PENDAHULUAN
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap
tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata
4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan
1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%)
merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1
sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan
karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan
di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. (2)
Pada referat ini juga, kita akan membahas tentang anatomi mata yang penting
kaitannya dengan trauma kimia pada mata ini.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah Meet the Expert ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui penatalaksanaan dari trauma alkali pada mata.
1.3. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan refrat ini diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
mata, khususnya mengenai penatalaksanaan trauma alkali.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut
mengenai penatalaksanaan trauma basa.
BAB 2
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang
dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak. Di sini akan di bahas struktur dan fungsi mata. Mata kita terdiri
dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya. Struktur dari mata itu
sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea,
pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang
masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri. (3)
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna
putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian luar sklera.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola
mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari
retina ke otak.
Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan
bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata).
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh
darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang. (3)
Fotoreseptor Mata.
Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis, yaitu sel-sel batang
dan sel-sel kerucut. Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih
5
125 juta sel batang untuk setiap mata. Sel-sel batang merupakan sel-sel yang sangat
peka terhadap cahaya dengan intensitas rendah. Sel-sel batang berperan dalam proses
penglihatan di malam hari atau tempat-tempat gelap untuk menghasilkan ketajaman
pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel-sel batang tidak mampu mendeteksi warna.
Sel-sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di dalam sel-sel batang terdapat
pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu). Rodopsin hanya 1 jenis,
sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau menyerap cahaya,
rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada cahaya
atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali. (3)
Perlu diketahui bahwa penguraian rodopsin menjadi opsin dan retinal jauh
lebih cepat ketimbang pembentukannya kembali. Pada saat rodopsin menghilang,
sel-sel kerucutlah yang digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total,
butuh sekitar 30 menit untuk membentuk kembali rodopsin sehingga kita dapat
melihat. Itulah sebabnya kita tidak dapat langsung melihat dengan jelas ketika beralih
dari tempat terang ke tempat yang sangat gelap. Berbeda dengan sel-sel batang, selsel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi dan perbedaan panjang
gelombang sehingga berperan dalam proses penglihatan di siang hari atau di tempattempat terang. (3,4)
Sel-sel kerucut menghasilka penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel
kerucut hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif
BAB 3
TRAUMA KIMIA PADA MATA
Trauma Asam Pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.(2)
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.
Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. (2)
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi
tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada
daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai
jaringan yang lebih dalam. (2,5)
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida.
Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida
dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan
cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam
lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan
ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung
dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada
stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika
ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada
jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik. (2,5)
Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata. (2,5)
Bahan kimia asam
Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih
lanjut
Gangguan persepsi
penglihatan
Gambar menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam,
dan menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana yang nantinya akan cenderung
untuk masuk ke bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.
10
Gambar menunjukkan mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan
pupil yang melebar karena peningkatan tekanan intraokular.
11
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. (5)
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan
menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea
akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat
serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung
disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat
membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas.
Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya
melalui
plasminogen
aktivator.
Bersamaan
dengan
dilepaskan
plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. (5)
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus
kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada
kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti
hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan
kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi
gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat
kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea. (5)
12
Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel penetrasi lebih lanjut
Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam
Klasifikasi Trauma Basa Pada Mata. (6)
Menurut klasifikasi Thoft, truma basa dapat dibedakan dalam :
Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
14
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas
dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis
sangat buruk)
Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d)
derajat 4
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan
kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan
berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.
Menurut klasifikasi Hughes :
Ringan
Prognosis baik
15
Sedang
Prognosis baik
Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
Berat
Prognosis buruk
Anamnesis.
16
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan
terjadinya trauma tersebut. (6)
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan. (3,6)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan
kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,
neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang. (6)
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan
sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular. (6)
17
Penatalaksanaan.
Tatalaksana Emergensi. (5)
1.Irigasi
Merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama
lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan
sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
3.Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi reepitelisasi pada kornea.Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan
pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan
untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya
ulkus kornea.
18
Medikamentosa. (5)
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED
dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
Pembedahan.
(3,5)
Pembedahan Segera:
19
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Komplikasi. (3)
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain:
20
Simblefaron.
Ptisis Bulbi.
Prognosis. (5)
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
21
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.
22
BAB 4
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan
pH < 7 dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat
untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.
Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam
lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan
nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak
memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology
Third Edition. Washington. 2005.
5. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular
Complaints.
Diunduh
tanggal
28
Juni
2012
dari
http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
6. American Academy of Ophtalmology. Chemical Burn.
7. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface
burns, 85: 1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni
2012, dari http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.
24