Anda di halaman 1dari 7

1.

Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi


1. kelembaban udara
massa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara (g) atau kerapatan uap disebut kelembaban mutlak
(absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap adalah berbeda beda menurut suhu.
Mengingat makin tinggi suhu, makin banyak uap yang dapat di tampung, maka kekeringan dan
kebasahan udara tidak dapat ditentukan oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative
adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh
dalam satuan volume itu pada suhu yang sama. Kelembaban relative ini biasanya disebut
kelembaban.Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan pelindung
permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau
memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang panjang dari permukaan
bumi pada waktu siang dan malam hari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat
pula kapasitas udara dalam menampung uap air. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin,
gumpalan awan menjadi bertambah besar dan pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan.
Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan thermometer
bola basah.
2. Energi Matahari
Seperti telah disebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah mesin yang mempertahankan
berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat mempengaruhi terjadinya perubahan iklim. Pada
umumnya, besarnya energi matahari yang mencapai permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit.
Namun demikian, besarnya energi matahari bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi
tergatung pada letak geografis dan kondisi permukaan bumi.Pemukaan bumi bersalju, sebagai
contoh, mampu merefleksikan 80% dari radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan
bumi dengan jenis tanah berwarna gelap dapat menyerap 90% ( wanielista, 1990). Adanya
perbedaan keadaan geografis tersebut mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer, dan
demikian juga berfungsi dalam penyebaran energi matahari. Energi matahari bersifat
memproduksi gerakan massa udara di atmosfer dan diatas lautan. Energi ini merupakan sumber
tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan
badan perairan sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari
mendorong terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara penyebaran kembali
energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan konveksi yang berlangsung
di dalam badan air dan atmosfer.
Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan ( udara ) yang berdekatan
apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda.
Konveksi adalah pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan
arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan hasil ketidakmantapan
masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi potensial dalam panas tak tampak
( latent heat ) yang sedang dikonversikan kedalam gulungan massa udara. Besarnya laju konversi
ketika energi terlepaskan akan menentukan keadaan meteorology (hujan dan angina). Umumnya
gulungan massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah hujan yang lebih singkat.
3. Angin
Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi terhadap permukaan
bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah arah dan kecepatan angin. Kecepatan
angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi

dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan adanya gerakan
udara lembab yang berlangsung terus menerus.Peralatan yang digunakan untuk menentukan
kecepatan angin dinamakan anemometer.
Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angina bertiup.Untuk penentuan arah angin ini
digunakan lingkaran arah angina dan pencatat angin.Untuk penunjuk angina biasanya digunakan
sebuah panah dengan pelat pengarah.Pengukuran angin diadakan di puncak menara stasiun cuaca
yang tingginya 10 m dan lain-lain.
Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-mata ditentukan oleh
sirkulasi termal. Angin akan bertiup ke arah khatulistiwa sebagai udara hangat dan udara yang
mempunyai berat lebih ringan kan naik ke atas di gantikan oleh udara padat yang lebih dingin.
Apabila ada dua massa udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan
dibatas antara dua massa udara tersebut.
Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan ini sering sekali
disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Adanya beda suhu tersebut juga
dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah angin. Proses kehilangan panas oleh adanya
padang pasir, daerah beraspal, dan daerah dengan banyak bangunan juga dapat menyebabkan
terjadinya perubahan arah angin. Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda, ada gaya
yang arahnya dari tempat bertekanan tinggi ketempat bertekanan rendah.
4. Suhu udara
Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi.Suhu juga di anggap
sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran
air dimuka bumi. Dengan demikian, adalah penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk
menentukan besarnya suhu udara.
Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermometer dalam sangkar
meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin tinggi elevasi pengamatan di atas
permukaan laut, maka suhu ydara makin rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan suhu
bertahap yang besarnya disebut laju pengurangan suhu bertahap.
Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi udara dan bentukbentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut.Suhu udara yang banyak dijumpai didalam
laporan-laporan tentang meteorologi umumnya menunjukkan data suhu musiman, suhu
berdasarkan letak geografis, dan suhu untuk ketinggian tempat yang berbeda.Oleh karnanya,
besarnya suhu rata-rata harus ditentukan menurut waktu dan tempat.

2. Mekanisme Hujan
Hujan terjadi karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang lebih tinggi
sebagai respon adanya perbedaan tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya.
Di tempat tersebut karena adanya akumulasi uap air pada suhu rendah, maka terjadilah proses
kondensasi dan pada gilirannya massa air basah tersebut jatuh sebagai hujan. Disamping itu
hujan bisa juga terjadi akibat dari pertemuan antara dua massa air basah dan panas. Mekanisme
berlangsungnya hujan melibatkan 3 faktor utama, yaitu:
1. Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh.
2. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air kecil di atmosfer.
3. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke
permukaan tanah dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gravitasi bumi.

3. Alat penakar hujan


1.

CARA RERATA ALJABAR


Cara yang paling sederhana adalah adalah dengan melakukan perhitungan rata rata
arimatik (aljabar) dari rerata presipitasi yang diperoleh dari seluruh alat penakar hujan yang
digunakan. Cara ini dianggap cukup memadai sepanjang digunakan di daerah yang relative
landai dengan variasi curah hujan yang tidak terlalu besar serta penyebaran alat penakar hujan
diusahakan seragam. Kedaan seperti ini sering tidak dapat dijumpai sehingga perlu cara lain yang
lebih memadai.

Keterangan :
R
n
R1 + R2 + R3 +Rn
2.

= Curah hujan rerata tahunan ( mm )


= Jumlah stasiun yang digunakan
= Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)

CARA POLIGON THIESSEN


Metode ini digunakan secara luas karena dapat memberikan data memberikan data
presipitasi yang lebih akurat, karena setiap bagian wilayah tangkapan hujan diwakili secara
proposional oleh suatu alat penakar hujan. Dengan cara ini, pembuatan gambar polygon
dilakukan sekali saja, sementara perubahan data hujan per titik dapat diproses secara cepat tanpa
menghitung lagi luas per bagian poligon.
Keterangan :
R
= Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3
= Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
Rn
= Jumlah titik pengamatan
A1,A2
= Luas wilayah yang dibatasi polygon

= Luas daerah penelitian

Cara membuat polygon Thiessen


Mengambil peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS
Menghubungkan garis antar stasiun 1 dan lainnya hingga membentuk segi tiga
Mencari garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama persis dan tegak lurus
garis
d.
Menguhubungkan ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat titik berat yang akan
membentuk polygon.
a.
b.
c.

3.

CARA GARIS ISOHYET


Peta Isohyet digambarkan pada peta topografi berdasarkan data curah hujan (interval 10
20 mm) pada titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah
antara dua garis isohyets yang berdekatan diukur dengan planimeter. Harga rata rata dari garis
garis isohyets yang berdekatan yang termasuk bagian bagian daerah itu dapat dihitung. Curah
hujan daerah dihitung menurut persamaan seperti dibawah ini,
Keterangan :
R
= Curah hujan rerata tahunan
A1, A2
= Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn
= Curah hujan rata rata tahunan pada bagian A1, A2, . , An
Cara ini adalah cara rasoinal yang terbaik jika garis garis isohyets dapat digambarkan
dengan teliti. Akan tetapi jika titik titik pengamatan itu banyak sekali dan variasi curah hujan
di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohyets ini akan terdapat kesalahn
kesalahn si pembuat ( individual error). Namun teknik perhitungan curah hujan dengan
menggunakan metode ini menguntungkan karena memungkinkan dipertimbangkannya bentuk
bentang lahan dan tipe hujan yang terjadi, sehingga dapat menunjukkan besarnya curah hujan
total secara realistis.

4. Alat jaringan penakar hujan


Jaringan penakar hujan diantaranya memeliki banyak metoda cara pengukuran
Contoh :

Metoda Wilson E. M (1974)

Wilson E. M memberikan tabel untuk menentukan kerapatan stasiun hujan berdasarkan keluasan dari DAS,
seperti pada tabel berikut:
Jumlah Stasiun Hujan Yang Diperlukan Untuk Ukuran DAS Dengan Luas Tertentu

Luas DAS
2

Km2
26
260
1300
2600
5200
7800

Mil
10
100
500
10000
20000
30000

Jumlah Stasiun Hujan


2
6
12
15
20
24

(Wilson E. M dalam Linsley, 1994)


Varshney, (1974) dalam bukunya yang berjudul Engineering Hydrology, memberikan usulan metoda untuk
menetapkan stasiun hujan, sebagai berikut :
Menghitung jumlah curah hujan total dari keseluruhan stasiun (Pt)
Pt = P1 + P2 + + Pn
dimana :
P1 = curah hujan di stasiun ke-1
P2 = curah hujan di stasiun ke-2
Pn = curah huajn di stasiun ke-n
Menghitung hujan rata-rata DAS (Pm)

Dimana :
n = banyaknya stasiun hujan
Menghitung jumlah kuadrat curah hujan semua stasiun (Ss)
2

Ss = P1 + P2 + + Pn
2

Menhitung varians (S )

Menghitung koefisien variasi (Cv)

Menghitung jumlah stasiun hujan optimum (N) dengan persentase kesalahan yang

diterapkan (p)

Stasiun hujan yang harus dipasang lagi adalah sebanyak (N-n)


Sementara itu, Sofyan Dt. Majo Kayo (1988) telah mengadakan penelitian di DAS Cimanuk dengan tujuan
untuk meneliti dan memilih lokasi stasiun hujan yang tepat serta mewakili suatu DAS.
Metode yang digunakan oleh Sofyan adalah dengan melakukan pembagian DAS Cimanuk menjadi
beberapa kelompok (zone). Kemudian dari masing-masing zone dilakukan pemilihan stasiun hujan yang dianngap
tepat serta mewakili sehingga akhirnya secara keseluruhan dari DAS biaqsa dihasilkan stasiun-stasiun hujan yang
terpilih.
Selanjutnya Sofyan membandingkan hasil perhitungan curah hujan rata-rata tahunan dari stasiun-stasiun
yang terpilih untuk mengetahui persentase perbedaannya dengan rumus :

dimana :

XII

: persentase perbedaan / penyimpangan relative (%)

XI

: harga rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada (mm)

: harga rata-rata curah hujan tahunan dari stasiun hujan hasil pemilihan (mm)
Bila harga Y lebih kecil dari besar penyimpangan yang diijinkan maka pemilihan tersebut dapat diterima.

NO
1
2
3
4
5
6

Jangka
Pengamatan (Thn)
1
3
5
10
20
30

Kemungkinan Kesalahan Terhadap


Pengamatan Kerja Panjang (%)
+ 50 sampai -40
+ 27 sampai -24
+16 sampai -24
+ 6 sampai -8
+ 3 sampai -3
+ 2 sampai -2

Anda mungkin juga menyukai