Anda di halaman 1dari 10

Hukum Internasional

A. Asal Mula Hukum internasional


Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM, dengan
istilahIus Gentium (hukum antar bangsa).
Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter Gentium ialah hukum yang
diterapkan bagi kaula negara (orang asing), yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
Kemudian berkembang menjadi Volkernrecht (bahasa Jerman), Droit des Gens (bahasa
Prancis) dan Law of Nations atau International Law (Bahasa Inggis).
Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat
dibedakan dalam
2 (dua) hal, yaitu :
Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum
antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa).
Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dan
negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
B. Sifat Hukum Internasional
Hukum internasional memiliki sifat-sifat antara lain:
Tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif yang kuat
HI bersifat koordinatif tidak Sub ordinatif.
HI tidak memiliki badan-badan legeslatif dan yudikatif dan kekuasaan Polisional.
Tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat Internasional sebagai kaidah Hukum Nasional.
C. Sistem Hukum Internasional
Sistem hukum internasional, adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas
internasional (semua negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap
negara.
Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama
oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
Kepatuhan terhadap sistem hukum internasional tersebut, adakalanya karena negara
tersebut terlibat langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal
meratifikasinya.
D. Hukum Internasional Dalam Arti Modern
Terwujudnya Hukum Internasional yang kita kenal sekarang mrp hasil konferensi di Wina
1969.
Hukum Tertulis :
Bahwa ruang lingkup hukum internasional hanya berlaku utk perjanjian-perjanjian antar
negara.
Menghasilkan suatu perjanjian tertulis yang dikenal dengan nama Vienna Convention on the
Law of Treaties.
Perjanjian Internasional tertulis tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional
danyurisprudensi atau prinsip-prinsip hukum umum.
Hukum Tidak Tertulis :
Masih terdapat hukum kebiasaan internasional (hukum tidak tertulis) yg ruang lingkupnya
hanya utk perjanjian antar negara.
Perjanjian-perjanjian antar negara dengan subjek hukum lain, ada pengaturan tersendiri seperti
perjanjian antar negara dan organisasi-organisasi internasional.
Dalam perjanjian tidak tertulis (International Agreement Not in Written Form), contohnya
adalah Prancis (1973) mengadakan percobaan nuklir di Atol Aruboa yg banyak menuai protes
dari negara lain bahkan, masalahnya diajukan kepada Mahkamah Internasional di Den Haag.

Selanjutnya negara Prancis tidak lagi melakukan percobaan sejenis dan bila ingkar janji,
negara lain dapat menuduh, memprotes dan mengadakan tuntutan.
E. Asas-asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus memperhatikan asas-asas
hukum internasional :
1. Asas Teritorial
2. Asas Kebangsaan
3. Asas Kepentingan Umum
Asas lain sebagai berikut :
1. Pacta sunt servanda
2. Egality rights
3. Reciprositas
4. Courtesy
5. Right sig stantibus
F. Sumber hukum internasional
Mochtar kusumaatmadja, membedakan sumber hukum dalam arti material dan sumber
hukum dalam arti formal.
Dalam arti material :
Adalah sumber hukum yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
Dalam arti formal :
Adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum
internasional.
Sumber-sumber hukum internasional sesuai Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38,
sebagai berikut :
1. Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty),
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sbg
hukum,
3. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab,
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai
negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
5. Pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka.
G. Subjek Hukum Internasional
1. Negara
2. Tahta Suci
3. Palang Merah Internasional
4. Organisasi Internasional
5. Orang Perseorangan
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
2.2 Hubungan Internasional
A Faktor Penyebab Hubungan Internasional
Salah satu faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah kekayaan alam
dan perkembangan industri yang tidak merata. Hal tersebut mendorong kerjasamaantar
negara dan antar individu yang tunduk pada hukum yang dianut negaranya masing-masing.
B Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan hubungan antar negara atau antarindividu dari
negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam.
Hubungan internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI

(RENSTRA) adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh
suatu negara tersebut.
Hubungan internasional dapat dipandang sebagai fenomena sosial maupun sebagai
disiplin ilmu atau bidang studi. Sebagai fenomena sosial, hubungan internasional mencakup
aspek yang sangat luas, yaitu kehidupan sosial umat manusia yang bersifat internasional dan
kompleks. Seperti yang dikatakan oleh John Houston (1972), bahwa fenomena hubungan
internasional dapat menyangkut konferensi-konferensi internasional, kedatangan dan
kepergian para diplomat, penandatanganan perjanjian-perjanjian, pengembangan kekuatan
militer, dan arus perdagangan internasional.
Menurut Coulumbis dan Wolfe (1981), fenomena-fenomena yang merupakan ruang
lingkup hubungan internasional diantaranya perang, konferensi internasional, diplomasi,
spionase, olimpiade, perdagangan, bantuan luar negeri, imigrasi, pariwisata, pembajakan,
penyakit menular, revolusi kekerasan. Sebagai fenomena sosial, ruang lingkup hubungan
internasional sangat jamak, alias tidak berurusan dengan masalah-masalah politik saja.
Namun seiring perkembangan zaman ruang lingkup hubungan internasional juga berkembang
yaitu menyangkut masalah-masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, alih teknologi,
kebudayaan, kerja sama keamanan dan kejahatan internasional.
Hubungan internasional sebagai disiplin ilmu atau bidang studi, diantaranya meliputi
berbagai spesialisasi seperti politik internasional, politik luar negeri, ekonomi internasional,
ekonomi politik internasional, organisasi internasional, hukum internasional, komunikasi
internasional, administrasi internasional, kriminologi internasional, sejarah diplomasi, studi
wilayah, military science, manajemen internasional, kebudayaan antar bangsa, dan lain
sebagainya.
C Pentingnya Hubungan Internasional Bagi Suatu Negara
Secara kodrati, manusia adalah sebagai makhluk individu, sosial, dan ciptaan Tuhan.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan dan membentuk berbagai persekutuan
hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Sifat alamiah manusia adalah hidup
berkelompok, saling menghormati, bergantung, dan saling bekerja sama. Seperti halnya
dalam hubungan antarbangsa, suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati,
bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa.
Hubungan antarbangsa di sini disebut sebagai hubungan internasional.
Bangsa Indonesia dalam membina hubungan internasional menerapkan prinsip-prinsip
politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama
untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Prinsip bebas artinya
Indonesia bebas menentukan sikap dan pandangannya terhadap masalah-masalah
internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis
bertentangan (Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Adapun prinsip aktif
berarti Indonesia aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan
ketertiban dunia dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
Dalam membina hubungan internasional indonesia mempunyai tujuan untuk
meningkatkan persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui
berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Untuk
menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap
melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
D Sarana-sarana Hubungan Internasional
Suatu hubungan antar bangsa dan negara (internasional) akan dapat berlangsung
dengan baik, manakala terdapat pedoman-pedoman yang dijadikan sebagai landasan berpijak.

Pedoman-pedoman internasional, harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan


hubungan baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Beberapa sarana penting dalam
membangun hubungan internasional adalah sebagai berikut :
a. Asas-Asas Hubungan Internasional
Menurut Hugo de Groot, bahwa dalam hubungan internasional asas persamaan derajat
merupakan dasar yang menjadi kemauan bebas dan persetujuan dari beberapa atau semua
negara. Tujuannya adalah untuk kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri di
dalamnya. Dalam hubungan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada
daerah dan ruang lingkup berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara
masing-masing.
Ada 3 (tiga) asas dalam hubungan internasional yang antara satu dengan lainnyan saling
mempengaruhi :
Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara
melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi,
terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing
(internasional) sepenuhnya.
Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap
warga negara di manapun ia berada, tetap menapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi
warga negaranya, walaupun berada di negara asing.
Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan
semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum
tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan
antar bangsa (internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara dengan negara lain perlua ada
hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional. Walaupun demikian,
kerapkali masih terdapat masalah dan pertikaian-pertikaian yang perlu dipecahkan. Misalnya
persoalan dwi-kewarganegaraan, batas-batas negara, wajib militer dan wajib pajak.
b. Faktor-faktor Penentu Dalam Hubungan Internasional
Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasional, baik secara
bilateral maupun multilateral adalah sebagai berikut, 1) Kekuatan Nasional (National Power),
2) Jumlah Penduduk, 3) Sumber Daya, dan 4) Letak Geografis. Berdasarkan faktor-faktor
tersebut maka dapat difahami bagaimana suatu negara dalam mengadakan hubungan
internasional.
2.3

Peranan Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional


Dalam hubungan internasional, hukum internasional memiliki peran sebagai berikut:
a. Sebagai Aturan/acuan dalam Melakukan Perjanjian Internasional
b. Sebagai Proses dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional di Mahkamah Internasional
c. Sebagai langkah dalam menjaga perdamaian dunia.
a. Perjanjian Internasional
Menurut Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL. M perjanjian internasional adalah
perjanian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat
hukum tertentu.

Klasifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan atas:


A. Menurut Subjeknya
1. Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
2. Perjanjian internasional antar negara dan subjek hukum internasional lainnya, seperti antara
organisasi internasional Tahta Suci (Vatican) dengan organisasi Uni Eropa.
3. Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain negara, seperti antara suatu
organisasi internasional dan organisasi internasional lainnya. Contoh: Kerjasama ASEAN dan
Uni Eropa
B. Menurut Isinya
1. Segi politis, seperti Pakta Pertahanan dan Pakta Perdamaian. Contoh: Nato, ANZUS, dan
SEATO.
2. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh: CGI, IMF, IBRD,
dan sebagainya.
3. Segi hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia RRC), ekstradisi dan sebagainya.
4. Segi batas wilayah, seperti laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
5. Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS, dan
sebagainya.
C. Menurut Proses/Tahapan Pembentukannya
1. Perjanian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan dan
ratifikasi
2. Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan (biasanya digunakan) kata persetujuan dan agreemaent).
D. Menurut Fungsinya
1. Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanian yang
melakukan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan (bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga.
Contoh: konfernsi Wina tahun 1958 tentang hubungan diplomatik. Konvensi Montego
tentang Hukum laut internasional tahun1982, dan sebagainya.
2. Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh: Perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, perjanjian
batas wilayah, pemberantasan penyeludupan-penyelundupan dan sebagainya.
Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional
adalah sebagai berikut :
1. Perundingan (Negotiation).
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu.
Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih
dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan.
Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara yang dapat diwakili oleh pejabat yang
dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat
dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.
2. Penandatanganan (Signature).
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala
pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian
sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika

ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing
negaranya.
3. Pengesahan (Retification).
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh
badan yang berwenang di negaranya.Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat
sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan
ratifikasi.
Konvensi Wina (tahun 1969) pasal 24 menyebutkan bahwa mulai berlakunya
sebuah Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:
1. Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
2. Pada saat peserta perjanjian mengikat diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak disebut
saat berlakunya.
Persetujuan untuk mengikat diri tersebut dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung
pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut
serta (accesion), ataupun pernyataan menerima (acceptence) dan dapat juga dengan cara
pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.
Hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional, unsur-unsur
yang penting dalam persyaratan adalah:
1. Harus dinyatakan secara formal/ resmi, dan
2. Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari ketentuanketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.

1.
2.
3.

4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini :


Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara
perunding.
Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan
diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu
berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila
perjanjian menentukan lain.
Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan
suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan,
fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum
berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum
Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.
Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah
dipenuhi.
Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh
pihak lain.
Pelaksanaan Perjanjian Internasional dapat dilakukan dengan cara:

1. Ketaatan Terhadap Perjanjian


Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servada). Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan karena
merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan
mengikat.
Kesadaran hukum nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian
internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya. Perjanjian internasional merupakan
bagian dari hukum nasionalnya.
2. Penerapan Perjanjian
Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah
diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian
sudah dimulai sebelum ratifikasi.
Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta,
kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dari
wilayah suatu negara, seperti perjanjian perbatasan.
Perjanjian penyusul (successive treaty). Pada dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang
mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaruan.
3. Penafsiran Ketentuan Perjanjian
Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan solusi atas kasuskasus hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran atas aspek-aspek pengkajian dan
penjelasan perjanjian tersebut. Penafsiran dalam prakteknya dilakukan dengan menggunakan
tiga metode. Adapun metode-metode itu seperti berikut.
Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan
pekerjaan persiapan.
Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran menurut ahli
yang umum dari kosa-katanya.
Metode dari aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.
4. Kedudukan Negara Bukan Peserta
Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk
mematuhuinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya
besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila
Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu, dan
Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pembatalan Perjanjian Internasional dapat dilakukan:


Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian
internasional dapat batal antara lain sebagai berikut.
Negara peserta atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
Adanya unsur kesalahn (error) pada saat perjanjian itu dibuat.
Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu
pembentukan perjanjian.
Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau
penyuapan.
Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan
ancaman maupun penggunaan kekuatan.
Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.
Jenis Jenis Perjanjian Internasional dapat dibedakn antara lain:

1. Perjanjian Bilateral
Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang
menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat
tertutup. Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian
tersebut.
Ada beberapa contoh yang dapat disampaikan sebagai gambaran konkrit dari perjanjian
bilateral.
Perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC (Republika Rakyat Cina) pada tahun 1955
tentang penyelesaian dwikewarganegaraan.
Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai tentang Garis Batas Laut Andaman di
sebalah utara Selat Malaka pada tahun 1971.
Perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974.
Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai pertahanan dan keamanan
wilayah kedua negara pada tanggal 16 Desember 1995.
2. Perjanjian Multilateral
Perjanjian ini sering disebut sebagai law making treaties karena biasanya mengatur hal-hal
yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka. Perjanjian multilateral tidak
saja mengatur kepentingan negara-negara yang mengadakannya, melainkan juga kepentingan
negara lain yang turut (bukan peserta) dalam perjanjian multilateral tersebut.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa contoh tentang perjanjian multilateral seperti berikut.
Konvensi Jenewa, tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.
Konvensi Wina, tahun 1961, tentang Hubungan Diplomatik.
Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 tentang Laut Teritorial, Zona Bersebelahan,
Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Benua.
b. Penyelesaian Sengketa Internasional di Mahkamah Internasional
Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antarnegara baik
yang berupa masalah :
Wilayah,
Warganegara,
Hak Asasi Manusia,
Terorisme, dll.
Faktor politis atau perbatasan wilayah, mrp faktor potensial timbulnya ketegangan dan
sengketa internasional yg dapat memicu terjadi perang terbuka.

Beberapa Faktor Penyebab terjadinya sengketa internasional antara lain:


Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian)
Hak Atas Suatu Wilayah Teritorial
Pengembangan Senjata Nuklir atau Senjata Biologi
Permasalahan Terorisme
Ketidakpuasan Terhadap Rezim Yang Berkuasa.
Adanya Hegemoni (pengaruh kekuatan) Amerika.
Peran mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional, dikenal
dengan istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan
internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan.

Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi mencakup proses kelembagaan yang
dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase dilakukan melalui prosedur ad
hoc.
Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan upaya-upaya penyelesaian
Internasional.
Advisory Opinion, suatu opini hukum yang dibuat oleh pengadilan dalam melarasi
permasalahan yang diajukan oleh lembaga berwenang.
Compromis, suatu kesepakatan awal di anatara pihak yang bersengketa yang menetapkan
ketentuan ihwal persengketaan yang akan diselesaikan, melalui :
Penetapan ihwal persengketaan,
Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan
Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam menentukan kasus.
Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui otoritasnya seperti yang
ditentukan oleh pihak yang bersangkutan dalam compromis.
Ex Aequo Et Bono, asas untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan internasional atas dasar
keadilan dan keterbukaan.
Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa Internasional
melalui Mahkamah Internasional.
Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan sementara dalam
bentuk ordonasi(melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil
menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau
tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil
keputusan untuk mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di mahkamah,
tidak menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan.
Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa Internasional
melalui Mahkamah Internasional.
Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan sementara dalam
bentuk ordonasi(melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil
menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau
tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil
keputusan untuk mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di mahkamah,
tidak menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan.
Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan suara mayoritas dari
hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara ketua atau wakilnya yg
menentukan. Terdiri dari 3 bagian :
Pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa,
serta wakil-wakilnya, analisis mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak
yang bersengketa.
Kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi mahkamah yang merupakan suatu keharusan
karena penyelesaian yuridiksional sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang
lebih luas dari sengketa dan karena itu, perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang
bersengketa.
Ketiga berisi dispositif, yaitu berisikan keputusan mahkamah yang mengikat negara-negara
yang bersengketa.
c. Peranan Hukum dalam Menjaga Perdamaian Dunia

Permasalahan yang terjadi antara satu negara dengan negara yang lain atau satu negara
dengan dan banyak negara akan dapat menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam
kaitannya dengan hak suatu negara atau banyak negara, maupun dengan kebiasaan seorang
kepala negara, diploatik atau duta besar.
Semua subjek ini mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, yang dalam
pelaksanaannya harus mengikuti permainanan internasionaldan mengikuti aturan yang telah
disepakati secara bersamaatau secara internasional. Suatu negara yang telah membina
hubungan kerja dengan negara lain, haruslah mempunyaikorps diplomatik pada negara yang
bersangkutan. Seorang diplomat harus tunduk pada hukum diplomatik yang telah ditentukan
secara internasional.
Berikut ini adalah contoh mengenai peranan hukum internasional (berdasarkan sumbersumbernya dalam menjaga perdamaian dunia:
1. Perjanjian pemamfaatan benua Antartika secara damai (Antartic Treaty) pada tahun 1959.
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian (Non-Proliferation Treaty)
pada tahun 1968.
3. Perjanjian damai Dayton (Ohio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan pihak serbia,
Muslim Bosnia, dan Kroasia mematuhinya. Untuk mengatasi perjanjian tersebut. NATO
menempatkan pasukannya guna menegakan hukum internasional yang telah disepakati.

Anda mungkin juga menyukai