Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Gadista P. Annisa

NIM

: 030.09.100

Universitas

: Trisakti

Fakultas

: Kedokteran

Tingkat

: Program Studi Pendidikan Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Kandungan dan Kebidanan

Periode

: 2 Juni 2014 4 Agustus 2014

Judul Referat

: Persalinan Pervaginam dengan Riwayat Seksio

Saesaria
Telah Diperiksa Dan Disetujui Pada Tanggal :
Bagian Ilmu Jkebidanan dan Kandungan
RSUD Budhi Asih
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Co-Assistant

Pembimbing

Gadista P. Annisa

dr. Ronald Latuasan Sp.OG

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul
Persalinan Pervaginam dengan Riwayat Seksio Saesaria ini dapat selesai dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik
Bidang Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Budhi Asih periode 2
Juni 2014 4 Agustus 2014. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada :
1.

Dr. Ronald Latuasan, Sp. OG selaku pembimbing referat,

2.

Para dokter spesialis di Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD


Budhi Asih, dan

3.

Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan


Kandungan RSUD Budhi Asih
Penulis

menyadari

masih

banyak

kekurangan,

maka

penulis

sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini
dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi semua yang membacanya.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan
maupun kekurangan dalam makalah ini.
Jakarta, 6 Juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 4
I.

DEFINISI ...................................................................................................... 4

II.

INDIKASI VBAC......................................................................................... 5

III. KONTRAINDIKASI VBAC. 6


IV. PERSYARATAN VBAC...................................... 7
V.

MANFAAT VBAC 7

VI. FAKTOR YANG BERPENGARUH............................................................ 8


VII. RISIKO TERHADAP MATERNAL ............................................................ 11
VIII. RISIKO TERHADAP ANAK....................................................................... 12
IX. KOMPLIKASI............................................................................................... 12
X.

MANAJEMEN PERSALINAN.................................................................... 15

BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 20

BAB I
PENDAHULUAN

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan


yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi umum,
namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa faktor
peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang diinginkan
makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi
untuk peningkatan angka seksio sesarea.(1)
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea standar
antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat
persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di
Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980
sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965
sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari
hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an
dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka
tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.(1,2)
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan
seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan
pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam
pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan
tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam
sekitar 50 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5
1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk
persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka
kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada tahun 1996. (2,3,4)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal
Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang dilakukan
terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada kehamilan
sebelumnya.
VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam
bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis
ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi
keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang yang pernah
melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat
berbahaya bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat peningkatan
angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service, melalui
Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980
menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim
adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian
seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%

(6)

. Pada tahun 1989 National Institute of

Health dan American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,


yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasienpasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan
tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan

(3)

. Walau bagaimanapun,

mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.

Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC (NIH Consensus
Development Conference Statement, 2010)

II. INDIKASI VBAC


American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999
dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan
untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu(4,5,6):
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan
seksio sesarea emergensi
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Beberapa persyaratan lainnya antara lain :


1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin lintang,
sungsang, bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea
sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda
persalinan.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya
6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu 41 minggu ).
7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal
8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam
9. Tidak ada tanda-tanda infeksi
10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.

III. KONTRAINDIKASI
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain(2,5) :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk
riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,
makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya
operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

IV. PERSYARATAN VBAC


Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf
yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi.
Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah dicrossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun
elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan pusat studi merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea
emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal
distress atau ruptur uteri.

V. MANFAAT VBAC
1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil lagi
maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.
2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi darah.
3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.
4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.
5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.

VI. FAKTOR YANG BERPENGARUH


Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat
persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter
mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-masingnya. Tentu
saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik untuk dia
dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio.
1. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan
tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas
maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.
2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun
pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada
kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan
persalinan pervaginal. Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya
jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu
kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur
uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan
bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar
dari bekas seksio sesarea satu kali.
3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan
horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit

vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus


yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 %
insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan
bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean
Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 6 hari. Insisi
uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio
sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan
cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi
sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya. Pemeriksaan USG trans
abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui ketebalan segmen

kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang
tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam
memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. Penyembuhan luka seksio sesarea
adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan
sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari
jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang
pada prinsipnya :

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan

Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.(6)

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya


Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC.
Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginal
sebesar 60 65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69
73%.(3) Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada
waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila seksio
sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73
% pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginal menurun
sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia

10

pada kala II

(6)

. Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan

keberhasilan penanganan VBAC dapat dihubungkan dengan indikasi seksio


sesarea yang lalu seperti pada tabel dibawah ini.

5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun.
Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi.
Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai
angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun
dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan
pervaginal lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40
tahun.
6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta
previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan
insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus
uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio sesarea klasik.
7. Riwayat persalinan pervaginam
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea
mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC.(6) Pasien dengan bekas seksio sesarea
yang pernah menjalani persalinan pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan
pervaginal yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal
(3)

11

8. Keadaan serviks pada saat partus


Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC. Laju
dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien
bekas seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan
pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi
serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata
0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada
bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal pada fase laten rata-rata 0.44 cm/jam dan
fase aktif adalah 0.42 cm/jam. Induksi persalinan dengan misoprostol akan
meningkatkan resiko ruptur uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea.
Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim
transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol
sebelum tindakan induksi persalinan.(7)

9. Keadaan selaput ketuban


Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan
bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal dengan
menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan yang tinggi
yaitu 91 % dengan menghindari pemberian induksi persalinan dengan oksitosin,
dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini sampai terjadinya persalinan
adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.(6)

VII. RISIKO TERHADAP MATERNAL


Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio
sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang
berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea
insiden demam lebih tinggi
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal
dibanding dengan seksio sesarea elektif.

12

4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali dari
seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal
sangat rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat,
penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden
demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif.(8)

VIII. RISIKO TERHADAP ANAK


Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan
pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah
2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika berat badan janin < 750
gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal
dari persalinan pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan
elektif.(9)
Dilaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal mempunyai skor
Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Skor Apgar bayi yang lahir tidak
berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan elektif. Dilaporkan juga
morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih
tinggi dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil
VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.(3,9)

IX. KOMPLIKASI
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya kecil,
tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.
Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau
tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit
(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri
komplit, terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa

13

uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan
jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan. (6,7,8)
Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia
neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering
terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi
memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama
sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut,
hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor
risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesarea. Adapun faktor risiko itu adalah (3) :
1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis.
3. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
8. Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, terdapat beberapa faktor


risiko terjadinya ruptur uteri;

Usia ibu > 40 tahun lebih berisiko 3x daripada ibu dengan usia < 30 tahun.
Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko 3x, dan mempunyai 86%
keberhasilan dengan jarak kehamilan lebih dari 18 bulan.

Demam setelah seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko 4x

14

Jahitan 1 lapis pada rahim meningkatkan risiko hampir 4x dibandingkan dengan


2 lapis

Jumlah seksio sesarean sebelumnya >2x meningkatkan risiko 4,5x


Induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan risiko 4,6x
Jenis sayatan rahim juga sangat mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik
berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah 17 %, sedangkan insisi transversal
rendah 0,1-1,5%.

Adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya menurunkan risiko ruptur


0,2.

Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,6-3,5 mm
dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm.

Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi ruptura
uteri.(3,6,10)

15

X. MANAJEMEN PERSALINAN
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu (9,10)
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah seksio
sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam
pasca SS serta usia ibu.
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia,
usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi
janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi dan
augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio
sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri
suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi
ancaman ruptura uteri
Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel
yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi
seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem
penilaian untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesaria. Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk
memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan
berhasil atau tidak.
Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria
Skor Weistein :
Weinstein
Indikasi SC yang lalu
Grade A
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli

Tidak
0
0

Ya
4
6

16

Grade B
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D
Makrosomia
PJT

Interpretasi :
Skor > 4 : keberhasilan > 58%
Skor > 6 : keberhasilan > 67%
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor > 10 : keberhasilan > 85%
Skor > 12 : keberhasilan > 88%
Skor Alamia :
No. Skor Alamia
1
Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
2
Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif
Distosia pada pembukaan < 5 cm
Distosia pada pembukaan > 5 cm
3
Dilatasi serviks
> 4 cm
> 2,5 < 4 cm
< 2,5 cm
4
Station dibawah 2
5
Panjang serviks < 1 cm
6
Persalinan timbul spontan
Interpretasi :
Skor 7 10 : keberhasilan 94,5%
Skor 4 6 : keberhasilan 78,8%
Skor 0 3 : keberhasilan 60,0%

Nilai
2
2
1
0
2
1
0
1
1
1

17

Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria
1
Usia dibawah 40 tahun
2
Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea
- setelah seksio sesarea pertama
- sebelum seksio pertama
- Belum pernah
3
Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan
kemajuan persalinan
4
Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75%
- 25 75 %
- < 25%
5
Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm

Nilai
2
4
2
1
0
1

2
1
0
1

Interpretasi :

Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %

Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %

Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%

Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%

Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%

Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%

Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%


Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan

pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :

Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan
persiapan seperti persalinan biasa.

Dilakukan pemerikssaan NST atau CST (bila sudah inpartu), jika dimungkinkan
malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.

Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan


biasanya, yakni menggunakan partograf standar.

18

Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera


mengakhiri persalinan itu secepatnya (yakni dengan seksio sesarea kembali).

Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus
diambil tindakan untuk mempercepat kala II (ekstraksi forseps atau ekstraksi
vakum) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.

Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan


dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio
sesarea terdahulu.

Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).

Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi (misalnya


kala II dengan kepala yang masih tinggi), dapat dilakukan seksio sesarea
kembali.

Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan


mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat
satu bekas luka / irisan.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio

sesarea. Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi


maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada penelitian
lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali
dibandingkan dengan lahir secara spontan. Menurut The American Academy of
Pediatics dan The American College of Obstetricians and Gynecologist (2002)
menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi
masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat. (2,3,4,6)

19

BAB III

KESIMPULAN

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami peningkatan


yang cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan
berikutnya. Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio
adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC
dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan
dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba

VBAC menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen
bawah Rahim, secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas
ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk
melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio

sesarea emergensi, serta sarana dan

personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi

klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi,
ruptura uteri, miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk
melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi
ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien. Tidak ada suatu
cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring
untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun
penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama
pasien dalam pengawasan yang ketat.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas
Udayana Bali, 2006.
2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available at :
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
4. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin.
No.54, July 2004.
5. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter 14,
2nd Edition, 144-6.
6. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et

al.

Perdarahan Obstetri. Obstetri Williams vol 1. Ed 21. Jakarta : EGC, 2001


7. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor with
an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine. 1996;
335: 689-95.
8. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal
response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 57.
9. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
2001;44:561-7

21

10. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor
among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183:
1176-9

Anda mungkin juga menyukai