Anda di halaman 1dari 16

ARGUMENTUM, VOL. 13 No.

2, Juni 2014

115

IMPLEMENTASI HAK ASASI MANUSIA


DALAM PEMBERIAN ASIMILASI KEPADA NARAPIDANA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB LUMAJANG
- Suhariyono - Fakultas Hukum Universitas Lumajang Jl. Musi No. 12 Lumajang
ABSTRAK
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan menyebutkan Pemasyarakatan
adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan
cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Berkaitan
dengan hal tersebut dalam penelitian ini akan dibuktikan
apakah pemenuhan hak asasi dalam bentuk asimilasi
kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan sudah
dijalankan serta aspek apa saja yang mempengaruhinya.
Kata kunci : Penerapan, Asimilasi, Lembaga Pemasyarakatan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
rangka
mewujudkan
sistem
pembinaan
pemasyarakatan, salah satu upaya yang ditempuh adalah
pelaksanaan pemberian asimilasi. Pelaksanaan pemberian hak-hak
warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo. Permen Hukum dan HAM RI
No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas (CMB) adalah
proses pembinaan narapidana dan anak pidana yang dipidana satu
tahun ke atas, di luar Lembaga Pemasyarakatan untuk beberapa
waktu sebesar remisi terakhir maksimum 6 (enam) bulan, setelah
menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9
(sembilan) bulan berkelakuan baik.

116

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

Sering terjadi kerancuan penafsiran antara cuti menjelang


bebas, pembebasan bersyarat dan pidana bersyarat. Untuk
pembebasan bersyarat, narapidana telah menjalani 2/3 (dua
pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan
remisi, dihitung sejak tanggal penahanan dengan ketentuan 2/3
(dua pertiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Sisa
masa pidana tidak perlu dijalani selama ia tidak melanggar syaratsyarat yang ditetapkan untuk itu. Sedangkan untuk pidana
bersyarat, hukuman terhadap terpidana tetap dijatuhkan tetapi
tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ternyata terpidana
sebelum habis masa percobaan berbuat sesuatu tindak pidana lagi
atau melanggar syarat-syarat yang diberikan kepadanya oleh
hakim, jadi keputusan hukum tetap ada hanya pelaksanaan
hukuman itu yang tidak dilaksanakan.
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, menyebutkan: Pemasyarakatan adalah kegiatan
untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana. Berkaitan dengan hal tersebut dalam penelitian
ini peneliti ingin membuktikan apakah pemenuhan hak asasi dalam
bentuk asimilasi kepada narapidana sudah dijalankan.serta aspek
apa saja yang mempengaruhinya.
Dasar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 adalah sebagai sarana penunjang
pelaksanaan hak-hak warga binaan. Dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal
29 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan disebutkan hak-hak warga binaan diatur dan
dijamin, mengingat adanya pengakuan hak-hak asasi manusia dan
nilai kemanusiaan mengharuskan mereka diperlakukan sebagai
subjek, dimana kedudukannya sejajar dengan manusia lain.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

117

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Asimilasi bagi


Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lumajang?
2. Bagaimanakah pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam
pelaksanaan Asimilasi?
II. METODE PENELITIAN
2.1. Metode Penelitian
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data
primer adalah data atau fakta yang didapat di lapangan, sehingga
didapatkan hasil yang sebenarnya dari obyek penelitian sesuai
dengan permasalahan yang sedang diteliti yakni tentang
pemberian hak asimilasi kepada narapidana sebagai implementasi
Hak Asasi Manusia yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Kabupaten Lumajang.
Data sekunder ini diperoleh dari bahan-bahan hukum yang
terdiri atas: a. Bahan Hukum Primer, b. Bahan Hukum Sekunder,
dan c. Bahan Hukum Tersier. Data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dengan jalan mengumpulkan dokumen-dokumen yang
ada di Lembaga Pemasyarakatan serta Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, Yurisprodensi, Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Tahap analisis data dapat diartikan sebagai penggolongan
data dalam pola, tema atau kategori. Intepretasi data dimaksudkan
untuk memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola dan
kategori, dan mencari hubungan antara antara berbagai konsep.
Dengan metode deskriptif kualitatif ini pembahasan dititikberatkan
kepada pendekatan yuridis normatif, sehingga sistem analisis lebih
mengarah pada pemecahan masalah dari rumusan masalah yang
sudah ditetapkan sebelumnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pelaksanaan pemberian Asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lumajang
Pemberian Asimilasi yang merupakan hak Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Kabupaten Lumajang sudah
dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan tentang pelaksanaan

118

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

asimilasi. Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan pemberian


asimilasi adalah:
a. Identifikasi Sarana dan Prasarana Pendukung Pembinaan
Dalam proses pembinaan Narapidana oleh Lembaga
Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna
mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana
tersebut meliputi: 1. Sarana Gedung Pemasyarakatan, 2.
Pembinaan Narapidana, dan 3. Petugas Pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan.
b. Syarat-syarat dan Prosedur Pemberian Asimilasi
Narapidana dapat diberi Asimilasi, pembebasan bersyarat
atau cuti menjelang bebas, apabila memenuhi persyaratan
substantif dan administratif sebagaimana Permenkumham Nomor:
M.2.PK.04-10 Tahun 2007 yang disebutkan bahwa Narapidana
atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi Asimilasi apabila
telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi oleh Narapidana adalah:
a) telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan
yang menyebabkan dijatuhi pidana;
b) telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang
positif;
c) berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun
dan bersemangat;
d) masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan
Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan;
e) berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah
mendapat hukuman disiplin untuk Asimilasi sekurangkurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, Pembebasan
Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya
dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir dan Cuti Bersyarat
sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir;
f) masa pidana yang telah dijalani oleh Narapidana untuk,
Asimilasi 1/2 (setengah) dari masa pidananya, sedangkan
Pembebasan Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya,
dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak
kurang dari 9 (sembilan) bulan, kemudian untuk Cuti Menjelang
Bebas, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka waktu

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

119

cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan,


selanjutnya untuk Cuti Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa
pidananya dan jangka waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan
dengan ketentuan apabila selama menjalani cuti melakukan
tindak pidana baru maka selama di luar LAPAS tidak dihitung
sebagai masa menjalani pidana.1
c. Pelaksanaan Pemberian Asimilasi.
Sebagai wujud penerapan hak-hak napi maka Pemerintah
sudah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan
hingga petunjuk pelaksanaannya. Salah satu contoh Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang pemberian Remisi, Asimilasi,
Cuti Menjelang Bebas, dan Pembebasan Bersyarat. Pemberiaan
remisi kepada Narapidana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2006
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam Pasal 34 dan Pasal 34 A yaitu: (1) Setiap
Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi,
(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada angka 1 yaitu diberikan
kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi
persyaratan antara lain :
a) berkelakuan baik; dan
b) telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
Mengenai hak Narapidana yang mendapatkan remisi
sebagaimana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2006 bahwa remisi
bagi Narapidana diberikan oleh Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan, sehingga
pemberian remisi melalui Keputusan Menteri.2 Dalam PP tersebut
ditentukan bahwa setiap Setiap Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan berhak mendapatkan Asimilasi diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana apabila:
a) berkelakuan baik;
b) dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c) telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : M.2.PK.04-10 Tahun 2007. Pasal ( 5 ), Pasal ( 6 ), pasal ( 7 ).
2
.Pasal 34 ayat 1,2,3 dan Pasal 34 A ayat 1, 2 ,3 Peraturan Pemerintah
Nomor : 28 Tahun 2006

120

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

Bagi Anak Negara dan Anak Sipil, asimilasi diberikan setelah


menjalani masa pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak 6
(enam) bulan pertama. Pasal 1 ayat (4), bahwa bagi Narapidana
yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan
negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, kejahatan
transnasional yang terorganisasi, dan Asimilasi dapat diberikan
apabila memenuhi beberapa persyaratan: a) berkelakuan baik;
b) dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan c) telah
menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
Pertimbangan untuk mendapatkan Asimilasi wajib
memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan
rasa keadilan masyarakat, sebagaimana diatur pada ayat (5).
Asimilasi dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik
Pemasyarakatan melanggar ketentuan Asimilasi. Menurut Pasal
(2), Pasal (3), Pasal ( 4 ) Permenkumham Nomor: M.2.PK.04-10
Tahun 2007 dilaksanakan sesuai dengan asas-asas dalam
penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan
serta berdasarkan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan
pelayanan, pendidikan pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan
dengan keluarga dan orang-orang tertentu, harus bermanfaat bagi
pribadi dan keluarga Narapidana serta tidak bertentangan dengan
kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat.3
Menurut Permenkumham Nomor: M.2.PK.04-10 Tahun
2007, untuk mendapatkan Asimilasi ada dasar perhitungannya,
yaitu sebagai berikut:
a) sejak ditahan;
b) apabila masa penahanan terputus, perhitungan penetapan
lamanya masa menjalani pidana dihitung sejak penahanan
terakhir;
c) apabila ada penahanan rumah dan/atau penahanan kota, maka
masa penahanan tersebut dihitung sesuai ketentuan yang
berlaku;
3

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Asimilasi, PB, CMB, dan CB.Pasal (2), Pasal (3 ), Pasal ( 4 )

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

121

d) perhitungan 1/3, 1/2 atau 2/3 masa pidana adalah 1/3, 1/2, atau
2/3 kali (masa pidana dikurangi remisi) dan dihitung sejak
ditahan.
Semua pelaksanaan Asimilasi yang dilakukan atau yang
diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kabupaten
Lumajang juga mengacu kepada Permenkumham, sehingga tidak
menimbulkan permasalahan, pengertian pemberian Asimilasi
kepada Narapidana tetap diberikan dan tanpa diminta oleh
Narapidana yang bersangkutan, petugas Lapas tetap menghitung
dan melengkapi semua persyaratan yang dibutuhkan guna
pengajuan Asimilasi.
Pemberian Asimilasi kepada Narapidana sebagaimana
diatur dalam Permenkumham Nomor : M.2.PK.04-10 Tahun 2007
ada 3 (tiga) macam:
a) Asimilasi Minimum; Dalam Asimilasi ini diberikan kepada
Narapidana tetapi yang bersangkutan hanya dapat beraktivitas
hanya diseputaran sel/blok tempat Narapidana dengan disertai
pengawalan ketat dari petugas.
b) Asimilasi Medium; Asimilasi Medium pada prinsipnya hampir
sama dengan yang lain hanya saja yang membedakan bahwa
Narapidana agak lebih leluasa dalam melakukan aktivitasnya
namun hanya disekitar areal Lembaga Pemasyarakatan.dan
tanpa pengawalan dari petugas Lapas.
c) Asimilasi Maksimum; Narapidana sudah memiliki keleluasaan
untuk melakukan aktivitas hingga keluar areal Lembaga
Pemasyarakatan, dan tanpa mendapatkan pengawalan dari
Petugas Lapas sehingga Narapidana sudah bisa beradaptasi dan
bersosialisasi dengan masyarakat disekitar Lembaga
Pemasyarakatan.
Kewenangan pemberian Asimilasi kepada Narapidana
merupakan kewenangan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
seperti yang disebutkan dalam BAB III Pasal (10 ) Permenkumham
Nomor: M.2.PK.04-10 Tahun 2007, yaitu:
d. Proses Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai payung
sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem
pemasyarakatan agar Narapidana dapat memperbaiki diri dan

122

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

tidak mengulangi tindak pidana, sehingga Narapidana dapat


diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif
berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai
seorang warga negara.
Saat seorang Narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan
oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan
dibatasi. Sesuai UU No.12 Tahun 1995, Narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan.
Walaupun
terpidana
kehilangan
kemerdekaannya, tapi ada hak-hak Narapidana yang tetap
dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Setelah proses
pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang
sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan
dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan
tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan
program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan
sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi
Narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas
atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas
oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut
pembimbingan Klien Pemasyarakatan.
e. Pengawasan, Pencabutan Ijin Asimilasi dan Pemberian Sanksi
yang Melanggar Ketentuan Asimilasi Bagi Narapidana
Pengawasan Narapidana yang sedang melaksanakan
Asimilasi untuk kegiatan pendidikan, bimbingan agama dan
kegiatan sosial LAPAS dilaksanakan secara tertutup oleh petugas
LAPAS yang berpakaian dinas, sedangkan untuk Narapidana yang
Asimilasi kerja diluar LAPAS pengawasannya dilaksanakan oleh
petugas LAPAS dengan memberitahukan kepada pihak kepolisian,
pemerintah daerah, dan hakim wasmat setempat (Keputusan
Menkumham Nomor M.01. PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas pasal 21), untuk
warga negara asing, Asimilasi Narapidana mengikutsertakan kantor
imigrasi setempat.
Kepala LAPAS berkewajiban melakukan evaluasi perihal
pelaksanaan Asimilasi, melaporkan tentang pelaksanaan dan hasil
evaluasi, memelihara data pelaksanaan Asimilasi kepada Kantor

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

123

Wilayah Departemen Kehakiman dengan tembusan kepada


Direktur Jenderal Pemasyarakatan .
Alasan Asimilasi dapat dicabut apabila: a. Malas bekerja; b.
Mengulangi tindak pidana; c. Menimbulkan keresahan dalam
masyarakat; dan d. Melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan
Asimilasi.4 Apabila alasan pencabutan Asimilasi disebabkan karena
Narapidana melakukan tindak pidana, Kepala LAPAS melaporkan
kepada Kepolisian dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kehakiman dan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan. Sanksi yang diberikan untuk Narapidana yang
telah dicabut izin Asimilasinya antara lain: a. Untuk tahun pertama
setelah dilakukan pencabutan tidak dapat diberikan remisi; dan b.
Untuk pencabutan kedua kalinya selama menjalani masa
pidananya tidak dapat diberikan Asimilasi.
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas
atau Cuti Bersyarat tidak diberikan lepada Narapidana yang
kemungkinan akan terancam jiwanya atau Narapidana yang sedang
menjalani pidana penjara seumur hidup atau Warga negara asing
yang diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, atau Cuti Bersyarat nama yang bersangkutan dimasukkan
dalam Daftar Pencegahan dan Penangkalan pada Direktorat
Jenderal Imigrasi atau Narapidana warga negara asing yang akan
dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan pencekalan yang
ditetapkan oleh Keputusan Menteri.
3.2. Pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan Asimilasi
di Lembaga Pemasyarakatan
Beberapa hal yang dapat menjadi dasar kelahiran pembinaan
Narapidana dalam pemasyarakatan antara lain :
- Di samping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena
hilang kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar
bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat
sosialis Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana
penjara ialah pemasyarakatan.

Kep. Men. Kehakiman Nomor. M.01. PK.04.10 Tahun 1999 pasal


25,26 dan 27

124

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

- Memperlakukan Narapidana ialah harus dari sudut pandangan


kepribadian bangsa Indonesia yang memandang :
1. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagi
manusia, meskipun ia telah tersesat; tidak boleh selalu
ditunjukkan pada Narapidana bahwa ia itu penjahat, sebaliknya
ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan
sebagai manusia.
2. Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan, tidak ada orang
yang hidup diluar masyarakat, Narapidana harus kembali
kemasyarakat sebagai warga yang berguna dan sedapatdapatnya tidak terbelakang.
3. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan
bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya Narapidana
mempunyai mata pencaharian dan mendapatkan upah untuk
pekerjaannya. Pandangan inilah yang melandasi pemikiran
mengenai Asimilasi, khususnya Asimilasi kerja yang nantinya
diharapkan dapat membantu perekonomian Narapidana dan
keluarganya dengan upah atau penghasilan yang
didapatkannya dari kerjanya.
- Perlakuan terhadap Narapidana agar dapat dikembalikan
kemasyarakat ialah dengan mendidik Narapidana tersebut antara
lain dengan cara:
1. Selama ia hilang kemerdekaan bergerak ia harus dikenalkan
dengan masyarakat, dan tidak boleh diasingkan daripadanya.
2. Pekerjaan dan didikan yang diberikan kepadanya tidak boleh
bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan kepentingan
jawaban kepenjaraan atau kepentingan negara sewaktu saja.
Pekerjaan harus satu dengan masyarakat dan ditujukan kepada
pembangunan nasional.
3. Bimbingan dan didikannya harus berdasarkan Pancasila.
4. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan
kualitas warga binaan Pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi tindak
pidana sehingga dapat diterima kemballi oleh lingkungan

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

125

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan


dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.5
Tata Cara Pemberian Asimilasi, pembebasan bersyarat atau
cuti menjelang bebas, secara administratif diatur tata cara untuk
mendapatkan hak pemenuhan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,
Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) LAPAS atau TPP RUTAN setelah mendengar
pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan
pembinaan dari Wali Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti
Bersyarat kepada Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN dan apabila
Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui usul TPP LAPAS atau
TPP RUTAN selanjutnya menerbitkan keputusan Asimilasi, untuk
Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat, apabila Kepala LAPAS
menyetujui usul TPP LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya
meneruskan usul tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah
Depkumham setempat untuk Pembebasan Bersyarat, apabila
Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui usul TPP LAPAS atau
TPP RUTAN selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala
Kantor Wilayah Depkumham setempat, dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Pemasyarakatan akan tetapi Kepala Kantor
Wilayah Depkumham dapat menolak atau menyetujui tentang usul
Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, atau Pembebasan Bersyarat
setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa untuk
memperoleh Asimilasi harus memenuhi persyaratan-persyaratan
yaitu syarat administratif, substantif dan berkelakuan baik.
Narapidana yang menjalani upaya pembinaan baik Asimilasi,
pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, harus sesuai
dengan tahapan-tahapan proses pemasyarakatan yaitu tahap
admisi atau orientasi, tahap pemberian bekal, dan tahap akhir
pembinaan. Ada 2 macam bentuk kegiatan Asimilasi yaitu Asimilasi
intern dan Asimilasi ekstern. Adapun faktor penghambat yang
timbul dalam pelaksanaan Asimilasi adalah:

Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

126

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

a) Tidak semua
masyarakat
memahami sistem/proses
pemasyarakatan, walaupun dalam pelaksanaannya sesuai
prosedural tetapi kasus tersebut termasuk kasus yang menarik
masyarakat, sehingga bisa menjadi hal kontroversi antara
sistem pembinaan dan pemahaman masyarakat, tanggapan
masyarakat yang negatif terhadap Narapidana sebagai
penjahat yang harus dikucilkan;
b) Lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum
pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum
ada kerjasama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau
kerjasama pembinaan dengan instansi terkait belum
terprogram maksimal;
c) Peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak
diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga
kurang pengawasan dalam pelaksanaan Asimilasi, dan belum
ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan
bertugas khusus terutama dalam pembinaan;
d) Anggaran Rutan yang sangat minim sehingga pembinaan tidak
berjalan maksimal dan kurang memadainya sarana dan fasilitas
yang tesedia untuk pembinaan;
e) Adanya pengaruh keluarga dari Narapidana sendiri yang
sengaja tidak melakukan komunikasi karena hanya ingin
memberikan efek jera terhadap Narapidana karena
perbuatannya yang sudah dilakukan berulangkali, artinay
sengaja dikucilkan oleh keluarga Narapidana sendiri;
f) Kesulitan komunikasi antara Petugas dengan keluarga
Narapidana karena bertempat tinggal yang sangat jauh antara
daerah asal Narapidana dengan Lembaga Pemasyarakatan yang
ditempati oleh Narapidana.
a. Sistem Perubahan Pembinaan Terhadap Narapidana Di
Lembaga Pemasyarakatan
Dalam menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat
direstorasi kembali, di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lumajang
dikenal suatu perubahan penghukuman yang disebut sebagai
restorative justice, di mana pelaku kejahatan didorong untuk
memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban,
keluarganya dan juga masyarakat. Berkaitan dengan kejahatan

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

127

yang kerusakannya masih bisa diperbaiki, pada dasarnya


masyarakat menginginkan agar bagi pelaku diberikan pelayanan
yang bersifat rehabilitatif.
b. Sistem Pemasyarakatan Bagi Narapidana
Pelaksanaan
pidana
penjara
dengan
sistem
pemasyarakatan di Indonesia saat ini mengacu kepada UU Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Reintegrasi sosial
merupakan proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan
yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan
berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan
pembimbingan dan pengawasan BAPAS.
Proses pembimbingan yang mengarah pada reintegrasi
social tersebut dapat berupa pembimbingan terhadap warga
binaan pemasyarakatan yang menjalani cuti menjelang bebas. Cuti
menjelang bebas adalah proses pembinaan Narapidana dan anak
pidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani 2/3
(dua pertiga) masa pidana sekurang-kurangnya 9 (Sembilan) bulan
berkelakuan baik. Undang-undang Pemasyarakatan sebagai
peraturan induk sistem pemasyarakatan telah dilengkapi dengan
PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan, Permenkumham Nomor
M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat, serta petunjuk pelaksanaan Menteri
Kehakiman Nomor E-39-PR.05.03 Tahun 1987 tentang
Pembimbingan Klien Pemasyarakatan. Serangkaian peraturan
perundang-undangan tersebut memberikan arah mengenai
pelaksanaan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan sebagai
pelaksana cuti menjelang bebas dalam Lembaga Pemasyarakatan ,
khususnya IIB Lumajang.
Peran BAPAS dalam pembimbingan klien pemasyarakatan
yang menjalani cuti menjelang bebas dapat dilakukan dengan
menganalisis secara kualitatif beberapa contoh pembimbingan
klien dewasa, dan klien yang dijadikan obyek dalam penelitian ini
adalah sebanyak dua klien dewasa yang menjalani cuti menjelang
bebas di BAPAS Kelas IIB Lumajang. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan terhadap kedua klien di atas diketahui bahwa

128

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

BAPAS Kelas IIB Lumajang telah berperan dalam pembimbingan


klien yang menjalani cuti menjelang bebas (CMB). Peran
Pembimbing Kemasyarakatan terhadap klien Cuti Menjelang Bebas
dilakukan secara langsung oleh petugas Pembimbing
Kemasyarakatan dengan menjadi fasilitator, melakukan
pengawasan dan pengamatan atas perkembangan klien Cuti
Menjelang Bebas serta membuat laporan pembimbingan
tahap awal yang terkait dengan latar belakang klien mulai dari diri
klien, keluarga, pendidikan, dan kemasyarakatan. Berdasarkan hal
tersebut, diharapkan terjalin subsistem yang terkait dengan
program Cuti Menjelang Bebas, pemenuhan hak klien dewasa atas
cuti menjelang bebas, srta peran petugas Pembimbing
Kemasyaratan untuk mewujudkan tujuan cuti menjelang bebas
(CMB) yang luhur.
c. Perwujudan Konkret Pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam
Bentuk Asimilasi
Program kebijakan pembinaan Narapidana sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan meliputi: 1. Asimilasi, dan 2. Reintegrasi Sosial
Terkait dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia kepada
Narapidana dalam bentuk Asimilasi yang diberlakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Lumajang sudah dijalankan
dengan benar oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan. sebagai
wujud konkret pemenuhan Hak Asasi Manusia tanpa harus diminta
oleh Narapidana, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana mengatur setiap
orang diakui sebagai manusia yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang mana sesuai
dengan martabat kemanusianya didepan hukum. . Selanjutnya
untuk melengkapi bahwa Pemenuhan Hak Asasi Manusia terhadap
Hak-Hak Narapidana yang memperoleh Asimilasi di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Lumajang pada Tahun 2011, dalam
bentuk tabel seperti dibawah ini :

129

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

DATA LAPORAN ASIMILASI NARA PIDANA


DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B LUMAJANG TAHUN
2011
Asimilasi yang
diperoleh
Bulan
CB PB CMB
1. Januari
5 1
1
2. Februari
1 3
3. Maret
4 4
4. April
1 4
5. Mei
2 5
6. Juni
1 2
1
7. Juli
2 1
8. Agustus
4 5
9. September 1
10 Oktober
3
11 Nopember 3
23 29 2

Perolehan
TGL
1,3,19,23,31,24
3,11,21,
9,14,16,30
1,4,6,13,23
15,19,20,22,24
12,27,29,9
1,10,11
3,12,18,19
5
6,27
14

BLN
Jan.
Feb.
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
Okt.
Nop..

THN
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011

Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi

Sumber data : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Kabupaten


Lumajang
----DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin Soerjobroto (1992) Pelaksanaan Sistem
Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Hukum Nasional,
Jakarta.
Dwidja Priyatno (2006) Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di
Indonesia. PT.Refika Aditama, Bandung.
Departemen Kehakiman RI (1990) Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan.
Didin Sudirman, Reposisi dan Revitalisasi Pemasyrakatan dalam
Sisitem Peradilan Pidana di Indonesia, Pusat Pengkajian dan
Pengembangan, Jakarta.
Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007.
Ismael Saleh (1997) Asimilasi Pembebasan Bersyarat dan Cuti
Menjelang Bebas. Departemen Kehakiman RI, Jakarta.

130

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 2, Juni 2014

Wirjono Projodikoro (1969) Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia.


Magda Wahyu, Jakarta.
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor Republik Indonesia Nomor
M.01.PK.04. 10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi Pembebasan
Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor :
M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.

Anda mungkin juga menyukai