Anda di halaman 1dari 9

Detektor

Detektor adalah suatu alat yang digunakan untuk mengindera terjadinya bahaya
kebakaran dan menyampaikan isyarat sedini mungkin hingga dapat dilakukan
penanggulangan serta pemadaman secepatnya. Hal ini sangat berguna untuk mencegah
timbulnya kerugian yang lebih besar baik jiwa, harta maupun lingkungan. ( SNI 033985-2000). Alat untuk mendeteksi api / detector dapat digolongkan beberapa jenis
yaitu :
A. Detektor asap ( Smoke Detector )

Gambar 2.12 . Detektor asap ( Smoke Detector )


Detektor asap adalah sistem deteksi kebakaran yang mendeteksi adanya asap.
Sebuah detektor asap akan mendeteksi paling kebakaran jauh lebih cepat dari detektor
panas karena indikasi akan terjadi kebakaran biasanya muncul asap terlebih dahulu
setelah itu perubahan suhu. Cara kerja detektor asap dipicu oleh asap yang masuk
kedalam detektor asap. Saat terjadi kebakaran, asap akan dideteksi melalui mata
detector menggunakan inframerah untuk mendeteksi partikel unsur/butir di dalam
atmosfir. Saat kepadatan asap (smoke density ) sudah memenuhi ambang batas
(threshold), rangkaian elektronik yang terdapat didalam detektor asap akan
aktif.Biasanya detektor asap dipasang bersama dengan penyiram air otomatis.
Detektor asap memiliki area proteksi 150 m 2 untuk ketingian plafon 4 m. Detektor
asap sangat tepat digunakan di dalam bangunan dimana banyak terdapat kebakaran
kelas A yang banyak menghasilkan asap. Namun kurang tepat digunakan untuk
kebakaran hidrokarbon atau gas. Berdasarkan cara kerja detektor asap dikelompokkan
atas 2 jenis yaitu :
1. Photoelectric Type Smoke Detector / Optical

Gambar 2.13 Photoelectric Type Smoke Detector / Optical


Detektor model ini mendeteksi asap menggunakan sensor cahaya.
Cahaya (infra red) diarahkan ke sensor photoelectric, apabila ada asap maka
cahaya tidak sepenuhnya diterima sensor photoelectric. Kejadian ini ditangkap
sebagai sinyal yang kemudian diteruskan ke fire alarm. Prinsip kerjanya yaitu
Photoelectric sensor akan terus menerus memancarkan cahaya ke sebuah dioda
penerima. Apabila kekuatan cahaya berkurang sampai nilai tertentu maka photo
detector akan mendeteksi adanya asap. Sistem yang dipakai di sketsa ini adalah
sistem pemantulan. Apabila ada asap dalam jumlah yang tertentu maka sinar akan
dipantulkan menuju photo detector. Photo detector sangat peka pada asap yang
berwarna putih. Kondisi optimal photoelectric bekerja pada partikel smoke 0,3
10 micron.
Kelemahan dari detektor ini adalah sering kali menimbulkan false
alarm yang diakibatkan oleh debu. Smoke Optical (Photoelectric) lebih baik
untuk

mendeteksi

asap

dari

kobaran

api

untuk hallway (lorong) dan tempat-tempat yang rata.

kecil,

sehingga

cocok

2. Ionization Smoke Detector

Gambar 2.14 Ionization Smoke Detector


Detektor model ini menggunakan metode ionization chamber.
Kelemahan dari detektor ini adalah setelah habis umur pakainya, detektor
dikategorikan limbah radioaktif, karena didalam detektor ini terdapat ameresium.
Detektor asap ini terdiri atas 2 plat yang bermuatan listrik dan terdapat bahan
radioaktif di antara plat positif dan negatif. Tumbukan antar partikel tersebut akan
menyebabkan adanya ion positif dan negatif yang akan tertarik ke dua plat dan
membentuk arus dengan nilai tertentu. Apabila ada asap yang masuk maka ion
akan bereaksi dengan asap dan sensor pun bekerja. Sensor ini dapat bereaksi
dengan cepat pada bahan bahan yang mudah terbakar. Dengan partikel 0,01
sampai 0,3 micron. Smoke Ionisasi cocok untuk mendeteksi asap dari kobaran api
yang cepat (fast flaming fires), tetapi jenis ini lebih mudah terkena false alarm,
karena sensitivitasnya yang tinggi. Oleh karena itu perangkat ini lebih cocok
untuk ruang keluarga dan ruangan tidur.

Gambar 2.15 Ionization Smoke Detector

B. Detektor panas ( Heat Detector)

Gambar 2.16 Detektor Panas ( Heat Detector)


Api akan mengeluarkan energi panas yang besarnya tergantung intensitas api dan
daya reaksinya, dengan adanya panas ini dapat dideteksi dengan menggunakan
detektor panas. Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang
dilengkapi dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya. Sistem detektor panas (heat
detector) terbagi beberapa jenis sesuai prinsip kerjanya yaitu :
A. Detektor suhu tetap (Fixed Temperature Detector)

Gambar 2.17 Detektor suhu tetap (Fixed Temperature Detector)


Detektor ini mendeteksi panas dari api pada suhu tertentu sesuai
dengan rancangannya dan kemudian akan memberikan sinyal ke system alarm.
Detektor ini sangat populer dan banyak dipasang di bangunan. Salah satu jenis
detektor panas ini berupa tabung gelas yang akan meleleh pada suhu tertentu ,

misalnya pada suhu 68oC. Jika panas ruangan akibat adanya api meningkat dan
mencapai batas suhu tersebut, kaca atau tabung akan pecah dan memberikan
sinyal ke sistem alarm atau menyemburkan air. Biasanya type ini di pasang di
ruang panel, ruang genset atau ruang pompa, karena kondisi ruang-ruang tersebut
dalam kondisi normalnya saja sudah panas.
B. Detektor jenis peningkatan suhu (Rate of Rise Detector)

Gambar 2.18 Detektor jenis peningkatan suhu (Rate of Rise Detector)


Deteksi kebakaran juga dapat dilakukan dengan mendeteksi adanya
kenaikan atau tingkat kenaikan suhu dalam suatu ruangan. Detektor jenis ini
disebut rate of rise detector. Sensor ini dapat mendeteksi panas api tanpa harus
terbakar langsung. Di dalam sensornya ada lempengan bimetal yang akan kontak
bila sensor ini di kenai perubahan suhu yang cukup signifikan (biasanya
perubahan suhu antara 6,7 - 8,3 derajat celcius/menit). Ketika suhunya normal
kembali bimetal ini akan kembali seperti semula. Tapi kalau sensor ini terkena
langsung api dan lepas kontaknya ya pastinya tidak bisa digunakan lagi.
3. Detector kombinasi ( Combination of Rate of Rise and Fixed Temperature Heat
Detector )
Detektor yang merupakan gabungan dari detektor jenis peningkatan
suhu dan detektor suhu tetap yaitu berdasarkan kecepatan naiknya temperature
dan batas temperature maksimum yang ditetapkan.

C. Detektor nyala ( Flame Detector )

Gambar 2.19 Detektor nyala ( Flame Detector )


Api juga mengeluarkan nyala (flame) yang akan menyebar ke sekitarnya. Api
mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet. Keberadaan sinar ini dapat
dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detektor. Detektor nyala sendiri digunakan
untuk mendeteksi keberadaan api dengan memakai sensor optik. Pada prinsipnya api
bisa dideteksi berdasar keberadaan spektrum cahaya infra red maupun ultra violet.
Namun, ada sumber cahaya lain yang bukan api dan turut menyumbang emisi cahaya
pada gelombang infra red ataupun ultra violet, seperti kilatan petir, welding arc, metal
grinding, hot turbine, reactor, dan lain-lain. Sumber lain ini dapat mempengaruhi
kinerja flame detector dan dapat menimbulkan alarm palsu. Untuk mencegah alarm
palsu, produk detektor nyala saat ini menggunakan kombinasi antara pendeteksian
gelombang infra red maupun ultra violet supaya tidak terjadi alarm palsu, biasanya
orang menyebutnya UV/IR Flame Detector.
Belakangan ada produsen detektor nyala yang menambah kapabilitas detektor
nyala-nya dengan cara mendeteksi frekuensi / flicker (goyangan) yg diemisikan oleh
api, dimana frekuensinya akan berbeda dengan sumber panas lain seperti nyala api las
ataupun kilatan petir (TDSA atau Time Domain Signal Analyzer). Produk ini sudah

mempunyai database frekuensi api dan diembeded kedalam detektornya. Sesuai


dengan fungsinya , detektor ini ada beberapa jenis yaitu :
1. Detektor infra merah (infrared detector)
Infrared (IR) detector, bekerja pada band spektrum inframerah. Gas
panas akan memancarkan pola spektrum tertentu pada area infrared dan dapat
dideteksi dengan thermal imaging camera (TIC). Alarm palsu dapat muncul
karena adanya permukaan panas lain disekitarnya.
2. Detektor UV ( Ultra Violet Detector)
Ultraviolet (UV) detektor bekerja pada panjang gelombang kurang dari
300nm. Detector ini juga dapat mendeteksi kebakaran dan ledakan dalam waktu 3
4 milidetik. Pada UV detector, alarm palsu dapat terjadi karena adanya sumber
UV lain seperti kilat, welding arc, radiasi dan sinar matahari. Untuk mengurangi
alarm palsu, UV flame di setting dengan delay time 2 3 secon.
3. Detektor Nyala Ultra Violet / Infra Red ( UV/IR Flame Detector )
Pada awalnya, Flame detector merupakan sensor yang hanya
menangkap "single wave dari Infra Red (IR)" yakni pada band 3.8 micrometers.
Namun karena muncul alarm palsu dari device tersebut, maka muncullah UV/IR,
dengan menggunakan 2 buah wave. Detektor ini membandingkan sinyal threshold
dari 2 buah wave, dengan konfigurasi AND dengan masing masing rasio
untuk mengurangi alarm palsu dan adjust sinyal fire .
4. Dual IR (IR/IR) flame detector
Pada dual IR (IR/IR) flame detector, membandingkan sinyal threshold
dari dua buah range sinyal infrared. Satu sensor diatur pada range 4.4 mikrometer,
sensor lain pada frekuensi referensi.
5. Triple IR (IR/IR/IR) flame detector
Detektor ini hampir sama dengan dual IR, untuk mengurangi alarm
palsu dengan membandingkan tiga buah IR wavelength.
6. Visible sensor

Pada beberapa sensor ditambahkan visible radiation agar dapat


mengatasi alarm palsu dengan baik dan meningkatkan jangkauan deteksi.
Contoh : UV/IR/vis, IR/IR/vis, IR/IR/IR/vis flame detector.
7. Video
Detektor ini menggunakan webcam untuk video detection (wavelength
antara 0.4 0.7 mikrometer). Pada detektor memiliki kelemahan yaitu kamera
dapat buram karena asap atau kabut.

D. Detektor Gas ( Gas Detector )

Gambar 2.20 Detektor gas


Detektor yang bekerjanya berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul
akibat kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar. Detektor ini dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran gas berbahaya seperti LPG dan
Methane. Detektor ini dapat berfungsi tanpa harus menggunakan panel controller.
Ketika mendeteksi gas berbahaya, alat ini akan membunyikan built-in sirine. Alat ini
dapat ditempatkan pada dinding ruang yang rentan terhadap kebocoran gas. Disamping
sebagai detektor gas, alat ini dapat diintegrasikan dengan alarm system.

Anda mungkin juga menyukai