Pendahuluan
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma abdomen adalah
keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang disebabkan oleh luka atau
cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau
sabuk pengaman. Trauma tumpul abdomen sering kali ditemui pada unit gawat darurat.
Sebanyak 75% kasus trauma tumpul abdomen adalah sebagai akibat dari kecelakaan lalu
lintas, baik itu kendaraan dengan kendaraan maupun kendaraan dengan pejalan kaki.
Sedangkan trauma abdomen akibat pukulan sebanyak 15% dan jatuh
sebanyak
9%.
Selebihnya adalah sebagai akibat dari child abuse dan domestic violence.
Pasien dengan trauma tumpul abdomen memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan efisien.
Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang tersering mengalami cedera. Seorang
pasien yang terlibat kecelakaan serius harus dianggap cedera abdominal sampai terbukti lain.
Sampai saat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan penyebab
kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan dengan trauma
batang tubuh (trunk). Kurangnya data mengenai riwayat kesehatan pasien, kronologis
kejadian, luka atau trauma lain yang dapat mengalihkan perhatian, dan perubahan status
mental sebagai akibat dari cedera kepala atau intoksikasi, membuat trauma tumpul abdomen
sulit untuk didiagnosis dan ditatalaksana. Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya
datang dengan cedera abdominal dan extraabdominal yang memerlukan perawatan lanjut
yang rumit.
*Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Angkatan 2010
Trauma Abdomen
Page 1
Pembahasan
Trauma abdomen adalah trauma abdomen yaitu trauma/cedera yang mengenai daerah
abdomen yang menyebabkan timbulnya gangguan/kerusakan pada organ yang ada di
dalamnya.
Jenis trauma abdomen ada trauma tumpul dan trauma tembus. Pada trauma tembus resiko
terjadinya kerusakan organ lebih sedikit daripada trauma tumpul tetapi pada trauma tembus
dapat mengenai tulang belakang dan organ yang berada di retroperitoneal.
Jenis jenis trauma abdomen :
Berdasarkan mekanismenya, trauma abdomen dibagi menjadi dua kategori yaitu: trauma
tumpul abdomen ( non penetrans) dan trauma tajam abdomen ( penetrans ). Dikarenakan
penanganan trauma tumpul dan trauma tajam berbeda maka akan dibicarakan secara
terpisah.1
1. Trauma Tumpul Abdomen
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
Trauma Abdomen
Page 2
Mekanisme Trauma :
Shearing force, secara klasik dimulai oleh deselerasi tiba-tiba pada kecelakaan
lalu lintas. Terjadi akibat perubahan kecepatan mendadak dimana terjadi
pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang terfixir dengan bagian
yang bergerak dapat menyebabkan robekan pedikel vascular seperti
mesenterium, porta hepatic, atau hilus renalis. Misalnya sebuah mobil yang
melaju kencang tiba-tiba terhenti karena menabrak pohon, hal ini
mengakibatkan tubuh penumpang ikut terhenti sehingga organ dalam abdomen
yang bersifat mobile (gaster, intestinum dan kolon) dapat lepas dari
perlekatannya.
Page 3
kerusakan
dan
chrusing
pada
jaringan
lokal
(3,4,10)
juga
Luka
tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%)
dan pembuluh darah abdominal (25%) 1
Cedera Organ Spesifik pada Trauma Abdomen
Cedera Lambung dan Usus Halus
Trauma tumpul dan penetrasi ke dalam lambung, jejunum dan ileum relatif mudah dikoreksi
pada eksplorasi bedah. Trauma penetrasi hanya memerlukan debridement tepi luka dan
penutupan sederhana. Kadang-kadang sejumlah luka akan ditemukan dalam usus halus di atas
segmen yang relatif pendek, yang dalam kasus ini bisa lebih manjur mereseksi segmen yang
terlibat dan melakukan anastomosis primer.
Trauma Abdomen
Page 4
Trauma tumbul lambung dan usus halus biasanya sekunder terhadap kecelakaan lalu lintas.
Faktor yang didalilkan bagi trauma mencakup peningkatan mendadak tekanan intralumen
lokal, kompresi usus halus pada columna vertebralis serta deselerasi pada atau dekat titik
fiksasi.
Perbaikan bedah memerlukan reseksi segmen usus halus tak viabel dan anastomosis segmen
proksimal dan distal yang tetap viabel. Cedera avulsi lambung biasanya timbul dekat pylorus
pada titik tempat lambung dijangkar pleh duodenum retroperitoneal. Pasien demikian bisa
memerlukan reseksi segmen distal lambung dan pembentukan kembali kontinuitas usus
melalui gastrojejunostomi.3
Cedera Hati
Cedera ati bermakna bisa timbul setelah trauma tumpul atau penetrasi atas abdomen. Trauma
bermakna pada hati biasanya tampil dengan sedikit tanda lokalisasi pada pemeriksaan fisik.
Syok hipovolemia tidak jarang terjadi dan bisa disertai oleh peningkatan distensi abdomen
sebagai hasil perdarahan intraperitoneal dari hati yang cedera. Diagnosa dapat dikonfirmasi
dengan scan CT abdomen atau bilas peritoneum. Beberapa kateter intravena harus
ditempatkan dalam ektremitas atas, karena banyak darah dan kristaloid yang mungkin
diperlukan selama operasi bagi penggantian perdarahan eksanguisasi dari cedera hati.
Cedera hati bisa terdiri dari laserasi superficialis sederhana yang tidak berdarah, laserasi
profunda dengan perdarahan yang luas, fraktura stelata yang melibatkan beberapa segmen
hati, gangguan arteria bermakna dengan devitalisasi satu segmen lobus kanan atau kira atau
lebih atau cedera avulsi segmen lateral parenkima hati. Jika perdarahan tidak terbukti lagi,
maka perbaikan primer parenkima tak diperlukan lagi dan cavitas abdomen bisa di tutup
dengan drainase cacat hati. Bila perdarahan aktif masih ada, maka laserasi hati harus
dieksplorasi dan hemostasis didapat dengan ligasi tersendiri atau pemakaian hemoclips baja
tahan karet.
Komplikasi lanjut cedera hati tidak jarang terjadi dan harus dipertimbangkan bila pemulihan
pascabedah berkepanjangan. Abses intrahepatik, hematoma intrahepatik steril dan
hematobilia. Abses intrahepatik akan memerlukan operasi ulang dan drainase. Fistula
arteriovenosa hepatik dan hemobilia sering dapat dideteksi dengan angiografi hepatica
selektif, yang pada waktu ini pilihan terapi mencakup embolisasi selektif atau perbaikan
bedah.3
Cedera Limpa
Pasien cedera limpa yang besar bisa tampil dengan nyeri tekan abdomen kiri atas yang ringan
dan tanda dini hipovolemia. Tetapi penting diperhatikan bahwa pasien demikian tidak
Trauma Abdomen
Page 5
memperlihatkan tanda syok yang jelas. Cedera harus dicurigai dalam pasien yang
mempelihatkan hipotensi atau takikardia sikap. Fraktur iga dalam thoraks kiri bawah bisa
tampil bila tenaga bermakna telah diberikan ke kuadran kiri atas. Pada pasien demikian, sulit
diagnosis patologi kuadran kiri atas pada pemeriksaan fisik karena nyeri yang menyertai
palpasi fraktura iga.
Bilas peritoneum diagnostik atau scan CT akan dapat diandalkan untuk mendeteksi
hematoma perisplenika. Pada eksplorasi abdomen, limpa diinspeksi cermat setelah
pemotongan ligamentum phrenicosplenicum. Jika tak ada komplikasi mengancam jiwa lain
yang ditemukan pada eksplorasi bedah yang cermat, maka perbaikan primer cedera limpa
harus diusahakan. Jika perdarahan menetap, maka perbaikan limpa bisa di capai dengan
penempatan jahitan matras terputus di atas pleget, pemakaian mikrokolagen kristal atau zat
hemostatik lain atau splenektomi sebagian. Spelenektomi harus dilakukan jika perdarahan
tidak dapat dikendalikan meskipun meningkatkan insidens sepsis pascaspelenektomi. Akan
tetapi dapat di berikan profilaksis penisilin dan imunisasi dengan vaksin pneumotoraks.3
Airway dengan kontrol servikal : harus dievaluasi derajat patensinya, reflex proteksi,
benda asing sekresinya dan derajat cederanya dengan tetap memperhitungkan ada
tidaknya cedera cervical.
Trauma Abdomen
Page 6
denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas tidak cukup sensitif dan spesifik pada
syok hemoragik.
D
Exposure : pada pasien trauma harus dinilai ada tidaknya cedera lain yang dapat
meperberat morbiditas.
Nasogastric tube dipasang jika tidak ada kontraindikasi untuk dekompresi dan menilai ada
tidaknya darah. Jika pasien mengalami cedera maksilofacial maka digunakan orofaringeal
tube.4
Folley kateter dipasang dan urine diambil untuk pemeriksaan hematuria mikroskopik. Jika
ada kecurigaan cedera urethra atau buli-buli pada fraktur pelvis maka dilakukan uretrogram
retrograde sebelum melakukan pemasangan kateter.4
Dilanjutkan dengan secondary survey :
a. Anamnesis Riwayat Trauma
Informasi mengenai gambaran kejadian trauma sangat penting dalam memutuskan
kelanjutan trauma. Informasi dari saksi mata, dari petugas gawat darurat, dari staf
rumah sakit yang semuanya berhubungan dengan keputusan klinik dalam hal
penanganannya. Sebagai contoh, pada kecelakaan lalu lintas, kecepatan dan arah dari
tabrakan, kerusakan kendaraan yang dialami, apakah menggunakan seat belt atau
tidak, semuanya akan menentukan jenis trauma yang diterima korban apakah
shearing, crushing atau descelerating injury dan akan menentukan potensi
trauma yang akan dialami korban.4
Pada kasus luka tusuk anamnesis yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya
trauma, jenis dan ukuran senjata yang digunakan, jumlah tikaman dan bila mungkin
informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi
dari nyeri abdominalnya.1
Pada kasus gunshot wound; kaliber dan kecepatan peluru (proyektil) senjata, jumlah
tembakan, jarak antara senjata dengan korban akan menentukan luasnya kerusakan
intraabdomen. Semua informasi ini adalah sangat penting, sama pentingnya dengan
pemeriksaan untuk diagnostik lainnya, dengan kata lain riwayat trauma bisa
memberikan keputusan akhir bagi klinisi untuk menentukan apakah perlu operasi atau
tidak.1,4
Trauma Abdomen
Page 7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen memberikan sedikit informasi dan cenderung
menyesatkan. Pada 30 % pasien pasien yang memerlukan tindakan operasi segera
pada pemeriksaan awal tidak khas . Hal ini akan meningkat menjadi 50 % pada pasien
dengan kesadaran menurun seperti trauma kepala atau mengalami intoksikasi (mabuk)
dan terjadi terutama pada trauma tumpul abdomen. Sehubungan dengan hal ini, bila
ditemukan adanya tanda-tanda peritonitis merupakan petunjuk bagi kita untuk
melakukan laparotomi segera tanpa menunggu pemeriksaan diagnostik lainnya. Untuk
itu pemeriksaan abdomen yang teliti, sistematik : (inspeksi , auskultasi, perkusi,
palpasi) harus dilakukan pada trauma abdomen.1,2
Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan dan
belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti apakah mengalami ekskoriasi
ataupun memar, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap,
omentum maupun bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus
dilakukan log-roll agar pemeriksaan lengkap.1
Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Adanya perdarahan di bawah kulit,
dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat
mengalami trauma di bawahnya. Adanya tanda jejas sabuk pengaman di abdomen
(seat belt sign), adanya ekimosis pada pinggang (Grey Turner Sign) merupakan
indikasi perdarahan retroperitoneal atau adanya ekimosis pada umbilicus (Cullen
Sign) yang menunjukkan adanya perdarahan peritoneal, tetapi hal ini biasanya
lambat dalam beberapa jam sampai hari. Adanya ekimosis pada perineum,
skrotum atau labia (Tanda coopernail) menunjukkan adanya fraktur pelvis.
Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena
kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi
peritoneal. Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut
yang tertinggal maka kemungkinan adanya peritonitis.
Auskultasi
Pada auskultasi diperiksa apakah ada bising usus atau tidak, adanya darah di
retroperitoneum maupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus yang
Trauma Abdomen
Page 8
mengakibatkan hilangnya bising usus. Cedera pada costa, vertebra, dan pelvis
akan memberikan gejala seperti ileus juga, jadi meskipun tidak ada cedera di
dalam abdomen bunyi bising usus bisa tidak terdengar atau menghilang. Oleh
karena itu hilangnya bising usus bukan tanda diagnostik untuk trauma
intraabdominal. Pada auskultasi dapat diperiksa juga adanya bruising ( bunyi
abnormal pada auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis)
Perkusi
Dapat dinilai adanya udara bebas intraperitoneal jika pekak hepar menghilang.
Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
hemoperitoneum. Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas
dalam rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga
perut.1
Palpasi
Pada palpasi tanda yang bermakna untuk rangsang peritoneal adalah nyeri lokal
atau menyeluruh sampai dengan didapatkan adanya defans muskuler, dimana hal
ini sering sulit diperiksa pada orang-orang yang mengeraskan dinding abdomen
pada saat diperiksa. Pada palpasi juga bisa menilai stabilitas pelvis yaitu dengan
cara penekanan manual pada SIAS atau crista iliaca, jika timbul rasa nyeri
maupun krepitasi ini menandakan adanya fraktur pelvis 1
Pemeriksaan Rectum dan Perineal
Tujuan dari pemeriksaan rectal touche pada pasien trauma abdomen adalah menilai
respon tonus sfingter ani, menilai posisi prostat (adanya prostat melayang
menandakan adanya ruptur uretra) dan untuk menentukan apakah ada tulang pelvis
yang patah. Pada pasien dengan luka tusuk pemeriksaan rectum bertujuan menilai
tonus sfingter dan melihat adanya perdarahan karena perforasi usus1
Pemeriksaan Genitalia
Adanya darah pada meatus uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
kemungkinan adanya cedera uretra. Inspeksi pada skrotum dan perineum dilakukan
untuk melihat ada tidaknya ekimosis maupun hematoma dengan dugaan yang sama
seperti diatas. Sedangkan robekan pada vagina bisa disebabkan karena luka tusuk
atau fragmen tulang dari fraktur pelvis.1
Trauma Abdomen
Page 9
Setelah semua prosedur sudah dilakukan jangan lupa untuk melakukan evaluasi ulang
(reevaluasi)1
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah awal dilakukan untuk menentukan tipe darah dan crossmatch
pada pasien yang tidak stabil. Pemeriksaan laboratorium lainnya sangat sedikit
memberi
arti
kecuali
bila
digunakan
sebagai
baselines
untuk
monitor
Page 10
Aspirate
Blood
> 10 ml
Fluid
Lavage
etc)
Red Cell
> 100.000/mm3
>20.000 100.000/mm3
Equivokal
WBC
>500/mm3
Enzymes
Trauma Abdomen
Page 11
Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar melalui tube DPL pada pasien dengan hemodinamik yang abnormal merupakan
indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan
feses, dilakukan lavase dengan 1000 cc RL (pada anak-anak 10 cc/KgBB). Sesudah
cairan tercampur dengan cara menekan maupun log-roll, cairan ditampung kembali
dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal,serat maupun empedu.
Jika setelah dilakukan lavase hasilnya masih meragukan yaitu jumlah sel darah merah
>20.000 100.000 /mm3 maka penderita diobservasi lebih lanjut.1
4. FAST (Focussed Assessment Sonography in Trauma)
USG digunakan pada penderita dengan hemodinamik stabil atau tidak stabil. USG
secara luas untuk evaluasi trauma abdomen terutama trauma pediatrik. Dengan
menggunakan mesin USG dengan resolusi tinggi, maka pemeriksaan ini lebih cepat,
murah, dan bersifat relatif organ spesifik, bersifat portable dan bisa digunakan di
ruangan saat resusitasi berlangsung. Keakuratan pemeriksaan USG tergantung
pemeriksanya
(more
operator
dependent).
Faktor
yang
mempengaruhi
Gambar
2.
Gambaran
USG
abdomen.
(source
http://blogs.msf.org/raghuv/files/2013/05/Abdominal-Ultrasound.jpg)
Pemeriksaan USG dapat dengan cepat menunjukkan cairan bebas intraperitoneal dan
trauma organ padat, mampu mengevaluasi daerah retroperitoneum meskipun tanpa
Trauma Abdomen
Page 12
CT scan. Scanning dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk mendeteksi
hemoperitoneum.
Scanning
dilakukan
mulai
dari
kantong
pericard,
fossa
Trauma Abdomen
Page 13
Trauma Abdomen
Page 14
FAST
CT Scan
Keuntungan
hipotensi
hipotensi
Deteksi dini
Deteksi dini
Semua pasien
Semua oasien
Cepat
Non-invasive
98% sensitif
86-97% akurat
Tidak
Kerugian
membutuhkan Tidak
transport
transport
Invasive
Hasil
Spesifitas rendah
cedera
Sensitif 92-98%
membutuhkan
operator
waktu
6. Laparoskopi
Dengan menggunakan teknik modern minimally invasive surgery, cepatnya
perkembangan teknologi ini memberikan aplikasi dalam diagnostik dan terapeutik
pada berbagai bidang terutama juga dalam trauma abdomen. Laparoskopi dilakukan
pada penderita dengan hemodinamik stabil. Indikasi penggunaannya dalam trauma
abdomen masih diklarifikasikan dan laparoskopi memegang peranan baik dalam
trauma tembus dan trauma tumpul abdomen.6
Prosedur ini baik terutama untuk cedera pada diafragma. Keputusan untuk dilakukan
operasi atau pengobatan konservatif nonoperative pada trauma tumpul ( non
penetrans) dan trauma tajam(penetrans) abdomen memerlukan diagnosis yang
tepat,yang tidak selalu mungkin dengan teknik pencitraan, dimana ada bahaya besar
bahwa cedera pada diafragma atau usus mungkin terlewatkan. Untuk menghindari
kelalaian
tersebut,
laparatomi
eksplorasi
biasanya
segera
dilakukan,
data
menunjukkan bahwa sampai 41% dari laparotomi eksplorasi ternyata non therapeutic
dan bisa, atau bisa saja, dihindari dengan laparoskopi.6
Trauma Abdomen
Page 15
Page 16
jika hemodinamik tidak stabil harus dilakukan laparatomi segera walaupun beberapa klinisi
masih menganjurkan DPL
(Diagnostic
Peritoneal
Lavage)
sebelumnya
sebagai
bukti
adanya
perdarahan
intraabdominal. 7,8
Trauma resiko tinggi dengan hemodinamik tidak stabil merupakan petunjuk bagi ahli bedah
untuk melakukan laparatomi segera. Pada pasien yang stabil, kecepatan dan akurasi
pemeriksaan DPL memberikan pilihan diagnostik yang aman, walaupun klinisi harus
menyingkirkan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan DPL yang positif pada pasien
resiko tinggi menganjurkan laparatomi segera, jika hasilnya negatif harus diobservasi lanjut ,
sedangkan jika hasilnya meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan CT scan sebagai
pilihan utama.
Algorithm Penanganan Trauma Tumpul Abdomen
Gambar
4.
Algorithm
Penanganan
Trauma
Tumpul
Abdomen.
(source
http://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/05/algoritma-blunt-abdominal-traumamattox.jpg)
Trauma Abdomen
Page 17
Trauma Abdomen
Page 18
Trauma Abdomen
Page 19
Gambar
5.
Penetrating
Abdominal
Trauma
Algorithm.
(source
http://img.docstoccdn.com/thumb/orig/30333785.png)
Damage Control Laparatomy :
Operasi damage control adalah salah satu kemajuan besar dalam teknik bedah dalam 20
tahun terakhir. Prinsip - prinsip damage control lambat untuk dapat diterima oleh ahli bedah
di seluruh dunia, karena bertentangan dengan prinsip standar praktek bedah yaitu bahwa
operasi yang terbaik untuk pasien adalah prosedur definitif. Kira kira 10 % dari trauma
abdomen sangat berat dan usaha untuk memperbaiki secara definitif tidak mungkin dilakukan
pada laparatomi awal. Pada pasien tersebut usaha ditujukan untuk mengontrol perdarahan dan
kebocoran gastrointestinal kemudian diikuti penutupan sementara dan direncanakan untuk
laparatomi ulang ( planned reoperation = planned relaparatomy ) setelah keadaan pasien
stabil. Keputusan untuk memutuskan cara ini ( damage control ) harus dilakukan pada
awal prosedur operasi. Jika sudah terjadi hipotermi ( suhu kurang dari 34o C ) , koagulopati (
Trauma Abdomen
Page 20
kehilangan darah 3 5 liter ), asidosis ( pH kurang dari 7,25 ) maka ahli bedah harus
memutuskan apakah untuk bail out ( keluar segera) atau meneruskan operasi. Keputusan
ini utamanya didasarkan pada pengalaman dan penilaian ahli bedah tersebut. 9
Simpulan
Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat trauma
setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen yang tidak diketahui /
terlewatkan dari pengamatan masih tetap menjadi momok penyebab kematian yang
seharusnya bisa dicegah( preventable death). Kunci sukses untuk penanganan trauma
abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk trauma abdomen ( high index of
suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada kerusakan organ intra
abdomen.Beberapa kemajuan dalam modalitas diagnostik membantu dalam penegakan
diagnosa pada trauma abdomen.
Penanganan berdasarkan algoritma sangat membantu klinisi dalam mengambil keputusan saat
mengahdapi penderita dengan trauma abdomen. Ultrasonography sekarang secara rutin
digunakan dalam penilaian awal pada penderita trauma tumpul abdomen dengan
hemodinamik stabil maupun tidak stabil. Sedangkan peningkatan resolusi CT scan dengan
multislice dan heliks CT scanner memungkinkan untuk mengidentifikasi yang lebih baik
adanya cedera pada organ dengan peningkatan kemampuan dalam hal derajat keparahan yang
terjadi pada organ. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan pendekatan
nonoperative lebih banyak untuk pasien pasien tertentu dengan trauma tajam atau trauma
tumpul abdomen.
Perkembangan laparoskopi sebagai alat skrining yang lebih invasive menunjukkan kemajuan
yang menjanjikan dalam diagnostik sekaligus terapeutik pada penderita dengan trauma
abdomen, dan dapat menurunkan morbiditas pada kasus trauma abdomen serta lebih efektif
dalam hal biaya dan penggunaan sumber daya rumah sakit.Penanganan trauma abdomen yang
tepat dan sesuai dengan algoritma akan banyak membantu dalam menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas pada trauma abdomen.
Trauma Abdomen
Page 21
Daftar Pustaka
1.
2.
Kolegium Ilmu Bedah Indonesia & Komisi Trauma Perhimpunan Dokter Spesialis
Bedah Indonesia.Trauma tumpul abdomen, trauma tajam abdomen in Definitif
Surgical Trauma Care .Indonesia ; 2003
3.
Sabiston DC. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC ; 1995 p. 238-46
4.
5.
Peitzman AB, Rhodes M, Scwab CW,Yealy DM ,Fabian TC, The Trauma Manual :
Trauma and Acute Care Surgery, 3rd edition,Philadhelphia, USA, 2008
6.
7.
8.
Salomone JA, Salomone JP. Blunt abdominal trauma. Available from : URL :
http://emedicine.medscape.com/article/821995-overview.2010
9.
Trauma Abdomen
Page 22