Anda di halaman 1dari 22

Trauma Abdomen

Firdaus Luke Nugraha*


11.2013.062
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470
firdaus_luke_08@yahoo.com

Pendahuluan
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma abdomen adalah
keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang disebabkan oleh luka atau
cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau
sabuk pengaman. Trauma tumpul abdomen sering kali ditemui pada unit gawat darurat.
Sebanyak 75% kasus trauma tumpul abdomen adalah sebagai akibat dari kecelakaan lalu
lintas, baik itu kendaraan dengan kendaraan maupun kendaraan dengan pejalan kaki.
Sedangkan trauma abdomen akibat pukulan sebanyak 15% dan jatuh

sebanyak

9%.

Selebihnya adalah sebagai akibat dari child abuse dan domestic violence.
Pasien dengan trauma tumpul abdomen memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan efisien.
Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang tersering mengalami cedera. Seorang
pasien yang terlibat kecelakaan serius harus dianggap cedera abdominal sampai terbukti lain.
Sampai saat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan penyebab
kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan dengan trauma
batang tubuh (trunk). Kurangnya data mengenai riwayat kesehatan pasien, kronologis
kejadian, luka atau trauma lain yang dapat mengalihkan perhatian, dan perubahan status
mental sebagai akibat dari cedera kepala atau intoksikasi, membuat trauma tumpul abdomen
sulit untuk didiagnosis dan ditatalaksana. Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya
datang dengan cedera abdominal dan extraabdominal yang memerlukan perawatan lanjut
yang rumit.
*Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Angkatan 2010

Trauma Abdomen

Page 1

Pembahasan
Trauma abdomen adalah trauma abdomen yaitu trauma/cedera yang mengenai daerah
abdomen yang menyebabkan timbulnya gangguan/kerusakan pada organ yang ada di
dalamnya.
Jenis trauma abdomen ada trauma tumpul dan trauma tembus. Pada trauma tembus resiko
terjadinya kerusakan organ lebih sedikit daripada trauma tumpul tetapi pada trauma tembus
dapat mengenai tulang belakang dan organ yang berada di retroperitoneal.
Jenis jenis trauma abdomen :
Berdasarkan mekanismenya, trauma abdomen dibagi menjadi dua kategori yaitu: trauma
tumpul abdomen ( non penetrans) dan trauma tajam abdomen ( penetrans ). Dikarenakan
penanganan trauma tumpul dan trauma tajam berbeda maka akan dibicarakan secara
terpisah.1
1. Trauma Tumpul Abdomen
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.

G ambar 1. Blunt Trauma Abdomen. (source :


http://www.quincymedgroup.com/adam/dochtml/graphics/images/en/15818.jpg)

Trauma Abdomen

Page 2

Mekanisme Trauma :

Compression Injury, terjadi dimana organ organ viscera terperangkap


diantara kekuatan yang datang dari dinding depan abdomen dan dinding depan
dada dengan tulang belakang daerah lumbal atau dada sebagai bantalannya.
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil
yang melesak kedalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi
ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ
padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan
perdarahan maupun peritonitis.

Shearing force, secara klasik dimulai oleh deselerasi tiba-tiba pada kecelakaan
lalu lintas. Terjadi akibat perubahan kecepatan mendadak dimana terjadi
pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang terfixir dengan bagian
yang bergerak dapat menyebabkan robekan pedikel vascular seperti
mesenterium, porta hepatic, atau hilus renalis. Misalnya sebuah mobil yang
melaju kencang tiba-tiba terhenti karena menabrak pohon, hal ini
mengakibatkan tubuh penumpang ikut terhenti sehingga organ dalam abdomen
yang bersifat mobile (gaster, intestinum dan kolon) dapat lepas dari
perlekatannya.

Sudden rise in intra abdominal pressure. Peningkatan tekanan intraabdomen


yang tiba tiba yang disebabkan oleh external compression forces yang dapat
memberikan tekanan yang merusak organ padat (to brust injury of solid
organs) seperti hepar, limpa atau ruptur organ berongga seperti usus. Pada
pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang
paling sering terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (510%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma retroperitoneal.

2. Trauma Tajam Abdomen ( Penetrans )


Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Luka Tusuk
Akibat trauma ini tergantung dari daerah trauma, arah trauma, dan kekuatan
tusukan serta panjang dan ukuran dari tusukan.Mekanismenya bisa berupa
sayatan dan robekan pada jaringan.(3,4,6,10)Luka tusuk akan menyebabkan
Trauma Abdomen

Page 3

kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong..(1,3,10)Luka tusuk


tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan
colon (15%).1
Luka Tembak
Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh
jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun
kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya.(1)Mekanisme luka tembak lebih kompleks, tergantung pada energi
kinetik yang tersimpan pada proyektil dan kemampuannya untuk meledakkan
benda-benda di sekitarnya.(3,6,10) Luka tembak kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan dapat pecah
menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan organ lainnya.(1) Energi
kinetik proyektil tergantung pada besarnya massa proyektil dikalikan dengan
kecepatannya. Proyektil Velocity adalah kemampuan proyektil untuk
mengakibatkan kerusakan (luka), berdasarkan ini maka senjata api dikenal
dengan Low, Medium, High velocity, ini ditentukan oleh Muzzle velocity
yaitu untuk low velocity < 305 m/detik, medium 305 610 m/detik, high >
610 m/detik.Low velocity projectil menyebabkan robekan langsung dan
trauma chrusing pada jaringan lokal. Secara khas , hanya luka masuk
terlihat dan terdapat peluru di dalamnya .High velocity projectil ketika
menyebabkan

kerusakan

dan

chrusing

pada

jaringan

menyebabkan kerusakan jaringan dengan cavitasi (terowongan).

lokal
(3,4,10)

juga
Luka

tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%)
dan pembuluh darah abdominal (25%) 1
Cedera Organ Spesifik pada Trauma Abdomen
Cedera Lambung dan Usus Halus
Trauma tumpul dan penetrasi ke dalam lambung, jejunum dan ileum relatif mudah dikoreksi
pada eksplorasi bedah. Trauma penetrasi hanya memerlukan debridement tepi luka dan
penutupan sederhana. Kadang-kadang sejumlah luka akan ditemukan dalam usus halus di atas
segmen yang relatif pendek, yang dalam kasus ini bisa lebih manjur mereseksi segmen yang
terlibat dan melakukan anastomosis primer.

Trauma Abdomen

Page 4

Trauma tumbul lambung dan usus halus biasanya sekunder terhadap kecelakaan lalu lintas.
Faktor yang didalilkan bagi trauma mencakup peningkatan mendadak tekanan intralumen
lokal, kompresi usus halus pada columna vertebralis serta deselerasi pada atau dekat titik
fiksasi.
Perbaikan bedah memerlukan reseksi segmen usus halus tak viabel dan anastomosis segmen
proksimal dan distal yang tetap viabel. Cedera avulsi lambung biasanya timbul dekat pylorus
pada titik tempat lambung dijangkar pleh duodenum retroperitoneal. Pasien demikian bisa
memerlukan reseksi segmen distal lambung dan pembentukan kembali kontinuitas usus
melalui gastrojejunostomi.3
Cedera Hati
Cedera ati bermakna bisa timbul setelah trauma tumpul atau penetrasi atas abdomen. Trauma
bermakna pada hati biasanya tampil dengan sedikit tanda lokalisasi pada pemeriksaan fisik.
Syok hipovolemia tidak jarang terjadi dan bisa disertai oleh peningkatan distensi abdomen
sebagai hasil perdarahan intraperitoneal dari hati yang cedera. Diagnosa dapat dikonfirmasi
dengan scan CT abdomen atau bilas peritoneum. Beberapa kateter intravena harus
ditempatkan dalam ektremitas atas, karena banyak darah dan kristaloid yang mungkin
diperlukan selama operasi bagi penggantian perdarahan eksanguisasi dari cedera hati.
Cedera hati bisa terdiri dari laserasi superficialis sederhana yang tidak berdarah, laserasi
profunda dengan perdarahan yang luas, fraktura stelata yang melibatkan beberapa segmen
hati, gangguan arteria bermakna dengan devitalisasi satu segmen lobus kanan atau kira atau
lebih atau cedera avulsi segmen lateral parenkima hati. Jika perdarahan tidak terbukti lagi,
maka perbaikan primer parenkima tak diperlukan lagi dan cavitas abdomen bisa di tutup
dengan drainase cacat hati. Bila perdarahan aktif masih ada, maka laserasi hati harus
dieksplorasi dan hemostasis didapat dengan ligasi tersendiri atau pemakaian hemoclips baja
tahan karet.
Komplikasi lanjut cedera hati tidak jarang terjadi dan harus dipertimbangkan bila pemulihan
pascabedah berkepanjangan. Abses intrahepatik, hematoma intrahepatik steril dan
hematobilia. Abses intrahepatik akan memerlukan operasi ulang dan drainase. Fistula
arteriovenosa hepatik dan hemobilia sering dapat dideteksi dengan angiografi hepatica
selektif, yang pada waktu ini pilihan terapi mencakup embolisasi selektif atau perbaikan
bedah.3
Cedera Limpa
Pasien cedera limpa yang besar bisa tampil dengan nyeri tekan abdomen kiri atas yang ringan
dan tanda dini hipovolemia. Tetapi penting diperhatikan bahwa pasien demikian tidak
Trauma Abdomen

Page 5

memperlihatkan tanda syok yang jelas. Cedera harus dicurigai dalam pasien yang
mempelihatkan hipotensi atau takikardia sikap. Fraktur iga dalam thoraks kiri bawah bisa
tampil bila tenaga bermakna telah diberikan ke kuadran kiri atas. Pada pasien demikian, sulit
diagnosis patologi kuadran kiri atas pada pemeriksaan fisik karena nyeri yang menyertai
palpasi fraktura iga.
Bilas peritoneum diagnostik atau scan CT akan dapat diandalkan untuk mendeteksi
hematoma perisplenika. Pada eksplorasi abdomen, limpa diinspeksi cermat setelah
pemotongan ligamentum phrenicosplenicum. Jika tak ada komplikasi mengancam jiwa lain
yang ditemukan pada eksplorasi bedah yang cermat, maka perbaikan primer cedera limpa
harus diusahakan. Jika perdarahan menetap, maka perbaikan limpa bisa di capai dengan
penempatan jahitan matras terputus di atas pleget, pemakaian mikrokolagen kristal atau zat
hemostatik lain atau splenektomi sebagian. Spelenektomi harus dilakukan jika perdarahan
tidak dapat dikendalikan meskipun meningkatkan insidens sepsis pascaspelenektomi. Akan
tetapi dapat di berikan profilaksis penisilin dan imunisasi dengan vaksin pneumotoraks.3

Penanganan Trauma Abdomen


Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk
trauma abdomen ( high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada
kerusakan organ intra abdomen. Dan pemeriksa harus menentukan apakah perlu intervensi
operasi segera atau tidak. Untuk diketahui bahwa lebih kurang 75 % -90 % luka tembak
abdomen memerlukan tindakan operasi segera, 25 % - 35 % untuk luka tusuk abdomen, dan
hanya 15 % - 20 % untuk trauma tumpul abdomen.1,2
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen dimulai dengan primary survey : A
(Airway dengan kontrol servikal), B (Breathing), C (Circulation dengan kontrol perdarahan),
D (Disability), E (Exposure) kemudian dilanjutkan dengan secondary survey
Pada primary survey dilakukan penilaian :
A

Airway dengan kontrol servikal : harus dievaluasi derajat patensinya, reflex proteksi,
benda asing sekresinya dan derajat cederanya dengan tetap memperhitungkan ada
tidaknya cedera cervical.

Breathing : yaitu menilai derajat pernafasan pasien berdasarkan frekuensi dan


kedalaman pernafasan atau adanya retraksi otot pernafasan.

Circulation dengan kontrol perdarahan : dinilai dengan menilai tingkat kesadaran


pasien, warna kulit, dan suhu tubuh. Pada pasien dengan shock hemoragik pada
mulanya akan gelisah dan koma jika perdarahan terus terjadi. Tanda vital seperti

Trauma Abdomen

Page 6

denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas tidak cukup sensitif dan spesifik pada
syok hemoragik.
D

Disability : penilaian awal dengan menilai defisit neurologi sebelum pemberian


sedatif. Penilaian berdasarkan GCS dan kekuatan 4 extremitas.

Exposure : pada pasien trauma harus dinilai ada tidaknya cedera lain yang dapat
meperberat morbiditas.

Nasogastric tube dipasang jika tidak ada kontraindikasi untuk dekompresi dan menilai ada
tidaknya darah. Jika pasien mengalami cedera maksilofacial maka digunakan orofaringeal
tube.4
Folley kateter dipasang dan urine diambil untuk pemeriksaan hematuria mikroskopik. Jika
ada kecurigaan cedera urethra atau buli-buli pada fraktur pelvis maka dilakukan uretrogram
retrograde sebelum melakukan pemasangan kateter.4
Dilanjutkan dengan secondary survey :
a. Anamnesis Riwayat Trauma
Informasi mengenai gambaran kejadian trauma sangat penting dalam memutuskan
kelanjutan trauma. Informasi dari saksi mata, dari petugas gawat darurat, dari staf
rumah sakit yang semuanya berhubungan dengan keputusan klinik dalam hal
penanganannya. Sebagai contoh, pada kecelakaan lalu lintas, kecepatan dan arah dari
tabrakan, kerusakan kendaraan yang dialami, apakah menggunakan seat belt atau
tidak, semuanya akan menentukan jenis trauma yang diterima korban apakah
shearing, crushing atau descelerating injury dan akan menentukan potensi
trauma yang akan dialami korban.4
Pada kasus luka tusuk anamnesis yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya
trauma, jenis dan ukuran senjata yang digunakan, jumlah tikaman dan bila mungkin
informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi
dari nyeri abdominalnya.1
Pada kasus gunshot wound; kaliber dan kecepatan peluru (proyektil) senjata, jumlah
tembakan, jarak antara senjata dengan korban akan menentukan luasnya kerusakan
intraabdomen. Semua informasi ini adalah sangat penting, sama pentingnya dengan
pemeriksaan untuk diagnostik lainnya, dengan kata lain riwayat trauma bisa
memberikan keputusan akhir bagi klinisi untuk menentukan apakah perlu operasi atau
tidak.1,4
Trauma Abdomen

Page 7

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen memberikan sedikit informasi dan cenderung
menyesatkan. Pada 30 % pasien pasien yang memerlukan tindakan operasi segera
pada pemeriksaan awal tidak khas . Hal ini akan meningkat menjadi 50 % pada pasien
dengan kesadaran menurun seperti trauma kepala atau mengalami intoksikasi (mabuk)
dan terjadi terutama pada trauma tumpul abdomen. Sehubungan dengan hal ini, bila
ditemukan adanya tanda-tanda peritonitis merupakan petunjuk bagi kita untuk
melakukan laparotomi segera tanpa menunggu pemeriksaan diagnostik lainnya. Untuk
itu pemeriksaan abdomen yang teliti, sistematik : (inspeksi , auskultasi, perkusi,
palpasi) harus dilakukan pada trauma abdomen.1,2
Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan dan
belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti apakah mengalami ekskoriasi
ataupun memar, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap,
omentum maupun bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus
dilakukan log-roll agar pemeriksaan lengkap.1
Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Adanya perdarahan di bawah kulit,
dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat
mengalami trauma di bawahnya. Adanya tanda jejas sabuk pengaman di abdomen
(seat belt sign), adanya ekimosis pada pinggang (Grey Turner Sign) merupakan
indikasi perdarahan retroperitoneal atau adanya ekimosis pada umbilicus (Cullen
Sign) yang menunjukkan adanya perdarahan peritoneal, tetapi hal ini biasanya
lambat dalam beberapa jam sampai hari. Adanya ekimosis pada perineum,
skrotum atau labia (Tanda coopernail) menunjukkan adanya fraktur pelvis.
Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena
kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi
peritoneal. Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut
yang tertinggal maka kemungkinan adanya peritonitis.
Auskultasi
Pada auskultasi diperiksa apakah ada bising usus atau tidak, adanya darah di
retroperitoneum maupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus yang
Trauma Abdomen

Page 8

mengakibatkan hilangnya bising usus. Cedera pada costa, vertebra, dan pelvis
akan memberikan gejala seperti ileus juga, jadi meskipun tidak ada cedera di
dalam abdomen bunyi bising usus bisa tidak terdengar atau menghilang. Oleh
karena itu hilangnya bising usus bukan tanda diagnostik untuk trauma
intraabdominal. Pada auskultasi dapat diperiksa juga adanya bruising ( bunyi
abnormal pada auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis)

Perkusi
Dapat dinilai adanya udara bebas intraperitoneal jika pekak hepar menghilang.
Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
hemoperitoneum. Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas
dalam rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga
perut.1
Palpasi
Pada palpasi tanda yang bermakna untuk rangsang peritoneal adalah nyeri lokal
atau menyeluruh sampai dengan didapatkan adanya defans muskuler, dimana hal
ini sering sulit diperiksa pada orang-orang yang mengeraskan dinding abdomen
pada saat diperiksa. Pada palpasi juga bisa menilai stabilitas pelvis yaitu dengan
cara penekanan manual pada SIAS atau crista iliaca, jika timbul rasa nyeri
maupun krepitasi ini menandakan adanya fraktur pelvis 1
Pemeriksaan Rectum dan Perineal
Tujuan dari pemeriksaan rectal touche pada pasien trauma abdomen adalah menilai
respon tonus sfingter ani, menilai posisi prostat (adanya prostat melayang
menandakan adanya ruptur uretra) dan untuk menentukan apakah ada tulang pelvis
yang patah. Pada pasien dengan luka tusuk pemeriksaan rectum bertujuan menilai
tonus sfingter dan melihat adanya perdarahan karena perforasi usus1
Pemeriksaan Genitalia
Adanya darah pada meatus uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
kemungkinan adanya cedera uretra. Inspeksi pada skrotum dan perineum dilakukan
untuk melihat ada tidaknya ekimosis maupun hematoma dengan dugaan yang sama
seperti diatas. Sedangkan robekan pada vagina bisa disebabkan karena luka tusuk
atau fragmen tulang dari fraktur pelvis.1

Trauma Abdomen

Page 9

Setelah semua prosedur sudah dilakukan jangan lupa untuk melakukan evaluasi ulang
(reevaluasi)1
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah awal dilakukan untuk menentukan tipe darah dan crossmatch
pada pasien yang tidak stabil. Pemeriksaan laboratorium lainnya sangat sedikit
memberi

arti

kecuali

bila

digunakan

sebagai

baselines

untuk

monitor

perkembangan klinis, seperti misalnya hematokrit serial untuk menilai jumlah


kehilangan darah, atau amylase untuk monitor trauma pankreas.5
2. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen dilakukan pada penderita dengan hemodinamik yang
stabil.Kegunaan foto polos abdomen pada trauma abdomen sangat terbatas, kurang
lebih 800 ml cairan bebas dalam rongga peritoneum dibutuhkan untuk bisa terlihat
pada foto polos abdomen. Meskipun demikian, foto polos thoraks tegak dapat
menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal (sub diafragma) yang menunjukkan
adanya perforasi organ berongga. Demikian juga, adanya gambaran maagslang
(nasogastric tube) di rongga thoraks menunjukkan adanya ruptur diafragma.
Pemeriksaan radiologis yang teliti terhadap fraktur kosta, pelvis dan kolumna
vertebralis thorakolumbal akan memberikan perhatian langsung terhadap organ
visceral. 5

3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


Pemeriksaan ini diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Root and Collagnes, DPL
memberikan gambaran yang cepat, murah, akurat dan sangat invasif, aman untuk
menilai baik pada trauma tumpul atau trauma tembus abdomen. DPL dilakukan pada
pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil, tapi juga bisa dilakukan
pada pasien yang stabil tetapi tidak ada fasilitas USG dan CT scan. Rata-rata akurasi
dari pemeriksaan ini adalah 98 % dan angka morbiditas kurang 1%.

Indikasi pemeriksaan DPL.


1. Equivocal, yaitu pada keadaan gejala klinik yang meragukan misalnya bila trauma
jaringan lunak disertai trauma tulang dengan gambaran yang gejala kliniknya
saling mengaburkan.
Trauma Abdomen

Page 10

2. Unreliable dimana kesadaran pasien menurun setelah trauma kepala atau


intoksikasi
3. Impractical, yaitu DPL dilakukan untuk mengantisipasi dimana pasien
membutuhkan anestesi umum yang lama untuk trauma lainnya. Sebagai tambahan
dimana pasien tidak jelas menderita trauma abdomen tetapi menderita hipotensif
yang tidak bisa dijelaskan maka DPL bisa menentukan atau menyingkirkan
trauma abdomen.
Adapun kontraindikasi pemeriksaan DPL adalah
1. Kontraindikasi absolut yaitu pada pasien pasien dengan indikasi yang jelas
untuk tindakan laparotomi.
2. Kontraindikasi relatif secara teknik sulit dilakukan seperti pada kegemukan
(obesitas morbid), pembedahan abdomen sebelumnya, kehamilan lanjut dan
koagulopati
Tehnik DPL :
- Tehnik terbuka
- Tehnik tertutup (Seldinger Technique)
- Tehnik semi open
Tabel 1. Pemeriksaan DPL yang positif
Parameter

Aspirate

Blood

> 10 ml

Fluid

Enteric contents (stool, foods,

Lavage

etc)
Red Cell

> 100.000/mm3
>20.000 100.000/mm3
Equivokal

WBC

>500/mm3

Enzymes

Amylase >20 UI/I


Alkaline phospatase > 3 UI/I

Trauma Abdomen

Page 11

Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar melalui tube DPL pada pasien dengan hemodinamik yang abnormal merupakan
indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan
feses, dilakukan lavase dengan 1000 cc RL (pada anak-anak 10 cc/KgBB). Sesudah
cairan tercampur dengan cara menekan maupun log-roll, cairan ditampung kembali
dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal,serat maupun empedu.
Jika setelah dilakukan lavase hasilnya masih meragukan yaitu jumlah sel darah merah
>20.000 100.000 /mm3 maka penderita diobservasi lebih lanjut.1
4. FAST (Focussed Assessment Sonography in Trauma)
USG digunakan pada penderita dengan hemodinamik stabil atau tidak stabil. USG
secara luas untuk evaluasi trauma abdomen terutama trauma pediatrik. Dengan
menggunakan mesin USG dengan resolusi tinggi, maka pemeriksaan ini lebih cepat,
murah, dan bersifat relatif organ spesifik, bersifat portable dan bisa digunakan di
ruangan saat resusitasi berlangsung. Keakuratan pemeriksaan USG tergantung
pemeriksanya

(more

operator

dependent).

Faktor

yang

mempengaruhi

penggunaannya adalah obesitas, adanya udara subkutan ataupun bekas operasi


abdomen sebelumnya. 5

Gambar

2.

Gambaran

USG

abdomen.

(source

http://blogs.msf.org/raghuv/files/2013/05/Abdominal-Ultrasound.jpg)

Pemeriksaan USG dapat dengan cepat menunjukkan cairan bebas intraperitoneal dan
trauma organ padat, mampu mengevaluasi daerah retroperitoneum meskipun tanpa
Trauma Abdomen

Page 12

CT scan. Scanning dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk mendeteksi
hemoperitoneum.

Scanning

dilakukan

mulai

dari

kantong

pericard,

fossa

hepatorenalis, fossa splenorenalis dan cavum douglas. Sesudah scan pertama, 30


menit berikutnya idealnya dilakukan lagi scan kedua atau scan kontrol. Scan kontrol
ini gunanya adalah untuk melihat pertambahan hemoperitoneum pada pasien
perdarahan yang berangsur-angsur.(1) USG kurang mampu untuk mengidentifikasi
kebocoran / perforasi organ berongga pada keadaan banyak udara dalam usus seperti
pada ileus paralitik. 5
5. Computerized Tomography Scan (CT Scan)
Merupakan prosedur diagnostik dimana kita perlu memindahkan pasien ke tempat
scanner. Prosedur ini hanya dilakukan pada pasien pasien dengan hemodinamik
yang stabil dimana kita tidak perlu segera melakukan laparatomi. Dengan CT scan
kita memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat
kerusakannya dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperitoneal maupun pelvis
yang sulit didiagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST maupun DPL1
Keuntungan CT scan dibanding DPL adalah :
Kemampuannya menentukan organ spesifik yang mengalami trauma. Penanganan
konservatif modern dari trauma yang tidak mengancam jiwa (non life threatening
injuries) pada hepar dan limpa, CT scan mampu untuk menunjukkan seberapa besar
kerusakan organ dengan pemeriksaan CT serial. Disamping itu CT mampu
mendiagnosa trauma intraperitoneal atau retroperitoneal, dan bersifat non-invasive,
dan tidak berkomplikasi. 5
Kelemahan CT scan adalah :
Memerlukan waktu mulai dari transport, pemeriksaan dan interpretasi hasil yang
didapat, meskipun dilakukan oleh spesialis trauma akan memakan waktu 1 jam.
Sehingga dengan tertundanya (delayed) diagnosa berpotensi untuk mengancam jiwa.
Disamping itu CT scan membutuhkan specialist personel dan spesialist
equipment. CT scan tidak mampu mendiagnosa organ berongga terutama perforasi,
walaupun hal ini bisa diatasi dengan pemakaian media kontras.5

Trauma Abdomen

Page 13

Gambar 3. CT Scan Abdomen. (source : http://www.radiologyinfo.org/photocat/popup/abdoct-norm.jpg)


Indikasi pemeriksaan CT scan pada trauma abdomen adalah :
1. delayed presentation tertunda lebih dari 12 jam
2. Hasil DPL yang meragukan
3. Adanya kontraindikasi pemeriksaan DPL
4. Kecurigaan trauma retroperitoneal pada keadaan di mana hematuria tidak jelas pada
trauma buli-buli atau uretra.
Kontraindikasi pemeriksaan CT scan :
1. Kontra indikasi absolut yaitu adanya indikasi laparotomi dan kehamilan
2. Kontraindikasi relatif meliputi adanya pasien yang tidak kooperatif yang tidak
mudah ditenangkan dengan obat,alergi terhadap kontras media dan trauma pediatri.

Trauma Abdomen

Page 14

Tabel 2. Perbandingan antara DPL, FAST, dan CT Scan


DPL
Indikasi

FAST

CT Scan

Menunjukan darah bila Menunjukan cairan bila Menunjukan kerusakan

Keuntungan

hipotensi

hipotensi

organ bila tensi normal

Deteksi dini

Deteksi dini

Lebih spesifik untuk

Semua pasien

Semua oasien

Cepat

Non-invasive

98% sensitif

Cepat : dapat diulang

Deteksi cedera usus

86-97% akurat

Tidak

Kerugian

membutuhkan Tidak

transport

transport

Invasive

Hasil

Spesifitas rendah

cedera
Sensitif 92-98%

membutuhkan

bergantung Mahal dan memakan

operator

waktu

Distorsi karena udara Dibutuhkan transport


usus

6. Laparoskopi
Dengan menggunakan teknik modern minimally invasive surgery, cepatnya
perkembangan teknologi ini memberikan aplikasi dalam diagnostik dan terapeutik
pada berbagai bidang terutama juga dalam trauma abdomen. Laparoskopi dilakukan
pada penderita dengan hemodinamik stabil. Indikasi penggunaannya dalam trauma
abdomen masih diklarifikasikan dan laparoskopi memegang peranan baik dalam
trauma tembus dan trauma tumpul abdomen.6
Prosedur ini baik terutama untuk cedera pada diafragma. Keputusan untuk dilakukan
operasi atau pengobatan konservatif nonoperative pada trauma tumpul ( non
penetrans) dan trauma tajam(penetrans) abdomen memerlukan diagnosis yang
tepat,yang tidak selalu mungkin dengan teknik pencitraan, dimana ada bahaya besar
bahwa cedera pada diafragma atau usus mungkin terlewatkan. Untuk menghindari
kelalaian

tersebut,

laparatomi

eksplorasi

biasanya

segera

dilakukan,

data

menunjukkan bahwa sampai 41% dari laparotomi eksplorasi ternyata non therapeutic
dan bisa, atau bisa saja, dihindari dengan laparoskopi.6
Trauma Abdomen

Page 15

Laparoskopi diagnostik dengan opsi terapeutik hanya dilakukan pada pasien-pasien


yang stabil. Tiga trokar biasanya digunakan dan perut dieksplorasi secara sistematis,
dimulai dengan kuadran kanan atas dan searah jarum jam. Cedera pada Hollow viskus
dan luka pada diafragma dan mesenterium dapat dideteksi dan dijahit dengan
laparoskopi. Cedera organ parenkim bukan fokus utama laparoskopi, tetapi dengan
pendekatan laparoskopi, biasanya pasien yang stabil tidak lagi mengalami pendarahan
dan dapat ditutup dengan perekat jaringan dan tamponade kolagen untuk mencegah
perdarahan ulang. Penggunaan rutin laparoskopi dapat mencapai sensitivitas 90-100%
dalam trauma abdomen. Hal ini dapat mengurangi jumlah laparotomi yang tidak
perlu.6
Keuntungan yang paling penting adalah pengurangan tingkat morbiditas laparotomi
nontherapeutic,, memperpendek masa rawat inap, dan efektivitas dalam hal biaya.Di
masa depan, perkembangan-perkembangan baru dalam hal laparaskopi serta
miniaturisasi peralatan diharapkan dapat meningkatkan penggunaan teknik minimal
invasif dalam kasus-kasus trauma abdomen.6
Penanganan Trauma Tumpul Abdomen
Penanganan menurut Alogaritma :
Algoritma bertujuan untuk membantu klinisi dalam memberi petunjuk dalam membuat
keputusan. Pasien pasien dengan tanda tanda yang jelas untuk trauma abdomen dengan
atau tanpa haemoperitoneum masif tidak boleh ditunda dengan pemeriksaan pemeriksaan
lainnya dan harus dilakukan resusitasi dan laparatomi segera. Sebaliknya pada pasien
pasien dengan tanda tanda klinik muncul setelah 12 jam dan menderita trauma resiko
rendah dengan pemeriksaan fisik yang tidak jelas harus diobservasi atau harus diperiksa USG
sebagai screening investigation, untuk mencari cairan bebas dengan atau tanpa tanda
tanda trauma pada organ. Sedangkan pasien dengan tanda tanda klinik yang tertunda
dengan trauma resiko tinggi dan atau pemeriksaan fisik yang positif harus dilakukan
pemeriksaan CT Scan dan penanganan selanjutnya tergantung dari hasil CT Scan tersebut.
Pasien pasien dengan riwayat dan pemeriksaan klinis dengan trauma resiko rendah yaitu
pemeriksaan fisik yang tidak jelas dan mekanisme trauma resiko rendah , dengan
hemodinamik yang stabil harus diperiksa USG sebagai pemeriksaan awal yang sederhana.
Sedangkan pasien dengan trauma resiko rendah dengan gejala klinik yang meragukan atau
gejala klinik yang positif dengan hemodinamik stabil harus diperiksa CT Scan . Sebaliknya
Trauma Abdomen

Page 16

jika hemodinamik tidak stabil harus dilakukan laparatomi segera walaupun beberapa klinisi
masih menganjurkan DPL
(Diagnostic

Peritoneal

Lavage)

sebelumnya

sebagai

bukti

adanya

perdarahan

intraabdominal. 7,8
Trauma resiko tinggi dengan hemodinamik tidak stabil merupakan petunjuk bagi ahli bedah
untuk melakukan laparatomi segera. Pada pasien yang stabil, kecepatan dan akurasi
pemeriksaan DPL memberikan pilihan diagnostik yang aman, walaupun klinisi harus
menyingkirkan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan DPL yang positif pada pasien
resiko tinggi menganjurkan laparatomi segera, jika hasilnya negatif harus diobservasi lanjut ,
sedangkan jika hasilnya meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan CT scan sebagai
pilihan utama.
Algorithm Penanganan Trauma Tumpul Abdomen

Gambar

4.

Algorithm

Penanganan

Trauma

Tumpul

Abdomen.

(source

http://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/05/algoritma-blunt-abdominal-traumamattox.jpg)
Trauma Abdomen

Page 17

Penanganan Trauma Tajam Abdomen (Penetrans)


Adanya eviserasi adalah indikasi untuk dilakukannya operasi pada trauma abdomen
penetrans.Nyeri yang semakin bertambah, adanya peritonitis lokal gejala : Nyeri tekan lokal,
nyeri tekan lepas) nyeri difus atau yang sulit dilokalisir adalah indikasi untuk dilakukan
operasi eksplorasi.
Pada auskultasi adanya bunyi peristaltik pada rongga thoraks mungkin mengindikasikan
adanya cedera diafragma. Palpasi bisa mendeteksi nyeri tekan lokal atau general, spasme
otot. Nyeri tekan lepas meningkatkan kecurigaan dari cedera peritoneum.
Luka Tusuk Abdomen
Benda yang menusuk bisa mengakibatkan tamponade dan hemoragik yang tidak terkontrol
jika benda menusuk pembuluh darah besar. Oleh karenanya objek penetrans sebaiknya tidak
dipindahkan kecuali penanganan definitif dapat segera dilakukan.
Kekerasan dari rongga peritoneum terjadi lebih kurang 50 70 % dari luka tembus tusuk dari
dinding depan abdomen. Kira-kira setengahnya membutuhkan intervensi bedah, dengan kata
lain 25 -50 % pasien-pasien dengan luka tusuk dinding depan abdomen membutuhkan
operasi. 9
Ada tiga pertanyaan utama yang dibutuhkan dalam pendekatan algoritma untuk luka tusuk
dinding depan abdomen yaitu :
1). Apakah secara klinik membutuhkan operasi,
2). Apakah tidak terjadi kerusakan peritoneum,
3). Jika sudah terjadi , apakah terdapat kerusakan organ intraperitoneal
Tahap 1 : Indikasi operasi 9
1. Tanda vital yang tidak stabil merupakan alasan utama untuk operasi emergency.
Harus diingat bahwa luka tusuk pada dada bagian bawah dapat mencederai organ
organ intrathoraks seperti jantung dan paru, sehingga hipotensi pada keadaan ini dapat
saja bukan oleh kehilangan darah intraperitoneal.
2. Eviserasi dari organ intraperitoneal membawa resiko 60 % terhadap cedera organ
intraabdomen
3. Tanda tanda peritonitis , keadaan ini tidak boleh ditunda denga pemeriksaan lain.

Trauma Abdomen

Page 18

Tahap 2 : Apakah ada peritoneum cedera (tembus)9


Eksplorasi dari luka dinding abdomen ( local wound exploration ) dengan memakai
anastetik lokal bisa menentukan tembus tidaknya peritoneum. Pemeriksaan yang
negatif ( clearly negative ) pasien bisa dipulangkan setelah perawatan luka.
Pemeriksaan yang positif atau ragu ragu menentukan untuk intervensi atau
pemeriksaan lanjut.
Tahap 3 : Apakah ada cedera organ intraperitoneal9
Local wound exploration positif harus dilakukan laparatomi . seluruh pasien yang
dicurigai atau sudah jelas tembus peritoneum dan tanda tanda vital stabil dianjurkan
untuk DPL. Saat ini , jika dicurigai trauma hepar dianjurkan untuk pemeriksaan CT
Scan. Laparaskopi juga banyak digunakan untuk menilai cedera organ intraperitoneal.
Luka Tembak Abdomen
Luka tembak pada dinding depan abdomen 80 85 % mengakibatkan tembus peritoneum.
Jika tembus peritoneum , maka trauma organ organ intraabdominal terjadi 90 95 % dari
pasien. Sama halnya dengan luka tusuk abdomen pertanyaan apakah perlu operasi segera ,
apakah peritoneum telah tembus atau apakah ada trauma organ intraabdomen , juga berlaku
pada luka tembak abdomen. Indikasi untuk laparatomi segera juga sama dengan luka tusuk
yaitu jiak ada tanda tanda peritonitis. Indikasi untuk tembus atau tidaknya peritoneum sulit
untuk luka tembak, Local wound exploration kurang tepat untuk luka tembak sebab luasnya
trauma jaringa lokal. Biplanar X Rays dapat menentukan lokasi proyektil, dan luka masuk
serta keluar mengindikasikan kemungkinan proyektilnya. Sejauh ini , di beberapa sentrum
tanda tanda yang jelas luka tembak dan kecurigaan kerusakan organ merupakan petunjuk
untuk laparatomi segera. Tidak ada tempat untuk penanganan konservatif luka tembak.9

Trauma Abdomen

Page 19

Gambar

5.

Penetrating

Abdominal

Trauma

Algorithm.

(source

http://img.docstoccdn.com/thumb/orig/30333785.png)
Damage Control Laparatomy :
Operasi damage control adalah salah satu kemajuan besar dalam teknik bedah dalam 20
tahun terakhir. Prinsip - prinsip damage control lambat untuk dapat diterima oleh ahli bedah
di seluruh dunia, karena bertentangan dengan prinsip standar praktek bedah yaitu bahwa
operasi yang terbaik untuk pasien adalah prosedur definitif. Kira kira 10 % dari trauma
abdomen sangat berat dan usaha untuk memperbaiki secara definitif tidak mungkin dilakukan
pada laparatomi awal. Pada pasien tersebut usaha ditujukan untuk mengontrol perdarahan dan
kebocoran gastrointestinal kemudian diikuti penutupan sementara dan direncanakan untuk
laparatomi ulang ( planned reoperation = planned relaparatomy ) setelah keadaan pasien
stabil. Keputusan untuk memutuskan cara ini ( damage control ) harus dilakukan pada
awal prosedur operasi. Jika sudah terjadi hipotermi ( suhu kurang dari 34o C ) , koagulopati (
Trauma Abdomen

Page 20

kehilangan darah 3 5 liter ), asidosis ( pH kurang dari 7,25 ) maka ahli bedah harus
memutuskan apakah untuk bail out ( keluar segera) atau meneruskan operasi. Keputusan
ini utamanya didasarkan pada pengalaman dan penilaian ahli bedah tersebut. 9

Simpulan
Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat trauma
setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen yang tidak diketahui /
terlewatkan dari pengamatan masih tetap menjadi momok penyebab kematian yang
seharusnya bisa dicegah( preventable death). Kunci sukses untuk penanganan trauma
abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk trauma abdomen ( high index of
suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada kerusakan organ intra
abdomen.Beberapa kemajuan dalam modalitas diagnostik membantu dalam penegakan
diagnosa pada trauma abdomen.
Penanganan berdasarkan algoritma sangat membantu klinisi dalam mengambil keputusan saat
mengahdapi penderita dengan trauma abdomen. Ultrasonography sekarang secara rutin
digunakan dalam penilaian awal pada penderita trauma tumpul abdomen dengan
hemodinamik stabil maupun tidak stabil. Sedangkan peningkatan resolusi CT scan dengan
multislice dan heliks CT scanner memungkinkan untuk mengidentifikasi yang lebih baik
adanya cedera pada organ dengan peningkatan kemampuan dalam hal derajat keparahan yang
terjadi pada organ. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan pendekatan
nonoperative lebih banyak untuk pasien pasien tertentu dengan trauma tajam atau trauma
tumpul abdomen.
Perkembangan laparoskopi sebagai alat skrining yang lebih invasive menunjukkan kemajuan
yang menjanjikan dalam diagnostik sekaligus terapeutik pada penderita dengan trauma
abdomen, dan dapat menurunkan morbiditas pada kasus trauma abdomen serta lebih efektif
dalam hal biaya dan penggunaan sumber daya rumah sakit.Penanganan trauma abdomen yang
tepat dan sesuai dengan algoritma akan banyak membantu dalam menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas pada trauma abdomen.

Trauma Abdomen

Page 21

Daftar Pustaka
1.

American College of Surgeon, Abdominal Trauma. in : Advanced Trauma Life


Support .7th edition. Chicago ; 2004

2.

Kolegium Ilmu Bedah Indonesia & Komisi Trauma Perhimpunan Dokter Spesialis
Bedah Indonesia.Trauma tumpul abdomen, trauma tajam abdomen in Definitif
Surgical Trauma Care .Indonesia ; 2003

3.

Sabiston DC. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC ; 1995 p. 238-46

4.

Udeani J, Steinberg SR. Blunt Abdominal Trauma Treatment & Management


Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/433404-overview. 2010

5.

Peitzman AB, Rhodes M, Scwab CW,Yealy DM ,Fabian TC, The Trauma Manual :
Trauma and Acute Care Surgery, 3rd edition,Philadhelphia, USA, 2008

6.

Urans S , Dorr K, Laparascopy in abdominal trauma, S Eur J Trauma 36(1):19-24


(2010)

7.

Windsor ACJ, Guillow PJ .Abdominal trauma . In : Monson J ;Duthie G, OMalley.


Surgical emergencies .Blackwell Science, Hongkong, 1999

8.

Salomone JA, Salomone JP. Blunt abdominal trauma. Available from : URL :
http://emedicine.medscape.com/article/821995-overview.2010

9.

Mattox Kenneth L, Ernest E Moore, David V.Feliciano, Trauma Manual,6th edition,


Mc Graw-Hill, 2008

Trauma Abdomen

Page 22

Anda mungkin juga menyukai