INDONESIA
MAKALAH
Oleh :
ABISENA GUMELAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kasus dan Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ini tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menerima bantuan,
arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.
Hudriyah Mundzir, SH., MH. selaku dosen pengajar Mata Kuliah Pancasila.
2.
3.
Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah
Penulis
DAFTAR ISI
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah ...4
BAB II .5
Tinjauan Teori .5
2.1
2.2
BAB III 9
Pembahasan .....9
3.1
3.2
3.3
Cara
Mencegah
dan
Memberantas
Korupsi
di
Indonesia
..13
3.4
3.5
BAB IV .19
Penutup . 19
4.1
Kesimpulan
19
4.2
Saran ..20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak
orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan
sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan
pemberantasan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong
pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan
korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan
banyak kasus korupsi di Indonesia yang belum tuntas diungkap oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, LSM dan alat
perangkat negara lainnya.
Pemerintah mengharapkan masalah korupsi di Indonesia segera
terselesaikan. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan beberapa hal
seperti pembenahan dari aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki
banyak rambu-rambu berupa peraturan-peraturan, antara lain UU No.31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.30
tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, upaya ini masih belum berhasil sepenuhnya. Berdasarkan masalah
ini penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Kasus dan
Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kami mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa faktor-faktor penyebab korupsi?
2. Apa dampak dari adanya korupsi?
3. Bagaimana cara mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
2.
3.
4.
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
1.
2.
3.
4.
negara);
5.
2.2
penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku
mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada
hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap
aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas
tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan
menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
2.2.1
PEMBAHASAN
3.1
pemerintah baik di pusat dan daerah, hal ini dapat terjadi karena integritas dari
pegawai yang sangat rendah, system pemerintahan dan pengawasan yang tidak
efektif ,sangsi hukum yang tidak memilki efek jera dan masyarakat sendiri yang
memandang koruptor bukan pelaku kejahatan luar biasa, sehingga ada
kecenderungan siapapun yang menduduki jabatan tertentu akan melakukan tindak
pidana korupsi.
Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi dalam suatu oganisasi dapat
kita bedakan dalam 3 faktor bagaimana korupsi itu terjadi, yaitu ;
1.
Kemampuan.
Kemampuan melakukan tindak korupsi hanya bisa dilakukan apabila
Kemauan.
Adalah kemauan orang tersebut untuk melakukan tindak pidana korupsi,
3.
Kesempatan.
pada integritas orang itu sendiri ( SDM ) sedangkan kesempatan lebih ditekankan
pada system management pemerintahan dan pengawasan yang efektif.
Faktor penyebab korupsi pada SDM dalam konteks tersebut diatas adalah sbb;
1. Corruption by Need/ Korupsi karena kebutuhan.
Korupsi yang dilakukan atas dasar kebutuhan, biasanya dilakukan oleh
pegawai rendahan, uang yang dicuri biasanya tidak terlalu besar, karena dia
melakukan semata-mata karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, biasanya dalam
bentuk pungli, merubah kwitansi pembelian atau tindakan lainnya yang pada
intinya bukan untuk memperkaya tapi semata-mata karena desakan
10
3.2
11
Berbagai pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat dan
seharusnya juga digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, pada
kenyataannya uang rakyat banyak yang digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang
kekuasaan publik.
4.
Ketika sebuah negara memiliki catatan buruk pada kasus korupsi, maka hal
tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Dan akan berdampak buruk bagi kondisi
perekonomian nasional.
Selain itu, birokrasi yang sulit dan lebih mengedepankan uang daripada
profesionalisme dan tanggung jawab sebagai birokrat juga menjadikan modal
asing berpaling dari Indonesia dan mengalihkan investasi ke negara yang lebih
baik birokrasinya, dll.
3.3
12
c.
meningkatkan ancaman.
e.
korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban
korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada
sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi
kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi
Pada poin pertama pendapat Caiden diatas terlihat seperti tindakan yang
melegalkan pungutan-pungutan yang dilakukan oleh pemerintah, namun dalam
konteks ini, pungutan yang diterapkan sudah berlandaskan aturan resmi untuk
kebaikan bersama dan menghilangkan kemungkinan adanya pungutan-pungutan
liar. Namun, disisi lain apabila tidak diadakan kontrol maksimal, cara ini bisa
13
melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.
kepentingan nasional.
3.
menindak korupsi.
4.
administrasi pemerintah.
8.
9.
undangan yang mengatur tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu,
14
pemberian sanksi pidana maupun sanksi sosial yang bisa memberikan efek jera
sekaligus bisa memberikan peringatan bagi aparatur negara lainnya agar tidak
melakukan korupsi.
4.
Hal ini bisa dimulai dengan perekrutan pegawai baru berdasarkan keahlian dan
menghapus jalur-jalur ilegal (suap dan nepotisme) sehingga kedepan organisasi
kepemerintahan bisa lebih baik.
6.
apabila ada aparatur negara yang mempunyai kekayaan yang tidak wajar.
7.
tentang dampak yang ditimbulkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
membangun karakter generasi penerus bangsa yang berkarakter Pancasila.
3.4
Korupsi Hambalang
Kamis, 22 November 2012 | 10:56 WIB
Oleh REZA SYAWAWI
KOMPAS.com - Laporan pemeriksaan investigatif yang dilakukan Badan
Pemeriksa Keuangan terhadap Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah
Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, telah dirampungkan.
Dalam laporan tersebut, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang
menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 243,66 miliar. Temuan investigatif ini
mengonfirmasi sebuah kejahatan korupsi yang dilakukan terstruktur dan
sistematis. Penyangkalan yang selama ini dilakukan pihak yang dituding
bertanggung jawab terbantah.
15
Puluhan nama dalam laporan itu diduga ikut bertanggung jawab atas kasus
korupsi proyek Hambalang: pejabat setingkat menteri, bupati, birokrasi, hingga
pihak swasta atau perusahaan.
Dilacak ke belakang, dugaan korupsi dalam proyek Hambalang adalah efek
domino dari pengungkapan korupsi dalam proyek Wisma Atlet. Kedua kasus ini
setidaknya memiliki kemiripan karena berada dalam ranah korupsi di sektor
pengadaan infrastruktur. Dalam struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis atau
korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang rakyat. Motif
ekonomi dengan memanfaatkan ruang politik tampaknya menjadi strategi jitu para
koruptor.
Korupsi dalam proyek-proyek pemerintah sudah mengarah pada kejahatan bisnis
yang dilakukan dengan perantara atau wadah bisnis yang legal. Demikian menurut
Romly Atmasasmita. Berbagai kejahatan bisnis sebagai dampak dari dinamika
ekonomi global yang berkembang pesat mendorong kelompok ini mendesain
berbagai kejahatan serupa. Pola korupsi menjadi sangat rapi dan beragam, dimulai
dari penyuapan kepada pejabat publik, memperkaya diri sendiri secara tidak sah,
hingga praktik pencucian uang.
Hambalang menjadi contoh konkret pola korupsi yang sangat rapi. Indikasi suap
dalam memuluskan pengalokasian anggaran untuk proyek ini begitu terbuka lebar.
Aliran uang yang diduga kepada beberapa pejabat dan politikus adalah bentuk dari
upaya memperkaya diri atau kelompok secara tidak sah. Dampak negatif yang
ditimbulkan akibat kejahatan ini bagi perekonomian Indonesia setidaknya berkisar
pada dua hal: aspek kerugian keuangan negara dan buruknya infrastruktur publik
yang dihasilkan. Kedua dampak ini harus diterjemahkan sebagai kerugian bagi
publik karena uang yang dikorupsi adalah hasil pajak publik.
Korupsi berjemaah
Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi di pengadaan sesungguhnya bukanlah
kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan korupsi dilakukan sejak di penganggaran,
lelang, hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Walaupun audit investigasi BPK
hanya dilakukan terhadap proyek yang telah berjalan, pola dan tahapan
16
17
3.5
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21