahaya dengan intensitas rendah. Sel-sel batang berperan dalam proses
penglihatan di malam hari atau tempat-tempat gelap untuk menghasilkan ketajaman
pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel-sel batang tidak mampu mendeteksi warna.
Sel-sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di dalam sel-sel batang terdapat
pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu). Rodopsin hanya 1 jenis,
sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau menyerap cahaya,
rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada cahaya
atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali. (3)

Perlu diketahui bahwa penguraian rodopsin menjadi opsin dan retinal jauh
lebih cepat ketimbang pembentukannya kembali. Pada saat rodopsin menghilang,
sel-sel kerucutlah yang digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total,
butuh sekitar 30 menit untuk membentuk kembali rodopsin sehingga kita dapat
melihat. Itulah sebabnya kita tidak dapat langsung melihat dengan jelas ketika beralih
dari tempat terang ke tempat yang sangat gelap. Berbeda dengan sel-sel batang, selsel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi dan perbedaan panjang
gelombang sehingga berperan dalam proses penglihatan di siang hari atau di tempattempat terang. (3,4)
Sel-sel kerucut menghasilka penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel
kerucut hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif

iodopsin. Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-masing peka terhadap


panjang gelombang cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin tersebut peka
terhadap warna merah, miru dan hijau. Karena itu maka sel-sel kerucut mampu
mendeteksi warna. Berdasarkan iodopsin yang dikandungnya, sel-sel kerucut terbagi
atas tiga jenis, yaitu sel kerucut biru, sel kerucut hijau, dan sel kerucut merah. Namanama tersebut berdasarkan warna cahaya yang diserap oleh sel-sel kerucut. Jika
ketiga sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan melihat
warna putih. (3,4)

BAB 3
TRAUMA KIMIA PADA MATA
Trauma Asam Pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.(2)
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.
Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. (2)
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi
tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada
daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai
jaringan yang lebih dalam. (2,5)
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida.
Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida

dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan
cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam
lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan
ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung
dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada
stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika
ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada
jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik. (2,5)
Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata. (2,5)
Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih
lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.

Asam masuk ke bilik mata depan menimbulkan iritis dan katarak.

Gangguan persepsi
penglihatan

Gambar menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam,
dan menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana yang nantinya akan cenderung
untuk masuk ke bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.

10

Gambar menunjukkan mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan
pupil yang melebar karena peningkatan tekanan intraokular.

Penangganan Trauma Asam.


Pada saat mata terkena asam di tempat kejadian, tindakan pertama yang harus
diambil adalah dengan irigasi bagian mata yang terkena dengan menggunakan air
keran yang mengalir atau menggunakan garam fisiologis jika ada selama 15-30
menit. (5)
Pada saat di rumah sakit, dapat diberikan anestesi topikal, larutan natrium
bikarbonat 3% dan kemudian bisa diberi antibiotic. Pada trauma asam, karena
terbentuknya barrier proteksi, mata yang terkena pada dasarnya akan kembali
normal.(5)
Trauma Basa Pada Mata.
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,

11

apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. (5)
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan
menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea
akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat
serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung
disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat
membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas.
Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya

melalui

plasminogen

aktivator.

Bersamaan

dengan

dilepaskan

plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. (5)
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus
kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada
kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti
hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan
kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi
gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat
kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea. (5)

12

Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan


pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan
pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.
Patofisiologi Trauma Basa Pada Mata. (5,6)
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan


dan oklusi pembuluh darah pada limbus.

Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan


konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan
persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan


kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat


menyebabkan kerusakan iris dan lensa.

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang


dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau


pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi


sintesis kolagen yang baru.
13

Patofisiologi trauma basa yang merusak mata :


Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati

Edema terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung


disertai masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam
Klasifikasi Trauma Basa Pada Mata. (6)
Menurut klasifikasi Thoft, truma basa dapat dibedakan dalam :
Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)

14

Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas
dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis
sangat buruk)

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d)
derajat 4
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan
kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan
berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.
Menurut klasifikasi Hughes :
Ringan

Prognosis baik

Terdapat erosi epitel kornea

Kekeruhan yang ringan pada kornea

15

Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

Sedang

Prognosis baik

Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci

Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea

Berat

Prognosis buruk

Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat

Konjungtiva dan sklera pucat

Diagnosis dan Penangganan Trauma Kimia Pada Mata.


Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan
dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesa singkat. (6)
Gejala Klinis.
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya
dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea.
Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa
hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa
lebih berat dibanding trauma asam. (6)

Anamnesis.

16

Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan
terjadinya trauma tersebut. (6)

Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan. (3,6)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan
kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,
neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang. (6)

Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan
sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular. (6)

17

Penatalaksanaan.
Tatalaksana Emergensi. (5)
1.Irigasi
Merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama
lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan
sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.

2.Double eversi pada kelopak mata


Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain
itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva
palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.

3.Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi reepitelisasi pada kornea.Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan
pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan
untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya
ulkus kornea.

18

Medikamentosa. (5)
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED
dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg

Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.


Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.

Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan


penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas
kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik
dapat diberikan sampai dosis 2 gr.

Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular


dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
asetazolamid (diamox) 500 mg.

Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin


efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik
(doksisiklin 100 mg).

Pembedahan.

(3,5)

Pembedahan Segera:

sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi

limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks.


Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

19

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk


mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal.

Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan Lanjut: pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan


simblefaron.

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat


dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

Komplikasi. (3)
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain:

1. Simblefaron, adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,


sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH
cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat

20

terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke


bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi

Simblefaron.

Ptisis Bulbi.
Prognosis. (5)
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
21

merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.


Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan
gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat
terjadi kebutaan.

Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.

22

BAB 4
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan
pH < 7 dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat
untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.
Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam
lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan
nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak
memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata


dengan segera samapai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat
terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, Selain itu dilakukan juga upaya
promotif dan preventif kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat
dicegah apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang
tepat.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology
Third Edition. Washington. 2005.
5. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular
Complaints.

Diunduh

tanggal

28

Juni

2012

dari

http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
6. American Academy of Ophtalmology. Chemical Burn.
7. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface
burns, 85: 1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni
2012, dari http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.

24

Anda mungkin juga menyukai