Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LBM 2 MODUL
TUMBANG
IKTERIK DAN SEPSIS
SGD 19
[Year]
[ T Y P E T H E C O M PA N Y A D D R E S S ]
STEP 1 :
Metode kramer
Suatu pemeriksaan untuk menilai kadar bilirubin darah dengan melihat ikterus
pada neonatus
STEP 2 :
1. Proses pembentukan bilirubin pada neonatus secara fisiologis ?
2. penjelasan dari ikterik secara fisiologis dan patologis?
3. Mengapa bayinya kuning ?
4. Pada bayi timbul ikterus pada hari ke 2, apakah ikterus itu termasuk fisiologis
atau patologis ?
5. apa hubungan imunisasi dengan ikterik pada bayi ?
6. Apa saja yang termasuk klasifikasi bayi resiko tinggi ?
7. Mengapa pada skenario ditemukan malas minum, suhu meningkat, dan
letargi ?
8. Mengapa ketuban pecah dini lebih dari 6 jam, jumlah cukup, keruh, dan
berbau khas ?
9. Apa saja macam imunisasi yang diberikan pada bayi, dan tahapannya ?
10. Macam macam interpretasi kramer ?
STEP 3 :
1. Proses pembentukan bilirubin pada neonatus secara fisiologis ?
Produksi, konjugasi, transport
Produksi : sel darah merah lisis yang tersisa hemoglobin. Dipecah jadi heme
dan globin. Nanti ada Fe yang dipakai kembali. 4 inti pirol jadi bilirubin indirek.
Bilirubin indirect tidak larut di air, tapi larut di lemak
Konjugasi : di sel hepatosit dengan bantuan enzim glukoronil transferase.
Masuk lewat pembuluh darah di bantu albumin.
Transport : membentuk bilirubin direct, menjadi urobilinogen, urobilin
stercobilin ( warna feses ), pada neonatus di intrauterine pakai plasenta ibu.
Untuk mengikat bilirubin direct dan dibantu sel hepatosit ibu.
Organ : hepar belum terbentuk secara sempurna, untuk mengubah bilirubin
belum sempurna. Ikatan plasma dengan albumin kurang.
BB rendah : ikatan bilirubin lemah
2. penjelasan dari ikterik secara fisiologis dan patologis?
FISIOLOGIS
Kadar minggu pertama tidak lebih 2 mg/dl
Bayi dengan susu formula 6-8 mg/dl 2-3 hari
ASI 7-14 mg/dl : kembali normal 2-4 minggu
Terjadi dari lebih dari 24 jam sampai kurang dari 14 hari.
PATOLOGIS :
sebelum 24 jam sudah menguning
ditandai adanya penyakit yang mendasari. Letargi, apneu, suhu tidak stabil,
BB turun drastis. Ikterus cukup bulan setelah 8 hari, jika kurang bulan lebih
dari 14 hari.
Bisa terjadi bilirubin ensefalopati, efek toksisk pada SSP. Bangsal ganglia dan
batang otak. Jika sudah kronik sampai ke ganglia basalis, pons, cerebellum.
Jika diberi ASI kadar bilurbin 1-2 mg/dl, jika susu formula 6-8mg/dl
3. Mengapa bayinya kuning ?
Etiologi bayi kuning : misal produksi bilirubin, karena ada hemolisis yang
meningkat. Gangguan konjugasi hepar. Hipoksi, asidosis, enzim
glukoroniltransfrease tidak bisa mengubah bilirubin indirect menjadi direct.
Gangguan transport, karena hanya terikat pada albumin. Gangguan ekskresi
karena obstruksi, dan infeksi.
a. Menambah beban bilirubin. Adanya anemia hemolisis. Sel darah merah
banyak yang lisis. Dan harus diperbaruhi, Waktu SDM yang pendek,
Infeksi
b. Mengurangi aktifitas enzim transferase, hipoksia, infeksi, hipotermi
c. Menginhibisi dan menghambat kerja enzim glukoronil transferase. Karena
obat obatan ibu
d. Berkurangnya jumlah enzim yang diambil. Prematuritas dan cacat genetik
Ensefalopati : karena asfiksi, prematuritas dan infeksi.
4. Pada bayi timbul ikterus pada hari ke 2, apakah ikterus itu termasuk fisiologis
atau patologis ?
Termasuk ikterik yang fisiologis
5. apa hubungan imunisasi dengan ikterik pada bayi ?
boleh diberi imunisasi. Wajar diberi pada bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir,
diberikan lagi 1 bulan kemudian, dan bulan ke 3. Bayi baru lahir juga diberi
imunisasi polio.
HbsAg ibu + bisa memperberat keadaan bayi.
6. Apa saja yang termasuk klasifikasi bayi resiko tinggi ?
a. Bayi lahir masa gestasi kurang dari 37 minggu atau lebih dari 42 minggu
b. Bayi dengan keadaan buruk : nilai APGAR 0-3 pada menit pertama
c. Bayi dengan penyakit infeksi
d. Riwayat ketuban pecah dini
e. Bayi kembar
f. Bayi dengan SC
g. Bayi dengan kelainan kongenital
7. Mengapa pada skenario ditemukan bayi malas minum, suhu meningkat, dan
letargi ?
Suatu tanda infeksi, karena ada suhu yang meningkat. Infeksi bakteri
Letargi : ada penurunan kesadaran. Karena penyebab infeksi, yang
mempengaruhi SSP
Malas minum : asupan cairan berkurang, menyebabkan dehidrasi yang bisa
juga menyebabkan letargi.
8. Mengapa ketuban pecah dini lebih dari 6 jam, jumlah cukup, keruh, dan
berbau khas ?
KPD infeksi inflamasi pada bayi adanya bakteri pathogen yang
merusak sel eritosit peningkatan hemolisis kemampuan produksi dan
ekskresi bilirubin yang tidak seimbang ikterik
KPD : Cairan amnion yang keluar, pelindung bayi berkurang. Sebisa mungkin
terminasi. KPD faktor resiko infeksi ada juga prematuritas.
Skoring sepsis : ada KPD, prematuritas, cairan amnion yang busuk, partus
lama, dan pemeriksaan vagina yang tidak bersih.
9. Apa saja macam imunisasi yang diberikan pada bayi, dan tahapannya ?
Wajib : BCG ( kuman TBC , dilakukan saat lahir), hepatitis B ( virus hepatitis
B, dilakukan waktu lahir , bulan ke 1 dan ke 6, dilakukan pengulangan 1 tahun
apabila ibu dengan hepatitis B +), campak ( usia 9 bulan dan hanya sekali),
DPT (bersamaan )dan polio ( 3 bulan, 4bulan, dan 5 bulan . Bisa dilakukan
pengulangan 18 bulan, 6 tahun, dan 12 tahun)
MMR ( dilakukan pada bayi usia 15 bulan )
10. Macam macam interpretasi kramer ?
a. Kramer 1 : ikterik di kepala dan leher, kadar bilirubin bilirubin 5mg%, serum
bilirubin indirect 100Umol/l
b. Kramer 2 : dibagian atas perut diatas umbilicus mengikuti kramer 1, kadar
bilirubin 9mg %, serum bilirubin indirect 150Umol/l
c. Kramer 3 : ikterik bagian bawah dan mengikuti kramer 1 dan 2, umbilicus
kebawah sampai tungkai atas , kadar bilirubin11,4mg%, serum bilirubin
indirect 200Umol/l
d. Kramer 4 : lengan- lutut bawah dan mengikuti kramer 123, kadarnya 12,4mg
%, serum bilirubin indirect 250Umol/l
e. Kramer 5: telapak tangan dan kaki dan kramer 1234, kadarnya 16mg%,
serum bilirubin indirect > 250Umol/l
Cara : Menekan dengan jari telunjuk, hidung, dada, lutut, nanti timbul warna kuning.
Paling jelas di sklera, dan ektermitas
STEP 7
1. Proses pembentukan bilirubin pada neonatus secara fisiologis ?
Jawab :
metabolisme bilirubin
SDM Hb
globin
Heme ---enzim hemoksigenese -- biliverdin
Darah
bilirubin Indirect
bantuan
diikat albumin
protein Y dan Z
Hepar /
hepatosit
hepar
Kantong
empedu
Sal.
pencernaan
Sebagian kecil
Tidak diserap(pasif)
Kolon
sebagian besar
diserap scr aktif
ileum terminales
Bilirubin indirect
urobilinogen
sterkobilinogen
Siklus enterohepatik
Mll v. porta
Kembali ke hepar
(IKA ed 2)
Metabolisme Bilirubin
terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan
ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.
Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan
ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu.
Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feces.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus.
Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk
dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik
Ikterik Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Kadar bilirubin tak terkonjugasi > 2
mg/dl
Pada BCB dengan susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncak sekitar 68 mg/dl pada hari ke 3 kehidupan dan turun cepat selama 2-3 hari diikuti
penurunan lambat sebesar 1 mg/dl selama 1-2 minggu
Pada BCB dengan ASI kadar bilirubin akan mencapai puncak pada kadar 7-14
mg/dl dan terjadi penurunan lebih lambat. Bisa 2-4 minggu bahkan dapat
mencapai 6 minggu
Pada BKB dengan susu formula akan mengalami puncak bilirubin yang lebih
tinggi dan lebih lama. Penurunan dibantu dengan fototerapi. Peningkatan
sampai 10-12 mg/dl masih fisiologis, bahkan apabila mencapai kadar 15 mg/dl
tanpa disertai kelainan metabolik masih dianggap normal
Ikterik non fisiologi
Dulu disebut dengan ikterus patologis, tidak mudah dibedakan dari
ikterus fisiologis.
Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut:
a.
b.
c.
d.
e.
Late
Berhubungan
dgn
kandungan
ASImempengaruhi
proses
konjugasi&ekskresi
Pnybbnya tdk diketahui,tp dihubungkan dg adanya 2-alfa 2Obetapregnanediol yg mempengaruhi aktivitas UDPGT/pelepasan bilirubin
konjugasi dr hepatosit;peningkatan lipoprotein lipasemlpskn asam
lemak bbs ke dlm usus halus ; penghambatan konjugasi akbt
peningkatan asam lemak unsaturated;atau beta-glukoronidase yg
mgkn mnybbkn jalur enterohepatik.
5. Pada bayi timbul ikterus pada hari ke 2, apakah ikterus itu termasuk fisiologis
atau patologis ?
Dasar
Penyebab
Incompatibilitas
darah
fetomaternal(Rh,ABO)
Peningkatan penghancuran hemoglobin
Def.enzim
kongenital(G6PD,galaktosemia)
Perdarahan
tertutup(sefalhematom,memar)
Sepsis
Polisitemia
Keterlambatn klem tali pusat
Keterlambatan
pasase
mekonium,ileus
mekonium
Keterlambatan minum
Atresia/stenosis intestinal
Perubahan clearance bilirubin hati
Imaturitas
Asfiksi,hipoksi,hipotermi,hipoglikemi
(kemampuan konjugasi)
Sepsis
Obat-obatan dan hormon
load
berlebihan(pd
hemolisis
berat)
Klasifikasi Berdasarkan Waktu terjadinya:
a. ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
Infeksi intrauterine (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang kadang
bakteri)
Kadang kadang oleh defisiensi G6PD
b. ikterus yang timbul 24 72 jam sesudah lahir
kebanyakan
kasus
laki-laki,
dan
mungkin
dihubungkan
dengan
retardasi
Diagnosis bandignya adalah infeksi TORC, infeksi atresia biliaris, dan sebabsebab hiperbilirubinemia terkonjugasi lain. Pengobatnnya seperti pasien dengan
sindrom Alagille dan kebanyakan pasien sembuh dalam 6-8 bulan.
Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusar
Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun
Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
a. Ikterus fisiologik
Adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus
dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi.
Dikatakan fisiologik bila:
Timbul pada hari kedua dan ketiga
Kadar bilirubin indirek sesudah 2x24 jam tidak melewati
15mg% pada neonatus cukup bulan dan 10mg% pada
neonatus kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5mg%
per hari
Kadar biliruubin direk tidak melebihi 1mg%
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologik
b. Ikterus patologik
Adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar
bilirubinnya mencapai nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Klasifikasi ikterus patologik:
Ikterus hemolitik
Merupakan golongan penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum.
Etiologi:
1. Inkompatibilitas Rhesus
2. Inkompatibilitas ABO
3. Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan darah
lainnyapenyakit hemolitik karena kelainan eritrosit
congenital
4. Hemolisis karena defisiensi enzim G6PD
Ikterus obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu yang tejadi di dalam
hepar ataupun di luar hepar.
(Wikjosastro, H. 2005.Ilmu kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo)
Letargi
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam
menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel
tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzimenzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga
dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala
sisa
berupa
tuli
saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding
dengan konsentrasi bilirubin serum.Hal ini disebabkan kerusakan
jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama
paparan bilirubin terhadap jaringan.
12. Mengapa ketuban pecah dini lebih dari 6 jam, jumlah cukup, keruh, dan
berbau khas ?
infeksi vagina (KK-) &
serviks (KK+)
korionitis / amnionitis
Umbilikus (bayi)
13. Apa saja macam imunisasi yang diberikan pada bayi, dan tahapannya ?
Kramer 1: kepala dan leher, rata2 serum bilirubin indirek 100 Umol/l
Kramer 2 : Kramer 1 + pusat sampai leher, 150 Umol/l
Kramer 3: Kramer 1+2+ pusat k paha, kadar 200Umol/l
Kramer 4: Kramer 1+2+3+lengan dan tungkai ,250umol/l
Kramer 5: Kramer 1+2+3+4+ tangan dan kaki , >250Umol/l
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang
bulan >10 mg/dL.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin
dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda
klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk
akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks
isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis
melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni.
Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah
tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Polisitemia.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
2. Faktor Risiko
Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
ASI
b.
c.
Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
D. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin
mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5.
Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa
minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,
namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus
fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin
serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 56 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang
dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih
tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai
beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin
maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada
munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin
karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari
dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum
matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan
pembentukan bilirubin.
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang
diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor
risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi
ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus
meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
DIAGNOSIS
E. Penegakan Diagnosis
1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit
berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode
visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih
boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera
dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual,
sebagai berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang
kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah
kulit dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning. (tabel 1)
2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal
F. Tata laksana
1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat,
aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya
kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat
dilakukan beberapa cara berikut:
Minum ASI dini dan sering
Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor
prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama
kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)
Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya
terapi sinar, lakukan terapi sinar
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk
dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak
hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
Persiapkan transfer.
Nasihati ibu:
Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup
bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg
atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus
berkepanjangan (prolonged jaundice).
Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan
kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk
evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.
KOMPLIKASI
Efek Hiperbilirubinemia
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam
menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh
lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim
mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat
menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus
auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan
konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang
terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap
jaringan.
Ensefalopati bilirubin
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat
menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya
asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang
otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan
sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah
otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa
masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara
peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah
diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin
total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik
yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau
kerusakan neurologik yang disebabkannya.
Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir
sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara
lain: konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi
albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik
bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa
ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang
sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk
terkena ensefalopati bilirubin.
Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami
kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi
dan keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar
dan perceptual motor disorder.
H. Pencegahan
Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat
inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya
mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai
berikut:
1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan
hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu
untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari
pertama.
Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan
proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan
frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan
hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi
ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun
dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak
dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar
bilirubin serum.
2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang
memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan
Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah
menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus.
Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan
pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes
Coombs.
Penilaian Klinis
Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala
untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki
prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurangkurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital
lain.
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi
sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus
dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar
matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit
putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul
di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.
INFEKSI
DEFINISI
PENULARAN
1. Transplasenta
Viral: varicella, CMV, HIV
Treponema pallidum, Listeria moncytogenes
Bakteri : jarang
2. Asendering
Chorioamnionitis
3. Jalan lahir
GBS, herpes, hepatitis B
4. Lingkungan
lines, caregivers, intubation
FAKTOR RISIKO
FAKTOR RISIKO
Faktor Ibu
1. Infeksi ibu Intrapartum
- Purulent / foul smelling liquor
- Fever (>380C)
- Leucytosis (WBC >18000 / mm3)
2. Premature rupture of membranes
3. Ketuban pecah dini > 12 hours
4. Persalinan Premature (<37 weeks)
5. ISK
Faktor Neonatus
1. BBLR; 2. Asfiksia 3. Laki-laki
MANIFESTASI
Tidak spesifik
Gastro intestinal:
aktivitas berkurang
Kulit :
Kardiopulmoner :
Neurologis :
Iritabel,penurunan kesadaran,
ETIOLOGI
Sepsis Nosokomial :
o Infeksi pada saat perawatan di RS / setelah pulang jika dapat
dibuktikan kuman berasal dari RS.
DIAGNOSIS
LABORATORIUM
Pemeriksaan jumlah leukosit, trombosit dan
hitung jenis
Pemeriksaan penunjang
Darah :
CRP positip, kenaikan kadar IgM
Kultur positip, Pengecatan Gram positip
AGD : asidosis metabolik, hipoksia dan asidosis laktat
Gangguan metabolik :
hipo/hiperglikemia, asidosis metabolik
Radiologik :
Foto dada
CT scan
PENATALAKSANAAN
Kategori B
Faktor
Skor
Prematuritas
Cairan amnion yang berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6)
Partus lama
Pemeriksaan vagina yang tidak bersih
Ketuban pecah dini
3
2
2
2
1
2
1
I: M 0,3