PTERIGIUM
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUD Tidar Kota Magelang
Diajukan Kepada :
dr. Sri Yuni Hartati, Sp. M
Disusun Oleh :
Tilovi Gani Ciputra (20090310161)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Arbiyati
Usia
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Alamat
Tanggal Periksa
: 30 September 2014
Nomor Telepon
: 085728009682
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan dan kiri terdapat selaput, kemerahan, nerocos dan pedas.
Penyakit mata
: disangkal
Trauma mata
: disangkal
: disangkal
III. KESAN
Kesadaran
: Compos mentis
OD
OS
Visus Jauh
20/60
20/80
Refraksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Visus Dekat
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar
Persepsi Warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN
OD
OS
PENILAIAN
1. Sekitar Mata
- Alis
- Silia
Trikiasis(-),
distrikiasis(-),
madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan
- Gerakan
Gangguan gerak
membuka dan
menutup (-),
blefarospasme (-)
- Lebar rima
- Kulit
10 mm
10 mm
Normal 9 14 mm
Hiperemi (-), edema (), massa (-)
- Tepi kelopak
Trichiasis (-),
ektropion (-),
entropion (-)
- Margo
Tanda
intermarginalis
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula
lakrimalis
radang/dakriodenitis ()
- Sekitar sakus
Tanda
lakrimalis
radang/dakriosistitis (-)
- Uji flurosensi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- Uji regurgitasi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- Tes Anel
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- Pasangan
Simetris (orthophoria)
- Gerakan
4. Bola Mata
- Ukuran
normal)
Normal, makroftalmos
(-), mikroftalmos (-)
5. TIO
penurunan TIO)
6. Konjungtiva
- Palpebra superior
- Forniks
Dalam
- Palpebra inferior
Normal : Tenang,
mengkilap, hiperemi (), papil (-), folikel (-)
- Bulbi
7. Sclera
Tampak selaput
Tampak selaput
berbentuk segitiga
berbentuk segitiga
dengan puncak
dengan puncak
2mm melewati
2mm melewati
kornea, hiperemi.
kornea, hiperemi.
Putih
Putih
8. Kornea
- Ukuran
horizontal 12 mm,
vertical 11 mm
- Kecembungan
- Limbus
- Permukaan
Tampak selaput
Tampak selaput
Benjolan (-)
putih kemerahan,
putih kemerahan,
arah jam 3
arah jam 9
Tampak selaput
Tampak selaput
putih kemerahan
putih kemerahan
berbentuk segitiga,
berbentuk segitiga,
2mm menutupi
2mm menutupi
Licin, mengkilap
nasal.
nasal.
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Terputus
Terputus
- Ukuran
COA dalam
- Isi
- Uji flurosensi
- Placido
Reguler konsentris
Cokelat
Cokelat
- Pasangan
Simetris
- Gambaran
3 mm
3 mm
Normal ( 3 6 mm)
11. Pupil
- Ukuran
Bulat
Bulat
Isokor
- Tempat
Di tengah
- Tepi
Reguler
- Refleks direct
(+)
(+)
Positif
- Refleks indirect
(+)
(+)
Positif
- Ada/tidak
Ada
Ada
Ada
- Kejernihan
Jernih
- Letak
Di tengah, di belakang
12. Lensa
iris
- Warna kekeruhan
13. Korpus
Tidak ada
Tidak ada
(+)
(+)
Jernih
Vitreum
14. Refleks Fundus
Warna jingga
kemerahan terang,
homogen
OS
Tampak selaput putih kemerahan berbentuk Tampak selaput putih kemerahan berbentuk
segitiga, dengan puncak 2mm menutupi
Pterigium
Pseudopterigium
Pinguekula
VIII. DIAGNOSIS
ODS : Pterigium stadium II
IX. MANAJEMEN TERAPI
X. PROGNOSIS
Visum (Visam)
: dubia ad bonam
Kesembuhan (Sanam)
: dubia ad bonam
Jiwa (Vitam)
: dubia ad bonam
Kosmetika (Kosmeticam)
: dubia ad bonam
PEMBAHASAN
PTERIGIUM
A. Pendahuluan
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut
yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna
yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang
melindunginya, yaitu orbita. Setiap mata terdiri atas 3 lapis konsentris yaitu
lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea, lapisan tengah juga disebut lapisan
vaskular atau traktus uveal yang terdiri dari koroid, korpus siliar dan iris, serta
lapisan dalam yang terdiri dari jaringan saraf yaitu retina.
Pterigium merupakan kelainan bola mata yang umumnya terjadi di
wilayah beriklim tropis dan dialami oleh mereka yang bekerja atau beraktifitas
di bawah terik sinar matahari dan umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun.
Penyebab paling sering adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar
matahari yang di terima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan
penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti zat allergen, kimia dan pengiritasi lainnya.
Pterigium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang
tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai anak-anak. Paparan sinar
matahari dalam waktu lama, terutama sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu
dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab utama pterigium. Gejala-gejala
pterigium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan penglihatan kabur.
Kondisi pterigium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata
atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi
lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya
penglihatan si penderita. Apabila memiliki tingkat aktifitas luar ruangan yang
cukup tinggi dan harus berlama lama dibawah terik matahari, disarankan untuk
melindungi aset penting penglihatan juga dari debu dan angin yang bisa
menyebabkan iritasi mata baik ringan maupun berat.
B. Definisi
Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral
di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap ke
sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah
kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterigium akan berwarna merah.
Gambar 1. Pterigium
berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2
lain.
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada
usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat
pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga. 8
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar
UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.
Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah
abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka
kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang
menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300
memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang
lebih selatan. 8
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. 8
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.
D. Patofisiologis
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar
matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan
paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor
mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di
limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular
endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan
angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi
elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di
bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan
kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan.
Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan
untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang
terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea.
Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea,
vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan
jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi
dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium
ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler
yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia
dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan
Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya
normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan
sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.
E. Klasifikasi
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,
stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera ,
yaitu:
1.
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stockers
line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium.
Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien
yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
Tipe II: disebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium
rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak
kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer
atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat.
Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan
biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
2.
F. Manifestasi Klinis
Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah,
gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan
adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan
pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan
riwayat trauma sebelumnya.
2. Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular
dan tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat. Perigium paling
sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi
dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah
topografi
kornea
untuk
menilai
seberapa
besar
komplikasi
berupa
H. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila
terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang
telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila
perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan
dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila
terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler dan Guilermo Pico, yaitu:
Menurut Ziegler:
1. Mengganggu visus
Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian
b.
Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan
okular
Nama obat
Dosis obatnya
Dosis anak-anak
Interaksi
Bisa
menyebabkan
hipersensitivitas
Tidak ada
Perhatian
Karena
menyebabkan
kabur
penglihatan sementara dan harus
menghindari
aktivitas
yang
memerlukan penglihatan jelas sampai
kaburnya hilang.
Kontra indikasi
c.
Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan
mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam
penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan
jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
Nama obat
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Kehamilan
Perhatian
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal
kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Diplopia
Corneal scarring
Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment
I. Prognosis
Pterigium merupakan suatu neoplasma konjungtiva benigna, umumnya
prognosisnya baik secara kosmetik maupun penglihatan, namun hal itu juga
tergantung dari ada tidaknya infeksi pada daerah pembedahan. Untuk mencegah
kekambuhan pterigium (sekitar 50-80 %) sebaiknya dilakukan penyinaran dengan
Strontium yang mengeluarkan sinar beta, dan apabila residif maka dapat
dilakukan pembedahan ulang. Pada beberapa kasus pterigium dapat berkembang
menjadi degenerasi ke arah keganasan jaringan epitel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of
Pterygium. Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from :
www.eyewiki.aao.org/Pterygium
3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum:
edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
5. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
6. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08].
Available from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
7. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
8. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2011
October
23].
Available
from
:
http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
9. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New
York : Thieme Stutgart. 2000
10. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In:
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
11. Anonim. Pterygium. [online] 2007. [cited 2011 October 23]. Available from :
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/963/followup/complications.html