Anda di halaman 1dari 38

Skenario 3

Tidak Bisa Buang Air Kecil


Tuan S, 56 tahun datang ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak
1 hari, meskipun rasa ingin kencing ada. Sebelumnya riwayat LUTS (Lower Urinary Tractus
Sindrom) seperti hesistency, nocturia, urgency, frekwensi, terminal dribbling sering dirasakan
sebelumnya. IPSS ( International Prostate Symptom Score ) > 30 dan Skore kualitas hidup
(Qol) > 5.
Oleh Dokter yang memeriksa didapatkan :
Keadaan Umum : baik ; kesadaran : kompos mentis
Vital sign

: TD 130/80 mmHg ; nadi : 96 x/menit ; respiration rate : 20 x/menit : suhu


37C

Status Lokalis : regio suprapubic :

Inspeksi : terlihat cumbung (bulging)

Palpasi : kistik, nyeri tekan ada

Perkusi : redup

Dipasang kateter urin 16F dan keluar urin dengan volume 1000 ml.
Kemudian dilakukan pemeriksaan colok dubur, dengan hasil :

Tonus sfingter ani : baik

Prostat teraba membesar dengan pool atas tak teraba, kenyal, permukaan rata, sulcus
ditengah, nyeri tekan tidak ada.

Sarung tangan : darah tidak ditemukan

Dokter menyarankan untuk diperiksa : PSA, USG, abdomen dan BNO-IVP.

Step 1
1. LUTS
: Perubahan stuktur vesica urinaria yang oleh pasien sebagai keluhan
lesi saluran kemih bagian bawah.
2. Hesistency
: Menunggu pada memulai miksi.
3. Nocturia
: Frekwensi berkemih pada malam hari.
4. Urgency
: miksi sulit ditahan.
5. Frekwensi
: urinasi pada interval waktu pendek tampa peningkatan volume /
pengeluaran urin harian, disebabkan berkurangnya kapasitas kandung kemih.
6. Terminal Dribbling
: Menetes pada akhir miksi.
7. Skor Kualitas Hidup
: pertanyaan yang berhubungan dengan Qualitas hidup pasien.
8. PSA
: Prostate Spesifik antigen yang merupakan enzim yang
dikeluarkan kelenjar prostate.
Step 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apakah yang menyebabkan tuan S tidak bisa berkemih ?


Etiologi dan Patogenesis dari BPH ?
Berapa skor IPSS normal ?
Apakah yang menyebabkan tuan S mengalami LUTS ?
Apakah tujuan dari pemeriksaan PSA,USG,& BNO-IVP ?
Adakah gejala lain dari saluran kemih bagian bawah ?
Penatalaksanaan dari BPH ?
Adakah pemeriksaan lain selain di skenario di atas ?

Step 3
1. Hiperplasia prostat
2. Etiologi
: - Pengaruh hormon estrogen dan progesteron
- Stem sell
Patogenesis

: Hiperplasia prostat menyebabkan penyempitan Vesica urinaria


mengakibatkan tekanan Vesica urinaria meningkat maka terjadi
perubahan anatomis hingga terjadi LUTS.

3. Skor IPSS :

- ringan = 0-7
- sedang = 8-19
- berat = 20-35

4. Patogenesis

: Hiperplasia prostat menyebabkan penyempitan Vesica urinaria


mengakibatkan tekanan Vesica urinaria meningkat maka terjadi
perubahan anatomis hingga terjadi LUTS.

5. - Menegakan diagnosis
- melihat enzim pada kelenjar prostat

6. - Nyeri di pinggang

- Demam
- Hemoroid dan Hernia
7. Terapi : - Inhibitor 5 - reduktase
- Vito terapi
- Menghambat adrenergik
- Operasi (pembedahan)
8. cukup yang ada di skenario
Step 4
Etiologi dan patogenesis dari BPH yaitu,Pengaruh hormon estrogen dan progesteron ,
Stem sell sedangkan patogenesisnya, Hiperplasia prostat menyebabkan penyempitan Vesica
urinaria mengakibatkan tekanan Vesica urinaria meningkat maka terjadi perubahan anatomis
hingga terjadi LUTS. Gejala dari BPH yaitu, LUTS, Iritatif, gejala diluar : Nyeri di
pinggang, Demam,bisa juga Hemoroid dan Hernia. Pemeriksaan yang dilakukan :
pemeriksaan fisik Vital sign,statul Lokalis. Pemeriksaan penunjang : PSA, USG abdomen dan
BNO-IVP. Dan tujuannya : - Menegakan diagnosis, - melihat enzim pada kelenjar prostat.
Penatalaksaan : -Inhibitor 5 - reduktase , -Vito terapi, - Operasi (pembedahan). Pencegahan
:-jangan buang air kencing sembarangan,makanan-makanan yang menghambat vesica
urinaria,jangan makanan pedas.
Step 5
1. Memahami dan Menjelaskan Secara Anatomi
1.1 Menjelaskan Secara Anatomi Makroskopis Dan Mikroskopis Dari Kelenjar Prostat
1.2 Menjelaskan Vaskularisasi Dan Persyarafan Kelenjar Prostat
2. Memahami dan Menjelaskan BPH
2.1 Etiopatolofisiologi BPH
2.2 Manifestasi dan diagnosis BPH
2.3 Diagnosis Banding BPH
2.4 Komplikasi dan Prognosis BPH

3.

Memahami dan Menjelaskan Penalaksaan BPH

3.1 Menjelaskan Penatalaksaan BPH Secara Medika Mentosa


3.2 Menjelaskan Penalaksanaan BPH Secara Pembedahan(Operasi)
3.3 Menjelaskan Pencegahan BPH

Step 6
Mandiri

Step 7
1. Memahami dan Menjelaskan Secara Anatomi
1.1 Menjelaskan Secara Anatomi Makroskopis Dan Mikroskopis Dari Kelenjar Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm
dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1.

lobus medius

2.

lobus lateralis (2 lobus)

3.

lobus anterior

4.

lobus posterior 5,6


Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan

menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abuabu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan
di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume
prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia
endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang
berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang
menghasilkan bahan baku sekret.
2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone

3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan
bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia
lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel
thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan
epitel tampak menyerupai epitel berlapis.

1.2 Menjelaskan Vaskularisasi Dan Persyarafan Kelenjar Prostat


Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok
kelenjar periurethral.

2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa


cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).

Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

2. Memahami dan Menjelaskan BPH


2.1 Etiopatolofisiologi BPH
Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang
berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)


yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth
factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target
cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di
dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5
dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami


transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini
akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.

5. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior


Tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter


o

Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

Trabekulasi - Hidroureter

Selula - Hidronefrosis

Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis


- Gagal ginjal

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan
komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan
alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Fisiologi Prostat
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.2 Manifestasi dan diagnosis BPH


Gambaran Klinis BPH

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputusputus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.8
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena

pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering


berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa
urin > 150 ml.8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria


untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami
kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan
dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan


terakhir

Tidak
sekali

<20%

<50%

50%

>50%

Hampir selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong
setelah berkemih

b. Berapa kali anda


berkemih lagi dalam
waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi


arus urin berhenti
sewaktu berkemih

d. Berapa kali anda


tidak dapat menahan
untuk berkemih

e. Beraapa kali terjadi


arus lemah sewaktu
memulai kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun tidur anda
kesulitan memulai
untuk berkemih

g. Berapa kali anda


bangun untuk
berkemih di malam
hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali

3 = kurang

1 = baik

4 = buruk

2 = kurang baik

5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa


faktor pencetus, antara lain:
o

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual


atau mengalami infeksi prostat akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot


detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain:
golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan

tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.7
Diagnosis BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di
dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan
kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat
derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus
prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah
terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya
hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau
uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri
tekan supra simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria
yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga
bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya
metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar
prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail
atau hooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)


Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine,
serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti
batu, tumor, dan divertikel.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan
gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam uretra.
6. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam
potongan.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : daya kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah
menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat
derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)


Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi
otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.
Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin
yang masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah
miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu
membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi
urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100
cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
penderita prostat hipertrofi.
2.3 Diagnosis Banding BPH
Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
1. kelainan medula spinalis
2. neuropatia diabetes mellitus
3. pasca bedah radikal di pelvis
4. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
1. kelainan neurologik
2. neuropati perifer

3. diabetes mellitus
4. alkoholisme
5. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :
1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor
dengan relaksasi sfingter
2. ketidakstabilan detrusor
4. Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis
5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
1.

hiperplasia prostat jinak atau ganas

2.

kelainan yang menyumbatkan uretra

3.

uretralitiasis

4.

uretritis akut atau kronik

5.

striktur uretra

6.

Prostatitis akut atau kronis

9. Kriteria Pembesaran Prostat


Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : <>

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm6

2.4 Komplikasi dan Prognosis BPH


Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2
pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

3.

Memahami dan Menjelaskan Penalaksaan BPH


3.1 Menjelaskan Penatalaksaan BPH Secara Medika Mentosa

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan


menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik
dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan
sisa volume urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok
dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa
urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada
derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan
sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba
lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi

kesehatan

dunia

(WHO) menganjurkan

klasifikasi

untuk

menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate
Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap
dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan
WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan


dapat diberikan pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi


operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara
terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua
penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti
ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih
dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan
operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah


membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang
kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian
terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,


meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang
invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya
elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala
klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada
leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan,
atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna7

Observasi

Medikamentosa

Operasi

Invasif
Minimal
TUMT

Watchfull
waiting

Penghambat
adrenergik
Penghambat
reduktase

Prostatektomi terbuka
Endourologi

Fitoterapi

1. TUR P
2. TUIP

Hormonal

3. TULP (laser)

TUBD
Strent uretra
dengan
prostacath
TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi,
dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan
lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak

terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin,


terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang
lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek
sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai
1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis
alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,
menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi
penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi
ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan
dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat
yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang
digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan
Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya
dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting
strategy.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor


androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas
enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

3.2 Menjelaskan Penalaksanaan BPH Secara Pembedahan(Operasi)


Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi
saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi
transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama


bila membuka vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan
dari dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis


a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :


batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi,
retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna
minimal.

Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)

Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

a.3. Transperineal
Keuntungan :

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital 3,6,7,8,1011

b. Prostatektomi Endourologi
b.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa
terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami
impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan
tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi.
Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan
di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan
mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan
adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup
murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP
ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma
TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal

daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu
operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.

b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar
dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode
tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5
dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat
memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat
pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara
ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak
kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya
kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa
perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada
waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui
sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars
prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti
efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam
setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam
prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :

1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi


akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
2. Teknik lebih sederhana
3. Waktu operasi lebih cepat
4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan
6. Resiko impotensi tidak ada
2. Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan
dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar
periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu
dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi
vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan
tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya
serta side efek yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan
microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene
akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak

mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak
tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan
gelombang radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar
daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat
diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga
efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain
oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir
keluar.
2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan
jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui
operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang
baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan
minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja
kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang
spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang
ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika
maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent
ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif,
yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum
memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.
3.3 Menjelaskan Pencegahan BPH
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan
utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto
menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen
dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam
proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab
BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
2. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek
Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
4. Majalah Illmu Bedah Indonesia: ROPANASURI Vol XXV, No. 1, Januari-Maret 1997; 37
5. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.
6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK
UNDIP.
7. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,
Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto
Mangunkusumo, 1993.
9. Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag, 5,
1979, 125-4
10. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,
Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

11. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah


Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
12. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000;
320-3

Anda mungkin juga menyukai