PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data statistik menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia
(65%) tinggal di desa. Artinya, mayoritas orang Indonesia adalah orang desa. Tapi
yang terjadi selama ini, desa cenderung diabaikan. Pembangunan hanya terjadi di
perkotaan, yang tidak secara langsung memberikan dampak kepada masyarakat
desa. Pembangunan tidak melibatkan mereka secara positif dan hanya
menempatkan masyarakat desa hanya sebagai objek
Desa, atau sebutan-sebutan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada
awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-ba-tas
wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk
mengelola dirinya sendiri disebut dengan self-governing community(Eko, 2008).
Desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara
otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi. Di
Sumatera Barat, misalnya, nagari adalah sebuah republik kecil yang mempunyai
pemerintahan sendiri secara otonom dan berbasis pada masyarakat. Desa masuk
dalam entitas khusus yang diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA. Adanya undang
undang khusus ini menunjukkan posisi desa sebagai bagian penting dalam tata
kenegaraan di Indonesia.
Undang-undang no 6 tahun 2014 ini menegaskan peran dan kedudukan
desa yang sungguh sangat penting dalam menjalankan tugas dan wewenang untuk
mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat. Dalam pasal 18 disebutkan bahwa kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan
masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat
Desa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Otonomi Daerah
Menurut asal katanya dalam Widjaya (2002 : 76) menyatakan bahwa :
Otonomi berasal dari bahasa yunani yaitu auto dan nomous yang berarti hak
untuk mengatur kepentingan sendiri dan urusan intern daerah atau organisasinya
menurut hokum sendiri dalam negeri, yaitu dalam hukum tata negara, otonomi
dalam batas tertentu dapat dimiliki wilayah-wilayah dari suatu negara.Pengertian
otonomi tersebut sangat mudah untuk dipahami menurut asal katanya
mengandung makna hak untuk mengatur pemerintahan sendiri.
Pengertian sederhana tentang otonomi daerah itu dijabarkan secara lebih
jelas dalam paparan Widjaya (2002 : 76) yaitu: Dalam bahasa Inggris, otonomi
atau autonomy berasal dari dua kata yaitu auto yang berarti sendiri dan nomoi
adalah undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi berarti mengatur
sendiri, sedangkan dalam bidang pemerintahan, otonomi diartikan mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri. Berdasarkan dua pengertian tentang otonomi
daerah tersebut semakin memperjelas pemahaman terhadap makna otonomi
daerah.
Jadi dalam makalah ini yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah
kewenangan yang dimiliki oleh setiap daerah untuk mengatur dan mengelola
rumah tangganya sendiri sesuai kemampuan daerah dan peraturan perundangundangannya.
2.2 Desa
Menurut Undang Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP 72/2005)
Desa, atau sebutan-sebutan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada
awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-ba-tas
wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk
mengelola dirinya sendiri disebut denganself-governing community (Eko, 2008)
Dalam sistem pemerintahan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2004, digambarkan bahwa desa merupakan bagian dari struktur
pemerintahan daerah yang terbawah atau terendah yang berposisi sebagai daerah
otonom (dalam makna kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga
desanya).
2.3 Teori implementasi
Teori Merilee S. Grindle (1980 )
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle ( 1980 ) dipengaruhi oleh
dua variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi.variabel isi
kebijakan ini mencakup:
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Kewenangan Desa dalam Rangka Mewujudkan Otonomi Desa
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan tegas
menempatkan pemerintahan desa sebagai penyelenggara kepentingan rakyat.
Sebuah formulasi hukum yang tepat untuk memosisikan pemerintahan desa pada
tempat yang tepat. Namun, harus dicermati pula peraturan di bawahnya yang
menjadi pedoman pelaksanaan undang-undang tersebut. Dalam pasal 18
disebutkan
bahwa
kewenangan
Desa
meliputi
kewenangan
di
bidang
Desa,
pembinaan
Desa
kemasyarakatan
Desa,
dan
pemberdayaan
masyarakat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Kewenangan inilah hal yang penting dalam otonomi, kewenangan desa
merupakan hak yang dimiliki desa untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Di berbagai daerah banyak permasalahan yang muncul terkait
kewenangan. Selain itu kondisi daerah pun juga terkadang menjadi hambatan
dalam pelaksanaan kewenangan desa.
Dengan disahkannya UU desa yang baru pada tahun 2014 ini maka
kewenangan desa dalam mengelola desanya sendiri menjadi semakin kiat karena
telah ada UU khusus yang mrngaturnya. Maka dari itu banyak desa atau daerah
yang mulai melakukan inovasi kebijakan pembangunan yang mana hal tersebut
tentunya harus disesuaikan dengan potensi desa masing masing. Hal inilah yang
mulai diterapkan di desa- desa kabupaten Malinau. Dengan mengeluarkan
program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). GERDEMA juga merupakan
suara dan cermin ketulusan hati dan itikad positif seorang pemimpin yang percaya
kepada rakyatnya. Percaya dengan menyerahkan urusan dan kewenangan kepada
masyarakat atau pemerintah desa untuk mengubah nasib mereka sendiri, dengan
tangan mereka sendiri.
akan dilakukan dan terpelihara secara baik dalam mekanisme perencanaan dan
pelaksanaannya.
Gerakan Itu Dilakukan oleh Rakyat
Apa yang direncanakan dan ditetapkan sebagai kegiatan pembangunan
desa, semuanya dilakukan oleh seluruh masyarakat desa. Mereka memahami
konteks masalahnya, maka dengan mudah mereka memahami kekuatan dan
kelemahannya. Mereka juga akan mudah menanganinya sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, tentu akan sangat mudah pula
untuk menggugah semangat mereka melibatkan diri dan lebih mudah bagi mereka
untuk turut berpartisipasi secara langsung dan aktif dalam pelaksanaannya.
Gerakan Itu Menghasilkan Manfaat untuk Masyarakat Desa
Seluruh perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat desa sendiri. Mereka sangat paham dan
mengerti terhadap kebutuhan dasarnya, sehingga perencanaan yang dilakukan
tentu di arahkan untuk menangani dan mengeksplorasi kebutuhan mereka.
Semuanya pasti dapat dinikmati secara langsung oleh rakyat Kabupaten Malinau
sendiri. Setiap desa memiliki kebutuhan yang beragam dan sering kali tidak sama
antara satu desa dengan desa lainnya. Maka, hasil pembangunan tidak bisa diukur
dengan indikator sama. Masyarakat setempatlah yang dapat mengukur tingkat
keberhasilan pembangunan yang sudah mereka jalankan. Mereka tahu dan
merasakan sendiri, sehingga jika ada kekeliruan mereka bisa langsung
memperbaikinya pada perencanaan pembangunan berikutnya.
Ukuran keberhasilan GERDEMA di Malinau yaitu terpenuhinya kebutuhan
dan keinginan warga sebenarnya, keinginan warga desa sangat sederhana, yaitu
pemenuhan kebutuhan dasar. Secara umum, penentuan strategi pembangunan
harus berdasarkan pada tingkat kepuasan dasar masyarakat, yaitu:
Rasa bangga
Rasa senang
Rasa nyaman
Rasa keindahan
terhadap masyarakat yang berbudaya dan beradab, setiap pemimpin mutlak harus
memiliki kekuatan emosional yang baik dan humanis, karena hanya dengan
kekuatan kecerdasan emosional
inilah yang selama ini menjadi keraguan dan ketidakyakinan pemerintah tingkat
atas kepada desa untuk menjalankan program pembangunan. Apalagi untuk
memberikan kepercayaan berupa tanggung jawab pengelolaan dana dalam jumlah
besar. Kondisi masyarakat yang tidak mampu ini sebenarnya sudah berlangsung
lama. Walaupun sangat sadar akan kondisi ini, kita tidak pernah berupaya secara
serius untuk mengatasai permasalahan ketidakmampuan ini dengan cara yang
tepat.
Hal inilah yang dengan tegas dan serius dilakukan dalam GERDEMA,
yaitu semangat pemberdayaan untuk memampukan masyarakat desa. Pemerintah
daerah melalui Satuan Kerja Perngkat Daerah dan lembaga terkait serta Satuan
Tugas (satgas) GERDEMA, memberikan pembinaan, bimbingan, dan berbagai
kemampuan teknis administratif dan kepemerintahan serta keterampilan lainnya
agar masyarakat desa menguasai dan mampu melaksanakan tugas pembangunan,
agar mereka lebih percaya diri untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
GERDEMA
masyarakat.
berprinsip
bahwa
pembangunan
harus
melibatkan
kepercayaan kepada
rakyat.
yang
dikeluarkan
dan
dikendalikan
oleh
pusat.
Begitu
pula
pembiayaannya. Masih terlalu banyak yang dikelola oleh berbagai instansi dan
kementerian pusat.
5. Nilai Kecerdasan Nasionalis Kebangsaan
Aspek kecerdasan nasionalis kebangsaan ini berkaitan dengan kesadaran
hidup berbangsa dan bernegara. Seorang pemimpin haruslah menunjukkan jati diri
sebagai seorang yang berjiwa nasionalis. Pemimpin dengan kecerdasan ini akan
sangat penting
perannya dalam mewujudkan tujuan GERDEMA.
Dalam GERDEMA, terdapat tiga belas nilai
keberhasilan, yaitu:
1. Kepemimpinan
2. Demokrasi
3. Keterbukaan
4. Keberpihakan
5. Toleransi
6. Efisien
7. Efektif
8. Partisipasi
9. Swadaya
10. Pertanggungjawaban
11. Pemberdayaan
12. Inovasi
13. Produktivitas
Dengan demikian, GERDEMA bukan hanya melulu menghasilkan pembangunan
secara fisik, melainkan juga membentuk nilai hakiki yang berkaitan pada hal-hal
di bawah ini:
Semua itu akan menjadi modal utama bangsa kita dalam mempertahankan
keutuhan dan kedaulatan negara. Ketahanan masyarakat yang kuat menjadi titik
awal dari ketahanan nasional yang kokoh. Menjadi tanggung jawab kita untuk
meletakan landasan kepemerintahan yang kuat.
GERDEMA
pembangunan.
merupakan
konsepsi
dari
peran
masyarakat
dalam
GERDEMA juga merupakan suara dan cermin ketulusan hati dan itikad positif
seorang pemimpin yang percaya kepada rakyatnya. Percaya dengan menyerahkan
urusan dan kewenangan kepada masyarakat atau pemerintah desa untuk
mengubah nasib mereka sendiri, dengan tangan mereka sendiri.
Dengan tekad tersebut di atas, maka desa di Kabupaten Malinau adalah desa yang
memiliki kapasitas dan kompetensi yang kuat untuk menjalankan roda
pemerintahan. Mereka juga mampu melakukan kegiatan pembangunan dan
pelayanan umum kepada seluruh masyarakat desanya. Sebagai bagian dari sistem
pemerintahan di Indonesia, maka desa harus kuat dalam menjalankan fungsifungsi kepemerintahan secara konsisten, bertanggung jawab, dan peduli serta
tanggap menangani berbagai persoalan pembangunan dan kemasyarakatan.
Indikator
Perencana
an desa
Sebelum
GERDEMA
a. Pelaksanaan
Musrenbang tidak
berjalan efektif
karena minimnya
keterlibatan
masyarakat serta
sifatnya yang lebih
top down
b. Tidak adanya
dokumen
perencanaan yang
jelas baik
RPJMDes maupun
RKPDes
c. Tidak satu pun
desa yg memiliki
RPJMDes
Setelah GERDEMA
a. Pelaksanaan PraMusrenbangdes/FP3D dan
Musrenbangdes berjalan
lebih efektif dengan
keterlibatan seluruh unsur
masyarakat dengan
pendampingan LP3MD, serta
hadirnya SKPD dalam
pelaksanaan Musrenbangdes.
Program-program
tahun berjalan langsung bisa
diketahui oleh
masyarakat dan
permasalahan pembangunan
juga
bisa langsung direspon
SKPD.
Keterangan
Alokasi
dana yang
langsung
dikelola
desa
Kinerja
aparat
desa
b. Tersedianya dokumen
perencanaan desa
dengan baik, yaitu RPJMDes
dan RKPDes
dengan pendampingan SKPD
terkait dalam
penyusunannya.
c. Pada tahun 2012 (tahun
pertama pelaksanaan
GERDEMA) sebanyak
68,60% desa telah memiliki
RPJMDes dan sisanya,
31,40%, masih dalam proses
penyusunan.
Rp200500 juta/desa Rp1,2 Miliar1,3
Tahun
/tahun
Miliar/desa/tahun
pertama
pelaksanaan
GERDEMA
dialokasikan
Rp 0,91,2
Miliar/Desa
a. Penghasilan rendah a. Penghasilan cukup
(Rp800 ribu/
(Rp1,2juta/bulan belum
bulan)
termasuk honor penanggung
b. Disiplin rendah
jawab setiap
(aparat jarang
kegiatan)
ngantor). Hanya
b. Terjadi peningkatan
aparat di kota
disiplin aparat (hasil
saja yang aktif,
monitoring dan evaluasi
sedangkan daerah
(MONEV) sebanyak
pedalaman dan
61,68% aparat desa aktif
perbatasan,
bekerja di kantor,
berkantor di rumah
sebanyak 38,32% ak vitas
masingmasing.
di kantor masih
c. Peralatan
terbatas)
penunjang kerja
c. Peralatan penunjang kerja
masih
sudah memadai
seadanya. Hanya
(kendaraan bermotor, ke n
desa-desa di
ng, laptop, printer,
sekitar kota saja yang AC, dll.) Semua desa telah
memiliki
didukung oleh komputer
komputer.
dan printer serta kendaraan,
d. Pelayanan
baik motor maupun
masyarakat masih
untuk mendukung
seadanya karena tidak kinerjanya.
didukung
d. Pelayanan masyarakat
oleh penghasilan dan semakin baik karena
peralatan.
didukung oleh penghasilan
e. SDM aparatur
masih minim karena
frekuensi pelatihan
yang masih
terbatas (hanya
dilakukan oleh
BPMD).
Peran dan
hubungan
antar
lembaga
desa
a. Masing-masing
lembaga berjalan
sendiri-sendiri karena
pelaksanaan
pembangunan
bersifat top down
b. Fungsi lembaga
desa dak berjalan
sebagaimana mes
nya.
c. Frekuensi rapat
koordinasi
antar lembaga desa
hanya pada
saat Musrenbangdes
saja (satu
kali setahun) karena
model
pembangunan yang
lebih top
down.
dalam
pelaksana
an
pembangu
nan
dana dan
masih adanya
intervensi pemerintah
kabupaten dalam
perencanaan dan
pelaksanaan,
sehingga
programprogram
yang disusun
bukanlah
kebutuhan
sesungguhnya dari
masyarakat desa.
BAB IV
SIMPULAN
Kewenangan merupakan hal yang penting dalam otonomi, yaitu
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam
undang-undang ini disebutkan, bahwa pemerintah desa adalah penyelenggara
urusan pemerintahan desa, pelaksana pembangunan desa, pelaku pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pelaku pemberdayaan terhadap masyarakat desa
berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika serta
kepentingan masya rakat setempat. Esensi dari undang-undang ini sangat cocok
dengan apa yang sudah diterapkan di Malinau dalam program Gerakan Desa
Membangun (GERDEMA). Dalam konsep GERDEMA, masyarakat ditempatkan
sebagai kekuatan utama dalam pembangunan. Prinsip dasar GERDEMA adalah
memberi kepercayaan penuh kepada masyarakat, dalam hal ini pemerintah desa,
untuk mengelola dan mengurus rumah tangga desa untuk kesejahteraan rakyatnya.
GERDEMA juga merupakan suara dan cermin ketulusan hati dan itikad
positif seorang pemimpin yang percaya kepada rakyatnya. Percaya dengan
menyerahkan urusan dan kewenangan kepada masyarakat atau pemerintah desa
untuk mengubah nasib mereka sendiri, dengan tangan mereka sendiri. Dengan
tekad tersebut di atas, maka desa di Kabupaten Malinau adalah desa yang
memiliki kapasitas dan kompetensi yang kuat untuk menjalankan roda
pemerintahan. Mereka juga mampu melakukan kegiatan pembangunan dan
pelayanan umum kepada seluruh masyarakat desanya. Sebagai bagian dari sistem
pemerintahan di Indonesia, maka desa harus kuat dalam menjalankan fungsifungsi kepemerintahan secara konsisten, bertanggung jawab, dan peduli serta
tanggap menangani berbagai persoalan pembangunan dan kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, H.A.W. 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta :
Raja Grafindo Persada
Eko, Sutoro dkk. 2005. Prakarsa Desentralisasi & Otonomi Desa.
Yogyakarta
T, P Yansen. 2014. Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan
Percaya Kepada Rakyat. Jakarta: Kompas Gramedia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN
2014 TENTANG DESA
Innesa Destifani dkk. PELAKSANAAN KEWENANGAN DESA
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN OTONOMI DESA (Studi pada Desa
Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora)
Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246
Oleh :
Aisyah Mayliawati D0112003