Anda di halaman 1dari 39

PERBANDINGAN METODE PENENTUAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RIMPANG


TEMULAWAK

IRMA IRAWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
IRMA IRAWATI. Perbandingan Metode Penentuan Aktivitas Antioksidan
Rimpang Temulawak. Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan
MOHAMAD RAFI.
Temulawak merupakan bahan baku obat tradisional mengandung
kurkuminoid dan xantorhizol yang berpotensi sebagai antioksidan. Antioksidan
secara alami terdapat dalam tubuh sebagai suatu sistem perlindungan tubuh dari
pengaruh radikal bebas. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya
bahwa tidak ada korelasi linear antara kandungan xantorhizol dan aktivitas
antioksidan sehingga diperlukan metode yang sesuai untuk analisis antioksidan
rimpang temulawak. Temulawak yang berasal dari Boyolali diekstraksi dengan
pelarut etanol, tetrahidrofuran (THF), dan metanol. Penentuan aktivitas
antioksidan setiap ekstrak menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2pikrilhidrazil) dan metode CUPRAC (reduksi ion tembaga), kedua metode
tersebut dinyatakan dalam ekuivalen troloks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol, THF, dan metanol
rimpang temulawak memiliki kadar kurkuminoid dan xantorizhol berturut-turut
20.10, 26.82, 21.72 dan 0.01, 0.09, 0.004%. Uji aktivitas antioksidan metode
DPPH ekstrak etanol, THF, dan metanol bernilai 0.8953, 0.8818, dan 0.8827 mol
troloks/g ekstrak. Sementara metode CUPRAC memiliki kapasitas antioksidan
42.5933, 131.5937, dan 30.4542 mol troloks/g ekstrak. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa metode CUPRAC memiliki korelasi linear antara kandungan
komponen aktif dan aktivitas antioksidan. Hal ini dibuktikan pula dengan
menggunakan sampel temulawak yang berasal dari Semarang dengan kadar
kurkuminoid dan xantorhizol 30.77, 33.85, 28.03 dan 0.19, 0.17, 0.02% berturutturut untuk ekstrak etanol, THF, dan metanol dengan kapasitas antioksidan
bernilai 97.5599, 68.5104, dan 72.0673 mol troloks/g ekstrak. Hasil evaluasi
data analisis metode DPPH lebih teliti dibandingkan dengan metode CUPRAC
dengan sensitivitas yang kemungkinan juga lebih tinggi. Uji t dan uji F
menunjukkan hasil analisis dan keragaman kedua metode berbeda nyata karena
nilai t hitung > t tabel dan F hitung > F tabel pada selang kepercayaan 95%.

ABSTRACT
IRMA IRAWATI. Comparison of Antioxidant Activity Determination Methods
for Rhizome of Curcuma xanthorrhiza. Supervised by LATIFAH KOSIM
DARUSMAN and MOHAMAD RAFI.
Temulawak as raw materials for traditional medicine contains curcuminoid
and xanthorrhizol with antioxidant activities. Antioxidant naturally occurs in
human body as protection system from free radical. This study was performed
according to previous research that there was no linear correlation between
xanthorrhizol content and antioxidant activity. So it needed suitable method to
determine antioxidant activities for rhizome of temulawak. Temulawak from
Boyolali was extracted with ethanol, tetrahydrofuran (THF), and methanol.
Antioxidant activity of each extract was determined by DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) and CUPRAC methods (cupric ion reducing antioxidant
capacity), they were expressed as mol trolox equivalents per gram extract.
The result showed that ethanol, THF, and methanol extracts from rhizome
of temulawak contains curcuminoid and xanthorrhizol that were 20.10, 26.82,
21.72 and 0.01, 0.09, 0.004%, respectively. Antioxidant assay of temulawak
rhizome extract using the scavenging DPPH radicals from ethanol, THF, and
methanol extract were 0.8953, 0.8818, dan 0.8827 mol trolox/g extract,
respectively. Meanwhile antioxidant activity using CUPRAC method gave the
value of 42.5933, 131.5937, dan 30.4542 mol trolox/g extract, respectively. This
result indicated that CUPRAC method has linear correlation between active
components and antioxidant activity. This was also proved using temulawak
rhizome obtained from Semarang with curcuminoid and xanthorrhizol content of
30.77, 33.85, 28.03 and 0.19, 0.17, 0.02% for ethanol, THF, and methanol extract,
respectively. Antioxidant capacity of the three extracts were 97.5599, 68.5104,
dan 72.0673 mol trolox/g extract, respectively. Data evaluation indicated that
DPPH method was more precise than CUPRAC method with its sensitivity was
also higher. Significantly difference were given for all t test and F test because t
exp > t table and F exp > F table at 95% significant level.

PERBANDINGAN METODE PENENTUAN


AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RIMPANG
TEMULAWAK

IRMA IRAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul : Perbandingan Metode Penentuan Aktivitas Antioksidan Rimpang


Temulawak
Nama : Irma Irawati
NIM : G44204023

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS


NIP 130 536 681

Mohamad Rafi, S.Si


NIP 132 321 454

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Dr. drh. Hasim, DEA


NIP 131 578 806

Tanggal lulus

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat yang
diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode yang sesuai dalam penentuan
aktivitas antioksidan rimpang temulawak. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan
MaretJuli 2008 di Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium Kimia Analitik.
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu Penulis selama penelitian dan juga penyusunan karya ilmiah ini,
terutama kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS dan Bapak Mohamad
Rafi, S.Si selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan meluangkan
waktu selama berkonsultasi; kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah mendanai
sebagian biaya penelitian dan diikutsertakan dalam penelitian temulawak; kepada
Mama, Apa serta adik-adikku tercinta yang selalu memberi dukungan dan doanya,
Ela dan teman-teman Sunda Karya yang selalu setia mendampingi Penulis, rekanrekan Analitik 41 dan rekan-rekan Kimia 41. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Mbak Ina, Bu Nunuk, Endi, Ka Zulhan atas arahannya yang sangat
membangun, Om Eman dan para laboran di Kimia Analitik atas bantuannya
selama Penulis menjalani penelitian.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2008

Irma Irawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 14 Februari 1986 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Mustofa Zaenudin dan Tetin Suhaetin.
Tahun 2004, Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis menjadi asisten praktikum Kimia
TPB pada tahun ajaran 2005/2006, Kimia Organik untuk mahasiswa Biokimia
tahun ajaran 2006/2007, Kimia Lingkungan tahun ajaran 2007/2008, Kimia
Analitik I dan II tahun ajaran 2007/2008, dan Spektroskopi D3 Analisis Kimia
pada tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Ikatan
Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun 2007. Penulis berkesempatan menjalani
Praktik Lapangan di Laboratorium Tanah dan Tanaman, SEAMEO BIOTROP
pada tahun 2007.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak................................................................................................ 1
Xantorizhol................................................................................................ 2
Kurkuminoid ............................................................................................. 2
Tokoferol................................................................................................... 3
Troloks ...................................................................................................... 3
Antioksidan ............................................................................................... 3
Mekanisme Kerja Antioksidan................................................................... 3
Uji Aktivitas Antioksidan .......................................................................... 4
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .............................................................. 4
Spektrofotometri UV-Vis........................................................................... 4
Evaluasi Data Analisis ............................................................................... 5
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .......................................................................................... 5
Lingkup Kerja ........................................................................................... 5
PEMBAHASAN
Ekstraksi.................................................................................................... 7
Kadar Kurkuminoid dan Xantorizhol Rimpang Temulawak....................... 7
Aktivitas Antioksidan Metode DPPH......................................................... 8
Aktivitas Antioksidan Metode CUPRAC ................................................... 9
Evaluasi Data Analisis ............................................................................... 9
Sensitivitas Metode.................................................................................... 9
Perbandingan Metode Penentuan Aktivitas Antioksidan ......................... 10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 11
Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11
LAMPIRAN ..................................................................................................... 14
vii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perbandingan Kapasitas Antioksidan Rimpang Temulawak Boyolali ........... 10
2 Komponen Aktif dan Kapasitas Antioksidan Temulawak Semarang............. 11
3 Hasil Pengukuran Kadar Air Rimpang Temulawak Boyolali ........................ 16
4 Hasil Pengukuran Kadar Air Rimpang Temulawak Semarang. ..................... 16
5 Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak ..................................................... 17
6 Absorbans standar kurkuminoid 420 nm.................................................... 18
7 Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak dengan Spektrofotometer UV-Vis. 18
8 Kadar Xantorhizol Ekstrak Temulawak Boyolali.......................................... 19
9 Kadar Xantorhizol Ekstrak Temulawak Semarang........................................ 19
10 Absorbans Kurva Kalibrasi Troloks Metode DPPH ...................................... 22
11 Kapasitas Antioksidan Metode DPPH .......................................................... 22
12 Absorbans Kurva Kalibrasi Troloks Metode CUPRAC................................. 23
13 Kapasitas Antioksidan Sampel Boyolali Metode CUPRAC .......................... 23
14 Kapasitas Antioksidan Sampel Semarang Metode CUPRAC ........................ 24
15 Kurva Standar Tokoferol Metode DPPH ...................................................... 25
16 Kurva Standar Tokoferol Metode CUPRAC ................................................. 25
17 Hasil Evaluasi Analisis Metode CUPRAC dan DPPH Rimpang Temulawak 26

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang Temulawak ..................................................................................... 1
2 Struktur Xantorhizol....................................................................................... 2
3 Struktur Kurkuminoid .................................................................................... 2
4 Struktur -Tokoferol ...................................................................................... 3
5 Struktur Troloks ............................................................................................ 3
6 Reaksi Penangkapan H dari Troloks oleh DPPH............................................. 4
7 Reaksi Reduksi Kelat Bis-Neokuproin Tembaga (II) oleh Troloks.................. 4
8 Kurva Standar Kurkuminoid........................................................................... 7
9 Kurva Kalibrasi Troloks Metode DPPH.......................................................... 8
10 Kurva Kalibrasi Troloks Metode CUPRAC .................................................... 9
11 Kurva Sensitivitas Metode DPPH terhadap Tokoferol .................................. 10
12 Kurva Sensitivitas Metode CUPRAC terhadap Tokoferol............................. 10
13 Kromatogram Xantorhizol Ekstrak Rimpang Temulawak Boyolali............... 20
14 Kromatogram Xantorhizol Ekstrak Rimpang Temulawak Semarang ............ 21

Ix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram Alir Penelitian................................................................................ 15
2 Penentuan Kadar Air Rimpang Temulawak .................................................. 16
3 Penentuan Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak .................................... 17
4 Penentuan Kadar Kurkuminoid..................................................................... 18
5 Penentuan Kadar Xantorhizol....................................................................... 19
6 Kromatogram KCKT Xantorhizol ............................................................... 20
7 Kapasitas Antioksidan Metode DPPH .......................................................... 22
8 Kapasitas Antioksidan Metode CUPRAC..................................................... 23
9 Sensitivitas Metode ...................................................................................... 25
10 Uji-F dan Uji-t Metode................................................................................. 26

PENDAHULUAN
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
merupakan salah satu tanaman obat yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
industri jamu dan farmasi. Temulawak
diketahui memiliki banyak manfaat antara lain
sebagai
antihepatitis,
antihiperlipidemia,
antiinflamasi, antikarsinogenik, antimikrob,
antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO
1999). Salah satu komponen aktif yang
bertanggung jawab terhadap respon biologis
pada temulawak adalah kurkuminoid dan
xantorhizol. Menurut Jayaprakasha et al.
(2006) kurkuminoid pada rimpang temulawak
berpotensi sebagai antioksidan. Demikian
halnya dengan xantorhizol, selain memiliki
aktivitas antibakteri paling tinggi juga
berpotensi sebagai antioksidan (Hwang et al.
2004).
Antioksidan secara alami sudah terdapat
dalam
tubuh
sebagai
suatu
sistem
perlindungan tubuh dari pengaruh negatif
radikal bebas. Jika radikal bebas berlebih
dapat berpotensi menonaktifkan berbagai
enzim dan mengoksidasi lemak sehingga
sistem antioksidan dalam tubuh terganggu
serta dapat menyebabkan berbagai penyakit
(Anonim 2007). Senyawa antioksidan dalam
bentuk tereduksi akan memiliki warna
berbeda dengan bentuk teroksidasinya yang
stabil sehingga perubahan warna tersebut
dapat dideteksi dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang yang sesuai.
Terdapat beberapa metode penentuan
kapasitas antioksidan di antaranya seperti
DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
dan
CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant
capacity). Pemilihan metode DPPH pada
penentuan aktivitas antioksidan temulawak
karena merupakan metode yang sederhana,
mudah, cepat, peka, serta hanya memerlukan
sedikit contoh. Sementara itu, metode
CUPRAC dipilih karena dapat bekerja pada
pH
fisiologis, stabil,
mudah dalam
penggunaan, selektif, serta sensitif terhadap
oksidan tipe tiol (Apak et al. 2004).
Metode di atas diekspresikan sebagai
ekuivalen troloks dan diujikan pada tiga
ekstrak, yaitu ekstrak etanol, ekstrak THF, dan
ekstrak
metanol.
Pemilihan
ekstrak
berhubungan dengan komponen utama yang
berperan dalam kapasitas antioksidan.
Kurkuminoid dan xantorhizol yang diduga
sebagai komponen utama yang berperan
dalam aktivitas antioksidan ditentukan
kadarnya menggunakan spektrofotometri UV-

Vis untuk kurkuminoid dan kromatografi cair


kinerja tinggi (KCKT) untuk xantorizhol.
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya
dengan metode ekstraksi maserasi, diperoleh
kapasitas antioksidan rimpang temulawak
menggunakan metode DPPH dengan nilai
konsentrasi penghambatan aktivitas radikal
bebas sebanyak 50% (IC50) sebesar 106.58,
103.25, dan 101,66 mg/L berturut-turut untuk
kadar xantorhizol 1.90, 1.86, dan 1.78 %(b/b)
menggunakan pelarut etanol
(Widiastuty
2006). Namun, dari penelitian tersebut tidak
menunjukkan adanya korelasi linear antara
kandungan xantorhizol terhadap aktivitas
antioksidan, semakin tinggi kadar xantorhizol
justru menunjukkan aktivitas antioksidan yang
rendah. Oleh karena itu, diperlukan suatu
metode yang sesuai sehingga terlihat
proporsionalitas antara kandungan komponen
aktif temulawak yang berperan sebagai
antioksidan dan aktivitas antioksidannya.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
membandingkan dan memilih metode yang
sesuai dalam penentuan aktivitas antioksidan
pada rimpang temulawak. Pemilihan metode
didasarkan pada konsistensi kadar komponen
aktif terhadap aktivitas antioksidan dan
sensitivitas serta evaluasinya dengan uji
statistika, yaitu uji-t dan uji-F untuk
memberikan informasi mengenai ketepatan
dan ketelitian pengukuran.

TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (C. xanthorrhiza) merupakan
tanaman yang berasal dari Indonesia
khususnya daerah Jawa, Bali, dan Maluku.
Curcuma berasal dari bahasa arab kurkum
yang berarti kuning, sedangkan xanthorrhiza
berasal dari bahasa Yunani xantos yang berarti
kuning dan rhiza yang berarti akar.
Temulawak ditunjukkan pada Gambar 1 telah
digunakan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia untuk makanan, tujuan pengobatan,
dan sebagai penambah energi (Hwang et al.
2006).

Gambar 1 Rimpang Temulawak.

2
Temulawak atau dikenal juga Java
Turmeric (kunyit dari Jawa) diklasifikasikan
ke
dalam
kingdom
Plantae,
divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales,
famili Zingiberaceae, genus Curcuma, dan
spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb. Nama
lain dari temulawak adalah koneng gede (suku
Sunda), temu lawak (suku Jawa), temo labak
(Madura), temu lawas dan temu raya
(Malaysia), serta wan chakmotluk (Thailand).
Kandungan rimpang temulawak segar
dapat dibedakan atas pati (48-59.64%),
kurkuminoid (1.6-2.2%) dan minyak atsiri
(1.48-1.63%) (Sidik et al. 1995). Temulawak
merupakan tumbuhan yang tumbuh tegak
dengan tinggi batang bisa mencapai 2 m,
berwarna hijau atau cokelat gelap. Akar
rimpang
terbentuk
dengan
sempurna,
bercabang kuat, dan berwarna hijau gelap.
Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai
dengan bentuk bundar memanjang sampai
bangun lanset, warna daun hijau atau coklat
keunguan terang sampai gelap, panjang daun
31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai
daun termasuk helaian 43-80 cm. Daun
termasuk tipe daun sempurna artinya tersusun
dari pelepah daun, tangkai daun, dan helai
daun (Sidik et al. 1995).
Temulawak dilaporkan memiliki berbagai
aktivitas
biologis
seperti
antitumor,
antiinflamasi, antioksidan, hepatoprotektif,
dan antibakteri. Aktivitas tersebut disebabkan
komponen
aktif
temulawak
berupa
kurkuminoid dan xantorhizol (Hwang et al.
2006).
Xantorhizol
Xantorhizol merupakan komponen khas
minyak atsiri yang diisolasi dari famili
Zingiberaceae dan Astericeae seperti rimpang
temulawak, dan termasuk ke dalam kelompok
seskuiterpen tipe bisabolen (Aguilar et al.
2001). Xantorhizol memiliki rumus molekul
C15H22O dengan bobot molekul 218.335
g/mol. Nama IUPAC dari xantorhizol adalah
5-(1,5-dimetilheks-4-enil)-2-metilfenol.
Xantorhizol tidak berwarna, dan sangat pahit.
Struktur xantorhizol ditunjukkan
pada
Gambar 2.
C H3
HO

CH3

CH3

yang tinggi terhadap bakteri spesies


Streptococcus yang merupakan penyebab
karies pada gigi. Oleh karena itu, xantorhizol
dapat digunakan dalam produk makanan dan
pasta gigi untuk mencegah penyakit pada gigi.
Dalam pasta gigi mengandung xantorhizol
dengan konsentrasi 0.001-1.000% (b/b),
sedangkan
dalam
pembersih
mulut
mengandung xantorhizol dengan konsentrasi
0.0001-0.1000% (b/b). Xantorizhol juga dapat
digunakan sebagai agen potensial antibakteri
dalam
pembentukan
biofilm
oleh
Streptococcus mutans (Hwang et al. 2004)
Kurkuminoid
Kurkuminoid merupakan komponen yang
memberi warna kuning pada rimpang
temulawak (Sidik et al. 1995). Kurkuminoid
berwarna kuning atau kuning jingga,
berbentuk serbuk dengan rasa pahit, larut
dalam aseton, alkohol, asam glasial, dan alkali
hidroksida. Kurkuminoid mempunyai aroma
yang khas dan tidak bersifat toksik (Sidik et
al. 1995). Kurkuminoid rimpang temulawak
terdiri atas dua komponen, yaitu kurkumin
dan demetoksikurkumin. Berbeda dengan
kurkuminoid pada rimpang kunyit (Curcuma
domestica Vahl.), selain mengandung dua
komponen
diatas,
juga
mengandung
bisdemetoksikurkumin. Sifat menarik dari bisdemetoksikurkumin ini adalah aktivitas
kerjanya terhadap sekresi empedu antagonis
dengan
aktivitas
kurkumin
dan
desmetoksikurkumin. Memperhatikan hal
tersebut, penggunaan rimpang temulawak
sebagai
sumber
kurkuminoid
lebih
menguntungkan dibanding dengan rimpang
kunyit walaupun kandungan kurkuminoid
rimpang temulawak lebih kecil dari rimpang
kunyit (Afifah 2003). Struktur kimia
kurkuminoid ditunjukkan pada Gambar 3.
OH

OH

R1

R2

Gambar 3 Struktur
O
OHkurkuminoid
Gambar 3 Struktur Kurkuminoid.

Keterangan:
R1
R2
-OCH3 -OCH3 = kurkumin
-OCH3 -H
= demetoksikurkumin

H 3C

Gambar 2 Struktur xantorhizol.


Xantorhizol memiliki aktivitas sebagai
antibakteri, xantorhizol memiliki daya hambat

Kurkumin mempunyai rumus molekul


C21H20O6 dengan bobot molekul 368 g/mol,
sedangkan demetoksikurkumin mempunyai

3
rumus molekul C20H18O5 dengan bobot
molekul sebesar 338 g/mol.
Kurkuminoid berkhasiat menetralkan
racun, menurunkan kadar kolesterol, dan
trigliserida darah, antibakteri, analgetik, dan
antiinflamasi. Sekarang sudah banyak diteliti
bahwa kurkuminoid dapat digunakan sebagai
antioksidan dan inhibitor virus HIV (Anonim
2007).

CH3

Tokoferol

HO

Tokoferol dikenal sebagai vitamin E


terdiri atas senyawa aromatik tersubstitusi dan
rantai isoprena dengan bobot molekul 430.17
g/mol. tokoferol berasal dari kata tokos artinya
keturunan/kelahiran,
person
artinya
memelihara dan ol termasuk senyawa
golongan alkohol sehingga dapat disimpulkan
tokoferol adalah vitamin yang membantu
proses kelahiran. Selain berperan dalam
proses kelahiran tokoferol juga dikenal
sebagai antioksidan. Peranan tokoferol
sebagai antiokasidan sangat kuat, tokoferol
dapat membantu mencegah oksidasi terhadap
vitamin A dengan menerima oksigen dalam
sistem pencernaan dan menekan oksidasi
asam lemak tak jenuh dalam jaringan
(Winarno 1992).
CH3
HO
CH3
O

H3C

Berdasarkan metode rasimat troloks memiliki


indeks kapasitas antioksidasi (AI) yang tinggi
yaitu 4 sehingga senyawa yang berpotensi
sebagai antioksidan dapat dinyatakan sebagai
ekivalen
troloks.
Trolox
Equivalent
Antioksidant Capacity (TEAC) adalah
konsentrasi troloks yang memiliki kapasitas
antioksidan ekuivalen dengan sampel yang
dianalisis (Apak et al. 2004).

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

Gambar 4 Struktur -Tokoferol.


Tokoferol merupakan antioksidan alami
yang dapat ditemukan hampir disetiap minyak
tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi
secara kimia. Tokoferol memiliki karakteristik
berwarna kuning terang, cukup larut dalam
lipida karena rantai C panjang. Pengaruh
nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum
diketahui, tetapi -tokoferol dikenal sebagai
sumber vitamin E. Didalam jaringan hidup,
aktivitas antioksidan tokoferol cenderung >->->-tokoferol, tetapi dalam makanan
aktivitas tokoferol terbalik ->->->tokoferol. Urutan tersebut kadang bervariasi
bergantung pada substrat dan kondisi-kondisi
lain seperti suhu (Trilaksani 2003).
Troloks
Troloks merupakan analog vitamin E
yang larut dalam air (Davies et al. 1988).
Troloks seperti terlihat pada Gambar 5
memiliki nama IUPAC 6-hidroksi-2,5,7,8tetrametilkroman-2-asam
karboksilat.

COOH
O

H3C

CH3

CH3

Gambar 5 Struktur Troloks.


Antioksidan
Antioksidan
didefinisikan
sebagai
senyawa yang dalam konsentrasi rendah
dibandingkan dengan substrat yang dapat
teroksidasi, secara signifikan menghambat dan
mencegah oksidasi substrat (Safitri 2000).
Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk
mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan
oleh radikal bebas baik berasal dari
metabolisme tubuh maupun faktor eksternal
lainnya.
Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri
atas antioksigen yang berasal dari dalam tubuh
(endogen) dan dari luar tubuh (eksogen).
Adakalanya sistem antioksidan endogen tidak
cukup mampu mengatasi stres oksidatif yang
berlebihan. Stres oksidatif merupakan keadaan
saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk
memecah spesies oksigen reaktif (ROS). Oleh
karena itu, diperlukan antioksidan dari luar
(eksogen) untuk mengatasinya (Kukic et al.
2006). Antioksidan eksogen dibutuhkan ketika
jumlah prooksidan dan antioksidan tubuh
tidak seimbang.
Mekanisme Kerja Antioksidan
Mekanisme kerja antioksidan secara
umum menghambat oksidasi lemak atau
disebut juga autooksidan yang terjadi dalam
tiga tahap utama, yaitu iniasi, propagasi, dan
terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi
pembentukan radikal asam lemak yaitu
turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil
dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom
H. Pada tahap propagasi, radikal asam lemak
akan bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut
akan menyerang asam lemak menghasilkan

4
hidroperoksida dan radikal asam lemak baru
(tahap propagasi).
Reaksi inisiasi
LH
Reaksi propagasi
L* + O2
LOO* + LH
Reaksi Terminasi
LOO* + LOO*
LOO* + L*

L* + H*
LOO*
LOOH + L*
LOOL + O2
LOOL

Uji Aktivitas Antioksidan


Metode penentuan aktivitas antioksidan
diklasifikasikan berdasarkan transfer atom
hidrogen dan transfer elektron (TE) (Apak et
al. 2007). Metode elektron transfer
pengukurannya
berdasarkan
kapasitas
antioksidan dalam mereduksi senyawa
oksidan yang ditandai dengan perubahan
warna ketika direduksi. Metode TE meliputi
DPPH dan CUPRAC. Setiap metode memiliki
pereaksi redoks kromogenik yang berbeda
dengan potensial standar yang berbeda pula.
Pengujian antioksidan ekstrak tanaman
dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan
hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas
DPPH dan diubah menjadi 1,1-difenil-2pikrilhidrazin (Gambar 6)

N
.
N

HO

O.

+
NO HC
3

ON

CH3
COOH
O CH3
CH3

NH
NO

ON

CH3
COOH
O CH3

H3C
CH3

NO
NO

Gambar 6 Reaksi penangkapan atom H dari


troloks oleh DPPH.
CUPRAC
(cupric
ion
reducing
antioxidant capacity) menggunakan pereaksi
tembaga (II) neokuproin sebagai agen
pengoksidasi kromogenik. Metode ini
mengukur kemampuan antioksidan dalam
mereduksi kompleks Cu2+-Nc menjadi
kompleks Cu+-Nc (Gambar 7).

N
H3C
H3C

Cu2+
N

CH3

CH3
CH3

HO

COOH
O

H3C
CH3

CH3

H3C
H3C
N

CH3

Cu+
N

CH3
CH3

H3C

CH3

Gambar 7
Reaksi reduksi kelat
neokuproin tembaga(II) oleh troloks.

COOH
O CH3 + H+

bis-

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) merupakan teknik kromatografi
dengan fase gerak berupa cairan (Harvey
2000). Dalam KCKT, sampel sebagai fase
diam berupa cairan atau padatan yang
dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Sampel
akan melewati kolom kromatografi bersama
dengan fase gerak. Pemisahan teknik ini
berdasarkan pada kesetimbangan komponenkomponen campuran diantara fase gerak dan
fase diam. Sistem pemisahan pada penentuan
kadar
xantorhizol
menggunakan
fase
nonpolar seperti kolom C18 dan fase gerak
bersifat polar seperti metanol. Penentuan
kadar xantorhizol pada akar Iostephane
heterophylla menggunakan kolom C18,
ukuran partikel kolom 5 mikron, fase gerak
asetonitril:air (85:15) dengan elusi isokratik,
laju alir 1 mL/menit, menggunakan detektor
UV pada panjang gelombang 230 nm dan
diperoleh kadar xantorhizol 1.8 to 10.94 mg/g
(Aguilar et al. 2007).
Teknik
KCKT
digunakan
untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang tidak
mudah menguap tetapi mudah terurai oleh
panas. Selain untuk pemisahan, metode ini
juga dapat digunakan untuk analisis kualitatif
maupun kuantitatif seperti penentuan kadar
xantorhizol dan kurkuminoid yang telah
dilakukan pada penelitian sebelumnya. Alat
yang digunakan untuk mendeteksi komponenkomponen yang keluar dari kolom adalah
detektor. Detektor UV termasuk solute
property detector yang merespon sifat tertentu
dari solut (Skoog et al. 1998). Keuntungan
menggunakan KCKT adalah jumlah contoh
yang digunakan sedikit (mikroliter), waktu
retensi hanya beberapa menit, dan batas
deteksi sampai nanogram/liter (Hendayana et
al. 1994).
Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri
merupakan
suatu
metode analisis yang mempelajari interaksi
antara materi dengan radiasi elektromagnetik.
Spektrofotometri serapan sinar tampak dan
ultraviolet memanfaatkan sinar dengan
panjang gelombang 400-700 nm untuk daerah
sinar tampak dan 100-400 nm untuk daerah
sinar UV. Bila suatu zat dikenai radiasi maka
zat akan menyerap radiasi tersebut untuk
berbagai keperluan.
Suatu zat dapat menyerap berbagai
panjang gelombang suatu radiasi. Sudah tentu
tidak seluruh radiasi yang mengenai zat

5
tersebut akan diserap, sebagian diteruskan
atau ditransmisikan. Spektrum absorpsi
merupakan gambaran hubungan antara
panjang gelombang sinar yang mengenai
suatu zat dengan besarnya serapan sinar pada
panjang gelombang tersebut oleh zat yang
bersangkutan. Pengukuran absorpsi radiasi
UV-Vis oleh spesi larutan dapat digunakan
sebagai metode analisis kuantitatif. Dasar
penentuan kuantitatif teknik spektrofotometri
adalah hukum Lambert-Beer.
A = log Io/I = lc
A merupakan absorbans analat, Io adalah
intensitas sinar sebelum melewati analat, I
intensitas sinar setelah melewati analat, l
ketebalan sampel yang dilalui sinar,
koefisien absorpsi molekul, dan c adalah
konsentrasi analat (Skoog et al. 1998).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Pothitirat, diperoleh kadar kurkuminoid
dalam rimpang temulawak asal Thailand
Selatan yang diekstraksi menggunakan pelarut
etanol dengan spektrofotometer UV-Vis
sebesar 14.14 0.87% sampai 26.76 0.17%
(b/b).
Evaluasi Data Analisis
Setiap metode yang digunakan untuk
pekerjaan analisis pasti mengandung galat
(error), baik galat acak maupun galat
sistematik yang tidak selalu dapat kita
hindarkan. Galat acak muncul akibat adanya
sedikit variasi dalam setiap langkah prosedur
analisis antara lain disebabkan oleh
keterampilan dan kondisi pelaksanaan serta
fluktuasi listrik selama analisis. Galat acak
dapat dikurangi dengan memperbanyak
jumlah pengukuran. Galat sistematik terjadi
karena
faktor
yang
tetap
sehingga
menimbulkan penyimpangan tertentu dari
rerata hasil analisis terhadap nilai sebenarnya.
Galat sistematik disebabkan oleh kelemahan
metode, kesalahan alat, dan kesalahan
personal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
evaluasi hasil analisis untuk mengukur sejauh
mana suatu metode analisis dapat dipercaya.
Uji-uji statistik sederhana yang dapat
dilakukan untuk memberikan informasi
mengenai ketepatan dan ketelitian suatu
pengukuran meliputi uji-t dan uji-F. Uji-t
dilakukan untuk membandingkan efektivitas
dan efisiensi metode baik dari segi teoritis
maupun dari segi teknis (biaya). Uji ini
membandingkan dua nilai rerata untuk melihat
perbedaannya terlalu besar atau tidak untuk
dijelaskan oleh galat acak. Uji F dilakukan
untuk membandingkan hasil analisis dengan

menggunakan
metode
yang
berbeda
berdasarkan standar deviasinya, dan untuk
melihat perbedaannya terlalu besar atau tidak
untuk dijelaskan oleh galat acak (Harvey
2000). Di samping ketelitian dan ketepatan,
dalam pemilihan metode analisis harus
diperhatikan pula sensitivitas metode.
Sensitivitas merupakan ukuran kemampuan
metode untuk membedakan dua sampel.
Semakin tinggi sensitivitas semakin baik suatu
metode analisis (Harvey 2000).

BAHAN DAN METODE


Alat dan Bahan
Peralatan
yang digunakan adalah
peralatan gelas, maserator, oven, eksikator,
cawan porselen, neraca analitik Precisa XT
220A, pipet mikro, penguap putar Buchi R114, spektrofotometer UV-Vis model U-2800
Hitachi, kuvet persegi, dan KCKT La Chrome
Elite dengan detektor UV-Vis L-2420 Hitachi
dan kolom C-18.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel rimpang
temulawak Boyolali dan Semarang, standar
tokoferol, standar kurkuminoid, standar
xantorizhol, akuades, etanol 96%, metanol
75%, tetrahidrofuran (THF) dari Sigma, etil
asetat, larutan DPPH 0.1 mM, troloks(6hidroksi-2,5,7,8-tetrametilkroman-2-asam
karboksilat) dari Sigma, CuCl22H2O,
Neokuproin alkoholik 0.0075M dari Sigma,
dan bufer amonium asetat pH 7.
Lingkup Kerja
Penentuan Kadar Air
Cawan porselen dikeringkan pada suhu
105 C. Setelah didinginkan dalam eksikator,
kemudian ditimbang. Sebanyak 3 g sampel
rimpang temulawak ditimbang (dicatat sampai
4 desimal dalam gram), dimasukkan dalam
cawan, dan dikeringkan pada temperatur 105
C. Setelah 6 jam, sampel diambil,
didinginkan dalam eksikator, dan ditimbang.
Hal ini dilakukan sampai diperoleh bobot
yang konstan.
Ekstraksi Etanol Rimpang Temulawak
(Metode PSB 2003)
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi
menggunakan etanol 96%. Sebanyak 100
gram serbuk kering rimpang temulawak
dimasukkan ke dalam maserator, ditambah
500 ml etanol 96% direndam selama 24 jam
sambil sekali-kali diaduk. Maserat dipisahkan

6
dan proses diulang dua kali dengan jenis dan
jumlah pelarut yang sama. Semua maserat
dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap
putar kemudian dipekatkan hingga diperoleh
ekstrak kental (Metode ekstraksi Korea).
Ekstraksi THF
(WHO 1999)

Rimpang

Temulawak

Sebanyak 15 gram sampel dilarutkan


dalam 500 ml tetrahidrofuran (THF). Larutan
disimpan dalam suhu kamar selama 24 jam.
Kemudian disaring dan diambil filtratnya.
Larutan dipekatkan dengan penguap putar.
Ekstraksi Metanol Rimpang Temulawak
(Hwang 2004)
Sebanyak 100 gram rimpang temulawak
diekstrak dengan 400 ml metanol 75% pada
suhu ruang selama 2 hari, kemudian ekstrak
disaring menggunakan kertas saring Whatman
No 42. Filtrat dipekatkan dengan penguap
putar selanjutnya diekstraksi menggunakan
etilasetat (1:4) sebanyak 2 kali ulangan dan
dipekatkan kembali dengan penguap putar
hingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
DPPH (Wong et al. 2006)
Larutan DPPH 0.1 mM dalam metanol
disiapkan. Sebanyak 40 L larutan ekstrak
yang telah diencerkan dengan metanol
ditambahkan ke dalam 3 ml larutan DPPH
dalam metanol. Larutan diukur pada panjang
gelombang 515 nm setelah 30 menit. Blangko
yang digunakan adalah pereaksi tanpa
penambahan larutan ekstrak. Kurva kalibrasi
dibuat menggunakan larutan troloks dengan
konsentrasi 1, 3, 5, 7, dan 9 M. Kapasitas
antioksidan
berdasarkan kemampuan
memecah radikal DPPH dan dinyatakan
sebagai mol troloks /g ekstrak.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
CUPRAC (Cupric ion reducing antioxidant
capacity) (Apak et al. 2004)
Sebanyak 1 ml larutan CuCl2 0.01 M, 1
ml larutan neokuproin alkoholik 0.0075 M,
dan 1 ml larutan buffer ammonium asetat pH
7 ditambahkan ke dalam 0.1 ml akuades dan 1
ml larutan ekstrak yang dilarutkan pada etanol
96%. Volume total sebesar 4.1 ml. Blangko
yang digunakan adalah pereaksi tanpa
penambahan larutan ekstrak. Larutan diukur
pada panjang gelombang 457 nm setelah 30
menit. Kurva kalibrasi dibuat menggunakan
larutan troloks dengan konsentrasi 10, 20, 30,
40, 50, 60, 70, dan 80 M. Kapasitas

antioksidan dinyatakan dalam mol troloks/g


ekstrak .
Penentuan Kadar Xantorizhol
Ekstrak yang diperoleh, ditentukan kadar
xantorizholnya dengan menggunakan KCKT.
Sistem KCKT dgunakan ialah kolom C-18,
etektor UV-Vis, volume injeksi 10 L, elusi
gradien, dan suhu kolom 40 C.
Penentuan Kadar Kurkuminoid
Analisis kuantitatif kurkuminoid metode
spektrofotometri dibuat dengan cara standar
kurkuminoid 100 ppm diencerkan dengan
metanol sehingga diperoleh konsentrasi 0.25,
1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Setelah itu serapan
diukur menggunakan spektrofotometer UvVis pada panjang gelombang 420 nm sehingga
diperoleh
kurva standar kurkuminoid.
Analisis sampel dibuat dengan cara sebanyak
0.1 g ekstrak pekat dilarutkan dalam 10 ml
THF kemudian disimpan selama 24 jam pada
suhu kamar dalam keadaan gelap. Setelah 24
jam penyimpanan supernatan temulawak
diambil dan diencerkan hingga 1250 kali
dengan metanol. Selanjutnya larutan dikocok
sempurna dan diukur serapannya pada
panjang gelombang 420 nm.
Evaluasi Data Analisis
Data
hasil
penelitian
berdasarkan ketelitian dan
(Lampiran 9 dan 10). Ketelitian
dengan hasil uji-F sedangkan
dinyatakan dalam uji-t.

dievaluasi
sensitivitas
dinyatakan
ketepatan

Sensitivitas
Sensitivitas metode dilakukan dengan
membuat larutan standar tokoferol konsentrasi
5, 10, 15, 20, dan 25 ppm kemudian dianalisis
aktivitas antioksidannya dengan metode
DPPH dan CUPRAC sehingga diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) paling tinggi,
mendekati nilai 1. Nilai slope persamaan
regresi linear merupakan koefisien sensitivitas
metode.
Uji-t
Uji-t dilakukan dengan hipotesis H0:
kedua metode memiliki hasil analisis yang
sama. Penarikan simpulan berdasarkan nilai t
hitung, apabila nilai thitung < ttabel maka H0
diterima tetapi jika nilai thitung > ttabel maka H0
ditolak. Nilai ttabel = 2.685 derajat bebas 9
pada selang kepercayaan 95%.
Uji-F

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstraksi
Serbuk rimpang temulawak yang
diperoleh asal Boyolali dan Semarang
ditentukan kadar airnya. Kadar air yang
diperoleh sebesar 12.84 0.16% untuk sampel
asal Boyolali dan 15.05 0.30% untuk sampel
asal Semarang (Lampiran 2). Tujuan
pengeringan adalah agar sampel tidak mudah
rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu
yang lama. Dengan mengurangi kadar air,
kerusakan sampel oleh mikroba dapat
dihindari. Nilai yang diperoleh >10%
menandakan masih terdapat air dalam sampel
rimpang temulawak dan tidak baik disimpan
dalam jangka waktu lama sehingga sampel
yang telah diekstrak dan dipekatkan harus
segera dianalisis dengan memperhatikan
faktor koreksi.
Ekstraksi serbuk rimpang temulawak
menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol, THF, dan metanol. Pemilihan pelarut
yang berbeda berhubungan dengan komponen
utama yang berperan sebagai antioksidan
dalam rimpang temulawak. Etanol digunakan
karena memiliki kepolaran yang tinggi untuk
mengekstrak berbagai komponen termasuk
kurkuminoid dan xantorhizol. Metanol
digunakan untuk mengekstrak senyawa
xantorhizol yang kemudian dipisahkan dengan
etil asetat karena kelarutan xantorhizol dalam
etil asetat yang tinggi (Hwang 2004).
Sementara THF digunakan untuk mengekstrak
senyawa kurkuminoid dalam sampel karena
kelarutan kurkuminoid dalam THF lebih
tinggi dibandingkan dengan etanol maupun
metanol.
Rendemen ekstrak sampel dari Boyolali
yang terdiri atas ekstrak etanol, ekstrak THF,
dan ekstrak metanol berturut-turut adalah
10.61%, 7.29%, dan 1.84%. Sementara
rendemen ekstrak sampel dari Semarang
berturut-turut adalah 6.16%, 7.46%, dan
0.62% (Lampiran 3).

Kadar Kurkuminoid dan Xantorizhol


Rimpang Temulawak
Ekstrak rimpang temulawak ditentukan
kadar
kurkuminoidnya
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 420 nm dan diperoleh persamaan
kurva standar ditunjukkan pada Gambar 8,
yaitu y=0.2418x-0.2315 dengan R2=99.39%.
Kadar kurkuminoid rimpang temulawak asal
Boyolali dan Semarang, yaitu untuk ekstrak
etanol, THF, dan metanol berturut-turut
sebesar 20.10%, 26.82%, 21.72% dan 30.77%,
33.85%, 28.03% (Lampiran 4).
1.4
y = 0.2418x - 0.2315
R2 = 0.9939

1.2
1
Absorbans

Uji-F dilakukan dengan hipotesis H0:


kedua metode memiliki standar deviasi yang
sama. Penarikan simpulan berdasarkan nilai F
hitung, apabila nilai Fhitung < Ftabel maka H0
diterima tetapi jika nilai Fhitung > Ftabel maka H0
ditolak. Nilai Ftabel = 6.256 apabila metode 1
sebanyak 5 ulangan dan metode 2 sebanyak 4
ulangan pada selang kepercayaan 95%.

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

[standar kurkuminoid] (ppm)

Gambar 8 Kurva standar kurkuminoid.


Hasil diatas menunjukkan bahwa pada
sampel asal Boyolali dan Semarang diperoleh
kadar kurkuminoid ekstrak THF lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak etanol dan
ekstrak metanol karena seperti telah
disebutkan sebelumnya bahwa kelarutan
kurkuminoid dalam THF lebih tinggi
dibandingkan dengan etanol maupun metanol.
Sementara pada percobaan sebelumnya
diperoleh kadar kurkuminoid ekstrak rimpang
temulawak sebesar 1.92% dengan pelarut air
(Yulanda 2007), 25.45% dengan pelarut
etanol dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair
menggunakan heksana untuk nisbah bahan
baku-pelarut 1:3 (Afif 2006), dan 29.52%
dengan nisbah bahan baku-pelarut aseton
sebesar 1:6 pada suhu 70C (Supriadi 2008).
Selama penyimpanan ekstrak harus terlindung
dari cahaya karena kurkuminoid mempunyai
sifat sensitif terhadap cahaya.
Bila
kurkuminoid terkena cahaya akan terjadi
dekomposisi
struktur
berupa
siklisasi
kurkuminoid.
Siklisasi
kurkuminoid
menyebabkan
senyawa
kurkuminoid
terdegradasi menjadi asam ferulat sehingga
kadarnya dalam ekstrak menjadi rendah (Sidik
et al. 1995).
Kadar xantorhizol sampel asal Boyolali
dan Semarang ditentukan menggunakan
KCKT dan diperoleh kadar xantorizhol untuk
ekstrak etanol, THF, dan metanol berturut-

Aktivitas Antioksidan dengan Metode


DPPH
Aktivitas antioksidan dapat ditentukan
dengan melihat kemampuan ekstrak rimpang
temulawak dalam menghambat radikal bebas
DPPH.
Radikal
DPPH
(1,1-difenil-2pikrilhidrazil) merupakan radikal nitrogen,
meskipun tidak sereaktif radikal oksigen
seperti RO. atau ROO. tetapi mampu
terstabilkan oleh sistem resonansi (Windono
et al. 2003). Aktivitas antioksidan metode
DPPH dinyatakan dalam ekuivalen troloks
karena lebih bermakna dan terdeskripsikan
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
yang dinyatakan dalam persen inhibisi (Wong
et al. 2006). Kapasitas antioksidan rimpang
temulawak yang dinyatakan dalam ekuivalen
troloks, ditentukan konsentrasi sampel
rimpang temulawak ekuivalen troloks melalui
persamaan reaksi kurva kalibrasi trolox
ditunjukkan pada Gambar 9, yaitu y = 0.2224
+ 0.1029x dengan R2 = 79.95%. Nilai R2
menggambarkan korelasi antara konsentrasi
analat dan sinyal analat. Semakin tinggi nilai
R2 semakin kuat korelasi antara konsentrasi
analat dan sinyal analat. Menurut ICH (1995)
nilai koefisien korelasi yang memenuhi
persyaratan adalah lebih besar dari 0.9972
sedangkan secara statistik 0.80 masih
menunjukkan korelasi yang cukup kuat. Nilai
R2 hasil percobaan menunjukkan korelasi

kurang kuat antara konsentrasi trolox dan nilai


absorbans sehingga dapat dikatakan korelasi
antara keduanya nonlinear.

A Terkoreksi

turut sebesar 0.01%, 0.09%, dan 0.004%.


Sementara kadar xantorhizol sampel asal
Semarang untuk ekstrak etanol, THF, dan
metanol berturut-turut sebesar 0.19%, 0.17%,
dan 0.02% (Lampiran 5). Sementara
berdasarkan percobaan sebelumnya diperoleh
kadar xantorhizol rimpang temulawak asal
Semarang hasil budi daya PSB, Balitro, dan
Lokal berturut-turut sebesar 1.78%, 1.86%,
dan 1.90% (Widiastuty 2006). Dengan
demikian
kadar
xantorhizol
rimpang
temulawak asal Boyolali dan Semarang jauh
lebih rendah dibandingkan ketiga rimpang
diatas. Kadar xantorhizol dipengaruhi pula
oleh letak geografis, umur rimpang, jenis
rimpang (induk, anak, cucu) dan teknik budi
daya (organik dan anorganik). Berdasarkan
pustaka ekstrak metanol yang dipisahkan
dengan etil asetat seharusnya memiliki kadar
xantorhizol paling tinggi tetapi hasil yang
diperoleh masih lebih kecil dibandingkan
dengan ekstrak THF dan etanol. Hal ini
kemungkinan karena xantorhizol pada ekstrak
metanol belum larut sempurna sehingga kadar
yang diperoleh menjadi lebih kecil.

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

y = 0.1029x + 0.2224
R2 = 0.7995

10

[Trolox] (mikrom ol)

Gambar 9 Kurva Kalibrasi Troloks Metode


DPPH.
Kapasitas antioksidan ekstrak etanol
sebesar 0.8953 mol troloks/g ekstrak, ekstrak
THF 0.8818 mol troloks/g ekstrak, dan
ekstrak metanol 0.8827 mol troloks/g
ekstrak. Berdasarkan kurva kalibrasi terlihat
bahwa pada konsentrasi troloks diatas 5 M
sudah menunjukkan aktivitas troloks yang
maksimal dalam menghambat radikal DPPH.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
kapasitas antioksidan ekstrak etanol > ekstrak
metanol > ekstrak THF (Lampiran 7). Hal ini
tidak sesuai dengan kadar kurkuminoid dalam
ekstrak THF > ekstrak metanol > ekstrak
etanol dan kadar xantorizol ekstrak THF >
ekstrak etanol > ekstrak metanol. Hasil
tersebut tidak menunjukkan adanya korelasi
linear antara aktivitas antioksidan dan
kandungan kurkuminoid atau xantorhizol. Hal
ini dimungkinkan karena adanya senyawa lain
dalam ekstrak sampel yang bersifat inhibitor
atau memiliki peran antagonis terhadap
aktivitas antioksidan rimpang temulawak,
disamping itu setiap ekstrak memiliki matriks
yang berbeda sehingga memiliki kemampuan
aktivitas
antioksidan
yang
berbeda
(Widiastuty 2006).
Pada saat reaksi antara DPPH dan
senyawa antioksidan, terjadi dehidrogenasi
pada molekul antioksidan dan DPPH berubah
menjadi DPPHn dengan n menunjukkan
jumlah atom H yang diterima oleh DPPH dari
antioksidan (Windono et al. 2003). DPPH
berwarna violet dan DPPHn memiliki warna
yang berkurang kepekatannya mendekati
kuning sehingga memungkinkan pengukuran
dengan spektrofotometri dari perubahan warna
DPPH menjadi DPPHn. Absorbans yang
rendah menunjukkan kapasitas pemecahan
DPPH yang lebih tinggi.

9
kurkuminoid yang mudah terdegradasi oleh
cahaya.

Aktivitas antioksidan dapat ditentukan


pula dengan menambahkan suatu pereaksi
kromogenik. Pereksi kromogenik yang
digunakan adalah neokuproin (Nc), yang akan
membentuk kelat dengan Cu2+ sehingga
terbentuk bis-neokuproin tembaga (II) atau
Cu2+-Nc yang berwarna biru. Potensial standar
Cu(Nc)2 2+/+ sebesar 0.6 V lebih besar
dibandingkan dengan Cu2+/+ sebesar 0.17 V
sehingga Cu(Nc)22+ lebih mudah tereduksi dan
antioksidan semakin cepat teroksidasi (Apak
et al. 2004). Aktivitas antioksidan dapat
dilihat dari kemampuannya mereduksi Cu2+Nc menjadi Cu+-Nc yang berwarna kuning.
Kelat Cu+-Nc ini bersifat stabil karena tidak
sensitif terhadap perubahan lingkungan berupa
udara, cahaya, ataupun pH seperti radikal
kromogenik DPPH.
Penentuan kapasitas antioksidan rimpang
temulawak dinyatakan dalam ekuivalen
troloks. Persamaan reaksi kurva kalibrasi
troloks ditunjukkan pada Gambar 10, yaitu
y=0.0147x-0.00225 dengan R2= 99.36%.

Evaluasi Hasil Analisis

A terko reksi

Aktivitas Antioksidan dengan Metode


CUPRAC

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

y = 0.0147x - 0.00225
R2 = 0.9936

20

40

60

80

100

[trolox] (mikromolar)

Gambar 10 Kurva Kalibrasi Troloks Metode


CUPRAC.
Berdasarkan persamaan tersebut dapat
ditentukan konsentrasi sampel dan ditentukan
kapasitas antioksidannya berturut-turut untuk
ekstrak etanol, THF, dan metanol sebesar
42.5933
mol
troloks/g
ekstrak,
131.5937mol troloks/g ekstrak, dan 30.4542
mol troloks/g ekstrak (Lampiran 8). Hasil
tersebut menunjukkan adanya linearitas antara
kandungan komponen yang berperan sebagai
antioksidan terhadap aktivitas antioksidannya.
Semakin tinggi kadar xantorhizol semakin
tinggi pula aktivitas antioksidannya. Namun
berbeda halnya dengan kurkuminoid, kadar
kurkuminoid ekstrak metanol lebih besar
1.62% dibandingkan dengan ekstrak etanol
tetapi kapasitas antioksidan ekstrak etanol
lebih besar 12.1391 mol troloks/g ekstrak.
Hal
ini
kemungkinan
karena
sifat

Ketelitian
suatu
metode
dapat
dibandingkan melalui %SBR. Penentuan
presisi atau ketelitian kedua metode ini
ditunjukkan pada Lampiran 10. Hasil yang
diperoleh untuk metode DPPH mulai dari
ekstrak etanol, THF, dan metanol adalah
1.0095%, 3.1300%, dan 2.6849% yang berarti
metode DPPH untuk ekstrak etanol teliti
(%SBR 1-2), ekstrak THF dan metanol cukup
teliti (%SBR 2-5). Metode CUPRAC
memiliki %SBR berturut-turut mulai dari
ekstrak etanol, THF, dan metanol sebesar
11.2142%, 3.5838%, dan 3.2304% yang
berarti metode CUPRAC untuk ekstrak etanol
tidak teliti (%SBR > 5), ekstrak THF dan
metanol cukup teliti (%SBR 2-5) menurut
AOAC (2003). Untuk membandingkan kedua
metode
berdasarkan
simpangan
baku
dilakukan uji F dengan selang kepercayaan
95%, F hitung ekstrak etanol, THF, dan
metanol sebesar 279296.3627, 29196.4083
dan 1723.1256 Hasil yang diperoleh F hitung
> F tabel sehingga simpangan baku kedua
metode berbeda nyata, perbedaannya terlalu
besar untuk dijelaskan oleh galat acak.
Uji t dilakukan untuk membandingkan
hasil analisis kedua metode berdasarkan
reratanya. Ekstrak etanol, THF, dan metanol
memiliki nilai t hitung sebesar 19.5204,
61.9753, dan 78.3620. Hasil yang diperoleh t
hitung > t tabel sehingga kedua metode akan
menghasilkan rerata analisis yang berbeda.
Metode CUPRAC memberikan hasil analisis
yang lebih besar dibandingkan metode DPPH.
Sensitivitas Metode
Respon analat dan komposisi dari matriks
sampel merupakan faktor penting dalam
menentukan sensitivitas (Willard HH et al
1988). Sensitivitas metode dilakukan terhadap
tokoferol karena memiliki sifat lipofilik yang
sama dengan analat dalam sampel rimpang
temulawak sehingga dimungkinkan memiliki
sensitivitas metode yang sama terhadap
ekstrak rimpang temulawak. Persamaan
regresi linear hubungan antara konsentrasi
tokoferol (ppm) dan nilai absorbans metode
DPPH dan CUPRAC ditunjukkan pada
Gambar 11 dan 12, yaitu y=0.0603x + 0.0442
dan y=0.0402x + 0.0382 (Lampiran 9).

10
Perbandingan Metode Penentuan Aktivitas
Antioksidan

1.8
y = 0.0603x + 0.0442
R2 = 0.9707

Absorb an s terkoreksi

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

10

15

20

25

30

[tokoferol] (ppm )

Gambar 11

Hubungan [tokoferol] (ppm) dan


absorbans metode DPPH.

1.2

y = 0.0402x - 0.0382
R2 = 0.9914

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

10

15

20

25

[tokofol] (ppm)

Gambar 12

Hubungan [tokoferol] (ppm) dan


absorbans metode CUPRAC.

Persamaan diatas menunjukkan hubungan


yang linear antara konsentrasi dan sinyal
analat, semakin tinggi konsentrasi semakin
tinggi nilai absorbans pada range konsentrasi
5-25 ppm. Kemiringan garis kurva kalibrasi
digunakan untuk menentukan koefisien
sensitivitas
metode.
Nilai
koefisien
sensitivitas metode DPPH terhadap tokoferol
0.0603 dan metode CUPRAC terhadap
tokoferol 0.0402. Hasil tersebut menunjukkan
metode DPPH lebih sensitif terhadap
tokoferol, semakin tinggi nilai koefisien
sensitivitas semakin tinggi pula sensitivitas
metode tersebut karena sedikit saja perubahan
konsentrasi analat mampu memberi respon
yang signifikan.

30

Beragamnya matriks dan kandungan


senyawa fitokimia pada ekstrak rimpang
temulawak
mengakibatkan
aktivitas
antioksidan ekstrak etanol, THF, maupun
metanol penting untuk diperiksa dengan lebih
dari satu metode. Penelitian ini menggunakan
metode DPPH dan CUPRAC. Penentuan
aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan yang
dilakukan dengan metode yang berbeda
memberikan hasil yang acak, sulit untuk
dibandingkan dan terkadang menimbulkan
ketidakcocokan (Koleva et al. 2002 dalam
Ridwina 2008) sehingga kapasitas antioksidan
kedua metode dinyatakan dalam ekuivalen
troloks (Tabel 1).
Berdasarkan data pada Tabel 1, kapasitas
antioksidan ketiga ekstrak rimpang temulawak
tersebut dengan metode CUPRAC lebih tinggi
dibandingkan dengan metode DPPH. Hal ini
kemungkinan karena kurkuminoid maupun
xantorhizol sebagai komponen antioksidan
dalam sampel tidak terlalu reaktif terhadap
radikal DPPH karena adanya halangan sterik
yang tidak mudah dilewati sehingga hanya
molekul kecil yang memiliki peluang lebih
mudah untuk bereaksi dengan radikal. Dalam
hal ini, berarti metode DPPH memiliki
linearitas kisaran absorbans dan konsentrasi
yang sempit berbeda dengan metode
CUPRAC yang mampu bereaksi dengan
molekul besar sekalipun sehingga memiliki
linearitas kisaran absorbans dan konsentrasi
yang luas. Disamping itu, pengukuran
kapasitas antioksidan metode DPPH tidak
menunjukkan hubungan yang linear antara
komponen aktif antioksidan dan kapasitas
antioksidannya, sementara metode CUPRAC
menunjukkan hubungan yang linear antara
kedua hal tersebut. Hal ini dibuktikan kembali
terhadap sampel berbeda yang berasal dari
Semarang (Tabel 2).

Tabel 1 Perbandingan kapasitas antioksidan rimpang temulawak Boyolali


Kadar
Kadar
Kapasitas Antioksidan
Kapasitas Antioksidan
Ekstrak
Kurkuminoid
Xantorizol
Metode DPPH
Metode CUPRAC
%(b/b)
%(b/b)
(mol tr/g ekstrak)
(mol tr/g ekstrak)
Etanol
20.10
0.010
0.8953
42.5933
THF
26.82
0.086
0.8818
131.5937
Metanol
21.72
0.004
0.8827
30.4542

11
Tabel 2 Kadar komponen aktif dan kapasitas antioksidan rimpang Temulawak Semarang
Ekstrak

Kadar Kurkuminoid
%(b/b)

Kapasitas Antioksidan
Metode CUPRAC
(mol tr/g ekstrak)
0.19
97.5599
0.17
72.0673
0.02
68.5104
rimpang temulawak. Persentase SBR metode
DPPH < metode CUPRAC sehingga metode
DPPH lebih teliti dibandingkan dengan
metode CUPRAC. Uji t menunjukkan hasil
analisis yang berbeda nyata, sedangkan uji F
memperlihatkan keragaman yang berbeda
nyata antara kedua metode.

Kadar Xantorhizol
%(b/b)

Etanol
30.77
THF
33.85
Metanol
28.03
Berdasarkan
Tabel
2
kapasitas
antioksidan semakin meningkat dengan
meningkatnya kadar xantorhizol, berbeda
dengan kadar kurkuminoid ekstrak etanol <
ekstrak THF tetapi memiliki kapasitas
antioksidan ekstrak etanol > ekstrak THF.
Seharusnya peranan kurkuminoid sebagai
antioksidan lebih dominan dibandingkan
dengan xantorizhol karena stabilitas resonansi
pada kurkuminoid melibatkan 2 buah cincin
aromatik dan ikatan rangkap terkonjugasi
sehingga
delokalisasi
radikal
lebih
terstabilkan, namun sifat kurkuminoid yang
sensitif terhadap cahaya dan mudah
terdegradasi
sehingga
kemungkinan
mempengaruhi
terhadap
aktivitas
antioksidannya.
Apabila dilihat berdasarkan ketelitian dan
sensitivitas, metode DPPH lebih teliti dan
kemungkinan
lebih
sensitif
dalam
menganalisis aktivitas antioksidan rimpang
temulawak dibandingkan metode CUPRAC,
meskipun demikian metode CUPRAC lebih
sesuai untuk penentuan aktivitas antioksidan
rimpang temulawak karena dapat diterapkan
untuk mengatasi berbagai matriks sampel
yang terdapat dalam rimpang temulawak

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Perbandingan metode penentuan aktivitas
antioksidan menunjukkan bahwa metode
CUPRAC lebih sesuai untuk menganalisis
aktivitas
antioksidan
ekstrak rimpang
temulawak berdasarkan kandungan komponen
aktifnya, yaitu kurkuminoid dan xantorhizol.
Ekstrak etanol, THF, dan metanol memiliki
kadar kurkuminoid dan xantorhizol berturutturut 20.10%, 26.82%, 21.72% dan 0.01%,
0.09%, 004%. Kapasitas antioksidan untuk
ketiga ekstrak berturut-turut sebesar 42.5933,
131.5937, dan 30.4542 mol troloks/g
ekstrak. Metode DPPH memiliki kapasitas
antioksidan untuk ketiga ekstrak berturut-turut
sebesar 0.8953, 0.8818, dan 0.8827 mol
troloks/g ekstrak. Sensitivitas metode DPPH >
metode CUPRAC terhadap tokoferol yang
memiliki sifat lipofilik yang sama dengan
kurkuminoid maupun xantorhizol dalam

Saran
Ekstrak rimpang temulawak mulai dari
ekstraksi sampai dengan analisis harus
terlindungi dari cahaya karena akan
mengurangi kadar kurkuminoid dalam ekstrak.
Pada metode CUPRAC komponen yang tidak
larut air sebaiknya menggunakan pelarut
diklorometana sehingga diharapkan memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi dalam
menganalisis sampel lipofilik.

DAFTAR PUSTAKA
Afif KH. 2006. Peningkatan Kadar Kurkumin
Ekstrak Etanol Temulawak Dengan
Metode Ekstraksi Cair-cair [Skripsi].
Bogor: Departemen Kimia FMIPA, IPB.
Afifah E. 2003. Khasiat dan Manfaat
Temulawak: rimpang penyembuh aneka
penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Aguilar MI, Guillermo D, Maria LV. 2001.
New
bioactive
derivatives
of
xanthorrhizol. J Mex Chem Soc 45:56-59.
Anonim. 2007a. Antioksidan penting untuk
mencegah sakit jantung. [terhubung
berkala] http//www.lizaherbal.com. [21
Desember 2007].
Anonim. 2007b. Peranan antioksidan dalam
menjaga kesehatan keluarga. [terhubung
berkala] http//www.santamaria.or.id. [21
Desember 2007].
Apak et al.. 2007. Comparative evaluation of
various total antioxidant capacity assay
applied to phenolic compounds with the
CUPRAC assay. Molecules 12:14961547.

12
Apak R, K Gl, M zyrek, SE elik, SE
Karademir. 2004. Novel total antioxidant
capacity index for dietary polyphenols
and vitamins C and E, using their cupric
ion reducing capability in the presence of
neocuproine: CUPRAC method. J Agric
Food Chem 52:7970-7981.

Sidik, Moelyono MW, Mutadi A.1995.


Temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza
Roxb.). Jakarta: Phyto Medika.

[AOAC] Association of Official Analytical


Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Ed-18.
Maryland: AOAC International.

Sudjarwo SA. 2002. Efek proteksi dari


kurkumin terhadap sel endothelium pada
hiperkholesterolemia. J Pen Med Eks
3:41-48.

Davies MJ, LG Forni, RL Willson. 1988.


Vitamin E analogue Trolox C. Biochem J
255:513-522.

Supriadi D. 2008. Optimalisasi Ekstraksi


Kurkuminoid Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) [Skripsi]. Bogor:
Departemen Kimia, IPB.

Harvey D. 2000. Modern Analytical


Chemistry. Toronto: McGraw-Hill.
Hendayana S, Kadarohman A, Sumarna AA,
Supriatna A. 1994. Kimia Analitik
Instrumen. Ed ke-1. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Hwang JK, penemu; LG Household &
Healthcare. 24 Feb 2004. Antibacterial
composition having xanthorrhizol. US
Patent 6 696 404.
[ICH]
International
Conference
on
Harmonization. 1995. Validation of
Analytical Prosedures: Methodology Q2B
[terhubung berkala]. www.ich.org [8 Sep
2008].
Jayaprakasha GK, LJ Rao, KK Sakariah.
2006. Antioxidant activities of curcumin,
demethoxycurcumin,
and
bisdemethoxycurcumin. Food Chem
98:720-724.
Kukic J, Silvana P, Marjan N. 2006.
Antioxidant activity of four endemic
Stachys Taxa. Biol Pharm Bull 29(4):725729.
Ridwina G. 2008. Perbandingan Pengukuran
Aktivitas Antioksidan dan Ekstrak Etanol
dan Minyak Atsiri Lempuyang Gajah
[Skripsi]. Bogor: Departeman Kimia
FMIPA, IPB.
Safitri R. 2000. Ekstraksi dan Identifikasi dari
Tumbuhan Caesalpinia sappan lin.
Bandung: FMIPA UNPAD.

Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 1998.


Principles of Instrumental Analysis. Ed
ke-5. Philadelphia: Harcaurt Brace.

Trilaksani W. 2003. Antioksidan: Jenis,


Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan. [terhubung berkala]
http://www.poultryindonesia.com [20 Juli
2008].
Widiastuty W. 2006. Teknik Spektroskopi
Inframerah Transformasi Fourier untuk
Penentuan Profil Kadar Xantorizol dan
Aktivitas
Antioksidan
Temulawak
[Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia
FMIPA, IPB.
Willard HH, LL Merrit Jr, John AD, FA Settle
Jr. 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Ed ke-7. California: A Division
of Wodsworth.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Windono T, Budiono R, Sumijani R, Kusuma
D. 2003. Radical Scavenging Capacity
Against 1,1-Diphenyl-2-Picryl Hydrazyl
(DPPH) of Some Indonesian Medicinal
Plants.
Didalam:
Biodiversity
on
Tradisional Biomedicine for Human
Health and
Welfare.
Proceedings
Symposium of Biomedicines; Bogor, 1819 Sept 2003. Bogor: Biopharmaca
Research Center IPB. hlm 63-70.
[WHO] World Health Organization. 1999.
Monograph on selected medicinal plant.
Vol 1. Jenewa: WHO.
Wong SP, LP Leong, JH William Koh. 2006.
Antioxidant activities of aqueous extracts
of selected plants. Food Chem 99:775783.

13
Yulanda H. 2007. Ekstraksi, Fraksinasi, dan
Pencirian Pati Rimpang Temulawak
[Skipsi]. Bogor: Departemen Kimia
FMIPA, IPB.

14

LAMPIRAN

15
Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian

Rimpang Temulawak
asal Boyolali

Ekstrak Kurkuminoid

Ekstrak Etanol

Ekstrak Xantorhizol

Pengukuran Kadar Xantorhizol dan Kurkuminoid

Uji Antioksidan
- Metode DPPH
- Metode CUPRAC

Uji Antioksidan
- Metode DPPH
- Metode CUPRAC

Uji Antioksidan
- Metode DPPH
- Metode CUPRAC

Uji-t, Uji-F, dan sensitivitas

Metode Terpilih

Uji antioksidan ekstrak etanol, THF, dan metanol


rimpang temulawak asal Semarang

16
Lampiran 2 Penentuan Kadar Air Serbuk Rimpang Temulawak
Tabel 3 Data hasil pengukuran kadar air serbuk rimpang temulawak Boyolali
Ulangan
Bobot basah (g)
Bobot kering (g)
Kadar air (%)
1
3.0037
2.6179
12.84
2
2.9091
2.5340
12.89
3
3.0120
2.6278
12.76
Rerata
12.83 0.16
Contoh perhitungan:
Bobot basah Bobot ker ing
Kadar air =
x100%
Bobot basah
(3.0037 2.6179) g
=
x100%
3.0037 g
= 12.84%

Batas galat =

t
n

Keterangan:
t = Nilai tabel t student selang kepercayaan 95%
= Simpangan baku
n = Banyaknya ulangan

Batas galat =

4.303 x 0.07

3
= 0.16

Tabel 4 Data hasil pengukuran kadar air serbuk rimpang temulawak Semarang
Ulangan
Bobot basah (g)
Bobot kering (g)
Kadar air (%)
1
3.0455
2.5831
15.18
2
3.0038
2.5551
14.94
3
3.0068
2.5543
15.05
Rerata
15.05 0.30
Contoh perhitungan:
Bobot basah Bobot ker ing
Kadar air =
x100%
Bobot basah
(3.0455 2.5831) g
=
x100%
3.0455 g
= 15.18%

Batas galat =

4.303 x 0.1204

= 0.30

17
Lampiran 3 Penentuan Rendemen Ekstrak
Tabel 5 Data rendemen ekstrak serbuk rimpang temulawak
Bobot Ekstrak Bobot sampel
Ekstrak
fk
(g)
(g)
Etanol Boyolali
9.3883
99.8051
1.1284
Semarang
0.5358
10.0107
1.1505
THF
Boyolali
0.9681
14.9856
1.1284
Semarang
0.6536
10.0800
1.1505
Metanol Boyolali
1.6336
100.0852
1.1284
Semarang
0.1361
25.2404
1.1505
Contoh perhitungan:
100 + kadar air
Faktor koreksi =
100
100 + 12.84
=
100
= 1.1284
Bobot Ekstrak
xfkx100%
Bobot sampel
0.9681g
=
x1.1284 x100%
14.9856 g
= 7.29%

Re ndemen =

Rendemen
(%)
10.61
6.16
7.29
7.46
1.84
0.62

18
Lampiran 4 Penentuan Kadar Kurkuminoid
Tabel 6 Data absorbans standar kurkuminoid 420 nm
Larutan
A
Kurkuminoid 0.25 ppm
0.045
Kurkuminoid 1 ppm
0.252
Kurkuminoid 2 ppm
0.428
Kurkuminoid 3 ppm
0.750
Kurkuminoid 4 ppm
0.972
Kurkuminoid 5 ppm
1.241
Persamaan garis y = 0.2418x-0.2315 dengan R2=99.39%
Tabel 7 Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak dengan spektrofotometer UV-Vis
Ekstrak
A
Bobot ekstrak (g)
Kadar (%)
Etanol Boyolali
0.075
0.0164
20.10
Etanol Semarang
0.421
0.0228
30.77
THF Boyolali
0.240
0.0189
26.82
THF Semarang
0.439
0.0213
33.85
Metanol Boyolali
0.219
0.0223
21.72
Metanol Semarang
0.196
0.0164
28.03
Contoh perhitungan ekstrak THF:
y = Nilai absorbans
x = [standar kurkuminoid] (ppm)
y + 0.2315
0.2418
0.240 + 0.2315
= 1.95 ppm
x=
0.2418
x ( ppm) xfpxvolume
Kadar kurku min oid =
x100%
bobot ( mg )
x=

1.95 ppm x 1250 x 0.01l


x100%
18.9mg
= 26.82%
=

19
Lampiran 5 Penentuan Kadar Xantorhizol
Tabel 8 Kadar xantorizhol serbuk rimpang temulawak Boyolali
[xantohrizol]
Bobot sampel
Larutan
Luas Area
(ppm)
(g)
Standar Xantorhizol
19376917
200
Ekstrak THF
4448385
45.9143
14.9856
Ekstrak Etanol
4924392
50.8254
99.8051
Ekstrak Metanol
12206392
125.9890
100.0852
Contoh Perhitungan:
[Xantorhizol ] = Luas area sampel x[s tan dar ]
Luas area s tan dar

Kadar (%b/b)
0.086
0.010
0.004

4.448.385
x200 ppm
19.376.917

= 45.9143 ppm

Kadar xantorhizol =

[ xantorizol ]( ppm) xVsampelx1L

1000mL xfpxfkx100%

Bobot sampel (mg )


45.9143 ppmx10mLx 1L
1000mL x 25 x1.1284 x100%
=
14.9856.10 3 mg
= 0.086%

Tabel 9 Kadar xantorhizol serbuk rimpang temulawak Semarang


[xantorhizol]
Bobot sampel
Ekstrak
Luas Area
(ppm)
(g)
Standar Xantorhizol
20536106
200
THF
619563
6.0339
10.0800
Etanol
676816
6.5915
10.0107
Metanol
898702
8.7524
25.2404
Contoh Perhitungan:
[Xantorhizol ] = 619563 x200 ppm
20536106
= 6.0339 ppm

Kadar xantorhizol =

6.0339 ppmx 25mlx 1L

= 0.17%

10.0800 x10

1000mL x100 x1.1505 x100%

Kadar (%b/b)
0.17
0.19
0.02

20
Lampiran 6 Kromatogram Xantorhizol dengan KCKT

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 13 Kromatogram rimpang temulawak Boyolali (a) standar xantorhizol
(b) ekstrak EtOH (b) ekstrak THF (c) ekstrak MeOH

21

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 14 Kromatogram rimpang temulawak Semarang (a) standar xantorhizol
(b) ekstrak EtOH (b) ekstrak THF (c) ekstrak MeOH

22
Lampiran 7 Kapasitas Antioksidan Metode DPPH
Tabel 10 Data absorbans kurva kalibrasi troloks
Larutan
A
A
Blangko
1.029 0.000
Troloks 1 M
0.548 0.481
Troloks 3 M
0.544 0.485
Troloks 5 M
0.053 0.976
Troloks 7 M
0.048 0.981
Troloks 9 M
0.045 0.984
Persamaan garis hubungan antara A dan [troloks]
Y = 0.2224 + 0.1029x dengan R2 = 79.95%
Konsentrasi sampel ekuivalen troloks
Y

= 0.2224 + 0.1029x

0.930

= 0.2224 + 0.1029x

= 6.8766 M

Kapasitas antioksidan ( mol troloks/g ekstrak) =

Vsampel (ml ) x[ sampel ]xfpx10 3


Bobot sampel ( g )

40 l x 6.8766M x 125 x10 6


0.0388 g

= 0.8862 mol troloks/g ekstrak


Tabel 11 Data kapasitas antioksidan metode DPPH
A

Blangko
Eks. EtOH 1
2
3
4

1.029
0.099
0.100
0.084
0.095

0.000
0.930
0.929
0.945
0.934

Eks. THF 1
2
3
4

0.072
0.073
0.085
0.086

0.957
0.956
0.944
0.943

Eks. MeOH 1
2
3
4

0.101
0.096
0.088
0.088

0.928
0.933
0.941
0.941

Larutan

Vs
(l)
40
40
40
40
Rerata
40
40
40
40
Rerata
40
40
40
40
Rerata

fp

[sampel]
(M Tr)

Bobot
sampel(g)

125
125
125
125

6.8766
6.8669
7.0224
6.9155

0.0388
0.0383
0.0387
0.0388

125
125
125
125

7.1390
7.1293
7.0126
7.0029

0.0408
0.0394
0.0408
0.0394

125
125
125
125

6.8571
6.9057
6.9835
6.9835

0.0405
0.0381
0.0405
0.0381

Kapasitas Antioksidan
(mol Tr/g ekstrak)
0.8862
0.8965
0.9073
0.8912
0.8953
0.8749
0.8899
0.8737
0.8887
0.8818
0.8622
0.9063
0.8622
0.8999
0.8827

23
Lampiran 8 Kapasitas Antioksidan Metode CUPRAC
Tabel 12 Data absorbans kurva kalibrasi troloks
Larutan
Troloks 10 M
Troloks 20 M
Troloks 30 M
Troloks 40 M
Troloks 50 M
Troloks 60 M
Troloks 70 M
Troloks 80 M

A
0.169
0.302
0.433
0.517
0.745
0.882
1.023
1.188

Persamaan garis hubungan antara A dan [troloks]


Y = 0.0147x - 0.00225 dengan R2 = 99.36%
Konsentrasi sampel ekuivalen troloks
Y

= 0.0147x - 0.00225

0.325

= 0.0147x - 0.00225

= 22.2619 M

Kapasitas antioksidan ( mol troloks/g ekstrak) =


=

Vsampel (ml ) x[ sampel ]xfpx10 3


Bobot sampel ( g )

1 0ml x 22.2619 M x 5 x 10 3
0.0236 g

= 47.1650 mol troloks/g ekstrak


Tabel 13 Data kapasitas antioksidan sampel Boyolali metode CUPRAC
Larutan

Eks. EtOH 1
2
3
4
5

0.325
0.251
0.441
0.325
0.278

Eks. THF 1
2
3
4
5

0.880
0.880
0.904
0.945
0.945

Eks. MeOH 1
2
3
4
5

0.213
0.243
0.199
0.199
0.213

Vs
fp
(ml)
10
5
10
5
10
5
10
5
10
5
Rerata
10
5
10
5
10
5
10
5
10
5
Rerata
10
5
10
5
10
5
10
5
10
5
Rerata

Bobot
sampel(g)
0.0236
0.0241
0.0379
0.0253
0.0206

[sampel]
(M Tr)
22.2619
17.2279
30.1531
22.2619
19.0646

0.0236
0.0236
0.0236
0.0236
0.0236

60.0170
60.0170
61.6497
64.4388
64.4388

0.0244
0.0249
0.0233
0.0233
0.0244

14.6429
16.6837
13.6905
13.6905
14.6429

Kapasitas Antioksidan
(mol Tr/g ekstrak)
47.1650
35.7425
39.7798
43.9958
46.2733
42.5933
127.1546
127.1546
130.6138
136.5228
136.5228
131.5937
30.0059
33.5014
29.3788
29.3788
30.0059
30.4542

24
Tabel 14 Data kapasitas antioksidan sampel Semarang metode CUPRAC
Larutan

Eks. EtOH 1
2
3
4
5

0.620
0.690
0.688
0.688
0.671

Eks. THF 1
2
3
4

0.577
0.597
0.597
0.597

Eks. MeOH 1
2
3
4
5

0.419
0.457
0.477
0.477
0.477

Vs
fp
(ml)
1
5
1
5
1
5
1
5
1
5
Rerata
1
5
1
5
1
5
1
5
Rerata
1
5
1
5
1
5
1
5
1
5
Rerata

Bobot
sampel(g)
0.0209
0.0213
0.0242
0.0279
0.0292

[sampel]
(M Tr)
43.6650
48.7850
48.6394
48.6394
47.3958

0.0283
0.0290
0.0295
0.0287

40.5194
41.9824
41.9824
41.9824

0.0234
0.0234
0.0234
0.0234
0.0234

28.9612
31.7410
33.2041
33.2041
33.2041

Kapasitas Antioksidan
(mol Tr/g ekstrak)
104.4617
114.5188
100.4946
87.1674
81.1572
97.5599
71.5890
72.3834
71.1566
73.1401
72.0673
61.8829
67.8226
70.9489
70.9489
70.9489
68.5104

Contoh Perhitungan:
Konsentrasi sampel ekuivalen troloks
Y

= 0.0231 + 0.0137x

0.620

= 0.0231 + 0.0137x

= 43.6650 M

Kapasitas antioksidan ( mol troloks/g ekstrak) =

Vsampel (ml ) x[ sampel ]xfpx10 3


Bobot sampel ( g )

1 0ml x 43.6650 M x 5 x 10 3
0.0209 g

= 104.4617 mol troloks/g ekstrak

25
Lampiran 9 Penentuan sensitivitas metode
Metode DPPH
Tabel 15 Data kurva standar tokoferol metode DPPH
Larutan
A
A
Blanko
1.490
0.000
tokoferol 5 ppm
1.164
0.326
tokoferol 10 ppm
0.822
0.668
tokoferol 15 ppm
0.496
0.994
tokoferol 20 ppm
0.095
1.395
tokoferol 25 ppm
0.087
1.403
Persamaan regresi linear y = 0.0603x + 0.0442 dengan R2=97.07%
Koefisien sensitivitas = 0.0603

Metode CUPRAC
Tabel 16 Data kurva standar tokoferol metode CUPRAC
Larutan
A
Tokoferol 5 ppm
0.188
Tokoferol 10 ppm
0.335
Tokoferol 15 ppm
0.538
Tokoferol 20 ppm
0.801
Tokoferol 25 ppm
0.959
Persamaan regresi linear y = 0.0402x + 0.0382 dengan R2=99.14%
Koefisien sensitivitas = 0.0402

26
Lampiran 10 Uji t dan Uji F
Tabel 17 Hasil evaluasi analisis metode DPPH dan CUPRAC rimpang temulawak
Metode
Ekstrak
Parameter
DPPH
CUPRAC
Etanol
Rerata (mol tr/g ekstrak)
0.8953
42.5933
SB
9.0381x10-3
4.7765
%SBR
1.0095
11.2142
t hitung
19.5204
F hitung
279296.3627
THF
Rerata (mol tr/g ekstrak)
0.8818
131.5937
SB
0.0276
4.7160
%SBR
3.1300
3.5838
t hitung
61.9753
F hitung
29196.4083
0.8827
30.4542
Metanol Rerata (mol tr/g ekstrak)
SB
0.0237
0.9838
%SBR
2.6849
3.2304
t hitung
78.3620
F hitung
1723.1256
Contoh Perhitungan: (untuk ekstrak etanol)
Uji-t

t hitung =

(SB

X1 X 2
2

) (

/ n1 + SB2 / n 2
2

= 19.5204
Uji-F

( Xi X )

SB CUPRAC =

n 1

= 4.7765
2

F hitung =

SB1
2
SB2

= 279296.3627
%SBR Metode DPPH
% SBR =

SB
x100%
X

= 1.0095%

SB DPPH =

( Xi X )

n 1
= 9.0381x10-3

27

28

Anda mungkin juga menyukai