Anda di halaman 1dari 20

ABSORBSI OBAT SECARA PERKUTAN

I.

TUJUAN
Mengetahui absorbsi obat perkutan dan fungsi stratum korneum sebagai
penghalang fisik dalam absorbsi percutan obat.

II.

DASAR TEORI
A. Kulit
Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena posisinya
yang terletak dibagian paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Klasifikasi berdasar :
1.

Warna :
a. Terang (fair skin), pirang, dan hitam.
b. Merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi.
c. Hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa.

2.

Jenisnya :
a. Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium.
b. Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa.
c. Tipis : pada wajah.
d. Lembut : pada leher dan badan.
e. Berambut kasar : pada kepala.

Anatomi kulit secara histopatologik, yaitu :


1. Lapisan Epidermis (kutikel)

a.

Stratum Korneum (lapisan tanduk)


Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati,
tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b.

Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti,
protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.

c.

Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)


Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin.
Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

d.

Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan


akanta )
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila
semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat
jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma
dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk

penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel


spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.

e.

Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal
bermitosis dan berfungsi reproduktif.
-

Sel kolumnar : protoplasma basofilik inti lonjong besar, di


hubungkan oleh jembatan antar sel.

Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell : sel


berwarna

muda,

sitoplasma

basofilik

dan

inti

gelap,

mengandung pigmen (melanosomes).

b. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)


Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut.

a.

Pars Papilare : bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut


saraf dan pembuluh darah.

b.

Pars Retikulare : bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari


serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh
fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung
hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring

bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip
kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf,
dan mudah mengembang serta lebih elastis.

c. Lapisan Subkutis (hipodermis)


Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak
yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda
pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal
(sampai 3 cm). Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di
bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis).

B. Absorbsi Obat Secara Perkutan


Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat
dilakukan zaman mesir kuno, papyrus yang telah mencantumkan berbagai sediaan
obat untuk pemakaian luar. Galen telah menjelaskan tentang pemakaian sediaan
pada zaman romawi, yang saat ini dikenal sebagai vanishing cream. Sediaan obat
yang digunakan pada kulit atau diselipkan ke dalam rongga tubuh umumnya berada
dalam bentuk cairan, semi padat atau padat.
Penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu
senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena

penyerapan dari struktur kulit ke dalam peredaran darah. Istilah "perkutan"


menunjukkan bahwa proses penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan
penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.

Permukaan paling luar dari kulit, tempat sediaan obat digunakan :


1. Lapisan malfigi.
2. Lapisan tanduk tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami
keratinisasi.

Proses Absorpsi :
1. Diantara sel-sel dari stratum corneum.
2. Melalui saluran dari folikel rambut.
3. Melalui kelenjar keringat (sweat glands).
4. Melalui kelenjar sebaseus (sebaceous glands).
5. Melalui sel-sel dari stratum corneum.

Adsorbsi perkutan dapat didefinisikan sebagai adsorbsi obat ke dalam statum


corneum (lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan di bawahnya serta
akhirnya obat masuk dalam sirkulasi darah. Kulit merupakan perintang yang efektif
terhadap penetrasi perkutan obat atau senyawa eksternal. Adsorbsi obat perkutan
dipengaruhi oleh sifat fisikokimiawi obat dan pembawa serta kondisi kulit pada
pemakaian obat secara topical, obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak
dengan permukaan kulit (statum korneum dan setum) serta obat selanjutnya
menembus epidermis. Penetrasi obat melalui kulit dapat terjadi dengan dua cara
yaitu:
1. Rute transdermal, yaitu difusi obat menembus stratum korneum.
2. Rute transfolikuler, yaitu difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan
selum.

Sebelum obat dapat memberikan efek, obat perlu dilepaskan dari basisnya
setelah obat kontak dengan stratum korneum maka obat akan menembus epidermis
dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik secra difusi pasif. Laju absorbs melintasi
kulit tidak segera tunak tetapi selalu teramati adanya waktu laten. Waktu laten

mencerminkan penundaan penembusan senyawa kebagian dalam struktur tanduk


dan pencapaian gradien difusi.
Hambatan utama dari sistem penghantaran obat transdermal adalah sifat
halangan intrinsic dari kulit. Halangan ini dapat secara kimiawi dimodifikasi
dengan tujuan menurunkan resistensi difusi menggunakan peningkat penetrasi.
Strategi penggunaan peningkat penetrasi memungkinkan lebih banyak obat dapat
diberikan melalui sistem penghantaran transdermal. Pertimbangan penting selama
pengembangan sediaan trandermal adalah potensi respon alergi, iritasi terhadap
obat/konstituen formulasi lain, serta peningkatan penetrasi (karena mekanisme
kerjanya bermacam-macam, antara lain melarutkan lapisan teratas dari kulit).
Faktor yang mempengaruhi absorbs kuat yaitu penetrasi dan cara pemakaian
temperatur dari kulit sifat fisika kimia obatnya, pengaruh dari sifat dasar salep,
lama pemakaian, kondisi atau keadaan kulit.
Adsorbsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya molekul-molekul
ke dalam tubuh atau menuju peredaran darah tubuh, setelah melewati penghalang
biologic penyerapan akan diteliti bersamaan dengan fase biofarmasetik.
Adsorbsi melalui kulit (permukaan) bila suatu obat digunakan secara topikal
maka obat akan keluar dari pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan
kulit. Ada 3 jalan masuk yang utama melalui daerah kantong rambut, melalui
kelenjar keringat atau melalui jaringan keringa atau stratum korneum yang terletak
dianara kelenjar keringat dan kantong rambut.

C. Asam Salisilat
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat
iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang
digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan
ester salisilat dari asam organik. Di samping itu digunakan pula garam salisilat.
Turunannya yang paling dikenal asalah asam asetilsalisilat.
Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa Latin:
salix), yang memiliki kandungan asam tersebut secara alamiah, dan dari situlah
manusia mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam pengobatan tradisional telah
dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan sejumlah suku Indian seperti Cherokee.
Pada saat ini, asam salisilat banyak diaplikasikan dalam pembuatan obat aspirin.

Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal tersebut


dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru. Selain sebagai obat, asam
salisilat

juga

merupakan

hormon

tumbuhan.

Asam

salisilat

(asam

ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat


digunakan secara topikal.

III.

ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1.

Neraca digital

2.

Labu takar 10 ml dan 100 ml

3.

Gelas ukur 10 ml dan 100 ml

4.

Beaker glass

5.

Pipet tetes

6.

Tabung reaksi

7.

Spuit injeksi

8.

Rak tabung

9.

Spektrofotometer uv-vis

10. Sentrifugator
11. Pencukur bulu
12. Lakban alumunium foil
13. Alat striping
14. Gunting
15. Stopwatch
16. Kalkulator
17. Penggaris

B. Bahan
1. Na2EDTA sebagai anti koagulan
2. Asam trikloroasetat (TCA) 10%
3. Asam salisilat
4. Vaselin album
5. Alkohol
6. Aqua destilata
7. Sampel darah yang diambil dari kelinci

IV.

CARA KERJA
A. Pembuatan Asam Salisilat 5% sebanyak 12 g :
Menimbang asam salisilat 0,6 gram dan vaselin album 11,4 gram.

Dimasukkan kedalam mortir, kemudian digerus ad halus.

Menambahkan vaselin album kemududian digerus ad homogen.

B. Pembuatan Kurva Baku Asam Salisilat


Membuat larutan baku asam salisilat 0,01%

Membuat beberapa seri konsentrasi, 0.001%, 0.0008%, 0.0006%, 0.0004%,


0.0002%
Membaca absorbansi larutan tersebut pada =237 nm, dengan blanko
aquadest

Membuat persamaan regresi linier antara konsentrasi dengan absorbansi

C. Pengujian Absorbsi Percutan


Hewan uji kelinci dicukur bulu pada daerah punggung
dengan luas area 4 x 5 cm

Mengambil darah T=0 pada vena marginalis.

Kelinci dikelompokkan pada dua kelompok yaitu kelinci yang tidak di


striping dan kelinci yang di striping (striping dilakukan sebanyak 15 kali).

Punggung kelinci yang telah diolesi tadi diolesi salep asam salisilat 12 gram,
kemudian di tutup aluminium foil dan diperban.

Mengambil darah kelinci lewat vena marginalis tiap 30 menit sebanyak 1 ml,
darah yang sudah diambil dipreparasi.

D. Preparsi Sampel Darah


Darah hasil sampling ditambah TCA 10% sama banyak, dihomogenkan
kemudian ditambah Na2EDTA

Sampel disentrifuges 3000 rpm selamaa 10 menit

Mengambil beningan sampel sebanyak 1 ml

Bila perlu smapel diencerkan dengan aquadest sampai bisa dibaca


absorbansinya pada =237 nm dengan blanko darah T=0

V.

DATA PRAKTIKUM
1. Data Kurva Baku Asam Salisilat
Volume

Konsentrasi

Absorbansi

Seri Konsentrasi

(ml)

(mg%)

()

Larutan Baku

0,2

0,368

0,0002%

0,4

0,672

0,0004%

0,6

1,023

0,0006%

0,8

1,381

0,0008%

1,0

1,753

0,001%

Data Regresi Linier antara Konsentrasi Vs Absorbansi


a = -4,3 x 10-3
b = 1,7395
r = 0,9993

Persamaan Kurva Baku Asam Salisilat


y = a + bx
y = -4,3 x 10-3
y = 1,7395 - 4,3 x 10-3

2. Data Uji Absorbsi Percutan


Tsampling
(menit)

Absorbansi Striping ()

Absorbansi Non Striping ()

Kelompok

Kelompok

Kelompok

Kelompok

Kelompok

Kelompok

T0

0,434

0,367

0,409

0,434

0,334

0,344

T30

0,468

0,448

0,368

0,490

0,420

0,417

T60

0,397

0,410

0,337

0,225

0,527

0,339

T90

0,359

0,386

0,324

0,457

0,363

0,361

VI.

ANALISIS DATA
1. Perhitungan Konsentrasi Kurva Baku Asam Salisilat
a.

V1 x N1

V2 x N2

1 ml x 10 mg% =

50 ml x N2

N2

b. V1 x N1

0,2 mg%

V2 x N2

2 ml x 10 mg% =

50 ml x N2

N2

c. V1 x N1

0,4 mg%

V2 x N2

3 ml x 10 mg% =

50 ml x N2

N2

d. V1 x N1

0,6 mg%

V2 x N2

4 ml x 10 mg% =

50 ml x N2

N2

e. V1 x N1

0,8 mg%

V2 x N2

5 ml x 10 mg% =

50 ml x N2

N2

1,0 mg%

2. Perhitungan pada pengambilan volume untuk seri konsentrasi larutan baku


0,01% asam salisilat =

Pengambilan volume untuk seri konsentrasi sebagai berikut :


a. 0,0002% =

= 0,2 mg %

V1 x N1

V2 x N2

10 mg% V1

100 ml x 0,2 mg%

V1

2 ml ad 100 ml = 1 ml ad 50 ml

b. 0,0004% =
V1 x N1

=
=

V2 x N2

= 0,4 mg %

10 mg% V1

100 ml x 0,4 mg%

V1

4ml ad 100 ml = 2 ml ad 50 ml

c. 0,0006% =

= 0,6 mg %

V1 x N1

V2 x N2

10 mg% V1

100 ml x 0,6 mg%

V1

6 ml ad 100 ml = 3 ml ad 50 ml

d. 0,0008% =

= 0,8 mg %

V1 x N1

V2 x N2

10 mg% V1

100 ml x 0,8 mg%

V1

8 ml ad 100 ml = 4 ml ad 50 ml

e. 0,001 % =

= 1 mg %

V1 x N1

V2 x N2

10 mg% V1

100 ml x 1 mg%

V1

10 ml ad 100 ml = 5 ml ad 50 ml

3. Perhitungan Konsentrasi Asam Salisilat (mg%)


Tsampling
(menit)

Konsentrasi Asam Salisilat (mg%)


Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

T0

0,251 mg%
T30

0,271 mg%
T60

0,214 mg%

T90

0,224 mg%

Tsampling
(menit)

Konsentrasi Asam Salisilat (mg%)


Kelompok 4

Kelompok 5

Kelompok 6

T0

mg%
T30

0,284 mg%

0,243 mg%

T60

0,305 mg%
T90

0,211 mg%

0,197 mg%

4. Perhitungan Cp Asam Salisilat (mg%)


Tsampling
(menit)

Cp Asam Salisilat (mg%)


Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

T0
T30
T60
T90
20,8mg%

Tsampling
(menit)

Cp (mg%)
Kelompok 4

Kelompok 5

Kelompok 6

T0
19,4mg%

T30
T60
T90
21,0mg%

5. Grafik T sampling Vs Cp (mg%)

6. Hasil Perhitungan Data

7. Perhitungan AUC total

AUC
AUC

Kelompok Striping

Kelompok Non Striping

AUC Pada Kelompok 1

AUC Pada Kelompok 4

(
(

)(
)(

)
)

AUC
AUC

= 783 mg% menit

AUC
AUC

(
(

)
)

AUC
AUC

= 751,5 mg% menit

AUC
AUC

)(

)(

)(
)(

)
)

= 802,5 mg% menit

)(
)(

)
)

= 657 mg% menit

AUC Total = (783 + 751,5 + 657) mg% menit


= 2191,5 mg% menit

)(

)(

)
)

= 622,5 mg% menit

AUC
AUC

)(

)(

)
)

= 594 mg% menit

AUC Total = (802,5 + 622,5 + 594) mg% menit


= 2019 mg% menit

AUC Pada Kelompok 2


AUC
AUC

(
(

)(
)(

)
)

AUC Pada Kelompok 5


AUC
AUC

= 709,5 mg% menit

AUC
AUC

)(

)(

)
)

AUC

)(

)(

)(
)(

)
)

= 655,5 mg% menit

AUC
AUC

= 747 mg% menit

AUC

)(

)(

)
)

= 822 mg% menit


)
)

AUC
AUC

= 693 mg% menit

)(

)(

)
)

= 774 mg% menit

AUC Total = (709,5 + 747 + 693) mg% menit

AUC Total = (655,5 +822 +774) mg% menit

= 2149,5 mg% menit

= 2251,5 mg% menit

AUC Pada Kelompok 3

AUC Pada Kelompok 6

AUC
AUC

(
(

)(
)(

)
)

AUC
AUC

= 676,5 mg% menit

AUC
AUC

)(

)(

)
)

AUC

)(

)(

AUC
AUC

= 576 mg% menit

)(

)
)

)(

)(

)
)

= 658,5 mg% menit


)

)(

= 663 mg% menit

= 615 mg% menit

AUC

AUC
AUC

)(

)(

)
)

= 610,5 mg% menit

AUC Total = (676,5 + 615 + 576 ) mg% menit

AUC Total = (663 + 658,5 + 610,5) mg% menit

= 1867,5 mg% menit

= 1932 mg% menit

Rata-rata AUC Total Striping


Rata-rata AUC total Striping

Rata-rata AUC total Striping

= 2069,5 mg% menit

VII.

Rata-rata AUC Total Non Striping

= 2067,5 mg% menit

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini digunakan hewan uji kelinci karena struktur kulit kelinci
mirip dengan manusia.Pada praktikum ini dilakukan pula stripping untuk mengurangi lapisan
stratum

agar

bekerja

maksimal.Penggunaan

Na2EDTA

untuk

mencegah

terjadi

penggumpalan darah.Fungsi dari sentrifugasi dari sentrifugasi adalah untuk memisahkan


protein dengan plasma darah sehingga didapat cairan atau supernatan yang akan di ukur pada
spektrofotometer.Tujuan dari penutupan dengan aluminium foil adalah untuk menjaga dari
pengaruh luar sehingga dapat mengurangi jumlah obat yang menempel pada punggung
kelinci.Penggunaan asam salisilat sebagai analgetik atau anti nyeri.Perlakuan stripping dan
non stripping untuk membandingkan dan mengetahui pengaruh stratum korneum merupakan
penghalang penetrasi salep kedalam sirkulasi darah.tahap absorbsi obat dimulai dari
melarutnya obat dalam basis,kemudian zat aktif lepas ke permukaan kulit,dan kemudian
menembusnya obat dari permukaan kulit ke pembuluh darah (untuk obat dengan maksud
sistemik)dan untuk obat efek lokal tidak mencapai sirkulasi darah.
Dari data praktikum ini dapat kita lihat perbandingan antara dua perlakuan yang
berbeda,hewan uji stripping dan non stripping.Hewan uji kelinci dikelompokkan menjadi
enam kelompok.dimana kelompok 1, 2 dan 3 mendapat perlakuan stripping ,sedangkan
kelompok 4, 5 dan 6 mendapat perlakuan non-strpping. Seperti yang tercantum pada tabel
diatas.Pada hewan uji stripping didapatkan hasil Cp Asam salisilat pada T0 untuk kelompok
1 sebesar 25,1 mg %,kelompok 2 sebesar 21,3 mg%,dan kelompok 3 sebesar 23,7 mg%.dan
untuk kelompok non stripping,pada kelompok 4 dipeolrh sebesar 25,1mg %,kelompok 5

sebesar 19,4 mg% serta kelompok 6 sebesar 20,0mg% .Dari hasil tersebut dapat kita lihat dan
kita bandingkan pada kelompok 2 dan 3 dengan kelompok 5 dan 6 bahwa pada pengujian
perlakuan striiping didapatkan hasil nilai Cp

lebih besar dari pada kelompok perlakuan

hewan uji non stripping.Begitu pula pada kelompok pada pengujian T60,kelompok hewan
uji stripping memiliki nilai Cp lebih besar dibanding kelompok uji non-stripping.Namun ada
beberpa data yang menunjukkan kelompok uji non-stipping lebih besar nilai Cp yang didapat
seperti pada kelompok pengujian pad T30 pada kelompok 1 dengan kelompok 4.Dimana
kelompok 4 dengan perlakuan non-stripping lebih besar nilai Cp nya dibanding dengan
kelompok strtipping.Hal ini mungkin dikarenakan oleh beberapa faktor.diantaranya adalah
adanya perbedaan antara luas permukaan kontak dengan permukaan kulit,serta kondisi dari
fisik kulit pada masing-masing hewan uji kelinci.

VIII.

KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Adsorbsi perkutan dapat didefinisikan sebagai adsorbsi obat ke dalam
stratum corneum (lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan di
bawahnya serta akhirnya obat masuk dalam sirkulasi darah.
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat
iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal.
Pengelompokan perlakuan stripping dan non-stripping dimaksudkan
untuk membandingkan pengaruh stratum korneum merupakan penghalang
penetrasi salep kedalam sirkulasi darah
Nilai Cp rata-rata untuk perlakuan Stripping lebih besar besar dari pada
nilai Cp pada perlakuan non stripping.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam absorbsi diantaranya luas
permukaan kontak antara sediaan dengan permukaan kulit,afinitas bahan
aktif obat dengan basis ,koefisian partisi lemak-air dari bahan aktif .

IX.

DAFTAR PUSTAKA
Herdwiani, W. Ika, P. 2014. Petunjuk Praktikum Biofarmasetika. Surakarta:
Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi.
Shargel Leon, Yu Andrew B.C. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisi ke2. Airlangga University Press.
Anief, Moh. 1995. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. UGM. Yogyakarta
Syujri, Y. 2002. Biofarmasetika. UII Press. Yogyakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_salisilat

Anda mungkin juga menyukai