Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paru merupakan alat pernafasan utama, paru terletak di dalam
rongga dada. Paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan puncak
(apeks) diatas. Lobus Paru. Paru dibagi menjadi beberapa belahan
(lobus) oleh fisura. Paru kanan mempunyai 3 lobus dan paru kiri
mempunyai 2 lobus. Paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks,
dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas
bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal
rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan

(7).

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam


rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut,
maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paruparu tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya
ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat
iatrogenik dan non iatrogenik (2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak
yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada
penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1
pneumothorax

spontan

akan

meningkat

(2)

. Pada pria, resiko

pada

perokok

berat

dibanding non perokok.Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia


muda, dengan insidensi puncak pada dekadeketiga kehidupan (20-40

tahun). Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh


trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan
diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumothorax
iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yangsangat sering terjadiSesuai
perkembangan

di

bidang

pulmonologi

telah

banyak

dikerjakan

pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS =


video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak
keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks relaps
dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit

(2)

Dengan teknik VATS tersebut dapat dilakukan reseksi bulla


(wedge resection) dengan endoscopic stapler dan juga dapat dilakukan
tindakan

pleurodesis

pada

saat

yang

sama.

Tingkat

pneumotoraks setelah tindakan tersebut kurang dari 5%

rekurensi

(2)

B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk
mengetahui definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan
diagnosa pneumotoraks secara tepat sesuai jenis dan luasnya
pneumotoraks,

karena

hal

tersebut

akan

berpengaruh

pada

penanganannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas
dalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi
udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada.(9)
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada. (8)
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (4).
Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang
menimbulkan kebocoran udarake rongga torak. Pneumotorak dapat
terjadi berulang kali (7).

Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :


a)

Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang


berasal dari alveolus akanmemasuki kavum pleura. Pneumothorax
jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran
3

pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk


saatinspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
ekspirasi. Akibatnya, udarasemakin lama semakin banyak sehingga
mendorong mediastinum kearah kontralateral danmenyebabkan
b)

terjadinya tension pneumothorax (6).


Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat
hubungan antara kavumpleura dengan dunia luar. Apabila lubang
yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea,maka udara
cenderung

lebih

melewati

lubang

tersebut

dibanding

traktus

respiratorius yangseharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam


rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi
lateral.Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya
udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini
disebut sebagai open pneumothorax

(9)

B. Klasifikasi
4

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi


dua, yaitu

(2), (3)

1. Pneumotoraks spontan,
Yaitu

setiap

pneumotoraks yang

terjadi

secara

tiba-tiba.

Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,


yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang

terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah


dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi
paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma,
baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks
jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental,
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan

tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi


pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate),
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya

tindakan

ini

dilakukan

untuk

tujuan

pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis


sebelum

era

antibiotik,

maupun

untuk

menilai

permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu
1.

(4)

Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax).


Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,
namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan

perubahan

tekanan

yang

disebabkan

oleh

gerakan

pernapasan (4).

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu


ekspirasi tekanan menjadi positif

(4)

. Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi


mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar

(4)

. Akibatnya tekanan di dalam

rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan


atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas

(2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

(4)

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang hanya


menekan sebagian kecil paru.

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai


sebagian besar paru.

C. Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam
penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada
beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru,
antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks,
dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai
volume kubus (2).

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan


diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah
8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83
______

10

512
=

________

= 50 %

1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis
horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada
garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh

(2)

% pneumotoraks

A + B + C (cm)
x 10
3

__________________

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
dengan luas hemitoraks (4).

(L) hemitorak (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

D. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2), (4), (5):
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat

ringannya

keadaan

penderita

tergantung

pada

tipe

pneumotoraks tersebut, (2):


1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
10

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan


lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru
yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan,
tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi
cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.
E. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan

(3), (4)

1. Inspeksi :
a. dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada)
b. pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
b. iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar
b. batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang

11

b. suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni


negatif
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumotoraks antara lain (6):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadangkadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru
tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan
ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada
tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit

12

3) Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak


permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan


anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa gas darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada
pasien

dengan

gagal

napas

yang

berat

secara

signifikan

meningkatkan mortalitas sebesar 10%.


3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

13

G. Penatalaksanaan
Tujuan

utama

penatalaksanaan

pneumotoraks

adalah

untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan


untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2.
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura
tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat
apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari

(2)

Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan


terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara

(2)

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga


pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga

14

pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar


melalui jarum tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah
dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung
infus set yang berada di dalam botol

(4)

2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan
pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai
menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol
(4)

3) Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan

klem

penjepit.

Pemasukan

troakar

dapat

dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan


insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau

15

pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui


sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar
dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut
Penghisapan
tekanan

dilakukan

intrapleura

tetap

terus-menerus
positif.

(3), (4)

apabila

Penghisapan

ini

dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20


cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara
pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan
dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada
saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal

(2)

16

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian
dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat
dilakukan dekortikasi.

17

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami


robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat
fistel.
H. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator (4).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat

(4)

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat


dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).
I. Rehabilitasi(4)
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada
keluhan batuk, sesak napas.

18

BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi
oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru
yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga
dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering
mengeluhkan

adanya

sesak

napas

dan

nyeri

dada.

Berdasarkan

penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun


traumatik.
Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatic dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat
bersifat terbuka, tertutup dan ventil(tension).
Dalam

menentukan

diagnosa

pneumotoraks

seringkali

didasarkanpada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa


adanyacorakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai
adanyagaris putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil
rntgenjuga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas
area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan
pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.
Untukpneumotoraks
pembedahan.Sedangkan

yang

berat

dapat

untuk proses medikasi

dilakukan
disesuaikan

tindakan
dengan

penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar


pneumotoraks tidak terjadi lagi.

19

DAFTAR PUSTAKA
1.

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.

2.

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,


Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.
1063.

3.

Bowman,

Jeffrey,

Glenn.

Pneumothorax,

Tension

and

Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10.


Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4.

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-dasar Ilmu Penyakit


Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

5.

Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax


(Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

6.

Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :


Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56

7.

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.


8. Anonim, Medicastore. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 22
Maret 2011. http://www.medicastore.com
9. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada
Pneumothorax Post Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit
Dalam. RSUD Panembahan Senopati Bantul; 2010. Diakses 22 Maret
2011. http://www.fkumycase.net/.

20

Anda mungkin juga menyukai