Anda di halaman 1dari 18

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.

Titrasi
iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem
iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O
Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung),
maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
(KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.
Contoh reaksi dengan Cu2+:
2 Cu 2+
I2

+
+

4I-

2S2 O32-

2CuI +
2I-

I2
S4O62-

Perhatian
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih
kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida
membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang
akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif.
Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang
mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida.
Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam
oksidasi atau reduksi dari senyawa.

Indikator
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut
dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar
larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal
titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan
dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan
terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.

TITRASI IODO IODIMETRI


I.

DASAR TEORI
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan

reduksi

memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung


mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator
dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan
oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) .
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan
kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample
atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi
redoks dengan I2 sebagai penitar.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat zat yang potensial
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium iodida, sehingga zat tersebut akan
teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa
pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif
pada titik ekivalennya.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan
iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu (2);
a. Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan
baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.

Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun
dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur
reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuanpenentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai
unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial
reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit,
timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan
dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau
stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral
atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah
minimum atau daya mereduksinya adalah maksimum.
Iodium merupakan kristal hitam mengkilat yang mudah dimurnikan dengan cara
sublimasi (resublimated Iodine), tidak larut dalam air,larut dalam alkohol dan dalam
larutan KI,karena terbentuknya ion triiodida menurut reaksi:
I2 + I
I3
Iodium merupakan indicator yang relative lemah dibanding dengan kalium
kromat, senyawa serium (IV), brom, dan kalium bikromat.
I2 + 2e
2IE0 = 0,535 V
Karena potensial oksidasinya rendah, maka justru

system

ini

lebih

menguntungkan karena ia dapat mereduksi oksidator-oksidator kuat, sehingga iodida


dapat mereduksi oksidator tersebut dan kemudian dibebaskan iodium. Iodium yang
dibebaskan ini kemudian dapat dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
1. Iodimetri
Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan
digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk
senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat,
arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari
berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan
penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara
kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor)
langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standart.

Reaksinya : Reduktor
I2 + 2e

oksidator + e
2I

2. Iodometri
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawasenyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawasenyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang
bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan
iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume
tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara
dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula
direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan
larutan tiosulfat.
Reaksinya : oksidator + KI
I2
I2 + 2 Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan
iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari
iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan
lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH -)
menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut reaksi :
I2 + OHHI + IO3IOIO3- + 2ISehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada
iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat
(SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif).
Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu
larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida
(I3). Untuk tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya
ditulis dengan I3 dan bukan I2 ,misal :
I3 + 2S2O32
3I + SO62
Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
I2 + 2S2O32
2I+SO62 namun demi kesederhanaan untuk selanjutnya
penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2 bukan dengan I3.

Perbedaan

Iodimetri

Iodometri

jenis
Jumlah

Langsung
Satu

Tidak Langsung
Dua

Contoh

I2 + 2Na2S2O4

KIO3 + 5KI + 3H2SO4 I2-

reaksi

2NaI + Na2S4O6

+ K2SO4 + 3H2O

Analat

Reduktor lemah

Oksidator
KIO3 yang direaksikan

Iodium

dengan KI dan

Larutan
Baku

II.

menghasilkan iodium

LARUTAN BAKU
A. LARUTAN BAKU IODIUM
Pembuatan larutan baku iodium
Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan 12,69 g
iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml air, kemudian diencerkan
dengan air hingga 1000 ml. Larutan iodium yang lebih encer (0,02 : 0,001 N) dibuat
dengan mengencerkan larutan iodium 0,1 N.
0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25C. Selain keterlarutan yang kecil
ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang cukup berarti, karena itu konsentrasinya
berkurang sedikit disebabkan oleh penguapan ketika ditangani. Kedua kesulitan ini dapat
diatasi dengan melarutkan iod itu dalam larutan air kalium iodida. Makin pekat larutan
itu,makin besar keterlarutan iod. Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh
pembentukan ion triiodida:
I2 + I

I3-

Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih rendah
ketimbang suatu larutan iod dalam air murni, akibatnya kehilangan oleh penguapan
menjadi sangat jauh berkurang. Meskipun demikian, tekanan uapnya masih cukup berarti
sehingga harus selalu diambil tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga agar bejanabejana yang mengandung iod tetap tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang sesungguhnya.
Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan suatu reduktor,iod yang bebas bereaksi
dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser kesetimbangan ke kiri, dan akhirnya semua
triiodida terurai, jadi larutan berperilaku seakan-akan adalah suatu larutan iod bebas.

Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro analisis atau yang
disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat (misalnya pro analisis).
Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau dengan suatu
larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan terhadap kalium iodat.
Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang bersumbat-kaca. Ini
harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang gelap dan dingin.Kontak dengan
gabus atau tutup karet harus dihindari.
Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat digunakan larutan baku
KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam menghasilkan iodium bila ditambahkan
asam menurut reaksi :
IO3- + 5I- + 6 H+ 3I2 + 3H2O
Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah sebagai
sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada
larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral
atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari
larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras.
Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan yaitu :
a. Hilangnya iodium karena mudah menguap
b. Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut reaksi :
4I + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan iodida karena
terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan iodium dapat diabaikan, asalkan
titrasinya tidak terlalu lama. Titrasi harus dilakukan dalam labu tertutup dan dingin.
Oksidasi iodida oleh udara dalm larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya
bertambah jika pH larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan valensi tertentu
(terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat. Oleh karena itu titrasi tidak
boleh dilakukan pada cahaya matahari langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat
dipengaruhi oleh reaksi antara iodida dengan oksidator terutama jika reaksinya berjalan
lambat. Oleh karena itu larutan yang mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan
terlalu lama, maka larutan itu harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan iodida.
Udara dikeluarkan dengan menambahkan karbondioksida.

B. LARUTAN BAKU NATRIUM THIOSULFAT


Pembuatan larutan baku tiosulfat
Menurut FI edisi III, larutan baku NaSO 0,1 N dibuat dengan cara 26 gram
natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium carbonat P dilarutkan dalam air bebas CO P
segar hingga 1000 ml. Larutan NaSO yang lebih encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N
dibakukan sebelum digunakan.
Natrium tiosulfat NaSO.5HO mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian
yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit ketidakpastian akan kandungan air yang setepatnya,
karena sifat efloresen (melapuk-lekang) dari garam itu dan karena alasan - alasan lain .
Karena itu zat ini tidak sesuai sebagai standar primer.
Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan berubah titernya. Beberapa
hal yang menyebabkan sangat kompleks dan saling bertentangan akan tetapi beberapa
faktor yang dapat menyababkan terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai
berikut :
1. Keasaman
Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil, tidak dikenal adanya
asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses peruraiannya sangat rumit, tetapi fakta yang
dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari 2,5 x 10 maka
terbentuk ion hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai menurut reaksi :
HSO

HSO + S
Kemudian secara perlahan lahan akan terurai lagi dan terbentuk pentationat menurut
reaksi :
6H + 6SO
2SO2 + 3HO
Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan hidrogen polisulfida dan
tidak terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan dengan HCl yang kurang pekat terutama
jika ada katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat. Larutan tiosulfat
paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops menganjurkan pemberian natrium carbonat,
pada pembuatan larutan baku tiosulfat, akan tetapi hal ini akan mengakibatkan terjadinya
reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium yang netral. Di samping itu pada larutan
yang sangat alkalis maka kemungkinan terjadi reaksi sebagai berikut :
3NaSO + 6NaOH

2NaS + 4NaSO + 3HO


Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan oleh asam karbonat
menurut reaksi :
HO + CO

HCO

NaSO + HCO NaHCO + NaHSO + S


2. Oksidasi oleh udara
Tiosulfat secara perlahan lahan akan dioksidasi oleh udara. Reaksinya terjadi dalam dua
tingkat :
NaSO + HSO
NaSO
NaSO + O
NaSO
NaSO + O

+ S
(lambat)
(dapat diukur)
NaSO + S

Menurut Schuleck, sulfur yang terjadi selama peruraian reaksinya diperkirakan


berjalan sebagai berikut :
NaSO + HO

NaSO
HS + O2

HO
NaSO + O

+
+

HS
S
NaSO

Sebagai alasan terbentuknya tetraionat atau terjadi sulfit sebagai reaksi antara, karena
tembaga mengkatalisis peruraian ini dengan kuat sekali seperti diketahui bahwa tembaga
dengan kuat mengkatalisis oksidasi dari sulfit oleh udara menurut reaksi :
2Cu + 2SO
2Cu + SO (segera)
2Cu + O

2Cu + O (lambat)
O +
2H

HO
(lambat)
2Cu+ SO + O + 2H 2Cu + SO + HO
Dari kenyataan di atas, maka dianjurkan pembuatan larutan baku tiosulfat dengan air
yang didestilasi dengan alat gelas dan sejauh mungkin bebas dari tembaga. Dari
penelitian Kilpatrick diketemukan bahwa larutan tiosulfat yang dibuat dengan air suling
biasa terurai sebanyak 20 % setelah 200 hari.
3. Mikroorganisme
Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian larutan baku
tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme dalam larutan tersebut. Ternyata ada
mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur
dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi menjadi sulfat. Ada
beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses metabolisme dari bakteri itu
mungkin melalui reaksi sebagai berikut :
NaSO + HO + O

NaSO + 2NaOH,
NaSO

NaSO +
S

dan

NaSO + O
S + 3O + HO

NaSO
HSO

dan

Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali dan hanya kalau
terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan terurai perlahan - lahan.
III.

STANDARISASI
1. STANDARISASI LARUTAN NATRIUM TIOSULFAT
Metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula mula iodium
direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan
natrium thiosulfat.
A. Dengan Kalium Iodat
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : Timbang kurang
lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120 C secara seksama,
larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang
bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan
dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan
menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan
sampai warna biru tepat hilang (tidak berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
KIO + 5KI + 6HCl
I + 2NaSO

3I
+ 6KCl + 3HO
2NaI + NaSO

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO setara dengan 3 mol I,
sedangkan 1 mol I setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO setara dengan 6e akibatnya
BE KIO sama dengan BM/6.
Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat :
Mgrek natrium tiosulfat
=
mgrek kalium iodat
ml NaSO
=
mg KIO x Valensi
BM KIO x ml NaSO
B. Dengan Kalium dikromat
Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan ion dibebaskan.
CrO + 6I + 14H
2Cr + 3I + &HO
Reaksi dapat terkena jumlah sesatan :
(1) Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah teroksidasi oleh udara, terutama
dengan adanya garam - garam kromium III, dan

(2) Reaksi tidak berlangsung sekejab. Karena itu, paling baik aliran arus karbondioksida
melalui labu reaksi sebelum dan selama titrasi (suatu metode yang lebih memudahkan
tetapi kurang efisien adalah dengan menambahkan sedikit natrium hidrogenkarbonat
padat kepada larutan yang asam itu, serta menjaga agar labu tertutup sebanyak mungkin),
serta membiarkan selama 5 menit untuk kelengkapan reaksi.
Taruh 100 cm air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam sebuah labu erlenmeyer
500 cm, sebaiknya 3 g kalium iodida yang bebas iodida, dan 2 g natrium
hidrogenkarbonat yang murni, dan kocok sampai garam garam itu melarut. Tambahkan
6 cm asam klorida pekat perlahan lahan sambil mengolak labu perlahan - lahan untuk
mencampurkan cairan cairan : alirka 25,0 cm kalium dikromat 0,1 N standar(1),
campurkan larutan larutan baik baik, dan cuci dinding tabung dengan sedikit air yang
telah dididihkan, dari botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi dengan sebuah kaca arloji
kecil), dan diamkan di tempat gelap selama 5 menit untuk melenkapkan reaksi. Bilas
sumbat atau kaca arloji; dan encerkan larutan dengan 300 cm air dingin yang telah
dididihkan sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat
yang terkandung dalam sebuah buret, sementara terus menerus cairan diolak supaya
larutan larutan bercampur. Bila bagian terbesar iod telah bereaksi seperti ditunjukkan
oleh larutan yang memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2 cm larutan kanji
dan bilas ke arah bawah dinding labu; warna harus berubah menjadi biru. Teruskan
penambahan larutan tiosulfat setetetes demi setetes, dan olak cairan terus menerus,
sampai 1 tetes mengubah warna dari biru kehijauan menjadi hijau muda. Titik akhir
tajam, dan mudah diamati pada cahaya yang baik dengan latar belakang putih. Lakukan
suatu penetapan blanko, dengan mengganti larutan kalium dikromat dengan air suling;
jika kalium iodida itu bebas iodat, blanko ini mestinya kecil terabaikan.
Catatan: 1. Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat kira kira 0,20 g
kalium dikromat pro analis, larutkan dalam 50 cm air dingin, yang sebelumnya telah
dididihkan, dan lakukan titrasi seperti diperinci di atas.
Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan tembag sulfat sebagai
katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi; akibatnya, asam yang lebih lemah (asam
asetat) boleh digunakan, dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida akan
berkurang. Taruh 25,0 cm kalium dikromat 0,1 N dalam sebuah labu erlenmeyer 250

cm, tambahkan 5,0 cm asam asetat glasial, 5 cm tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci
dinding labu dengan air suling. Tambahkan 30 cm larutan kalium iodida 10 persen, dan
titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira kira 0,1 N, dengan
memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir. Titrasi boleh dilengkapkan dalam
34 menit setelah penambahan larutan kalium iodida. Kurangi 0,05 cm sebagai
perhitungan atas iod yang dibebaskan oleh katalis tembaga sulfat.
Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi dapat digunakan sebagai
ganti larutan kalium dikromat, dengan menambahkan 2 cm asam klorida pekat kepada
tiap porsi @ 25 cm larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur pilihan lain,
dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat dipakai.
C. Dengan larutan iod standar
Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan untuk menstandarkan
larutan tiosulfat. Ukuran Satu porsi @25cm3 larutan iod standar dan masukkan dalam
sebuah labu erlenmeyer 250cm3 , tambahkan kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi
dengan larutan tiosilfat, dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika cairan berwarna
kuning pucat.
Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung iod,
reaksikeseluruhan yang terjadi dengan cepat dan secara stoikiometris pada kondisikondisi eksperimen biasa (pH <5) adalah:
2 S2O32- + I2 = S4O62- +2I- atau 2 S2O32- + I3- = S4O62- + 3ITelah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak berwarna, terbentuk oleh reaksi
reversibel yang cepat:
S2O32- + I2 S2O3I- + IZat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi bagian utama dari reaksi
keseluruhan :
S2O3I- + S2O32- = S4O62- + IZat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :
2 S2O3I- + I- = S4O62- + I3Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada titrasi larutan-larutan
iod yang sangat encer dengan tiosulfat.
D. Dengan serium (IV) sulfat.

Metode untuk menstandarkan larutan natrium tiosulfat ini, mempergunakan suatu


standar sekunder, tetapi memberi hasil-hasil yang memuaskan asalkan kondisi-kondisi
eksperimen yang diberikan dibawah diikuti dengan ketat; ini disebabkan oleh fakta
bahwa larutan serium (IV) sulfat mengandung asam bebas, yang dalam hal lain dapat
menimbulkan sesatan yang berarti.
Untuk serium (IV) sulfat 0,1N, gunakan 25,0 cm 3 dari larutan natrium tiosulfat
sekitar 0,1N, 0,3-0,4 g kalium iodida murni, 2 cm 3 larutan kanji 0,2 persen, encerkan
menjadi 250 cm3, dan titrasi dengan larutan serium (IV) sulfat sampai ke titik akhir kanji
iod, yakni sampai ke warna biru permanen yang pertama.
Reaksinya :

2Cc4+ + 2I- = 2Cc3+ + I2

2. STANDARISASI LARUTAN IODIUM


A. Dengan Arsen Trioksida
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut. Timbang kurang
lebih 150 mg arsen trioksid secara seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila
perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil
orange dan diikuti dengan penambaha HCl encer sampai warna kuning berubah menjadi
pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku
iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan natrium
hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium arsenit menurut reaksi :
As2O3 + 6 NaOH 2 Na2AsO3 + 3 H20
Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi dengan
NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-senyawa serupa yang mana tidak
akan bereaksi secara cepat dengan natrium arsenit
2 NaOH + I2 NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metil orange
sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodida (HI) yang
terbentuk yang mana asam iodida ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik
(reversibel). Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida secepat asam iodida

terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna. Reaksi secara lengkap pada
pembakuan iodium dengan arsen trioksid sebagai berikut :
As2O3 + 6NaOH 2Na3AsO3 + 3H2O
Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 + H2O
Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol As 2O3
setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2
akibatnya 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari
iodium setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium :
mgrek iodium = mgrek arsen trioksid
ml I2 x N I2
N I2

= mmol As2O3 x valensi


= mg As2O3 x valensi
BM As2O3 x ml I2

B. Dengan larutan natrium tiosulfat standar


Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja distandarkan, sebaiknya
terhadap kalium iodat. Pindahkan 25 cm3 larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm 3,
encerkan menjadi 100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai
larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan teruskan penambahan
larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan tepat tak berwarna.
Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana tiosulfat dioksidasi oleh iodium
menjadi tetrationat menurut reaksi :
2S2O32- + I2 2I- + S4O62Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat dilakukan dalam suasana alkalis dan pH
yang diperbolehkan tergantung dari konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang
kuantitatif dari tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka pH harus kurang dari 7,6
untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium konsentrasinya 0,01 N maka pH
nya harus kurang dari 6,5 dan kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan
untuk iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam sekali.
IV.

INDIKATOR
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang

kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadangkadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penggunaan indikator
pelarut organik ini sangat penting terutama jika larutannya sangat asam sehingga kanji
terhidrolisa, titrasinya berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer.
Kerugian pemakaian pelarut organik sebagai indikator antara lain pada saat titrasi
harus digunakan labu bertutup gelas, selama titrasi harus digojog kuat-kuat untuk
menyari iodium dari air dan kadang-kadang harus ditunggu pemisahannya. Akan tetapi
lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanjiiodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kanji dengan adanya iod
akan memberikan kompleks berwarna biru kuat yang akan terlihat apabila konsentrasi
iodium 2x10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar dari 2x10 -4 M. Kepekaan warna
berkurang dengan kenaikan suhu larutan dan adanya pelarut-pelarut organik. Ada
pendapat bahwa warna biru itu adalah dikarenakan adsorpsi iod atau ion triiodida pada
permukaan makromolekul kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10 -5 sudah memungkinkan
iodium dalam konsentrasi 2x10-5 atau lebih memberikan warna biru yang nyata. Jika
konsentrasi iodida dinaikkan tidak begitu berbeda intensitasnya, akan tetapi bila
konsentrasi iodida diturunkan maka penurunan intensitas warna kelihatan. Tanpa iodida,
iod-kanji tidak memberikan warna. Apabila suhunya dinaikkan maka kepekaan warna
menurun. Pada suhu 50 kepekaannya menjadi 10x lebih kurang daripada suhu 25.
Penambahan pelarut seperti etil alkohol menurunkan kepekaan juga. Jika mengandung
50% atau lebih etanol menyebabkan warna tidak timbul. Kanji tidak dapat digunakan
dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu.
Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus
dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai
bercabang dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.
Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya
adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air,
karenanya dalam proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.
Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi
karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam
air dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena

adanya kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator
ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk
kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi
dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba. Sayangnya indikator ini harganya
mahal.
Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :
Amilum + I2 iod-amilum (biru)
Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)
V.

PENETAPAN KADAR
1. Titrasi Langsung
Sebagai contoh adalah penetapan kadar vitamin C atau asam askorbat dengan cara
: lebih kurang 400 mg asam askorbat yang ditimbang seksama, larutan dalam campuran
yang terdiri atas 100 ml air bebas karbon dioksida dan 25 ml asam sulfat encer. Titrasi
segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji sampai terbentuk warna biru
tetap. Tiap ml iodium setara dengan 8,806 mg asam askorbat.
Asam askorbat merupakan redukator yang kuat dan secara sederhana dapat
dititrasi dengan larutan baku iodium. Disini asam askorbat dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat sedangkan iodium direduksi menjadi iodida menurut reaksi berikut :

HO

OH

+2HI
HOH2C
HOH2C

OH

+ I2

OH

2. Titrasi tidak langsung


Titrasi ini dilakukan dengan menitrasi kembali kelebihan larutan baku iodium
dengan larutan baku tiosulfat. Biasanya dilakukan terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat reduktor lemah seperti glukosa dan kalomel. Sebagai contoh adalah penetapan
kadar kalomel dengan cara : lebih kurang 250 mg kalomel yang ditimbang seksama
masukkan dalam labu iodium, tambahkan 10 ml air, 25 ml iodium 0,1 N dan 10 ml
larutan natrium iodida 20% (b/v0. Tutup labu dan goyang-goyangkan hingga reaksi
sempurna. Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N setara dengan 23,607 mg Hg2CI2.
Kalomel tidak larut dalam air maka tidak dapat ditetapkan melalui kloridanya
secara argentometri. Kalomel dalam larutan iodium dan natrium iodida larut dengan
segera dengan membentuk garam rangkap menurut reaksi berikut :
Hg2CI2 +6 NaI+ I2
2K2HgI4 + 2NaCI
Supaya reaksi sempurna maka harus selalu digoyang-goyangkan dan jika sudah larut
sempurna. Maka itu merupakan tanda bahwa reaksi sempurna kemudian kelebihan
larutan baku iodium yang ditambahkan dititrasi kembali dengan larutan baku tiosulfat.
setara dengan 2 elektron maka valensinya adalah 2Karena pada oksidasi ini tiap 1 mol
kalomel setara dengan 1 mol iodium yang berarti setara dengan 2 elektron maka
valensinya adalah 2 sehingga berat ekivalennya ( BE ) adalah setengah dari berat
molekulnya.
3. Dengan menitrasi iodium yang dibebaskan dari penambahan kalium iodide
Sebagai contoh adalah penetapan kadar tembaga (II) sulfat dengan cara : lebih
kurang 1g tembaga (II) sulfat yang ditimbang seksama. Larutkan dalam 50 ml air,
tambahkan 3g kalium iodida P dan 5 ml asam asetat P. Titrasi dengan Na 2S2O3 0,1 N
menggunakan indicator kanji LP hingga warna biru lemah. Tambahkan 2 g kalium
tiosianat P dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Tiap ml natrium tiosianat 0,1 N
setara dengan 24,97 mg CuSO4.5H2O. Penetapan kadar ini berdasarkan reaksi antara
tembaga (II) sulfat dengan kalium iodida dimana tembaga diendapkan sebagai tembaga
(I) iodide dan dilepaskan satu atom iodium setiap ion tembaga (II).
2Cu2+ + 4I
2Cu+ + 2I- + I2
Atau
2CuSO4.5H2O + 4KI
2CuI + I2 + 2K2SO4 + 10H2O

I2 + Na2S2O3

2 NaI + Na2S4O6

Pada reaksi diatas 2 mol CuSO4. 5H2O setara dengan 1 mol I2 yang berarti dengan 2
elektron sehingga 2 mol CuSO4.5H2O setara dengan 2 elektron atau 1 mol CuSO4. 5H2O
setara dengan 1 elektron akibatnya BE tembaga sulfat sama dengan BMnya.
VI.

CONTOH PERHITUNGAN
1. Pembakuan Na2S2O3O2O1N
Pipet 10,0 ml KIO30,01 N masukkan dalam Erlenmeyer tambah larutan 1 ml larutan KI
10% dan 1 ml H2SO4 10%. Titrasi dengan Na2S2O3 O,O1N sampai warna kuning muda,
tambahkan larutan amilum 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Ternyata
Na2S2O3 yang diperlukan 10,50 ml. hitung N Na2S2O3 ?
Jawab :

N1 . V1
= N2 . V2
0,01 . 10
= N2 . 10,50
N2
= 0,01. 10
10,50
N2
= 0,0095 N

2. Pembakuan larutan I2 0,01N degan Na2S2O3 hasil standarisasi pada soal no. 1
Pipet 10,0 ml larutan I2 masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi dengan Na 2S2O3 hasil
standarisasi pada soal no. 1 sampai warna kuning muda. Tambahkan larutan aluminium
1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. ternyata Na2S2O3 yang diperlukan 9,10
ml. hitung N I2 ?
Jawab:

3.

N1 . V1
= N2 . V2
0,0095 X 9.10 = N2 . 10
N2
= 0,0095 X 9,10
10
N2
= 0,0086 N

20 tablet antalgin ditimbang dengan seksama beratnya 14244,2 mg. (tiap tablet
mengandung 500 mg antalgin). Kemudian diserbuk. Timbang seksama serbuk tablet
setara dengan 100,0 mg metampiron diencerkan dengan akuades ke dalam labu ukur 50,0
ml. kemudian disaring dan diambil filtra 10,0 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ditritrasi dengan iodium hasil stndarisasi pada soal no. 2 menggunakan indikator larutan
amilum 1%. Sehingga iodium yang diperlukan 12,0 ml. 1ml iodium 0,1 N setara dengan
17,57 mg antalgin. Berapa mg antalgin terdapat dalam tiap tablet ?

Jawab :
Bobot rata-rat tiap tablet = 14.244,2/20=712,21 mg
Untuk sampel bobot yang ditimbang setara dengan 100 mg atalgin :
100/500 X 712,21 mg = 142,442 mg = 142,4 mg
Kadar =
Kadar =

x rata2tablet x fp
x rata2tablet x fp

X 712,21 X

= 453,4 mg/tablet
Jadi kadar antalgin yang diperoleh 453,4 mg/tablet.

Anda mungkin juga menyukai