Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Industri Rumah Sakit pada dasarnya adalah kumpulan dari berbagai unit pelayanan.
Berbagai unit tersebut terdiri dari sekumpulan individu yang berusaha mencapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi
dinamika dalam menjalankan organisasi. Peluang dan tantangan eksternal juga
merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan. Sebab itu naik turunnya
kinerja industri Rumah Sakit sangat ditentukan oleh kinerja unit yang terdiri dari
kumpulan individu di dalamnya.
Sebagai unsur dalam manajemen, sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki oleh
rumah sakit akan mempengaruhi diferensiasi dan kualitas pelayanan kesehatan,
keterbatasan keanekaragaman jenis tenaga kesehatan akan menghasilkan kinerja
rumah sakit dalam pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit. Kekhususan ini
sangat tidak mungkin diberikan penerapan manajemen secara umum, karena SDM
kesehatan adalah SDM fungsional dengan fungsi profesi berdasarkan latar belakang
pendidikan kesehatannya.
Individu yang berada dalam unit di industri Rumah Sakit pada dasarnya unik dan
dinamis. Oleh sebab itu sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit menjadi
area kelola yang kompleks dan harus selalu mengikuti perkembangan untuk dapat
memuaskan keinginan pelanggan. Sehingga pengelolaan organisasi tidak bisa kita
lepaskan dari pengelolaan sumber daya manusia di dalamnya. Namun sering kita temui
pengelolaan sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit sering terjebak pada
sistem dan prosedur yang rumit dan kadang tidak efektif serta tidak efisien dan
cenderung membatasi dinamika individu dalam organisasi. Sementara di sisi lain sistem
dan prosedur yang diciptakan untuk mengelola sumber daya manusia harus sebaikbaiknya dikelola dan selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama
sehingga secara efektif dan efisien mampu berkontribusi positif untuk kemajuan
organisasi.
Banyaknya pemberitaan yang muncul terkait dengan pelayanan yang kurang
memuaskan dari tenaga medis dan unit pelayanan lainnya tidak dapat dipungkiri
merupakan salah satu penyebab dari kurang cermatnya manajemen Rumah Sakit dalam
mengelola unit-unit di dalamnya dengan sistem yang memadai untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diharapkan. Padahal pelayanan medik khususnya medik spesialistik
merupakan salah satu ciri dari Rumah Sakit yang membedakan antara Rumah Sakit
dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kontribusi pelayanan medik pada pelayanan di
Rumah Sakit cukup besar dan menentukan ditinjau dari berbagai aspek, antara lain
aspek jenis pelayanan, aspek keuangan, pemasaran, etika dan hukum maupun
administrasi dan manajemen Rumah Sakit itu sendiri (Djuhaeni, 1993).
Salah satu hambatan upaya Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan medis yang
memuaskan saat ini adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas penunjang terutama
teknologi kedokteran yang merupakan poin krusial dalam tindak penanganan medis.
Sementara untuk menghasilkan keduanya dibutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga
beberapa aspek penting dari sumber daya manusia terabaikan. Masih banyak
Berbicara masalah SDM tentu saja terkait dengan kompetensi. Kompetensi pada umumnya
didefinisikan sebagai kombinasi antara pengetahuan, ketrampilan dan sikap/ perilaku (attitude)
seorang karyawan sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya. Beberapa ahli menyatakan
bahwa pengetahuan dan ketrampilan merupakan hard competency sedangkan sikap dan perilaku
sebagai soft competency. Lalu sisi mana dari kompetensi SDM ini yang merupakan peluang
sebagai keunggulan kompetitif bagi rumah sakit?
Pengetahuan merupakan output dari pendidikan formal yang diperoleh. Dalam standar minimal
pelayanan rumah sakit jenis dan tingkat pendidikan SDM sudah ditentukan sesuai dengan tipe
rumah sakit. Misalnya rumah sakit tipe C, maka minimal harus mempunyai 4 dokter spesialis
yaitu spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, spesialis anak dan spesialis kandungan. Karena
ini merupakan standar minimal, maka rumah sakit tipe C lainpun akan memenuhinya. Contoh
lain, tenaga keperawatan adalah dengan tingkat penddikan D3. Maka rumah sakit manapun
standar pendidikan perawat adalah D3. Ketrampilan merupakan wujud dari perjalanan
pengalaman seseorang dan seringnya melakukan ketrampilan tersebut. Semakin lama dan
semakin sering SDM melakukan tindakan maka semakin trampil. Keahlian melakukan tindakan,
misalnya memasang infuse, pada awal sebagai karyawan, mungkin masih belum trampil, tetapi
setelah sering melakukan tindakan memasang infuse maka lama-lama pasti makin trampil. Untuk
meningkatkan ketrampilan inipun bisa dilakukan dengan pelatihan. Sehingga ketrampilan SDM
di rumah sakit bisa dengan mudah ditiru oleh rumah sakit lain. Hard competency baik
pengetahuan dan ketrampilan biasanya lebih mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan
biaya pelatihan yang besar untuk menguasainya dan rumah sakit manapun bisa melakukannya.
Sikap/ perilaku (attitude) merupakan refleksi dari konsep nilai yang diyakini, karakteristik
pribadi dan motivasi karyawan. Konsep nilai bahwa bekerja adalah ibadah, menolong orang lain
adalah kewajiban, bersikap baik dan tersenyum pada semua orang adalah sebuah keharusan akan
menumbuhkan kinerja yang baik pada karyawan. Motivasi untuk selalu semangat bekerja,
belajar dan meningkatkan kompetensi diri adalah sesuatu yang mahal dan tidak dipunyai oleh
semua orang. Apalagi customer rumah sakit sangat berbeda dengan customer perusahaan jasa
yang lain. Bayangkan anda memasuki rumah sakit dengan peralatan yang lengkap dan canggih
tetapi karyawannya tidak bersikap ramah, judes dan tidak bersahabat, anda pasti ingin segera
meninggalkan tempat tersebut.
Sebagai pemberi pelayanan jasa, sikap dan perilaku inilah yang akan bisa dirasakan oleh
customer/ pasien. Siapapun karyawan , yang berpendidikan tinggi atau tidak, yang trampil
menyuntik atau tidak, kalau sikap dan perilaku kepada pasien tidak baik maka tetap saja
pelayanan jasa yang diterima juga tidak baik. Soft competency ini sifatnya tersembunyi dan
untuk mengembangkannya memerlukan waktu yang panjang.
Kalau rumah sakit bisa mengembangkan soft competency dengan menumbuhkan sikap dan
perilaku positif pada semua karyawannya, menciptakan lingkungan yang kondusif dan memacu
motivasi semua karyawannya untuk berkembang dan maju, maka ini merupakan sesuatu
keunggulan yang bisa bersaing dengan rumah sakit lain.
dimiliki oleh organisasi, dikaitkan dengan rencana pengembangan aktifitas departemen dimasa
mendatang.
yang tidak tepat ibarat menanam benih yang buruk. Ia akan menghasilkan buah yang dapat
merusak tatanan sebuah organisasi secara keseluruhan. Rumah sakit perupakan sebuah organisasi
pelayanan jasa yang sifat produknya intangible (tidak bisa dilihat) tetapi bisa dirasakan. Dan
pelayanan ini hampir mutlak langsung diberikan oleh karyawan (bukan oleh mesin/atau alat).
Sehingga sikap, perilaku dan karakter karyawan sangat mempengaruhi kualitas jasa yang
diberikan. Oleh karena itu, proses penerimaan SDM rumah sakit harus memperhatikan sikap,
perilaku dan karakter calon karyawan.
3.
Pengembangan. Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi harus
dikembangkan secara terencana sesuai dengan pengembangan usaha agar menjadi kekuatan
untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Di rumah sakit diperlukan karyawan yang selalu
meningkat kompetensinya karena tehnologi, ilmu pengetahuan tentang pelayanan kesehatan
berkembang sangat pesat dari waktu kewaktu. Adanya peralatan baru, metode perawatan yang
berubah merupakan contoh betapa perlunya pengembangan kompetensi. Kegiatan
pengembangan kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan, pemagangan di rumah sakit
lain, rotasi, mutasi.
4.
Pembudayaan. Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan pijakan bagi
pelaku yang ada didalamnya. Budaya organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai positif yang
telah dipilih menjadi pedoman dan ukuran kepatutan perilaku para anggota organisai. Anggota
organisasi boleh pintar secara rasional, tetapi kalau tidak diimbangi dengan kecerdasan
emosional dan kebiasaan positif maka intelektual semata akan dapat menimbulkan masalah bagi
organisasi. Pembentukan budaya organisasi merupakan salah satu lingkup dalam manajemen
SDM.
5.
Pendayagunaan. The right person in the right place merupakan salah satu prinsip
pendayagunaan. Bagaimana kita menempatkan SDM yang ada pada tempat atau tugas yang
sebaik-baiknya sehingga SDM tersebut bisa bekerja secara optimal. Ada SDM yang mudah
bergaul, luwes, sabar tetapi tidak telaten dalam hal keadministrasian. Mungkin SDM ini cocok di
bagian yang melayani publik daripada bekerja di kantor sebagai administrator. Lingkup
pendayagunaan ini adalah mutasi, promosi, rotasi, perluasan tugas dan tanggung jawab.
6.
Pemeliharaan. SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang dilindungi dengan
hukum. Sehingga SDM tidak bisa diperlakukan semaunya oleh perusahaan karena bisa
mengancam organisasi bila tidak dikelola dengan baik. SDM perlu dipelihara dengan cara
misalnya pemberian gaji sesuai standar, jamisan kesehatan, kepastian masa depan, membangun
iklim kerja yang kondusif, memberikan penghargaan atas prestasi dsb.
7.
Pensiun. Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa pensiun. Rumah sakit
harus menghindari kesan habis manis sepah dibuang, dimana ketika karyawannya sudah masa
pensiun kemudian di keluarkan begitu saja. Karena itu sepatutnya rumah sakit mempersiapkan
karyawannya agar siap memasuki dunia purna waktu dengan keyakinan. Ada banyak hal yang
bisa disiapkan yaitu pemberikan tunjangan hari tua yang akan diberikan pada saat karyawan
pensiun, pemberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk membekali calon purnakarya.
kompetensi berdasarkan tugas dan tanggung jawab karyawan baik sekarang maupun yang akan
datang.
Analisa kebutuhan pelatihan bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara pengetahuan dan
kemampuan karyawan dengan yang seharusnya di ketahui dan dilakukan. Analisa kebutuhan
adalah menganalisis apa yang senyatanya dengan apa yang seharusnya. Apa yang seharusnya
merupakan persyaratan kompetensi yang harus dipunyai oleh karyawan. Kesenjangan (gap) yang
teridentifikasi dari pembandingan itu merupakan ruang pengembangan kompetensi dengan
pelatihan atau yang lainnya. Idealnya pengembangan kompetensi tersebut dilakukan secara
seimbang antara dimensi mental, social, spiritual dan fisik sehingga mampu menciptakan
kekuatan sinergis.
Rumah sakit merupakan organisasi dengan kompleksitas yang sangat tinggi. Sering rumah sakit
diistilahkan sebagai organisasi yang padat modal, padat SDM, padat teknologi, padat ilmu
pengetahuan dan padat regulasi. Jumlah SDM yang banyak dengan berbagai profesi yang ada,
teknologi dan ilmu pengetahuan yang selalu berkembang serta regulasi yang berubah menuntut
adanya program pengembangan kompetensi yang selalu berjalan terus menerus agar rumah sakit
bisa menjaga eksistensinya. Selain itu, rumah sakit sebagai organisasi pelayanan jasa, SDM
mempunyai peran sangat penting dalam menentukan kualitas produk rumah sakit. Sehingga
kompetensinya harus selalu di kembangkan. Pelatihan merupakan salah satu program
pengembangan kompetensi dan agar bisa efektif dan mencapai sasaran perlu di lakukan analisa
kebutuhan pelatihan.
Ada 3 tipe analisa kebutuhan pelatihan yaitu,
1. Organizational based need analysis,
2. Job competency based need analysis,
3. Person Competency need analysis.
Berikut uraiannya:
1. Organizational based need analysis merupakan analisa yang dilakukan berdasarkan pada
kebutuhan strategis rumah sakit dalam merespon bisnis masa depan. Kebutuhan strategis ini
dirumuskan dengan mengacu pada corporate strategy dan corporate value yang merupakan faktor
kunci efektifitas dan keberhasilan organisasi. Sebagai contoh hasil rumusan dari corporate
strategy dan corporate value yang merupakan faktor kunci keberhasilan rumah sakit adalah
Communication, Teamwork, Exelence service, Learning , Leadership, Development. Dari faktorfaktor kunci tadi dilakukan penilaian untuk mengidentifikasi pada faktor apa rumah sakit masih
mengalami kekurangan yang paling besar, dan karenanya perlu diprioritaskan pengembangan
pelatihannya. Misalnya dari hasil menilaian ternyata teamwork kurang dan pelayanan belum
excellence maka perlu dilakukan pelatihan tentang dua hal tersebut di bagian-bagian yang
terkait.
2. Job competency based need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan
pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap posisi/jabatan. Dalam setiap jabatan
dalam organisasi pasti ada persyaratan-persyaratan yang menyertainya. Misalnya bagian
pemasaran dipersyaratkan mampu melakukan analisis pasar dan membuat program-program
pemasaran, maka salah satu pelatihan yang harus diikuti oleh pejabat tersebut adalah pelatihan
tentang pemasaran. Kepala bangsal dipersyaratkan mampu mengelola bangsal dengan baik, maka
perlu ada pelatihan manajemen kepala bangsal.
3. Person Competency need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada
kesenjangan ( gap) antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level kompetensi aktual
karyawan/individu. Misalnya untuk perawat di unit gawat darurat dipersyaratkan mempunyai
sertifikat PPGD, maka masing-masing indivisu dinilai apakah sudah memenuhi syarat tersebut
atau belum. Kalau belum, maka perlu diberikan pelatihan tersebut. Dokter yang berada di unit
gawat darurat dipersyaratkan mempunyai sertifikat ATLS dan ACLS, maka bagi dokter yang
belum memenuhi perlu diikutkan pelatihan tersebut. Selain mengidentifikasi kemampuan skill
dan knowledgenya, perlu juga di analisis kesenjangan perilaku karyawan dari standar yang
dipersyaratkan, misalnya kemampuan komunikasinya, keberagamaannya dan lain-lain.
Hasil-hasil analisis identifikasi kesenjangan kompetensi tadi dirangkum sebagai dasar dalam
pembuatan perencanaan program pelatihan. Dengan analisis kebutuhan pelatihan yang
komprehensif ini maka diharapkan program pelatihan menjadi salah satu program
pengembangan karyawan yang terintegrasi sehingga mampu menaikkan daya saing rumah sakit.
efisien dan cenderung membatasi dinamika individu dalam organisasi. Sementara di sisi lain
sistem dan prosedur yang diciptakan untuk mengelola sumber daya manusia harus sebaikbaiknya dikelola dan selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama sehingga
secara efektif dan efisien mampu berkontribusi positif untuk kemajuan organisasi.
Banyaknya pemberitaan yang muncul terkait dengan pelayanan yang kurang memuaskan dari
tenaga medis dan unit pelayanan lainnya tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu penyebab
dari kurang cermatnya manajemen Rumah Sakit dalam mengelola unit-unit di dalamnya dengan
sistem yang memadai untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Padahal pelayanan
medik khususnya medik spesialistik merupakan salah satu ciri dari Rumah Sakit yang
membedakan antara Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kontribusi pelayanan
medik pada pelayanan di Rumah Sakit cukup besar dan menentukan ditinjau dari berbagai aspek,
antara lain aspek jenis pelayanan, aspek keuangan, pemasaran, etika dan hukum maupun
administrasi dan manajemen Rumah Sakit itu sendiri (Djuhaeni, 1993).
Salah satu hambatan upaya Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan medis yang memuaskan
saat ini adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas penunjang terutama teknologi kedokteran
yang merupakan poin krusial dalam tindak penanganan medis. Sementara untuk menghasilkan
keduanya dibutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga beberapa aspek penting dari sumber
daya manusia terabaikan. Masih banyak manajemen Rumah sakit yang kurang memahami
pentingnya unsur manajemen kinerja. Ketika sumber daya manusia dianggap sebagai salah satu
aset perusahaan, maka biaya yang dikeluarkan untuk proses peningkatan mutu kinerja akan
menjadi
suatu
investasi
jangka
panjang
yang
dimiliki.
Begitu pula dengan tenaga medis dan keperawatan lainnya akan menjadi satu pilar utama bagi
Rumah Sakit yang dapat menunjang keunggulan kompetitif dari Rumah Sakit apabila sistem
manajemen dan pengembangan sumber daya manusia di dalamnya dapat dikelola dengan baik,
yang meliputi pemenuhan indikator kompetensi yang terstandarisasi, pengembangan keahlian
dengan pelatihan-pelatihan dan asuhan keperawatan, penilaian kinerja yang objektif, pembagian
jam kerja yang adil, serta sistem kompensasi yang dapat memberikan kepuasan kerja dalam
rangka meningkatkan kinerja individu yang berujung pada peningkatan kinerja Rumah Sakit
secara keseluruhan.
Pada banyak organisasi dan industri, banyak kritik yang dilayangkan pada bagian sumber daya
manusia karena dianggap tidak melakukan upaya yang relevan dengan strategi perusahaan untuk
survive dan memenangkan kompetisi. Melihat hal tersebut sangat penting bagi bagian sumber
daya manusia, dengan dukungan dari manajemen, untuk menemukan dan mengintegrasikan
strategi pengembangan sumber daya manusia dengan strategi perusahaan. Demikian halnya
dengan industri Rumah Sakit yang sangat bergantung pada kontribusi sumber daya manusia di
dalamnya, terutama tenaga medis dan keperawatan sebagai salah satu faktor pendukung
kesuksesan sehingga dapat terus bertahan di tengah persaingan dan penilaian masyarakat yang
menuntut pelayanan prima, cepat, dan efektif. Permasalahan yang dimiliki oleh Rumah Sakit saat
ini adalah menemukan strategi perusahaan yang tepat mengenai sumber daya manusia yang
diselaraskan dengan kebutuhan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan
peningkatan kinerja organisasi
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM).
Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur
SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai
subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka,
melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian
muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini
SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat
dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan
sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi
atau organisasi lebih mengemuka.