PENGOLAHAN KOPI
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR
PENGOLAHAN KOPI
Penanggung Jawab :
Muthmainnah
A1M012025
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman berbentuk pohon yang termasuk
dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak, dan
tingginya mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing
(Najiyati dan Danarti, 2007). Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh
dimana saja. Mutu kopi yang baik sangat tergantung
Namun ,
metode ini memiliki kekurangan yaitu penggunaan air dalam jumlah yang cukup
banyak. Pelarut kimia yang aman digunakan adalah methylene chloride dan ethyl
acetate. Metode ini lebih efektif, karena penggunaan pelarut kafein yang dapat di
daur ulang.
Selain kandungan kafein yang terkait dengan mutu, proses pengolahan juga
akan mempengaruhi mutu kopi yang dihasilkan. Masing-masing dari pengolahan
kopi yang dilakukan mempunyai fungsi dan tujuan untuk memunculkan aroma
flavor khas dari biji kopi. Salah satu proses pengolahan yang mendukung citarasa
khas pada kopi adalah penyangraian. Oleh karena itu dalam praktikum kali ini
variasi perlakuan yang diberikan adalah kopi dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi
dengan lama penyangraian yang berbeda yaitu 20, 30 dan 40 menit.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum acara pengolahan kopi ini adalah untuk:
1. Membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi
pada biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda (20,30 dan 40
menit)
2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen dan sifat sensori kopi yang
dihasilkan
3. Mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik
fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kopi
Kopi yang sudah dipetik harus segera diolah lebih lanjut dan tidak boleh
dibiarkan selama lebih dari 12-20 jam. Bila tidak segera diolah, kopi akan
mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang dapat menurunkan mutu.
Bila terpaksa belum dapat diolah, kopi harus direndam dulu dalam air bersih
mengalir (Najiyati dan Danarti, 2007).
Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Astridae
Ordo
: Rubiaceace
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea robusta
Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi terdiri dari daging buah dan biji.
Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan kulit luar (eksokarp) yang terdiri dari satu lapisan yang tipis.
b. Lapisan daging buah (mesokarp) yang apabila telah masak akan berlendir.
c. Lapisan kulit tanduk (endocarp/parchment) yang cukup keras.
Persyaratan
Tidak ada
Tidak ada
Maks. 12,5
Maks 0,5
Jenis-jenis kopi menurut Najiyati dan Danarti (1997) yaitu kopi robusta,
kopi arabika dan kopi liberika. Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing
jenis kopi tersebebut yaitu
a. Kopi Robusta
Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan
dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh
dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas (neutral taste)
tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta
memiliki kelebihan-kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat.
Oleh karena itu, kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends
untuk merek-merek tertentu (Siswoputranto, 1992).
Secara struktur, kopi robusta memiliki kulit ari yang sulit dilepas dari
endospermnya. Hal ini disebabkan karena kopi robusta memiliki lendir dalam
jumlah yang sedikit (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi robusta memiliki kafein
yang lebih tinggi, rasa yang pahit, dan asam (Indrianto, 2007).
b. Kopi Arabika
Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,
tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenisjenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah,
Marago dan Congensis.
c. Kopi Liberika
Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak
tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini
jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan
rendemennya rendah.
Setelah proses pengolahan, kopi juga harus dinilai bagaiamana standar mutu
yang tepat untuk dilakukan proses pengolahan lanjutan ataupun langsung
dipasarkan. Di dalam mengolah kopi, penyangraian menjadi salah satu titik kritis
karena proses inilah yang akan memunculkan citarasa dan aroma khas kopi.
Berikut ini adalah tabel syarat umum kopi sangrai (tabel 2) serta perbedaan
komposisi kopi dilihat dari jenis dan perlakuan sebelum serta sesudah
penyangraian (tabel 3).
Tabel 2. Syarat Umum Kopi Sangrai (SNI.01-2983-1992)
Kriteria
Keadaan (bau,rasa)
Kasar air
Kadar abu
Kealkalian dari abu
Kadar kafein
Cemaran logam (Pb,Cu)
Padatan tak larut dalam
air
Satuan
% w/w
% w/w
1 N NaOH/100 g
% w/w
mg/kg
% w/w
Syarat
normal
maks 4
7 24
80 -140
28
maks 30
maks 0.25
Jumlah bakteri
Sumber: BSN, 1992.
koloni/g
maks 300
Tabel 3. Komposisi biji kopi arabika dam robusta sebelum dan sesudah
disangrai
Komponen
Arabika
Green
3.0-4.2
0.9-1.2
1.0-1.2
12.0-18.0
1.5-2.0
2.0
11.0-13.0
16.0-17.0
5.5-8.0
Arabika
Roasted
3.5-4.5
1.0
0.51.0
14.5-20.0
1.0-1.5
0
13.0-15.0
16.0-17.0
1.2-2.3
Mineral
Kafein
Trigonelline
Lemak
Asam alifatis
Asam amino
Protein
Human Acid
Total
Cholorgenic
acid
Sumber (Clarke dan Mancrae, 1987)
Robusta
Green
4.0-4.5
1.6-1.2
0.6-0.75
9.0-13.0
1.5-1.2
7.0-10.0
Robusta
Roasted
4.6-5.0
2.0
0.3-0.6
11.0-16.0
1.0-1.5
13.0-15.0
16.0-17.0
3.9-6
B. Kafein
Kopi merupakan bahan penyegar yang biasanya disajikan dalam bentuk
minuman yang dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang telah dipanggang.
Tanaman kopi terbagi menjadi dua spesies yaitu arabika dan robusta. Arabika
adalah kopi tradisional yang memiliki rasa paling enak. Sedangkan robusta
memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dan memiliki rasa pahit dan asam.
Sejenis kopi robusta di Indonesia yang sangat mahal dan memiliki rasa yang unik
adalah kopi luwak (Wikipedia 2007 dalam Firna A.L., 2008).
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem
saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit (Phytomedical
Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C6H10O2, dan struktur kimianya
1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995). Kafein dalam coklat di dapat dari
biji cacao yang hanya tumbuh di daerah tropis, sedangkan kafein dalam kopi
didapatkan dari biji coffe Arabica dan coffe Robusta. Kafein adalah senyawa
bersifat yang stimulan terhadap sistim syaraf pusat dan juga otak, merupakan
bagian dari family Rubiaceae yang secara alami banyak terkandung pada berbagai
produk hasil bumi seperti dalam biji kopi, coklat, daun teh. Karena secara alami
banyak terkandung di dalam produk hasil bumi, maka kafein menjadi jenis
stimulan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Berabad-abad lamanya kopi telah dikenal sebagai minuman yang
menggairahkan tubuh hal ini disebabkan karena kopi mengandung kafein yang
cukup tinggi. Kafein dalam kopi dapat bermanfaat untuk mencegah pembentukan
batu ginjal karena kafein dapat melancarkan pembuangan urin dan memurnikan
konsentrasinya (Khomsan, 2002 dalam Firna A.L., 2008).
Kafein merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa
mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Drapeau et al (2006) meneliti efek
penggunaan kafein 200mg sebelum tidur menunjukkan hasil peningkatan dari
onset tidur (p<0,01), penurunan jumlah jam tidur (p<0,02) dan perburukan
kualitas tidur (p<0,09). Anak yang mengkonsumsi minuman berkafein sekurangkurangnya sekali sehari, mempunyai jumlah tidur mingguan 3 jam 30 minit
kurang berbanding anak yang tidak mengkonsumsi kafein (Kirchheimer, 2004).
C. Dekafeinasi Kopi
Dekafeinasi adalah proses untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi.
Dekafeinasi biasanya dilakukan pada Green Coffee sebelum disangrai. Ekstraksi
kafein dari kopi pertama kali dilakukan oleh ahli kimia Jerman, pada tahun 1820.
Tetapi terobosan secara teknik tidak pernah ada sampai satu abad kemudian
ketika Ludwig Roselius memutuskan untuk melakukan pengolahan awal biji kopi
dengan kukus sebelum mengontakkannya dengan pelarut penghilang kafein.
Proses Steaming dapat meningkatkan area permukaan biji dan membuat kafein
lebih mudah dihilangkan. Penemuannya membuat kopi bebas kafein dapat
diproduksi secara skala komersial untuk pertama kalinya. (Suhartono J dkk.,
2005)
Pengurangan kadar kafein (dekafeinasi) dalam kopi perlu dilakukan sampai
batas aman konsumsi kafein yaitu pada dosis 100-200 mg per hari (Wikipedia,
2008). Sehingga kopi hanya dapat dikonsumsi pada ambang batas aman konsumsi
kafein yaitu 2 sampai 4 gelas per hari. Penurunan kadar kafein kopi dapat
dilakukan dengan melakukan proses dekafeinasi (Wikipedia, 2008).
Dekafeinasi adalah suatu proses untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi
dan bahan-bahan lainnya yang mengandung kafein. Penggunaan pelarut organik
merupakan salah satu metode dalam proses dekafeinasi. Pelarut organik mampu
menghilangkan senyawa kafein lebih spesifik namun akan memberikan pengaruh
yang buruk terhadap lingkungan serta masalah kesehatan dan keamanan. Selain
itu, pelarut organik yang digunakan akan menempel pada biji kopi sehingga
memerlukan proses tambahan untuk menghilangkan pelarut tersebut. Penggunaan
klorida kloroform atau metilena dan etil asetat, telah dilakukan untuk
menghilangkan kafein dari bahan pangan. Namun, produk yang dihasilkan tidak
diterima secara luas oleh konsumen karena toksisitas dari residu kimia yang
digunakan (Sakanaka, 2003).
Menurut Peker et al, (2004) laju dekafeinasi merupakan fungsi dari laju
aliran CO2 , temperatur, dan tekanan. Ekstraksi dengan mengunakan metode
supercritical carbon dioxide merupakan pelarut yang selektif dan diaplikasikan
untuk dekafeinasi biji kopi dengan temperatur 70 derajat Celcius dengan
bertekanan tinggi.
Metode dengan menggunakan pelarut air membutuhkan tekanan dan
temperatur di atas titik didih air. Dengan adanya paas dapat memutuskan ikatan
ion kafein dan senyawa lain, sehingga kafein akan terbebas dan lepas dalam air
(Peker et al., 2004)
D. Pengolahan Kopi
Pengolahan buah kopi dilakukan melalui dua cara, yaitu cara basah dan
kering. Pengolahan cara basah memerlukan modal besar, tetapi prosesnya lebih
cepat dan mutu yang dihasilkan lebih baik. Pengolahan basah banyak dilakukan
oleh PTP, perkebunan swasta yang cukup besar, atau kelompok petani yang
membentuk koperasi (Ciptadi dan Nasution, 1985).
dari mesin raung pulper. Pencucian secara sederhana dilakukan pada bak
memanjang dengan air mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan di
dalam bak yang bagian bawahnya diberi lubang pengatur keluaran air. Bila sudah
bersih dan tidak licin, kopi diangkat dari bak dan ditiriskan (Najiyati dan Danarti,
2007).
e. Pengeringan
Kopi yang sudah selesai dicuci mengandung air sekitar 53-55%.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air menjadi 8-10%. Dengan
demikian, kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika
dihulling. Pengeringan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara alami, buatan
dan kombinasi keduanya. Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim
kemarau karena pengeringan pada musim hujan tidak sempurna. Pengeringan
buatan dilakukan dengan alat pengering yang hanya memrlukan waktu sekitar 18
jam, tergantung jenis alatnya. Sedangkan pengeringan kombinasi alami dan
buatan dilakukan dengan cara menjemur kopi di terik matahari hingga kadar air
mencapai 30%. Kemudian, kopi dikeringkan lagi secara buatan sampai kadar air
mencapai 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2007). Rata-rata pengeringan antara 10-15
hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55C) juga banyak digunakan
sejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang
lebih luas.
f. Hulling (pemecahan kulit tanduk)
Hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit
tanduk dan kulit ari. Pemisahan dilakukan dengan mesin huller yang mempunyai
bermacam-macam tipe. Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan
diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan
kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari
biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah
(Najiyati dan Danarti, 2007).
Proses selanjutnya yang harus dilakuakn setelah hulling baik pada pengolan
basah maupun pengolahan kering adalah sortasi biji. Sortasi biji dimaksudkan
untuk membersihkan kopi beras dari kotoran sehingga memnuhi syarat mutu dan
mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yang telah ditetapkan
(Najiyati dan Danarti, 2007).
Kopi yang telah memenuhi syarat mutu umum dinilai lebih kanjut untuk
ditentukan tingkat mutunya. Penilaian tersebut menggunakan sistem nilai cacat
dan dapat menghasilkan enam nilai mutu. Untuk memperoleh nilai cacat, dapat
menggunakan pedoman penentuan besarnya nilai cacat kopi.
Tabel 4. Penilaian tingkat mutu berdasarkan sistem nilai cacat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tingkat mutu
Syarat mutu khusus
Mutu 1
Jumlah nilai cacat maksimum 11
Mutu 2
Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
Mutu 3
Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
Mutu 4
Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
Mutu 5
Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
Mutu 6
Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
Mutu 7
Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225
Sumber : (Najiyati dan Danarti, 2007).
d. Roasting
Roasting atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu
200-225C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi yang berwarna cokelat
kayu manis-kehitaman (Najiyati dan Danarti, 2007).
Dalam proses penyangraian ini biji kopi mengalami dua proses, yaitu
penguapan air pada suhu 100C dan pirolisis pada suhu 180-225C. Pada tahap
pirolisis, kopi mengalami perubahan kimia antara lain pengarangan serat kasar,
terbentuknya senyawa volatil, penguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat
beraroma khas kopi.
Pada proses penyangraian, kopi juga mengalami perubahan warna dari hijau
atau cokelat muda menjadi cokelat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan
permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah
(retak) maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya kopi diangkat dan
didinginkan.
kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya maka rasa dan aromanya semakin
baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar bahan yang terdapat didalam kopi dapat
larut dalam air ketika diseduh.
Penggilingan
tradisioanal
dilakukan
dengan
cara
menumbuk
kopi
menggunakan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang terbuat
dari kayu atau batu, sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk hingga
halus, bubuk kopi disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang
tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.
Penggilingan oleh industri kecil atau pabrik menggunakan mesin giling.
Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga
secara otomatis bubuk kopi yang keluar berukuran seperti yang diinginkan dan
tidak perlu disaring lagi (Najiyati dan Danarti, 2007).
III.
METODE PRAKTIKUM
ii.
Bahan :
Biji kopi
Air
Gula
Alat
Wadah plastik
Soled kayu
Kompor gas
Ayakan 60 mesh
Nampan plastik
Plastik PP
Saringan ampas
Sendok
Form organoleptik
Timbangan digital
Oven
Grinder
B. Prosedur Kerja
Biji kopi dibagi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui
proses dekafeinasi) dan biji B (tanpa dekafeinasi)
IV.
A. Hasil Pengamatan
1. Data Pengamatan
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Parameter Warna Bubuk Kopi
Penelis
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
40
47
73
60
62
62
Rata-rata
2.67
3.13
4.87
4.13
4.13
Keterangan :
Skor
: 1 = hitam
2 = hitam kecoklatan
3 = coklat kehitaman
4 = coklat tua
5 = coklat
Kode sampel
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
52
61
74
35
47
49
Rata-rata
3.47
4.07
4.93
2.33
3.13
3.27
Keterangan :
Skor
: 1 = hitam
2 = hitam kecoklatan
3 = coklat kehitaman
4 = coklat tua
5 = coklat
Kode sampel
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
62
70
62
36
44
39
Rata-rata
4.13
4.67
4.13
2.4
2.93
2.6
Keterangan :
Skor
: 1 = sangat kuat
2 = kuat
3 = agak kuat
4 = sedikit kuat
5 = tidak kuat
Kode sampel
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
51
51
52
34
38
42
Rata-rata
3.4
3.4
3.47
2.27
2.53
2.8
Keterangan :
Skor
: 1 = sangat kuat
2 = kuat
3 = agak kuat
4 = sedikit kuat
5 = tidak kuat
Kode sampel
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
54
44
52
54
54
55
Rata-rata
3.6
2.93
3.47
3.6
3.6
3.67
Keterangan :
Skor
: 1 = sangat kuat
2 = kuat
3 = agak kuat
4 = sedikit kuat
5 = tidak kuat
Kode sampel
Kode Sampel
234
678
123
567
456
345
10
11
12
13
14
15
Jumlah
63
63
63
49
48
34
Rata-rata
4.2
4.2
4.2
3.27
3.2
2.27
Keterangan :
Skor
: 1 = sangat suka
2 = suka
3 = agak suka
4 = sedikit suka
5 = tidak suka
Kode sampel
Non Dekafeinasi
Dekafeinasi
Variabel
20 menit
30 menit
40 menit
20 menit
30 menit
40 menit
200
200
200
204
200
200
212
170
170
226
195
181
106
85
85
110,78
97,5
90,5
135
130
160
10
43
49
67,5
65
80
9,8
21,5
24,5
2. Perhitungan
x 100%
x 100%
= 110,78%
Rendemen bubuk kopi =
=
x 100%
x 100%
= 9,8%
x 100%
x 100%
= 97,5%
Rendemen bubuk kopi =
=
x 100%
x 100%
= 21,5%
x 100%
x 100%
= 90,5%
Rendemen bubuk kopi =
=
x 100%
x 100%
= 24,5%
x 100%
x 100%
= 85%
Rendemen bubuk kopi =
=
x 100%
x 100%
= 80%
x 100%
x 100%
x 100%
x 100%
= 65%
x 100%
x 100%
= 106%
Rendemen bubuk kopi =
=
x 100%
x 100%
= 67,5%
B. Pembahasan
Praktikum Teknologi Bahan Penyegar acara II tentang Pengolahan Kopi ini
dilakukan di ruang Laboratorium Pangan dan Gizi gedung Laboratorium
Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Praktikum ini bertujuan
untuk membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi
pada biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda (20,30 dan 40 menit),
melakukan pengamatan terhadap rendemen dan sifat sensori kopi yang dihasilkan,
serta mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik
fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.
Praktikum ini menggunakan jenis kopi robusta. Rahardjo (2012)
menyatakan bahwa konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi
arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Dalam hal produksi, AEKI
(2009) menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke tiga dunia setelah
Brazil dan Vietnam untuk kopi jenis Robusta dengan jumlah produksi 5,82 juta
karung pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 6,01 juta karung pada tahun
2008. Banyaknya produksi kopi jenis robusta ini menyebabkan penyebaran kopi
yang ada di Indonesia kebanyakan kopi jenis robusta. Kopi robusta yang
digunakan dalam praktikum kali ini sudah menjadi kopi beras (sudah hilang pulpnya dan sudah dikeringkan) sehingga praktikan dapat langsung melakukan
perlakuan yang akan diuji yaitu dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi dengan variasi
waktu penyangraian selama 20, 30 dan 40 menit.
Kita mengetahui bahwa kopi merupakan salah satu bahan penyegar karena
terdapatnya kafein di dalam biji kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman
psikostimulant yang akan menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi
kelelahan, dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi (Bhara
L.A.M., 2005). Efek farmakologi yang utama adalah sebagai antagonis reseptor
adenosin yang dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat serta dapat
menganggu kualitas tidur. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif
tidur. (Daswin N.B.T. et al, 2013)
Namun kopi juga memiliki banyak kekurangan. Mulato (2001) menyatakan
masalah utama dari pengkonsumsian kopi adalah nilai kafein yang terkandung
dalam kopi. Kafein apabila dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan
ketegangan otot, merangsang kerja jantung, dan meningkatkan sekresi asam
lambung. Oleh karena itu dekafeinasi kopi (penurunan kadar kafein) perlu
dilakukan sampai batas aman konsumsi. Setelah di dekafeinasi, perlu juga
dilakukan analisis sensoris dan perbandingannya dengan perlakuan tanpa
dekafeinasi sehingga dapat diketahui apakah perlakuan dekafeinasi menghasilkan
kopi bubuk yang dapat diterima secara sensoris atau tidak.
Secara umum, proses pengolahan kopi bubuk hanya ada tiga tahapan yaitu:
penyangraian (roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan. Penyangraian
sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi
sedangkan penggilingan yaitu menghaluskan partikel kopi sehingga dihasilkan
kopi coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine
(bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara
menyeduh kopi yang digemari oleh masyarakat (Ridwansyah, 2003). Kopi bubuk
yang langsung diseduh dengan air panas akan meninggalkan ampas di dasar
cangkir. Kopi bubuk mempunyai kandungan kafein sebesar 115 mg per 10 gram
kopi ( 1-2 sendok makan) dalam 150 ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci,
2001).
Seperti yang telah disebutkan bahwa penyangraian merupakan salah satu
proses yang sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan
dikonsumsi. Oleh karena itu dalam praktikum kali ini selain perlakuan dekafeinasi
atau tanpa dekafeinasi, waktu penyangraian sebagai titik kritis kemunculan
citarasa dan aroma yang khas juga menjadi perlakuan yaitu 20, 30 dan 40 menit.
Dalam praktikum, variabel yang diamati adalah sifat fiskokimia yaitu rendemen
biji sangrai dan rendemen bubuk kopi serta sifat sensoris meliputi warna bubuk
kopi, warna air seduan, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit sepat, kekuatan
rasa asam dan tingkat kesukaan.
Variabel fiskokimia yang diamati adalah rendemen. Rendemen adalah
jumlah persentase sampel akhir setelah pemasakan dan dinyatakan dalam %
(bobot/bobot). Rendemen biasanya dihitung dari berat akhir yang dihasilkan (g)
dibagi dengan berat awal sampel (g). Dalam praktikum kali ini, rendemen yang
diukur adalah rendemen biji sangrai dan rendemen kopi bubuk. Untuk perlakuan
dekafeinasi, rendemen biji sangrai yang dihasilkan relatif menurun dengan
semakin intensnya lama penyangraian (20, 30 dan 40 menit) yaitu 110,78%;
97,5% dan 90,5%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan perlakuan non dekafeinasi
yang menghasilkan rendemen biji sangrai berturut turut 106%; 85% dan 85%.
Saat dilakukan penyangraian, terlihat bahwa volume kopi yang semakin
membesar sehingga menyebabkan kulit ari terlepas dari biji. Selain itu
kenampakan warna biji kopi berubah menjadi coklat hingga coklat kehitaman dan
aroma khas kopi mulai muncul saat disangrai.
Hal ini selaras dengan pernyataan Mulato (2002) proses penyangraian
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji
kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak
senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai
ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai.
Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua
kehitaman. Belitz dan Grosch (1987) juga menyatakan bahwa penyangraian akan
memperbesar volume dari biji kopi (sekitar 50-80%) serta akan mengubah
struktur warna biji kopi yang dihasilkan.
Untuk rendemen kopi bubuk baik pada perlakuan dekafeinasi maupun non
dekafeinasi relatif menurun seiring dengan lama waktu penyangraian. Pada
perlakuan dekafeinasi, rendemen kopi bubuk yang dihasilkan berturut turut
(penyangraian 20, 30 dan 40 menit) adalah 9,8%; 21,5% dan 24,5%. Hasil
rendemen kopi bubuk untuk perlakuan non dekafeinasi juga menurun seiring
dengan semakin lamanya waktu penyangraian dengan nilai berturut-turut yaitu
67,5%; 65% dan 80%.
Pada perlakuan dekafeinasi rendemen kopi bubuk yang dihasilkan lebih
rendah daripada kopi dengan perlakuan non dekafeinasi. Hal ini terjadi karena
adanya proses perebusan kopi dengan air mendidih untuk perlakuan dekafeinasi
sehingga mempengaruhi keadaan biji saat akan digiling. Saat direbus secara
otomatis kadar air dalam biji kopi meningkat sehingga setelah proses
penyangraian kandungan air yang ada di dalam biji masih terlalu tinggi sehingga
kopi dekafeinasi relatif sulit saat digiling. Oleh karena itu rendemen yang
dihasilkan cenderung lebih sedikit daripada kopi non dekafeinasi.
Seperti pernyataan Primadia (2009), peningkatan kadar air kopi dikarenakan
perebusan kopi pada ekstrakor mengakibatkan kopi mengembang. Pori-pori
jaringan biji menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh molekul air masuk ke
dalamnya. Perbedaan konsentrasi antara permukaan dan di dalam biji
mengakibatkan terjadinya peristiwa osmose. Molekul air masuk ke dalam kopi
sehingga kadar air menjadi meningkat.
Paramater selanjutnya yang diamati adalah karakteristik sensoris baik dari
segi warna, aroma, dan rasa. Ada 6 parameter sensooris yakni warna bubuk kopi,
warna air seduhan, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit sepat, kekuatan rasa
asam dan tingkat kesukaan. Masing-masing parameter ini akan dilihat bagaimana
pengaruhnya terhadap perlakuan dengan menggunakan tabel uji ranking yang
bersumber dari Kramer et al (1974). Berikut ini adalah tabel uji ranking
Number of treatment
reps
15
19-26
23-37
28-47
32-58
37-68
19-26
25-35
30-45
36-54
42-63
4.87
5
4
3
4
2.67
4.13
4.13
3.13
2
1
0
dekafeinasi dekafeinasi dekafeinasi
tanpa
tanpa
tanpa
penyangraian penyangraian penyangraian dekafeinasi dekafeinasi dekafeinasi
20 menit
30 menit
40 menit penyangraian penyangraian penyangraian
40 menit
30 menit
20 menit
perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian
4.93
3.47
4.07
3.13
3.27
2.33
dekafeinasi penyangraian 20 menit) dengan jumlah berturut turut 52, 62, 47 dan
49 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna air
seduhan. Sedangkan untuk perlakuan 3 atau dekafeinasi penyangraian 40 menit
dan perlakuan 4 (tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit) dengan jumlah 74 dan
35 memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna air seduhan.
4.13
4.67
4.13
2.4
2.93
2.6
3.4
3.4
3.47
2.27
2.53
2.8
3.6
3.47
3.6
3.6
3.67
2.93
6. Tingkat kesukaan
Rasa merupakan suatu kesan yang diterima melalui syaraf indera
pengecapan di lidah, sebagai hasil dari hadirnya senyawa-senyawa yang larut
dalam air. Kopi memiliki citarasa yang khas yang tidak dapat ditemukan pada
minuman seduh yang lain. Rasa kopi itu bervariasi, mulai hanya terasa satu
karakter yang menonjol hingga rasa yang kompleks. Semua itu terjadi karena
genetik pohon kopi, proses dikebun, proses pascapanen, hingga proses sangrai.
Kopi yang memiliki flavors kompleks bisa membuat peminumnya sangat
menikmatinya karena kopi terasa lebih meriah. Kopi-kopi dari Afrika atau
Amerika Tengah memiliki kompleksitas rasa lebih banyak dibandingkan kopikopi dari Brazil. Di Indonesia, kopi-kopi dari Toraja akan lebih memiliki rasa
kompleks dibandingkan kopi-kopi dari Jawa. Kopi yang memiliki rasa tidak
kompleks biasanya digunakan sebagai kopi campuran dikarenakan memiliki satu
dominan rasa yang mungkin tidak dimiliki kopi-kopi lainnya.
4.2
4.2
4.2
3.27
3.2
2.27
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman dapat ditarik kesimpulan
bahwa
1. Proses pengolahan kopi bubuk melalui beberapa tahap yakni
penyangraian (roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang
akan dikonsumsi sedangkan penggilingan yaitu menghaluskan partikel
kopi sehingga dihasilkan kopi coarse (bubuk kasar), medium (bubuk
sedang), fine (bubuk halus), very fine (bubuk amat halus).
2. Data yang diamati berupa rendemen (biji sangrai dan kopi bubuk) dan
sifat sensori kopi bubuk yang dihasilkan (warna bubuk kopi, warna air
seduhan, kekuatan rasa asam, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit
sepat dan tingkat kesukaan). Untuk rendemen, hasil yang didapat bahwa
semakin lama waktu penyangraian maka rendemen sangrai semakin
menurun. Hal ini terjadi karena pada masing-masing perlakuan proses
penyangraian mengalami pembengkakan volume biji yang berbedabeda. Rata-rata perbesaran volume yang terjadi sekitar 50-80%. Untuk
sifat sensoris disajikan menggunakan grafik dan dibandingkan dengan
tabel (taraf 5%) apakah berpengaruh nyata atau tidak terhadap masingmasing perlakuan.
3. Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang
berbiji dan sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk. Pulping
bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga diperoleh biji
kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Proses fermentasi bertujuan
untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat
pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas
(terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dari kotoran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN FOTO
No.
1.
Gambar
Keterangan
Biji kopi ditimbang sebanyak 200
gram
untuk
masing-masing
perlakuan
2.
3.
4.
5.
Bubuk
disimpan
kopi
di
yang
dalam
dihasilkan
plastik
PP
6.
Dilakukan
uji
sensori
dengan