Anda di halaman 1dari 21

KASUS DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI

INDONESIA

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila


Jurusan Teknik Mesin/Teknik Otomotif Elektronik Politeknik Negeri Malang

Oleh :
ABISENA GUMELAR

NIM 1141220024 / 4A-D4

AGUNG YANA PRADIKTA NIM 1141220021 / 4A-D4


EKO DAFIT KURNIAWAN

NIM 1141220008 / 4A-D4

OKINATA CAHYA SUBAGIYO

NIM 1141220012 / 4A-D4

RIZKY DWI NOVRIANTO

NIM 1141220023 / 4A-D4

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MALANG
MALANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kasus dan Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ini tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menerima bantuan,
arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.

Hudriyah Mundzir, SH., MH. selaku dosen pengajar Mata Kuliah Pancasila.

2.

Teman-teman kelas 4A-D4 Teknik Otomotif Elektronik.

3.

Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah

membantu penulis dalam menulis makalah ini.


Demikianlah makalah yang telah penulis susun. Jika ada kesalahan
penyusunan kata, kami selaku penulis memohon maaf. Penulis mengharap kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan isi makalah ini. Terima
kasih.

Malang, 14 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... 2


Daftar Isi .....3
BAB I ......4
Pendahuluan 4
1.1
1.2

Latar Belakang 4
Rumusan Masalah ...4

BAB II .5
Tinjauan Teori .5
2.1

Pengertian Korupsi ..5

2.2

Bentuk dan Jenis Korupsi 7

BAB III 9
Pembahasan .....9
3.1

Faktor-Faktor Penyebab Korupsi 9

3.2

Dampak Adanya Korupsi ..12

3.3

Cara

Mencegah

dan

Memberantas

Korupsi

di

Indonesia

..13
3.4

Contoh Kasus Korupsi di Indonesia ..15

3.5

Analisa Kasus Korupsi di Indonesia .18

BAB IV .19
Penutup . 19
4.1

Kesimpulan

19
4.2

Saran ..20

Daftar Pustaka ...21

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak
orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan
sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan
pemberantasan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong
pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan
korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan
banyak kasus korupsi di Indonesia yang belum tuntas diungkap oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, LSM dan alat
perangkat negara lainnya.
Pemerintah mengharapkan masalah korupsi di Indonesia segera
terselesaikan. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan beberapa hal
seperti pembenahan dari aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki
banyak rambu-rambu berupa peraturan-peraturan, antara lain UU No.31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.30
tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, upaya ini masih belum berhasil sepenuhnya. Berdasarkan masalah
ini penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Kasus dan
Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kami mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa faktor-faktor penyebab korupsi?
2. Apa dampak dari adanya korupsi?
3. Bagaimana cara mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia?

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Pengertian Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang

bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara


harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling
Corruption (1998) mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan
status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa
tingkah laku pribadi". Menurut Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The
Global Economy menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan
pemerintahan untuk keuntungan pribadi".
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of
National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan
global yang harus menjadi keprihatinan semua pribadi orang. Praktik korupsi
biasanya hampir sama dengan dengan konsep pemerintahan totaliter,
diktator yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak
berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa
hampir lebih parah praktek korupsinya, jikalau kehidupan sosial-politiknya
tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa.
Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk sebuah barang dan jasa,
memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang.
Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar,

bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi


sosial-ekonomi tak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris
informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini
sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit
diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya
yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi,karena mungkin juga sangat sulit
untuk diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan tentang bahwa
korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan lain sebagainya.
Korupsi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi
sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik
Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto,
Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi
bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakkan menjadi KKN. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN
ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan
nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak penggantian ini tidak
baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah
diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan
jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1.

perbuatan melawan hukum;

2.

penyalahgunaan kewenangan kesempatan, atau sarana;

3.

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;

4.

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
1.

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);

2.

penggelapan dalam jabatan;

3.

pemerasan dalam jabatan;

4.

ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara

negara);
5.

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).

2.2

Bentuk dan Jenis Korupsi


Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan,

penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku
mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada
hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap
aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas
tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan
menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
2.2.1

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap,


baik berupa uang maupun barang.
2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya
tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan
penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi
atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil
keuntungan-keuntungan tertentu.
4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara
paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang
memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan
regional.
5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi
berjamaah.
2.2.2

Jenis-jenis korupsi menurut Amien Rais

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh


reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi,
yaitu (Anwar, 2006:18):
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan
pengusaha kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki
kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat
peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara
sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah
keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah:
pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian
(hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
2.2.3

Jenis korupsi menurut Jeremy Pope


Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward

a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk


korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah,
menipu dan mencuri.
3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan
uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan
pajak, menyalahgunakan dana.
4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi
ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan
memperdaya, memeras.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1

Faktor-Faktor Penyebab Korupsi


Korupsi di negara kita sangat marak terjadi hampir di seluruh instansi

pemerintah baik di pusat dan daerah, hal ini dapat terjadi karena integritas dari
pegawai yang sangat rendah, system pemerintahan dan pengawasan yang tidak
efektif ,sangsi hukum yang tidak memilki efek jera dan masyarakat sendiri yang
memandang koruptor bukan pelaku kejahatan luar biasa, sehingga ada
kecenderungan siapapun yang menduduki jabatan tertentu akan melakukan tindak
pidana korupsi.
Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi dalam suatu oganisasi dapat
kita bedakan dalam 3 faktor bagaimana korupsi itu terjadi, yaitu ;
1.

Kemampuan.
Kemampuan melakukan tindak korupsi hanya bisa dilakukan apabila

orang tsb memilki kemampuan dan kecerdasan untuk merekayasa dengan


membuat data,pembukuan dan laporan fiktif yang tentunya bertujuan agar
kasusnya tidak terdeteksi atau tidak terungkap saat ada pemeriksaan dari Instansi
yang berkompeten.
2.

Kemauan.
Adalah kemauan orang tersebut untuk melakukan tindak pidana korupsi,

artinya walaupun orang tersebut memilki kemampuan untuk melakukan tindakan


korupsi, namun karena orang tersebut memilki integritas yang tinggi apakah
karena memilki keimanan yang kuat terhadap agamanya, memiliki nasionalisme
yang tinggi terhadap negaranya atau juga memilki kesadaran yang kuat tentang
hak dan kewajibannya tentang berbangsa dan bernegara atau kekhawatiran
mendapat sangsi hukum yang tegas & keras, sehingga orang tersebut tidak akan
mau melakukan walaupun sebenarnya dia memiliki kemampuan untuk
melakukannya.

3.

Kesempatan.

Kesempatan adalah system yang dibangun pada instansi tersebut


hendaknya dengan menggunakan prinsip management yang efektif dengan
prosedure dan mekanisme yang jelas serta pengawasan dan pengendalian yang
baik sehingga tidak menciptakan dan memberi peluang pada orang per-orang
untuk melakukan tindak pidana korupsi. Prinsip dasar ini akan bekerja efektif
apabila eksekutif, legislatif dan judikatif memilki perpektif dan filosofi yang sama
tentang good goverment dan clean goverment dengan membuat seluruh kebijakan
secara transparan dan akuntable serta memberikan akses seluas-luasnya pada
masyarakat untuk ikut mengawasi program yang dijalankan eksekutif. Karena
tanpa hal tersebut sangat sukar dan mustahil pencegahan korupsi dapat
dilakukan , mengingat sifat dari korupsi sendiri yang senantiasa melibatkan
banyak orang dengan melakukan kolusi baik secara vertical, horizontal maupun
diagonal dan merusak system yang ada dan dari beberapa kejadian senantiasa ada
keterlibatan legislatif dalam penyusunan program dan ketika kasusnya terkuak
mulai terlihat ada pelibatkan aparat penegak hukum dengan melakukan gratifikasi
untuk membungkam dan mempeti-es kan kasus-kasus tertentu bahkan dengan
kekuatan yang mereka miliki, mereka mampu meredam berita dari media massa.
Hal ini adalah realita yang terjadi negara kita, khususnya di daerah yang jauh dari
pantauan berita stasiun televisi nasional, karena saat ini rupanya control media
massa yang paling efektif ternyata yang dilakukan oleh stasiun televisi nasional
walaupun independensinya masih belum terjamin.
4.

Sumber Daya Manusia


Dari uraian tsb diatas faktor kemampuan dan kemauan lebih diharapkan

pada integritas orang itu sendiri ( SDM ) sedangkan kesempatan lebih ditekankan
pada system management pemerintahan dan pengawasan yang efektif.
Faktor penyebab korupsi pada SDM dalam konteks tersebut diatas adalah sbb;
1. Corruption by Need/ Korupsi karena kebutuhan.
Korupsi yang dilakukan atas dasar kebutuhan, biasanya dilakukan oleh
pegawai rendahan, uang yang dicuri biasanya tidak terlalu besar, karena dia
melakukan semata-mata karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, biasanya dalam
bentuk pungli, merubah kwitansi pembelian atau tindakan lainnya yang pada
intinya bukan untuk memperkaya tapi semata-mata karena desakan

10

ekonomi.Untuk pencegahan dan pengungkapan kasus seperti ini biasanya tidak


terlalu sulit karena tidak melibatkan system dan banyak orang, dan lebih sering
dilakukan secara individu.
2. Corruption by accident/ Korupsi karena kecelakaan.
Korupsi yang dilakukan biasanya oleh pemegang jabatan demi melindungi
kepentingan atasannya yang lebih tinggi atau dikorbankan olehi pimpinan yang
lebih tinggi. hal ini sering dijumpai akibat prosedur dan mekanisme yang telah
digariskan tidak dijalankan sebagaimanan mestinya, karena pimpinan
memanfaatkan kekuasaan dan keengganan atau ketidak beranian bawahan
menolak keinginan pimpinan walaupun itu melanggar standar operasi dalam
instansi tersebut. Pada saat terjadi pemeriksaan oleh Auditor, sang pemegang
jabatan keuangan harus mempertanggung jawabkan segala tindakannya
berdasarkan peraturan yang ada, sedangkan pimpinan yang menginstruksikan
dirinya untuk melanggar biasanya dilakukan secara lisan sehingga tidak memiliki
keuatan hukum, pada akhirnya sang pemegang jabatan keuangan harus
mempertanggung jawabkan kekeliruannya sendirian saja, padahal dirinya hanya
menikmati sebagian kecil uang hasil penyalahgunaan jabatan tersebut
3. Corruption by design / Korupsi yang direncanakan.
Korupsi yang direncanakan dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang
memegang jabatan dan kekuasaan cukup tinggi serta memiliki kewenangan dalam
mengambil kebijakan, sehingga mampu mendesign secara terintegrasi termasuk
menyuap orang yang akan menghalangi atau menghambat kegiatan pencurian ini.
Korupsi jenis ini sangat sulit dibongkar karena melibatkan orang dan dana yang
cukup besar, dan seluruh kegiatan pencurian uang negara ini sudah direncanakan
jauh sebelum proyek itu dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan bagaimana
melaksanakan serta bagamana menutupi persoalan ini jika muncul gugatan atau
pemeriksaan dari pihak yang berwenang.

3.2

Dampak Adanya Korupsi

11

Korupsi tentu saja menimbulkan dampak yang cukup besar bagi


kelangsungan sebuah bangsa dan negara. Dampak korupsi antara lain sebagai
berikut :
1.

Berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah

Meningkatnya praktik korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintahan semakin


membuat publik (rakyat) tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada
pemerintah. Bahkan kepercayaan dari negara lain pun juga bisa berkurang
terhadap pemerintah yang sedang berkuasa di negara tersebut sebagai akibat dari
maraknya kasus korupsi di kalangan pemegang kekuasaan publiknya. Hal ini
tentu akan membawa dampak yang cukup besar terhadap pembangunan di segala
bidang.
2.

Berkurangnya kewibawaan pemerintah.

Banyaknya aparat di pemerintahan yang melakukan korupsi membuat citra dan


kewibawaan pemerintah menjadi berkurang dan bahkan bisa menyebabkan rakyat
bersikap apatis terhadap peraturan-peraturan serta himbauan-himbauan yang
diberikan pemerintah. Hal ini tentu dapat mengganggu stabilitas keamanan dan
ketahanan nasional.
3.

Kerugian negara dalam bidang ekonomi

Berbagai pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat dan
seharusnya juga digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, pada
kenyataannya uang rakyat banyak yang digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang
kekuasaan publik.
4.

Menghambat laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Ketika sebuah negara memiliki catatan buruk pada kasus korupsi, maka hal
tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Dan akan berdampak buruk bagi kondisi
perekonomian nasional.
Selain itu, birokrasi yang sulit dan lebih mengedepankan uang daripada
profesionalisme dan tanggung jawab sebagai birokrat juga menjadikan modal
asing berpaling dari Indonesia dan mengalihkan investasi ke negara yang lebih
baik birokrasinya, dll.
3.3

Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia

12

Meskipun faktanya korupsi hampir tidak mungkin bisa diberantas secara


menyeluruh, namun setidaknya korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang
korupsi tidak semakin membudaya dan semakin merusak moral para pejabat
negara.
Maka dari itu, setelah dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan seorang pemegang kekuasaan publik melakukan korupsi serta
dampak apa saja yang timbul akibat korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan
beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi adanya praktik korupsi.
Dalam hal ini, beberapa ahli memiliki sejumlah pandangan atau pendapat
tentang bagaimana cara menanggulangi korupsi.
Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk
menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a.

Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan

sejumlah pembayaran tertentu.


b.

Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

c.

Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah

pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,


wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling
bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas
diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d.

Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan

meningkatkan ancaman.
e.

Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan

korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban
korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada
sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi
kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi
Pada poin pertama pendapat Caiden diatas terlihat seperti tindakan yang
melegalkan pungutan-pungutan yang dilakukan oleh pemerintah, namun dalam
konteks ini, pungutan yang diterapkan sudah berlandaskan aturan resmi untuk
kebaikan bersama dan menghilangkan kemungkinan adanya pungutan-pungutan
liar. Namun, disisi lain apabila tidak diadakan kontrol maksimal, cara ini bisa

13

dimanfaatkan saja oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk


mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri dan orang-orang disekitarnya..
Sedangkan, Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai
berikut :
1.

Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna

melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.

Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan

kepentingan nasional.
3.

Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan

menindak korupsi.
4.

Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan

menghukum tindak korupsi.


5.

Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui

penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.


6.

Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan achievement dan

bukan berdasarkan sistem ascription.


7.

Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran

administrasi pemerintah.
8.

Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur

9.

Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung

jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.


10.

Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang

mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.


Dari dua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara
yang cukup efektif untuk menanggulangi korupsi, antara lain :
1.

Merestrukturisasi organisasi di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa

memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat pemerintahan.


2.

Meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga bisa mengurangi dorongan

untuk melakukan korupsi


3.

Penegakan hukum secara tegas dengan menerapkan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu,

14

pemberian sanksi pidana maupun sanksi sosial yang bisa memberikan efek jera
sekaligus bisa memberikan peringatan bagi aparatur negara lainnya agar tidak
melakukan korupsi.
4.

Meningkatkan kesadaran seluruh elemen bangsa untuk turut berpartisipasi

dalam melakukan kontrol sosial serta pengawasan kinerja pemegang kekuasaan


publik serta memaksimalkan fungsi media massa sebagai agen untuk mengontrol
kinerja pemerintahan.
5.

Menciptakan pemerintahan yang bersih, jujur, dan terbuka.

Hal ini bisa dimulai dengan perekrutan pegawai baru berdasarkan keahlian dan
menghapus jalur-jalur ilegal (suap dan nepotisme) sehingga kedepan organisasi
kepemerintahan bisa lebih baik.
6.

Pencatatan kekayaan aparatur negara secara berkala sehingga bisa diketahui

apabila ada aparatur negara yang mempunyai kekayaan yang tidak wajar.
7.

Menanamkan rasa nasionalisme sejak dini, serta memberikan pendidikan

tentang dampak yang ditimbulkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
membangun karakter generasi penerus bangsa yang berkarakter Pancasila.
3.4

Contoh Kasus Korupsi di Indonesia :

Korupsi Hambalang
Kamis, 22 November 2012 | 10:56 WIB
Oleh REZA SYAWAWI
KOMPAS.com - Laporan pemeriksaan investigatif yang dilakukan Badan
Pemeriksa Keuangan terhadap Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah
Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, telah dirampungkan.
Dalam laporan tersebut, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang
menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 243,66 miliar. Temuan investigatif ini
mengonfirmasi sebuah kejahatan korupsi yang dilakukan terstruktur dan
sistematis. Penyangkalan yang selama ini dilakukan pihak yang dituding
bertanggung jawab terbantah.

15

Puluhan nama dalam laporan itu diduga ikut bertanggung jawab atas kasus
korupsi proyek Hambalang: pejabat setingkat menteri, bupati, birokrasi, hingga
pihak swasta atau perusahaan.
Dilacak ke belakang, dugaan korupsi dalam proyek Hambalang adalah efek
domino dari pengungkapan korupsi dalam proyek Wisma Atlet. Kedua kasus ini
setidaknya memiliki kemiripan karena berada dalam ranah korupsi di sektor
pengadaan infrastruktur. Dalam struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis atau
korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang rakyat. Motif
ekonomi dengan memanfaatkan ruang politik tampaknya menjadi strategi jitu para
koruptor.
Korupsi dalam proyek-proyek pemerintah sudah mengarah pada kejahatan bisnis
yang dilakukan dengan perantara atau wadah bisnis yang legal. Demikian menurut
Romly Atmasasmita. Berbagai kejahatan bisnis sebagai dampak dari dinamika
ekonomi global yang berkembang pesat mendorong kelompok ini mendesain
berbagai kejahatan serupa. Pola korupsi menjadi sangat rapi dan beragam, dimulai
dari penyuapan kepada pejabat publik, memperkaya diri sendiri secara tidak sah,
hingga praktik pencucian uang.
Hambalang menjadi contoh konkret pola korupsi yang sangat rapi. Indikasi suap
dalam memuluskan pengalokasian anggaran untuk proyek ini begitu terbuka lebar.
Aliran uang yang diduga kepada beberapa pejabat dan politikus adalah bentuk dari
upaya memperkaya diri atau kelompok secara tidak sah. Dampak negatif yang
ditimbulkan akibat kejahatan ini bagi perekonomian Indonesia setidaknya berkisar
pada dua hal: aspek kerugian keuangan negara dan buruknya infrastruktur publik
yang dihasilkan. Kedua dampak ini harus diterjemahkan sebagai kerugian bagi
publik karena uang yang dikorupsi adalah hasil pajak publik.

Korupsi berjemaah
Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi di pengadaan sesungguhnya bukanlah
kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan korupsi dilakukan sejak di penganggaran,
lelang, hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Walaupun audit investigasi BPK
hanya dilakukan terhadap proyek yang telah berjalan, pola dan tahapan

16

korupsinya mengindikasikan bahwa proyek ini bermasalah sejak di proses


penganggaran.
Jamak diketahui bahwa setiap proyek infrastruktur yang dibiayai negara tak
pernah luput dari praktik suap menyuap. Munculnya istilah fee atau uang lelah di
kalangan DPR memperkuat dugaan: praktik ini terjadi.
Korupsi proyek Hambalang adalah korupsi berjemaah: semua pihak yang
disebutkan di dalam audit menjalankan perannya masing-masing. Dimulai dari
penyiapan lahan untuk pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis
pengadaan (lelang dan kontrak tahun jamak), pencairan anggaran, hingga
penetapan pemenang lelang yang dilakukan di luar prosedur baku.
Korupsi secara bersama-sama dalam proyek Hambalang menunjukkan tipe
korupsi yang terorganisasi. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan
kepentingan bisnis melakukan kejahatan. Modus kejahatan korupsi semacam ini
hanyalah modifikasi dan replikasi atas kejahatan korupsi pada Orde Baru. Dahulu
penguasa dan kroninya menggunakan pengaruhnya menjalankan bisnis dan
memperoleh keuntungan: semuanya dikendalikan oleh pusat kekuasaan pada saat
itu.
Di era pasca-Reformasi, kejahatan tetap dilakukan penguasa dan kelompok
bisnisnya. Dengan pola yang agak berbeda, mereka berupaya menyamarkan
hubungan antara penguasa dan kelompok bisnis dengan berbagai cara. Namun, ini
akan tetap terbukti sebagai sebuah perse kongkolan manakala bukti-bukti dalam
proses hukum menerjemahkan bahwa kelompok penguasa dan bisnis saling
berkolaborasi.
Ini tentu saja tidak menafikan keberadaan kelompok bisnis yang masih memegang
prinsip bisnis yang bersih. Maka, kontribusi kelompok bisnis semacam ini sangat
penting tidak hanya demi pengungkapan kasus, tetapi juga mendorong
menciptakan proses bisnis yang bersih.
Korupsi Hambalang prototipe kejahatan berjemaah, maka penuntasannya harus
secara berjemaah: semua pelaku yang diduga ikut bertanggung jawab patut
dimintai tanggung jawab hukumnya, bahkan pejabat setingkat menteri (aktif)
sekalipun.

17

REZA SYAWAWI Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International


Indonesia
Editor : Hindra

3.5

Analisa Kasus Korupsi di Indonesia


Dari kutipan kasus korupsi hambalang di atas, kami menyimpulkan
terdapat beberapa masalah yang ada dalam kasus ini, yaitu :
1. Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum pejabat
yang menyimpang terhadap peraturan perundang-undangan yang
menimbulkan kerugian keuangan Negara.
2. Temuan investigatif yang mengonfirmasi adanya sebuah kejahatan
korupsi yang dilakukan terstruktur dan sistematis.
3. Koruptor menggunakan motif ekonomi dengan memanfaatkan
ruang politik. Dalam struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis
atau korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang
rakyat.
4. Pola korupsi menjadi sangat rapi dan beragam, dimulai dari
penyuapan kepada pejabat publik, memperkaya diri sendiri secara
tidak sah, hingga praktik pencucian uang.
5. Korupsi secara berjamaah ini mengakibatkan 2 masalah bagi
bangsa Indonesia yaitu keuangan negara dan buruknya
infrastruktur publik yang dihasilkan

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan

18

1. Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi


maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
2. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul
kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi
dan kepentingan pribadinya dengan dalih kepentingan rakyat
3. Bentuk-bentuk korupsi antara lain ; bribery, embezzlement, fraud,
extortion, favouritism, dll.
4. Jenis-jenis korupsi antara lain : korupsi ekstortif, manipulatif, nepotistik,
dan subversif.
5. Faktor-faktor penyebab korupsi adalah kemampuan, kemauan,
kesempatan, sumber daya manusia.
6. Dampak adanya korupsi antara lain : Berkurangnya kepercayaan publik
terhadap pemerintah, berkurangnya kewibawaan pemerintah, kerugian
negara dalam bidang ekonomi, menghambat laju pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi.
7. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.
8. Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia adalah
merestrukturisasi organisasi di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa
memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat
pemerintahan, meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga bisa
mengurangi dorongan untuk melakukan korupsi, menanamkan rasa
nasionalisme sejak dini, dll.
9. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi.
4.2

Saran

19

Seharusnya, dalam dunia pendidikan formal tidak hanya mengajarkan atau


mendidik anak-anak menjadi pribadi yang cerdas, tetapi juga harus diimbangi
dengan pendidikan pembentukan mental dan karakter anak tersebut supaya
memiliki rasa tanggung jawab, disiplin, dan jujur. Dengan penanaman mental dan
karakter yang baik, maka kelak generasi muda akan memiliki kualitas tidak hanya
pada bidang intelektual, tapi juga pada mental dan karakter yang bagus.
Dengan mental dan karakter yang bagus, nantinya para generasi penerus
akan disa memilih bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan jujur.
Untuk pembuatan makalah dengan topik sama, yaitu tindak pidana korupsi
diharapkan mengambil contoh kasus yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi (diakses tanggal 14 November 2014)


http://nasional.kompas.com/read/2012/11/22/10564628/Korupsi.Hambalang
(diakses pada tanggal 14 November 2014)
http://onniesandi.blogspot.com/2012/06/jenis-dan-penyebab-korupsi-oleh-honnie.html#.VGV4gPmUdYo (diakses pada tanggal 14 November 2014)

20

http://smkn3-denpasar.sch.id/pak/?page_id=19 (diakses pada tanggal 14


November 2014)
http://wiwitna.blogspot.com/search?
q=upaya+pemberantasan+korupsi+di+indonesia (diakses pada tanggal 14
November 2014)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b0a444f23252/UU%20KPK (diakses
pada tanggal 14 November 2014)
http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jeniskorupsi.html (diakses pada tanggal 14 November 2014)

21

Anda mungkin juga menyukai