Anda di halaman 1dari 10

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK


Judul

: Reaksi Halogenasi Alkohol

Tujuan Percobaan

: Mempelajari reaksi substitusi nukleofilik dalam halogenasi alkohol


sekunder.

Pendahuluan
Alkohol yang mempunyai rumus umum R-OH adalah senyawa organik yang banyak
digunakan manusia dalam kehidupannya. Alkohol yang berupa etanol banyak digunakan
sebagai bahan pembuatan minuman keras, selain itu etanol juga digunakan sebagai bahan
pembuat obat bius dalam bidang medis. Alkohol lain yang lebih banyak digunakan sebagai
bahan pembunuh kuman adalah propanol (Anonim, 2010).
Alkohol yang digunkan dalam minuman keras dimanfaatkan oleh manusia sebagai
penghangat tubuh. Namun tidak sedikit yang digunakan untuk mabuk yang sebenarnya tidak
baik bagi kesehatan. Penggunaan alkohol yang semacam ini yang harus dihindari. Praktikum
ini kan mempelajari cara membedakan sifat, bau, warna dan reaksi yang terjadi (Anonim,
2010)
Gugus OH pada alkohol dapat disubstitusikan oleh halogen melalui mekanisme reaksi
substitusi nukleofil yang disebut halogenasi dan menghasilkan suatu alkil halida. Reaksi
halogenasi alkohol sekunder dapat mengikuti mekanisme SN1 dan SN2. Halogenasi ini
memerlukan asam kuat untuk memprotonasi gugus OH alkohol
(Tim penyusun petunjuk praktikum SSO, 2014).
Reaksi SN1 akan menghasilkan produk setelah gugus pergi meninggalkan molekul.
Nukleofil kemudian menyerang molekul planar karbokation. Kemungkinan yang dihasilkan
dari produk adalah sama, baik nukleofil yang menyerang dari sisi atas maupun dari sisi
bawah. Reaksi SN2 berkebalikan denga SN1. Reaksi ini menghasilkan produk yang
berkebalikan dengan konfigurasi molekul awal. Hal ini dikarenakan nukleofil menyerang dari
belakang molekul (Paula, 2001).
Gugus yang diganti pada reaksi substitusi nukleofilik mempunyai elektronegativitas
lebih besar dari atom C dan atom/gugus pengganti adalah suatu nukleofil, baik nukleofil

netral atau nukleofil yang bermuatan negatif. Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi
nukleofilik dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain reaktivitas nukleofil, struktur alkil
halida dan sifat dari gugus terlepas. Reaktivitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas,
kemampuanmengalami polarisasi, dan solvasi (Fessenden , 1992).
Ciri khas dari reaksi halogenasi terhadap senyawa alkohol ialah reaktivitas relatif
gugus-gugus pergi yang berbeda dalam satu golongan. Besarnya kekuatan reaktivitasnya
dapat ditulis dengan unsur I > Br > Cl >> F. Gugus-gugus hidroksida, alkoksida, dan amino
tidak dilepaskan sebagai anion sehingga alkohol eter dan amina adalah gugus-gugus yang
tidak bereaksi (Firdaus, 2012).
Gugus-gugus sulfat dan sulfonat adalah gugus reaktif. Kedua gugus pergi ini masingmasing adalah anion dari asam kuat. Atom karbon tersubstitusi mengalami inversi
konfigurasinya karena nukleofil menyerang dari sisi yang lurus berlawanan dengan arah
ikatan gugus pergi (Firdaus, 2012).
Mekanisme Reaksi

Na Br

+ H

SO3H

Na

Br

OH
H - Br

H3C

+ H O SO3 + HBr

CH3

H3C

CH3

H 2O

Alat
Labu alas bulat 100 mL, kondensor distilasi, kondensor refluks, pipet tetes, penangas air, corong
pisah 75 mL, 4 erlenmeyer 50 mL, 4 gelas beker 100 mL, 5 tabung reaksi.

Bahan
2-butanol, NaBr, larutan jenuh Na 2CO3, H2SO4 pekat, MgSO4 anhidrat atau Na2SO4 anhidrat.

Prosedur Kerja
a. Skema Kerja
20 gram NaBr
dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 ml
ditambahkan 17 ml air dan 14 ml 2-butanol
diletakkan labu dalam penangas es dan ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat tetes
demi tetes melalui dinding labu sambil menggoyang untuk mencampurnya.
disambungkan labu dengan kondensor refluks, bila tidak dtersedia gunakan
kondensor destilasi.
dipanaskan labu dengan penangas air pada suhu 85- 90c selama 40 menit
kemudian didinginkan
diamati cairan dalam labu serta catat hasilnya.
didestilasi campuran pada suhu 110-115C dalam penangas pasir sampai
tidak trlihat tetesan lagi.
dipindahkan destilat ke dalam corong pisah dan dicuci dengan 20 ml air.
ditentukan jumlah lapisan cairan dan ditentukan lapisan 2-romobutana.
dicuci dengan larutan jenuh Na2CO3 dan ditampung cairan ke dalam
erlenmeyer 50 ml.
ditambahkan zat pengering secukupnya sampai diperoleh cairan yang jernih
dan dipisahkan dengan ditungakan ke dalam erlenmeyer lain.
diidentifikasi titik didihnya, massa jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk
alkil halida dan uji kelarutannya di dalam air metanol, etanol, aseton dan
diklorometana.
dibandingkan dengan 2-butanol yang digunakan.
Hasil
b. Prosedur Kerja

20 gram NaBr dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih dan kering,
ditambahkan 17 mL air dan 14 mL 2-butanol. Labu diletakkan di dalam penangas es, setelah
dingin, ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melaui dinding labu sambil
menggoyang labu untuk mencampurnya.

Labu disambungkan dengan kondensor relfuks, bila kondenssor refluks tidak tersedia,
gunakan kondensor destilasi. Campuran dipanaskan dalam labu dengan penangas air pada
suhu 85 - 90 C selama sekitar 40 menit kemudian didinginkan sehingga aman untuk dirubah
susunan refluks dan diganti dengan kondensor distilasi dan diamati campuran cairan dalam
labu serta catat hasilnya.
Setelah labu dihubungkan dengan kondensor distilasi dan erlenmeyer penampung,
campuran didestilasi pada suhu 110-115C dalam penangas pasir sampai tidak terlihat
tetesan lagi. Distilat dipindahkan ke dalam corong pisah, dan dicuci dua kali dengan sekitar
20 mL air. Jumlah lapisan cairan diamati dan ditentukan di lapisan manakah 2romobutananya. Setelah itu dicuci dengan 20 mL larutan jenuh Na2CO3 dan ditampung cairan
bukan airnya (2-bromobutananya) ke dalam erlenmeyer 50 mL bersih dan kering. Zat
pengering (MgSO4 atau Na2SO4) ditambahkan secukupnya sampai diperoleh cairan yang
jernih, kemudian cairan dipisahkan dengan menuangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain yang
bersih dan kering.
Cairan yang diperoleh pada prosedur diidentifikasi dengan menentukan titik didihnya,
massa jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutannya di dalam air
metanol, etanol, aseton dan diklorometana. Dilakukan pembandingan sifatnya dengan 2butanol yang digunakan.
Waktu yang Dibutuhkan

Kegiatan

Alokasi waktu

Preparasi alat dan bahan

15 menit

Penambahan air, 2-butanol dan H2SO4

10 menit

Pemanasan dengan refluks

60 menit

Destilasi

60 menit

Pencucian

10 menit

Pereaksian dengan Na2CO3, MgSO4

5 menit

Uji sifat fisik

30 menit

Total

3 jam 10 menit

Data
a. Pengamatan
Bahan

Perlakuan

Hasil

20 gr NaBr

+ 17 mL H2O

Padatan larut sebagian putih


keruh dan reaksi berlangsung
secara eksoterm

NaBr + H2O

+ 15 mL 2-butanol dan

Tetap berwarna putih keruh

didinginkan dalam icebath


NaBr + H2O + 2-butanol dingin + 15 mL H2SO4 (penambahan
tetap dalam icebath)

Terjadi perubahan warna


menjadi kuning telur, setiap
tetesan H2SO4 menimbulkan
asap kemudian terbentuk 2
fasa. (atas: oranye,
bawah:kuning putih)

Campuran

Direfluks selama 90 C

Endapan larut terbentuk 2 fasa.


(bawah: larutan bening, ata

Hasil refluks :kuning

Didestilasi

Menghasilkan cairan

kecoklatan)
Destilat

bening/tidak berwarna
+ H2O + pengocokan

Membentuk 2 fase,
(bawah:bening, atas:keruh)

Bagian bawah(tidak berwarna)

+ Na2CO3 + pengocokan

Membentuk 2 fasa
(atas:bening, bawah:keruh)

Bagian atas

+ MgSO4

Cairan tetap bening dengan


MgSO4 yang mengendap.

b. Identifikasi Senyawa

Uji Kelarutan
Bahan uji

Brom

2-butanol

2-bromobutana

Membentuk 2 fasa (bawah:

Tidak larut dan membentuk 2

keruh, atas: tak berwarna)

fasa

Metanol

Larut

Larut

Aseton

Larut

Larut

Etanol

Larut (bening, tidak berwana)

Larut (keruh)

Diklorometana

Larut

Terbentuk dua fasa

Uji titik Didih

Hasil dari uji titik didih sebesar 90C


Hasil

Hasil dari percobaan ini ialah senyawa 2-bromobutana. Senyawa ini dilakukan
pengujian titik didih dan uji kelarutan terhadap beberapa senyawa lain. Uji kelarutan
dilakukan pada 5 jenis pelarut yang berbeda yakni air brom, methanol, etanol, aseton dan
diklorometana. Uji kelarutan ini juga dilakukan pada 2-butanol sebagai pembanding.
Pengujian kelarutan menghasilkan data bahwa 2-bromobutana larut dalam metanol, aseton,
dan diklorometan, tetapi tidak larut dalam etanol. Uji titik dilakukan dan didapat hasil sebesar
90o C.
Dokumentasi
NaBr + etanol

NaBr + etanol + air

Hasil penambahan asam


sulfat+pendinginan

Proses refluks

Hasil refluks

Destilasi

Hasil destilat+air+pengocokan

Hasil destilat + Na2CO3

2-bromobutana yang diperoleh

Uji dengan brom (kanan:2bromobutana, kiri:butanol)

Uji dengan metanol (kanan:2bromobutana, kiri:butanol)

Uji dengan aseton (kanan:2bromobutana, kiri:butanol)

Uji dengan diklorometana


(kanan:2-bromobutana,
kiri:butanol)

Uji dengan metanol (kanan:2bromobutana, kiri:butanol)

Pembahasan Hasil
Halogenasi alkohol merupakan reaksi dimana gugus OH pada alkohol dapat

disubstitusikan oleh halogen melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofil dan menghasilkan
suatu alkil halida. Reaksi halogenasi alkohol sekunder dapat mengikuti mekanisme SN1 dan
SN2. Halogenasi ini memerlukan asam kuat untuk memprotonasi gugus OH alkohol.
Percobaan kali ini bertujuan mempelajari reaksi subtitusi nukleofilik pada halogenasi
alkohol sekunder. Bahan yang digunakan adalah 2-butanol (alkohol sekunder). Halogenasi
alkohol sekunder terjadi dengan penambahan asam kuat seperti asam sulfat pekat sehingga
mengalami reaksi subtitusi nukleofilik. Produk yang dihasilkan akan berkebalikan dengan
konfigurasi molekul awal karena mengikuti mekanisme SN2.
Hal yang pertama dilakukan yaitu mereaksikan NaBr sebanyak 20 gram dengan 14 mL
akuades dan 14 ml 2-butanol. Produk pencampuran ini ialah campuran berwarna putih keruh.
Percampuran tersebut dilakukan pada icebath atau suhu dingin agar pada saat penambahan
dengan asam sulfat sebagai oksidator kuat tidak menimbulkan panas tinggi (reaksi eksoterm)
yang dapat menghasilkan reaksi samping dari 2 butanol. 15 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes
dicampurkan ke dalam labu erlenmeyer. Penambahan asam sulfat pekat sebaiknya dilakukan
di lemari asam atau di ruang terbuka. Labu erlenmeyer yang digunakan juga dalam keadaan
dingin pada icebath. Pencampuran ini menghasilkan gas HBr sehingga harus selalu ditutup
selama setiap penambahan asam sulfat pekat tersebut. Gas HBr dapat terbentuk hanya jika
sudah mencapai entalpi penguapan dari larutan tersebut. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan
sebagai berikut:
NaBr(s) + H2SO4(aq) HBr(g) + Na+(aq) + HSO4-(aq)
Larutan hasil dari penambahan asam sulfat pekat ini mengalami perubahan warna
dari putih keruh menjadi kuning telur. Larutan membentuk 2 fasa yakni cairan berwarna
oranye di bagian atas dan padatan atau kristal berwarna kuning pucat di bagian bawah.
Larutan kemudian direfluks selama 40 menit dengan suhu konstan 90 C. Refluks bertujuan
agar

larutan bercampur sempurna. Perubahan yang terjadi selama proses refluks tidak

banyak, padatan yang berada pada fasa bawah larutan tetap masih ada sehingga larutan pada
labu alas bulat dilakukan pengocokan untuk melarutkan semua padatan. Setelah 40 menit
proses refluks diperoleh larutan 2 fasa. Larutan pada fasa atas berubah menjadi berwarna
oranye dan fase bawah lebih berwana kuning bening. Setelah 40 menit direfluks, larutan
didinginkan sampai aman. Susunan peralatan refluks pun diganti menjadi susunan alat
destilasi untuk prosedur selanjutnya.
Larutan hasi refluks didestilasi hingga suhu larutan konstan pada 110-115C dan
ditunggu sampai tidak terlihat lagi destilat yang menetes. Destilasi berlangsung sangat lama.

Destilat tertahan di bagian ujung lekukan tabung sehingga tidak mengalir pada pipa
kondensor dan tidak terbentuk teteasan. Hal ini dikarenakan kesalah penggunaan alat.
Pemanas. Kita menggunakan penangas air untuk memanaskan larutan sedangkan alat yang
seharusnya digunakan ialah mantel pemanas sehingga larutan belum mencapai suhu yang
diinginkan meskipun suhu alat sudah mencapai 110 C karena suhu air hanya mencapai titik
didihnya yaitu 100 C. Proses destilasi dihentikan dan diganti pemanas tersebut dengan
mantel pemanas,
Destilah yang dihasilkan kemudian dicucui dengan menggunakan awuades dengan
menggunakan corong pisah. Aquades akan melarutkan pengotor yang masih terlarut dalam
destilah. Larutan terbentuk 2 fasa kembali setelah dikocok dalam corong pisah. Larutan
bagian atas berwarna putih keruh dan berwujud lebih encer dari larutan di bagian bawah dan
larutan bagian bawah berwarna lebih keruh dari atas. Larutan bagian bawah merupakan 2bromobutana karena massa jenis 2-bromobutana sebesar 1,24 gram/mold an massa jenis air
sebesar 1 gram/mol. 2-bromobutana diambil dan selanjutnya dicuci menggunakan Na 2CO3.
Fenomena yang terjadi pada saat proses pencucian kedua ini yaitu kembali terbentuk 2 fasa
larutan dengna batas fasa yang tidak cukup jelas. Larutan bagian atas merupakan 2bromobutana dan larutan bagian bawah tidak berwarna dan sedikit keruh. Keduanya
dipisahkan dan 2-bromobutana kemudian ditambahkan dengan zat pengering MgSO 4
anhidrat. Penambahan ini bertujuan mengikat air yang mungkin masih tersisa sehingga
larutan menjadi lebih jernih.
2-bromobutana yang didapat dilakukan pengujian titik didih dan uji kelarutan
terhadap beberapa senyawa. Uji kelarutan dilakukan pada 5 jenis pelarut yang berbeda yakni
air brom, methanol, etanol, aseton dan diklorometana. Uji kelarutan ini juga dilakukan pada
2-butanol sebagai pembanding. Pengujian kelarutan menghasilkan data bahwa 2bromobutana larut dalam metanol, aseton, dan diklorometan, tetapi tidak larut dalam etanol.
Uji titik dilakukan dan didapat hasil sebesar 90o C sedangkan pada literature disubtkan bahwa
titik didihnya mencapat 91,2 C. Ketidaksesuaia data dapat disebabkan oleh beberapa
kemungkinan antara lain praktikan yang tidak teliti dalam pengujian atau masih adanya zat
pengotor yang belum terlarut dalam proses pencucian dengan aquades.
Kesimpulan
Halogenasi alcohol sekunder merupakan reaksi dimana gugus OH pada alkohol dapat
disubstitusikan melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofil dan menghasilkan suatu alkil
halida. Halogenasi dari senyawa 2-butanol menghasilkan 2-bromobutana dengan kelarutan

tertentu terhadap senyawa lain misalnya larut dalam metanol, aseton, dan diklorometan dan
tidak larut dalam etanol. Titik didih larutan 2-bromobutana yang dihasilkan sebesar 90 C.
Referensi
Anonim. 2010. Alkohol [serial online] rahmadonna.tripod.com (diakses tanggal 1 Oktober
2014)
Fessenden dan fessenden . 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Firdaus, 2012. Kimia Organik Sintesis I. Makasar: Universitas Hasanuddin.
Yurkanis, B., Paula. 2001. Organic Chemistry. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Inc
Tim penyusun petunjuk praktikum SSO. 2014. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa
Organik. Jember: Universitas Jember.
Saran
Praktikan sebaiknya telah memahami prosedur kerja pada praktikum yang akan
dilaksanakan agar praktikum berjalan lebih efisien. Praktikan juga sebaiknya lebih berhatihati dalam menggunakan alat dan mereaksikan bahan yang tersedia demi menjaga
keselamatan selama praktikum berlangsung. Pihak laboratorium juga sebaiknya menyediakan
dan mencek alat-alat yang tersedia sebelum praktikum dilaksanakan sehingga praktikum
berjalan sesuai dengna prosedur tanpa mengganti alat dan mengurangi efisiensi kerja
praktikan.
Nama Praktikan
Shella Ariska Susianti (NIM 121810301018)

Anda mungkin juga menyukai