2, Juni 2014
81
Dedi Kurnia Syah Putra (2012) Media dan Politik. Graha Ilmu,
Yogyakarta, hal. 96.
82
Cut Meutia, putri Teuku bin Daud adalah salah satu pejuang
perempuan Aceh yang dengan gigih melawan Belanda. ia gugur
sebagai pahlawan pada tanggal 24 Oktober 1910.2 Kartini juga
telah merintis untuk membebaskan kaumnya dari kegelapan
melalui pendidikan, Tiap tahun berbagai upacara telah diadakan
guna memperingati hari-hari bersejarah bagi kebangkitan
perempuan serta peristiwa lain yang berhubungan dengan
perjuangan perempuan antara lain tanggal 21 April, tanggal 25
Desember, dan sebagainya.
Pergerakan-pergerakan perempuan dewasa ini didasarkan
atas keinsafan bahwa pergerakan perempuan Indonesia
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pergerakan
bangsa Indonesia.
Fakta historisnya memang tak bisa dipungkiri
kalau perempuan Indonesia berjasa ikut mengukir sejarah
perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan, melawan
kedholiman, melawan keterbelakangan, melawan ketidak adilan
itu sudah membuktikan bahwa perempuan Indonesia sejak dulu
commited dan juga terpanggil ikut maju berjuang baik fisik maupun
kultural. Perempuan Indonesia layak berperan mengarsiteki
wilayah publik dengan tidak meninggalkan kodratnya sebagai
pelaku fundamental wilayah domestik. Perempuan telah
menghadirkan apa yang disebut oleh penyair kenamaan Ahmad
Syauqy Bey masyarakat berkeringat harum karena berkat peranperan yang telah ditunjukan perempuan, masyarakat dan Negara
dapat menunjukkan jati dirinya.3
Pemilu di Indoesia baru dapat dilaksanakan sepuluh tahun
setelah adanya deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945
dan pada 1949 wakil presiden Muhamad Hatta mengeluarkan
maklumat wakil presiden No. X/1949 yang bertujuan
meliberalisasikan politik, UUDS 1950 pun menggantikan UUD 1945
yang telah diberlakukan sebelumnya.4 Sedangkan perhatian
2
83
84
85
86
87
Partai Politik Peserta Pemilu.(2) Dalam hal daftar bakal calon tidak
memuat sekurang- kurangnya 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota memberikan kesempatan kepada partai politik
untuk memperbaiki daftar bakal calon tersebut
Dalam Peraturan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan
Anggota DPR, DPD dan DPRD, menyaratkan jumlah dan prosentase
keterwakilan perempuan paling sedikit 30% untuk setiap daerah
pemilihan. Aturan ini secara tegas diatur dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf c. Aturan sebatas syarat 30% keterwakilan perempuan masih
belum menimbulkan persoalan. Karena Pasal 55 UU No. 8 Tahun
2012 juga mengatur hal yang sama yakni daftar bakal calon
memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Perbedaan
pandangan mulai muncul ketika syarat keterwakilan 30%
perempuan ini diberlakukan untuk setiap daerah pemilihan.
Artinya, partai harus menyiapkan wakil perempuan minimal 30%
untuk setiap daerah pemilihan.
Pemilu 2009, partai politik yang tidak memenuhi syarat
keterwakilan 30% perempuan hanya diberikan sanksi
pengumuman di publik. Namun dalam Pemilu 2014 ini, Partai
Politik yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan dinyatakan
tidak memenuhi syarat pengajuan daftar bakal calon pada daerah
pemilihan bersangkutan. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 27
ayat (2) huruf b Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013.
Ketentuan keterwakilan perempuan dan mekanisme
sanksinya bertentangan dengan UU Pemilu. Penolakan oleh
sejumlah partai, khususnya mereka yang juga memiliki kursi di DPR
cukup mengherankan. Mengingat aturan-aturan dalam peraturan
KPU ini juga sudah dikonsultasikan ke DPR dan bahkan Pemerintah.
Artinya aturan yang berlaku juga sudah mendapatkan persetujuan
DPR. Karena itu sangat mengherankan jika ada anggota DPR
menyoal peraturan tersebut. Karena kewajiban konsultasi
sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu, dimaksudkan agar tidak ada aturan yang
88
Verijunaidi.com/2013//tantangan-kuota-30-perempu..Tantangan
Kuota 30% diakses tanggal 17-3-2014 Perempuan
89
2014
Ejournal.pin.or.id//E-jurnal%20Mar%Rosieana%...diakses 4 januari,
90
91
92
93
94
95
96
97
98
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Agee Warran K (1985) Introduktion to Mass Communication.
Harper and Row Publishing, New York.
Azza Karan (1998) Women in Parliament : Beyond Numbers,
International Institute for Democracy and Electoral
Asistance (International IDEA)
Dedi Kurnia Syah Putra (2012) Media dan Politik. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Nani Soewondo (1984) Kedudukan Wanita Indonesia. Ghalia
Indonesia, Jakarta Timur.
Misbahul Munir (2004) Pemilu, Demokrasi dan Ijtihad Politik
Perempuan. Visipress, Surabaya.
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-undang Partai Pemilu & Partai Politik 2008. Jakarta.
Gredien Mediatama. cetakan I.
Undang-undang nomor 68 tahun 1958 tentang hak-hak politik
perempuan.
Pendapat Komnas Perempuan sebagai Pihak Terkait dalam Judicial
Review UU
Nomor 10 Tahun 2008 Perkara 22-24/PUU-VI/2008
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
INTERNET/JURNAL/HARIAN
http://www.harjasaputra.com
Ejournal.pin.or.id//E-jurnal%20Mar%Rosieana%...
politik.kompasiana.com/.../strategi-meningkatkan-...