Anda di halaman 1dari 5

KEPANITERAAN ILMU ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG


PERIOODE 27 OKTOBER 2014 29 NOVEMBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Nama
NIM

: Monica Olivine
: 030.10.182

PERSIAPAN ANESTESI PREOPERATIF


Semua pasien yang dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus dilakukan
persiapan dan pengeloaan perioperasi dengan optimal. Kunjungan praanestesi pada tindakan
bedah elektif dilakukan 1 2 hari sebelumnya dan pada bedah darurat dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin. Kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik
pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang
sesuai untuk digunakan serta menentukan klasifikasi yang sesuai menurut ASA. Kesalahan
yang terjadi akibat tindakan ini tidak dilakukan akan meningkatkan resiko pasien terhadap
morbiditas dan mortalitas perioperasi.
Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya pengelolaan preoperasi termasuk di
dalamnya adalah sebagai berikut :

Mengkonfirmasikan bahwa tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap penderita

akan memberikan hasil yang optimal dengan segala resikonya.


Dapat mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa
fasilitas dan tenaga yang ada cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioperasi

yang memuaskan.
Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk pembedahan dengan
mempertimbangkan

faktor-faktor

penyulit

yang

mungkin

ada

yang

dapat

meningkatkan resiko buruk dari hasil tindakan.


Mendapatkan informasi yang tepat tentang keadaan pasien dan dapat merencanakan

teknik anestesi yang tepat.


Meresepkan atau melakukan premedikasi dan/atau obat-obatan profilaksis spesifik
lainnya yang mungkin diperlukan.

Kunjungan pra anestesi


Kunjungan (visite) pra anestesi bertujuan :

1. Mengetahui
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

riwayat

penyakit

bedah

dan

penyakit

penyerta,

riwayat

penyakitsekarang dan penyakit dahulu.


Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum).
Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.
Merancang perawatan pasca anestesi.
Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.
Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.
Menentukan status ASA pasien.

Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.
Anamnesis
a. Identitas pasien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi
sebelumnya atau mempunyai penyakit yang sama seperti sekarang. Riwayat penyakit
d.
e.
f.
g.

sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma dan sebagainya.


Riwayat penggunaan obat-obatan seperti obat anti koagulan (aspirin)
Riwayat alergi
Riwayat operasi
Riwayat anestesi ; misalnya pernah menggunakan halotan sebelumnya jadi sebaiknya
jangan diulang dalam waktu tiga bulan. Penggunaan pelumpuh otot seperti

suksinilkolin yang dapat menimbulkan apnue berkepanjangan juga jangan diulang.


h. Kebiasaan pasien : Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi system kardiosirkulasi, dihentikan
beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernafasan dan 1-2 minggu untuk
mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan
adanya penyakit hepar.

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: BB, TB, tanda-tanda vital
b. Status gizi : kaheksia, obesity
c. Status psikis
d. Status neurologis : status mentalis, kelainan saraf cranial atau saraf motorik
e. Sistemik :
a) Kepala
b) Leher : leher pendek dan kaku akan menyulit
c) Mulut : gigi geligi, tindakan buka mulut, bentuk lidah, darejat Mallampati.
d) Kulit
e) Thoraks (jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit jantung dan pernapasan

f) Abdomen
g) Extremitas : deformitas, edema
h) Tulang belakang atau vertebra : scoliosis, athrosis, dsb.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan
laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus. Data laboratorium yang harus
diketahui diantaranya :
a. Hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)
b. Leukosit
c. Hitung jenis
d. Golongan darah
e. Clotting time dan bleeding time
f. Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg
g. Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium),ureum,
h.

kreatinin.
Urinalisa : tes reduksi, tes sedimen

Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan diantaranya


foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit jantung.
Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri). Jika
diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk
memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta
kesimpulan atau keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir
tetap berada di tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat
meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan
digunakan.
Perencanaan anestesi
Obat atau zat anestesi yang akan digunakan : misalnya dapat orang dengan gangguan

hepar dikontraindikasikan dari penggunaan halotan.


Tehnik anestesi yang akan dipakai : anestesi umum, regional atau kombinasi
Persiapan komplikasi pembedahan : malignant hyperthermia, thyroid storm

Prognosis
Prognosis dibuat berdasarkan klasifikasi status fisik pasien. Klasifikasi yang dipakai
berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
ASA I
ASA II
ASA III

: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.


: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas

ASA IV

: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin

ASA V

dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.


: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya

ASA VI

tidak akan lebih dari 24 jam.


: Pasien donor organ

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantum huruf E.


Persiapan hari operasi
Pembersihan dan pengosongan saluran cerna
Pasien dewasa umumnya harus puasa 6-8 jam, pada anak-anak sekitar 4-6 jam , pada
bayi 3-4 jam. Hal ini perlu untuk mengurangi risiko regurgitasi isi lambung yang akan

mengganggu proses anesthesia.


Tanggalkan gigi palsu, perhiasan, dan kosmetik
Pengosongan kandung kemih
Pakai label
Informed consent pada pasien dan dijelaskan tentang operasi dan tehnik operasi yang
akan dilakukan
Pemeriksaan fisik ulang
Persiapan obat-obat :
o obat premedikasi : antiemetic, diazepam
o obat dan zat anestesi yang akan dipakai : propofol, bupivakain, sevofluran
o obat-obat yang kemungkinan dipakai : obat pelumpuh otot
o obat emergency : adrenalin, sulfas atropin
Premedikasi
Persiapan alat-alat
o Mesin anestesi : sumber gas, flowmeter, vaporizer, ventilator, facemask, ETT
o Alat pendukung : meja operasi, laringoskop

Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Diantaranya :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi reflex yang tidak diinginkan.
Kecemasan merupakan reaksi alami jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bias digunakan diazepam per oral 10-15
mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat
diberikan petidin 50mg intramuscular.

Cairan lambung 25ml dengan pH 2.5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadiaan tersebut dapat diberikan antagonis reseptor H2, misalnya ranitidine
peroral 150mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.
Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan suntikan intramuscular
untuk dewasa ondansetron 2-4mg.
Daftar Pustaka
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2 . Jakarta;
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007; 3: 29-32

Anda mungkin juga menyukai