12 Kelasifikasi Maloklusi
2.12.1 Kelasifikasi Maloklusi Simons
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap
wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:
1. Frankfort Horizontal Plane (vertikal)
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan
menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah
pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di ats
tragus telinga). Digunakan untuk mengkelasifikasi maloklusi dalam bidang
vertikal.
1) Attraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort
horizontal menunjukkan suatu attraksi (mendekati).
2) Abstraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort
horizontal menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).
2. Bidang Orbital (antero-posterior)
Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan
jaraknya, adalah:
1) Rotraksi
Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke
depan.
2) Retraksi
Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke
depan.
3. Bidang Mid-Sagital (transversal)
Maloklusi mengkelasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis
melintang dari bidang midsagital.
1) Kontraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang
midsagital
2) Distraksi (menjauhi)
Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih
dari normal.
1. Kelas 1 Skeletal
Di mana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi
2. Kelas 2 Skeletal
Dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas
3. Kelas 3 Skeletal
Dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan daripada
kelas 1 skeletal
hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2 atau 3
skeletal.
Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi
oklusi gigi-gigi. Idealnya, kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari
gigi-gigi bukal pada relasi transversal adalah tepat. Kadang-kadang sebuah
rahang lebih lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga menimbulkan oklusi
dari gigi-gigi terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang
bawah lebih lebar, atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang
lebih lebatr. Gigitan terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi
oklusi. Efeknya paling jelas terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada
sudut gonium. Mandibula dengan sudut gonium yang tinggi cenderung
menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih panjang, dan pada kasus yang
parah bisa menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula dengan
sudut gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang
lebih pendek.
bersilang posterior.
5) Kelas I tipe 5
Hubungan molar pertama normal, kemudian pada gigi posterior terjadi
migrasi kearah mesial. Gambaran klinis pada pasien adalah wajah
pasien dalam keadaan normal.
2. Distoklusi (Kelas II Angle) post normal, yaitu hubungan antara gigi- gigi
rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana lekuk mesiobukal molar
satu permanen bawah berada lebih ke distal dari tonjol mesiobukal molar satu
permanen atas.
1) Kelas III tipe 1, hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi
sedang hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge).
2) Kelas III tipe 2, hubungan molar pertama atas dan bawah
mesioklusi,sedang gigi anterior hubungannya normal.
3) Kelas III tipe 3, hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross
bite) sehingga dagu penderita menonjol kedepan.
Biasanya dijumpai gambaran klinis berupa:
1. Pasien mempunyai hubungan molar Kelas III.
2. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi
crossbiteanterior
3. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar,
sehinggadapat terjadi crossbite posterior.
4. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi
padamandibula sering diastema.
5. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol.
6. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang
intermaksilersehingga dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa
pasien dapat juga terjadi deep overbite.
7. Pada maloklusi pseudo Kelas III ditandai dengan oklusi yang prematur
akibat kebiasaan menempatkan mandibula ke depan.
terbaru
pada
skema
kelasifikasi
memfokuskan
pada
tetapi sekarang dibutuhkan pemahaman yang lebih baik pada garis occlusion
dalam hubungannya dengan tujuan pengobatan. Tujuan pengobatan tidak lagi
membetulkan malocclusion, tetapi memperbaiki sekaligus mengembalikan
hubungan tulang gigi dan wajah yang normal dengan jaringan lunak wajah dan
intra-oral yang berarti membutuhkan analisis sifat dentofacial yang lebih
menyeluruh.
Kelasifikasi berdasarkan karakteristik maloklusi :
1. Evaluasi dari proporsi wajah dan estetika
Langkah ini dilakukan selama pemeriksaan klinis pertama, dimana asimetris
wajah, proporsi wajah anteroposterior dan vertikal, dan hubungan bibir-gigi
(pada saat istirahat dan tersenyum) dievaluasi. Evaluasi ini telah ditemukan
lebih awal pada konteks pertimbangan makro, mini, dan mikro-estetik.
Penyatuan data ke dalam skema kelasifikasi, menggunakan sumbu rotasi sebagai
tambahan terhadap tiga bidang, yang akan dijelaskan kemudian. Hasilnya
diringkas sebagai masalah positif dari bagian pemeriksaan ini. Masalah klinis
dapat diperiksakan berlawanan dengan foto wajah dan lateral cephalometric
radiograph, yang mana harus dikonfirmasikan dengan pertimbangan klinis.
2. Evaluasi kesejajaran dan simetri pada dental arches
Langkah ini dilakukan dengan cara memeriksa dental arches dari sisi oklusal,
mengevaluasi pertama simetri pada masing-masing dental arch dan kedua,
jumlah crowding atau spacing. Analisis space mengukur crowding atau spacing,
namun cara/pola ini harus diinterpretasikan dalam jumlah sedikit pada masalah
lain dalam evaluasi keseluruhan pasien. Poin yang utama ialah adanya atau tidak
adanya protusi incisor yang berlebihan, yang tidak dapat dievaluasi tanpa
pengetahuan mengenai pemisahan bibir pada akhirnya. Untuk alasan tersebut,
hubungan dentofacial dikenal pada pemeriksaan klinis pertama yang harus
dipertimbangkan sesegera mungkin sejalan dengan hubungan gigi dengan garis
oklusi.
3. Evaluasi rangka dan hubungan gigi pada bidang transvers
Pada tahap ini, cast dibawa ke dalam oklusi dan hubungan oklusal diperiksa,
dimulai dengan bidang transverse (crossbite posterior). Sisi objektifnya adalah
untuk mendeskripsikan secara akurat oklusinya dan untuk membedakan antara
kontribusi maloklusi rangka dan gigi. Pada poin ini, evaluasi yang utama adalah
dental cast dan radiografi, tapi perlu kita ingat bahwa baik roll dan yaw pada
rahang dan pertumbuhan gigi mempengaruhi hubungan transverse dentofacial.
Faktor-faktor tersebut seharusnya sudah dapat dikenali pada kelasifikasi langkah
pertama, dan dapat diperjelas pada langkah ketiga ini.
Posterior crossbite dideskripsikan pada keadaan molar atas. Dengan demikian
crossbite lingual (atau palatal) maksila bilateral berarti bahwa molar atas lebih ke
posisi lingual dari posisi normalnya pada kedua sisi, sedangkan crossbite buccal
mandibular unilateral berarti molar mandibula berada pada posisi lebih ke buccal
pada satu sisi. Terminologi ini memerincikan gigi mana (maksila atau
mandibula) yang tergeser dari posisi normalnya.
4. Evaluasi dari hubungan skeletal dan dental di anteroposterior plane dari space.
hal ini dikarakteristikan oleh erupsi berlebih pada gigi posterior, rotasi ke arah
bawah pada mandibula dan maksila, dan erupsi normal pada gigi anterior.
Pola fasial dan dental ini kadang disebut "long face syndrome".
Berlawanan pada muka pendek, hubungan skeletal deep bite. Dalam konteks ini,
akan terlihat erupsi normal pada gigi insisif namun rotasi ada kedua rahang dan
erupsi yang tidak cukup pada gigi posterior. Komponen skeletal dapat diketahui
dengan rotasi rahang, refleksi pada bidang palatal dan mandibular angel. Jika
angel antara mandibular dan palatal rendah, maka terdapat skeletal deep bite
tedency. Begitu juga, jika angel amndibular dan palatal tinggi, maka terdapat
skeletal open bite tendency.
Penting untuk diingat bidang mandibular angel biasanya rata, perbaikan
pada deep bite atau open bite dibutuhkan perubahan posisi vertikal dari gigi
posterior jadi mandibula dapat berotasi menjadi inklinasi yang lebih normal.
Analisis cephalometris dibutuhkan untuk mengevaluasi pasien dengan kasus
skeletal vertikal, berlawanan dengan tujuan penjelasan secara akurat pada
hubungan skeletal dan dental.
Evaluasi klinis yang awas apasa hubungan gigi-geligi dengan jaringan
lunak juga merupakan hal yang penting. Open bite dan deep bite dapat dihasilkan
dari banyak kombinasi komponen dental dan skeletal, dan kasus biasanya
termasuk hubungan gigi dan bibir yang salah. Analisis yang awas dibutuhkan
jika perawatan yang dilakukan bertujuan untuk estetik dan stabil.
2) Kelas II
Kaninus atas beroklusi anterior ke bukal embrassure antara kaninus
bawah dan premolar 1 bawah
3) Kelas III
Kaninus atas beroklusi posterior kebukal embrassure antara kaninus
bawah dan premolar 1 bawah