A. PENDAHULUAN
Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertai
dengan perkembangan progresif dari asidosis metabolik. Kejadian Asphyixia
neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uteris dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor tersebut
diantaranya dalah adanya (1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus, (2)
pada ibu yang kehamilannya beresiko, (3) faktor plasenta, seperti janin
dengan solusio plasenta, (4) faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan
pada tali pusat antara janin dan jalan lahir, serta (5) faktor persalinan seperti
partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.1,2,3
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang
mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko
disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan
utama. Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan
pada
bayi
sebagai
akibat
hipoksia
sangat
tinggi.Asidosis,gangguan
malaria,
sepsis
neonatorum
dan
kelahiran
prematur.1,3
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir
kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi
mental dan gangguan belajar.4 Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun
2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis
neonatorum (12.0%). 4
Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004
bayi baru lahir berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayi
meninggal dengan asphyxia neonatorum. Tahun 2005 bayi baru lahir
berjumlah 215, meninggal 9 orang (4,19%) dimana 1 bayi meninggal dengan
asphyxia neonatorum.2
Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005, bayi baru lahir
berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah
kelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal
sebelum usia 7 hari sejumlah 134 (11,31%), dimana asphyxia neonatorum
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan
tahun 2007 angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum
sebanyak 234 (30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59
(77,94 per seribu) dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak
20 bayi (34%). 2
C. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal
maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya
dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat
ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis
yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan
beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan
terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler. 2
Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri
dari 3:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya
aliran
darah
pada
uterus
akan
menyebabkan
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu : (a) Pemakaian obat anestesia/analgetika yang
berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat
pernafasan janin. (b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intrakranial.(c) Kelainan konginental pada bayi, misalnya
hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru
dan lain-lain.
D. PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2)
parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui
paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan
melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.4
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar
alveoli.4
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan
pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat
tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru
akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang. 4
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada
duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh
darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen
kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi
baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%)
untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen
meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai
menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang
melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh. 4
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh
darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. 4
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas
(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah. 3
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme
dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat
pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris
respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada
tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung
akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan
Warna Kulit
(Appearance)
Frekuensi Jantung
(Pulse)
Rangsangan Refleks
(Grimace)
Tonus Otot
(Activity)
Pernafasan
(Respiratory)
Biru Pucat
Tidak Ada
Tubuh merah,
ekstremitas biru
<100x/ menit
Merah seluruh
tubuh
>100x/menit
Tidak Ada
Gerakan sedikit
Batuk/ Bersin
Lunglai
Fleksi ekstremitas
Gerakan aktif
Tidak Ada
Menangis lemah/
terdengar seperti
meringis atau
mendengkur
Menangis kuat
pH < 7,30
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul
dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut
resusitasi bayi baru lahir.5
1. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4
pertanyaan:4
a. apakah bayi cukup bulan?
b. apakah air ketuban jernih?
c. apakah bayi bernapas atau menangis?
d. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan
dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi
dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen
kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu
pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan
resusitasi berikut ini secara berurutan4 :
1) Langkah awal dalam stabilisasi4
a) memberikan kehangatan4
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant
warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai
tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. 4
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi
hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus.23 Beberapa
kepustakaan
merekomendasikan
pemberian
teknik
mekoneum
saat
proses
persalinan
dapat
pemasangan
laringoskop
dan
selang
dan
tidak
ada
respon
dengan
resusitasi,
sebagai
pecandu
obat
narkotika,
sebab
akan
G. PENCEGAHAN
Pencegahan secara Umum
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan
atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita,
khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan
melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak
mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya
derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,
pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya.
Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling
terkait.4
Pencegahan saat persalinan
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah
penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 7
Yang harus diperhatikan:
1. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.7
2. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2
dan darah segar.7
3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu lama pada kala II.
H. KOMPLIKASI
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan
organ.
Sistem
Sistem Saraf Pusat
Kardiovaskular
Pulmonal
Ginjal
Adrenal
Saluran Cerna
Pengaruh
Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,
perdarahan intrakranial, kejang-kejang, edema
otak, hipotonia, hipertonia
Iskemia miokardium, kontraktilitas jelek,
bising jantung, insufisiensi trikuspidalis,
hipotensi
Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru,
sindrom kegawatan pernapasan
Nekrosis tubular akut atau korteks
Perdarahan adrenal
Perforasi, ulserasi, nekrosis
Metabolik
Kulit
Hematologi
Komplikasi yang
mungkin terjadi
Apnu
Kejang
Paru-paru
Hipertensi Pulmoner
Pneumonia
Pneumotoraks
Takipnu transien
Sindrom aspirasi
mekonium Defisiensi
surfaktan
Kardiovaskuler
Hipotensi
Ginjal
Gastrointestinal
Ileus
Enterokolitis
Nekrotikans
Metabolik/ hematologik
Hipoglikemia
Pemantauan gula darah
Hipokalsemia
Pemantauan elektrolit
Hiponatremia
Pemantauan hematokrit
Anemia
Pemantauan trombosit
Trombositopenia
Tabel 3. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi
yang dilakukan (dikutip dari kepustakaan 4)
I. PROGNOSIS
Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi
metabolik dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat
diobati, pada umur kehamilan bayi (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm),
dan pada tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik.8
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam
otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan
kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada
masa mendatang. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. David. K, William E, Benitz, and Philip Sunshine. Fetal and Neonatal Brain
Injury : Mechanisms, Management and the Risks of Practice, Third Edition.
2012
2. Desfauza, Evi. Faktor faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia
Neonatorum Pada bayi Baru Lahir yang Dirawat di RSU Dr. Pirngadi
Medan. 2007. Medan :Universitas Sumatera Utara.
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
4. Departemen kesehatan republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan
penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
5. Dr. Rusepno Hassan,dkk. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Info
Medika Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
6. Utomo, Martono Tri. Asfiksia Neonatorum. Cited on : December 28th. 2011.
Updated on : 2006. Available on http://www.pediatrik.com
7. Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, Sp.OG. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 4.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
8. Behrman, Kliergman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 1.
Jakarta : EGC.